Jangan Meneror Pejuang



Perkembangan penyelesain masalah terorisme di Indonesia, menuju arah yg sangat tidak kondusif bagi kaum muslimin. Berbagai pernyataan dan statemen yg dilontarkan beberapa pihak, baik secara resmi atau selentingan, telah melahirkan dampak yg sangat serius bagi dakwah.

Bayangkan saja, jika seorang psikolog menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan rohis (rohani Islam) yang ada di Sekolah Menengah Umum adalah bahan baku dari tindak kekerasan. Ditambah lagi dari seorang yg mengaku pangamat, berkata dg senyum dibibir bhw pendanaan kegiatan Terorisme juga berasal dari mobilisasi Zakat infak, dan sodaqoh. Semua ditayangkan ditelevisi dalam siaran Live yg tentu saja tanpa filter rasa keadilan bagi umat Islam.
Pada tahap yang lebih awal, pesantren sudah menuai kecurigaan. Begitula pula dengan kegiatan Dakwah. Dan hari ini kita saksikan, betapa aktifis dakwah berada dalam suasana terintimidasi. Jenggot, celana cingkrang, baju koko, cadar, dan dahi yg hitam menjadi atribut pelengkap yg mengantarkan kecurigaan.
Sekedar mengingatkan sejarah yg mungkin terlupa. Negeri ini memiliki utang yg tak terbayar pada perjuangan yg telah diberikan umat Islam. Hanya untuk mengambil beberapa contoh, Pangeran Diponegoro, memakai simbol-simbol dalam memimpin Perang Jawa melawan penjajah Belanda. Dengan surban, baju putih panjang, dan yg paling penting dg ajaran Islam Pangeran Diponegoro memimpin perang yg dalam sejarah Belanda disebut-sebut sebagai perang yang hampir menenggelamkan negeri penjajah itu dengan kebangkrutan.
Baca saja nama panjang dan gelar Pangeran Diponegoro "Sultan Abdulhamid Erucakra Sayidin Sanatagama Khalifat Rosulullah Sayidin Pantagama". Dengan sadar Pangeran Diponegoro mencantumkan nama Sultan Abdulhamid, yang saat itu menjadi Khalieah Turki Utsmani sebagai jaringan perjuangan. Bahkan, pemilihan nama 'Sultan pada periode Sultan Hamengkubuwono l, adalah simbol perlawanan secara halus pada kekuatan VOC, penjajah belanda. (Soemarsaid Moertono, 1985; P Swantoro, 2002)
Tapi hari ini, simbol yang mampu menggalang kekuatan perjuangan kemerdekaan itu dicurigai. Pencantuman hubungan Internasional, dengan Mesir, Turki, Arab saudi disebut dengan 'transnasional yg juga diucapkan dg nada penuh kecurigaan. Dulu, simbol-simbol itu berperan sangat besar memerdekakan negeri ini.
Begitupula dg slogan dan pekik perjuangan, Islam dan kaum Muslimin menorekan sejarah yg tak bisa dihapus dan senantiasa teringat ketika jihad disudutkan lagi seperti saat sekarang. Bung Tomo, menggerakan 'Arek-arek Suroboyo melawan agresi militer ulang yg dilakukan penjajah Belanda dg pembukaan kalimat "Bismillahirrahmanirrahim" dan ditutup dengan Allahu Akbar yg disandingkan dg kata 'Merdeka.
Maka sekali lagi, negara ini boleh menjadi negara yg anti terhadap pekikan Allahu Akbar dan seruan-seruan dakwah yg memgajak menuju kebaikan dan kebenaran.
Ketika Republik Indonesia masih sangat belia, negara ini pernah menjadi Republik Indonesia Serikat sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar. Indonesia terpecah-pecah menjadi 17 negara bagian. Penjajah Belanda tidak akan Ridho dan ringan hati melepaskan Indonesia sebagai negeri yg merdeka dan berdaulat. Andi saja Mohamad Natsir, tidak tampil dengan pidatonya yg kini dikenal dengan 'Mosi Integral Natsir, tentu seluruh pemimpin Bangsa hari ini tidak akan menyebut dengan bangga kalimat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebab, berdirinya RIS meminta konsekuensi besar. Terjadi rasionalisasi atas kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perwira-perwira penjajah Belanda menjadi Penasehat TNI. Pejuang dan tentara rakyat dirumahkan. Sebagai gantinya "koninklijke Nederlands Indische lager (KNIL) Di integrasikan kedalam tubuh TNI. Bagaimana mungkin negara ini akan kuat, jika didalam tulang punggung yang menjaga kemerdekaannya, berdiri jendral-jendral penasihat dan unsur-unsur dari kalangan penjajah ?
Dalam sidang RIS tahun 1950, Mohammad Natsir, seorang pemimpin dakwah dinegeri ini, seorang dai, seorang ustadz, seorang ulama, tampil menyelamatkan Indonesia. Maka dengan segala hormat, TNI dan Kepolisian Republik Indonesia tidak boleh menjadi alat negara yg berlaku zalim dan sewenang-wenang pada umat Islam Indonesia.
Apalagi ditambah sebuah fakta Sejarah tentang seorang pejuang bernama Jendral Soedirman. Seorang guru madrasah Muhammadiyah, yg memimpin gerilya perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. jend.Soedirman adalah seorang guru agama. Mengisi ceramah dan mengajar mengaji keliling diwilayah-wilayah Cilacap dan Banyumas. Jabatannya di Muhammadiyah adalah wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Karisidenan Banyumas.
Wilayah yg sama saat ini dicurigai Polisi sebagai kawasan persembunyian buronan yg bersembunyi. Maka sekali lagi, dengan segala hormat, Polisi, Aparat Keamanan, bahkan Masyarakat tidak boleh memaruh curiga terhadap Ustadz, guru ngaji, apalagi kepada Ulama yg telah membuktikan diri menjaga negri Allah bernama Indonesia yg semoga dilimpahkan berkah.
Kaum Muslimi tidak pernah menganggap perjuangannya sebagai piutang yg harus dibayar. Tapi umat Islam sangat yakin, para pemimpin Negara ini bukan orang-orang dungu yg mudah lupa pada sejarah bangsa ini./@cwi

pengunjung membaca ini juga:



0 komentar:

Posting Komentar


Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |