Pengorbanan Cinta Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu


Muslimahzone.com – Alangkah bahagianya bila kita dapat menikahi seseorang yang kita cintai.
Namun, bagaimana bila seseorang yang kita cintai
pada takdir yang ditetapkan-Nya harus menikah
dengan orang lain atau bahkan sahabat kita sendiri.
Hal ini bukan cerita dongeng, pengorbanan demikian
pernah dialami oleh salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, ia adalah Salman Al-
Farisi radhiallahu ‘anhu. Cintanya harus dikorbankan
untuk saudaranya yang ia cintai karena Allah. *** Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang
bangsawan dari Persia, sebagai seorang Persia ia
menganut agama Majusi, tapi ia tidak merasa nyaman
dengan agamanya. Kemudian ia mengalami
pergolakan batin untuk mencari agama yang dapat
menentramkan hatinya. Pencarian agamanya membawa hingga ke jazirah Arab dan akhirnya
memeluk agama Islam. Ia menjadi pahlawan dengan ide membuat parit
dalam upaya melindungi kota Madinah dalam
pertempuran khandaq.
Setelah meninggalnya Nabi
Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di
daerah kelahirannya, hingga ia wafat. Salman
termasuk sahabat nabi yang dekat bahkan ada sebuah riwayat Rasulullah saw menyatakan,
“Salman termasuk keluraga bagi kami.” Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah.
Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai
wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil
tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih.
Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa
tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci. Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah
bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah
tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat,
rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu
dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis
pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab
dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam
khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu
kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan
dengannya, Abud Darda’. ”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud
Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia
dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju
sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah.
Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. ”Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara
saya Salman seorang Persia. Allah telah
memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia
memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah
Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya
datang untuk mewakili saudara saya ini melamar
putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling
murni. ”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah,
”Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang
mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang
utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya
serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri
menanti dengan segala debar hati. ”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata
suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara
mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua
yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah
saya menjawab bahwa puteri kami menolak
pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka
puteri kami telah menyiapkan jawaban
mengiyakan.” Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan,
ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik
kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan
indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan
sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan
sebentuk malu yang membuncah dan bertemu
dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang
belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.
Mari kita dengar ia bicara. ”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan
nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan
pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!” teman baik ku dunia akhirat.
Dan aku akan menjadi saksi pernikahan bersejarah
kalian!” air mata kasih dan syukur membening suasana redup di suatu petang itu. /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |