Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #1: Ramadhan, tonggak perubahan sejarah dunia

Segalanya Berawal dari Ramadhan Ramadhan adalah bulan suci yang diberkahi. Banyak peristiwa agung yang terjadi di bulan ini. Peristiwa-peristiwa tersebut menandai babak baru sejarah Islam dalam menyebarkan rahmatnya ke seluruh dunia. Di bulan ini, kaum muslimin perlu memutar ulang slide episode demi episode peristiwa agung tersebut. Dengan begitu, nuansa ibadah semakin khusyu' karena menghayati latar belakang dan proses terjadinya peristiwa yang bersejarah tersebut.Peristiwa agung pertama yang mengawali rangkaian panjang dakwah Islam di muka bumi adalah peristiwa gua Hira'. Di bulan Ramadhan, saat Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi Al-Qurasyi sedang menyendiri dalam tafakur di gua Hira', Allah SWT mengutus malaikat Jibril kepadanya. Itulah saat wahyu pertama turun, surat Al-'Alaq 1-5. Ummul Mukminin Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shidiq RA menuturkan: "أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لا يَرَى رُؤْيَا إِلا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ.. ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاءُ ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ؛ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ - وَهُوَ التَّعَبُّدُ - اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا ، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ : اقْرَأْ ! قَالَ : "مَا أَنَا بِقَارِئٍ "، قَالَ : " فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ ! قُلْتُ : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ! فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي ، فَقَالَ : اقْرَأْ ! فَقُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ : "Awal mula wahyu yang diberikan kepada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar. Setiap kali mengalami mimpi, mimpi itu datang dalam wujud seperti cahaya fajar yang merekah. Sejak itulah, beliau senang menyendiri. Beliau menyendiri di gua Hira' selama beberapa malam untuk bertahanuts, yaitu beribadah, sebelum beliau kembali kepada keluarganya untuk mengambil bekal. Beliau lalu kembali kepada istrinya, Khadijah, dan mengambil bekal. Beliau melakukan hal itu sampai datang kepadanya kebenaran di gua Hira'. Malaikat datang kepadanya dan berkata: "Bacalah!" Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca."Beliau bercerita: "Ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Maka ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk kedua kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Maka ia kembali menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk ketiga kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ… ) "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #1: Ramadhan, tonggak perubahan sejarah dunia Saif Al Battar Senin, 8 Agustus 2011 03:21:57 Segalanya Berawal dari Ramadhan Arrahmah.com - Ramadhan adalah bulan suci yang diberkahi. Banyak peristiwa agung yang terjadi di bulan ini. Peristiwa-peristiwa tersebut menandai babak baru sejarah Islam dalam menyebarkan rahmatnya ke seluruh dunia. Di bulan ini, kaum muslimin perlu memutar ulang slide episode demi episode peristiwa agung tersebut. Dengan begitu, nuansa ibadah semakin khusyu' karena menghayati latar belakang dan proses terjadinya peristiwa yang bersejarah tersebut.Peristiwa agung pertama yang mengawali rangkaian panjang dakwah Islam di muka bumi adalah peristiwa gua Hira'. Di bulan Ramadhan, saat Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi Al-Qurasyi sedang menyendiri dalam tafakur di gua Hira', Allah SWT mengutus malaikat Jibril kepadanya. Itulah saat wahyu pertama turun, surat Al-'Alaq 1-5. Ummul Mukminin Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shidiq RA menuturkan: "أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لا يَرَى رُؤْيَا إِلا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ.. ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاءُ ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ؛ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ - وَهُوَ التَّعَبُّدُ - اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا ، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ : اقْرَأْ ! قَالَ : "مَا أَنَا بِقَارِئٍ "، قَالَ : " فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ ! قُلْتُ : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ! فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي ، فَقَالَ : اقْرَأْ ! فَقُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ : "Awal mula wahyu yang diberikan kepada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar. Setiap kali mengalami mimpi, mimpi itu datang dalam wujud seperti cahaya fajar yang merekah. Sejak itulah, beliau senang menyendiri. Beliau menyendiri di gua Hira' selama beberapa malam untuk bertahanuts, yaitu beribadah, sebelum beliau kembali kepada keluarganya untuk mengambil bekal. Beliau lalu kembali kepada istrinya, Khadijah, dan mengambil bekal. Beliau melakukan hal itu sampai datang kepadanya kebenaran di gua Hira'. Malaikat datang kepadanya dan berkata: "Bacalah!" Beliau menjawab, "Aku tidak bisa membaca."Beliau bercerita: "Ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Maka ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk kedua kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Maka ia kembali menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk ketiga kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ… ) "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-'Alaq (96): 1-5) (HR. Bukhari:Kitab bad-il wahyi, no. 3) Demikianlah, semuanya berawal dari tafakkur..merenungkan keadaan masyarakat yang sesat…merenungkan hakekat manusia dan tujuan hidupnya…merenungkan petunjuk hidup yang akan mengantarkan mereka kepada kebahagian hidup dan menyelamatkan mereka dari kesesatan. Lalu, pekerjaan pertama adalah ta'abbud…menyendiri di gua Hira', melalui siang dan malam dalam perenungan, penyerahan diri, dan pengabdian kepada Rabb, Sang Pencipta alam semesta. Beliau meninggalkan hiruk-pikuk aktivitas duniawi untuk mendekatkan diri kepara Rabb SWT, memohon petunjuk, dan berlindung kepada-Nya dari kesesatan masyarakat sekitarnya. Maka, kalimat wahyu yang pertama kali turun adalah Iqra'…bacalah! Bacalah ayat-ayat Allah SWT di alam semesta! Bacalah ayat-ayat Allah SWT yang berupa wahtu syariat-Nya! Bacalah dengan menyebut nama Rabb SWT…mintalah berkah dan pertolongan dengan menyebut nama-Nya semata! Dia-lah Yang telah menciptakan umat manusia dari segumpal darah yang menggantung di dinding rahim. Dia-lah Yang Maha Pemurah kepada seluruh hamba-Nya. Dengan kepemurahan-Nya, Dia memandaikan manusia lewat proses belajar; membaca dan menulis. Dalam 'dapur' tafakkur, ta'abbud, dan qira'ah; Allah SWT 'mengolah' para mushlihun (orang-orang shalih yang membina umat manusia menuju jalan Allah SWT). Allah SWT menggembleng mereka untuk menjadi tauladan kehidupan. Allah SWT membina mereka untuk sanggup mengemban beban dakwah, irsyad, dan jihad. Allah SWT mencetak mereka menjadi pelita yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Allah SWT menguatkan jiwa mereka dengan ta'abbud pada masjid… Allah SWT menyucikan fikiran mereka dengan khulwah, menyendiri di keheningan sepertiga malam terakhir untuk tafakkur… Allah SWT meningkatkan ilmu dan wawasan mereka lewat halaqah-halaqah qira'ah… Setiap muslim membutuhkan tiga waktu khusus dalam kehidupan hariannya: * Satu waktu untuk menyendiri dengan Rabbnya dalam tafakkur, muhasabah, istighfar, dan taubat. * Satu waktu untuk beribadah kepada-Nya dengan shalat wajib, qiyamul lail, shiyam Ramadhan, dst… * Satu waktu untuk meningkatkan ilmu dan wawasannya dengan menghadiri majlis ilmu atau menelaah buku…membaca, menulis, meringkas, dst… Tafakkur akan menjernihkan pikiran, ibadah akan mensucikan jiwa, dan belajar akan meningkatkan peran akal. Semua aktifitas tersebut merupakan unsur yang sangat urgen bagi kemajuan hidup manusia…bekal seorang muslim dalam mengemban tugas hidupnya…dan pemicu semangat seorang dai dalam menyebarkan rahmat Islam ke seluruh penjuru dunia. Setiap kali bekal makanan habis, Rasulullah SAW pulang ke rumah Khadijah. Beliau lalu kembali dengan bekal yang cukup. Beliau berjalan sendirian ke gua Hira', mendaki gunung yang terjal berbatu tajam, merasakan teriknya panas siang hari dan bekunya hawa dingin malam hari. Beliau bertahan beberapa hari dalam kesunyian gua yang mencekam. Untuk apa beliau bersusah payah melakukan semua itu? Untuk tafakkur…ta'abbud…dan qira'ah Jadi, ketiga aktifitas ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan mengerahkan segala usaha dan kemampuan terbaik. Maha Benar Allah Yang berfirman, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَ إِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ "Dan orang-orang yang berjihad (beramal bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut (29): 69) Saudaraku seislam dan seiman…Pertanyaannya kini adalah, sudahkah kita mengkhususkan tiga waktu khusus untuk tiga aktifitas ini dalam bulan yang penuh berkah ini? Jika sudah, maka pujilah Allah SWT. Jika belum, segeralah memperbaiki diri dan mempergunakan kesempatan selagi ada. Wallahu a'lam bish-shawab. Serial Risalah Ramadhan / Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #1 Oleh: Muhib al-Majdi http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Mutiara hikmah dari panggung sejarah Islam #2: Tiada bagian dalam Islam bagi orang yang tidak shalat

Dalam hal penyebaran Islam ke seluruh dunia, tidak ada khalifah Rasyidah yang lebih sukses daripada Umar bin Khathab radiyallahu 'anhu. Selama sepuluh tahun masa pemerintahannya, kaum muslimin telah meruntuhkan kekuasaan imperium Persia di Irak dan Iran, dan meruntuhkan kekuasaan imperium Romawi Timur di Syam dan Mesir. Pada masa tersebut, para ulama dan juru dakwah Islam mengajarkan Islam ke seantero wilayah khilafah rasyidah. Jutaan orang Mesir, Syam, Irak dan Iran memeluk Islam pada masa dakwah tersebut. Setelah selesai menunaikan ibadah haji tahun 23 H, Umar bin Khathab pulang ke Madinah. Dalam perjalanan pulang tersebut, ia singgah di Abthah. Di tempat itu Umar mengadu dan berdoa kepada Allah. Ia merasa telah tua, kekuatan fisiknya telah melemah, sementara wilayah kekuasaannya semakin luas dan rakyatnya bertambah sangat banyak. Ia khawatir tidak mampu memimpin dan melayani seluruh rakyatnya dengan baik. Di sinilah ia berdoa agar segera diwafatkan oleh Allah sebagai seorang yang syahid. Bukan sembarang gugur di medan perang, melainkan gugur di negeri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Dari Hafshah binti Umar bin Khathab radiyallahu 'anha berkata, "Saya mendengar Umar bin Khathab berdoa: «اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» "Ya Allah, karuniakanlah kepadaku mati syahid di jalan-Mu dan jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu Shallallahu 'alaihi wa salam." (HR. Bukhari no. 1890) Doa itu sempat menjadi pertanyaan sebagian sahabat. Bagaimana mungkin khalifah bisa gugur sebagai seorang syahid di jantung kekhilafahan, sementara pasukan Islam sendiri sukses menaklukkan pusat kekuasaan musuh Islam di Irak, Iran, Syam dan Mesir? Namun Allah mengabulkan doanya dengan cara yang sulit dibayangkan oleh kebanyakan manusia. Pagi itu, hari Rabu tanggal 26 Dzulhijah 23 H, kaum muslimin telah selesai menunaikan shalat sunah dua raka'at sebelum Subuh. Khalifah Umar bin Khathab lalu maju ke mihrab untuk mengimami shalat di masjid nabawi, sebagaimana kebiasaan yang telah dilakukannya selama sepuluh tahun menjadi khalifah. Umar bertakbir diikuti jama'ah shalat yang memenuhi masjid. Setelah membaca doa iftitah dan surat Al-Fatihah yang diaminkan oleh seluruh jama'ah, Umar membaca surat. Dalam shalat Subuh, Umar biasa membaca surat yang panjang, paling sering adalah surat Yusuf atau surat An-Nahl. Baru beberapa ayat Umar membaca surat, tiba-tiba seorang laki-laki yang berada di shaf pertama melompat ke mihrab, mendekati Umar bin Khathab kemudian mencabut sebuah khanjar (semacam belati yang kedua sisinya tajam) dan menghunjamkannya ke perut dan pinggang Umar bin Khathab. Tidak tanggung-tanggung, tiga sampai enam tusukan ia hunjamkan kepada khalifah. Salah satu tusukan itu mengenai bagian di bawah pusar khalifah. Mendapat serangan mendadak secara keji dan bertubi-tubi tersebut, khalifah terjatuh. Suara bacaan imam terputus. Para jama'ah yang berada di shaf pertama begitu terkejut oleh peristiwa yang terjadi sangat cepat tersebut. Mereka langsung menghambur ke arah si penyerang, untuk meringkusnya. Sayang sekali, khanjar beracun di tangan si penyerang membabat dan menusuk ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang, melukai setiap orang yang mendekat dan mencoba meringkusnya. Si penyerang berusaha keras menerobos barisan shalat dan meloloskan dirinya. Tiga belas orang telah ia robohkan dengan tikaman dan sabetan khanjar, enam orang di antaranya bahkan syahid akibat racun ganas di bilah khanjar itu. Pada akhirnya, Abdurrahman bin Auf berhasil menjerat si penyerang dengan kain sarungnya. Orang-orang segera mengerubuti si penyerang untuk meringkusnya. Melihat gelagat dirinya tidak mungkin lagi meloloskan diri, si penyerang memilih bunuh diri dengan menghunjamkan khanjar ke perutnya sendiri. Lantai masjid berlumuran darah. Belasan jama'ah terkapar bersama di penyerang yang bunuh diri itu. Sebelum pingsan akibat luka-luka serius yang dialaminya, Umar sempat melambaikan tangannya ke arah Abdurrahman bin Auf. Sahabat senior yang selama sepuluh tahun menjadi penasehat khalifah itu pun maju ke mihrab dan meneruskan shalat kaum muslimin. Ia membaca surat pendek dan mempercepat shalat. Di shaf-shaf bagian belakang, jama'ah shalat sempat kebingungan karena suara bacaan imam terhenti beberapa saat lamanya. Mereka tidak mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi di mihrab dan shaf awal. Selesai shalat, jama'ah membawa khalifah Umar bin Khathab ke rumahnya. Luka bekas tusukan di perut dan pinggangnya masih mengalirkan darah. Ia sempat sadar, namun kemudian pingsan kembali. Jama'ah kebingungan untuk menyadarkan kembali Umar. Ibnu Abbas lantas mengumandangkan adzan di dekat telinga Umar. Suara adzan itulah yang membangunkan kembali khalifah dari pingsannya. Kalimat pertama yang keluar dari mulut khalifah ternyata adalah, "Apakah orang-orang sudah melakukan shalat?" "Sudah, wahai amirul mukminin. Tinggal Anda yang belum selesai shalat." jawab Mendengar hal itu, Umar berkata: نَعَمْ، وَلَا حَظَّ فِي الْإِسْلَامِ لِمَنْ تَرَكَهَا "Ya, tidak ada bagian sedikit pun dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat." Umar melaksanakan shalat Subuh dengan kondisi darah yang masih mengucur. Selesai shalat, ia bertanya kepada jama'ah, "Siapakah orang yang menusukku tadi?" "Abu Lu'luah, budak milik Mughirah bin Syu'bah." Mengetahui penyerangnya adalah Abu Lu'luah Fairuz Al-Majusi, seorang Persia beragama Majusi yang menjadi tawanan kaum muslimin dan kemudian menjadi budak bagi sahabat Mughirah bin Syu'bah, Umar bersyukur kepada Allah. Umar berkata, الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَجْعَلْ مَنِيَّتِي عَلَى يَدَيْ رَجُلٍ يَدَّعِي الْإِيمَانَ، وَلَمْ يَسْجُدْ لِلَّهِ سَجْدَةً "Segala puji bagi Allah Yang tidak menjadikan kematianku melalui tangan seorang laki-laki yang mengaku beriman dan belum pernah bersujud kepada Allah walau sekali saja." Abu Lu'luah Fairuz Al-Majusi ditawan oleh kaum muslimin dalam jihad di Irak. Saat para tawanan dibagikan kepada para mujahidin Islam, Mughirah bin Syu'bah yang kemudian menjadi gubernur Kufah mendapat bagian Abu Lu'luah Al-Majuzi. Berhubung Abu Lu'luah Al-Majuzi adalah seorang tukang kayu, tukang besi dan tukang pahat, ia dibawa ke Madinah untuk dipekerjakan dalam beberapa pekerjaan kaum muslimin. Berada di jantung ibukota pemerintahan Islam dan melihat Umar tidak pernah dikawal seorang prajurit pun, Abu Lu'luah Al-Majusi merencanakan dengan detail pembunuhan terhadap khalifah Umar. Ia menaruh dendam dan kebencian yang sangat kepada khalifah, karena pada masa pemerintahannyalah imperium Persia dan agama Majusi yang ia anut dikalahkan oleh kaum muslimin. Khalifah Umar sendiri wafat tiga hari setelah peristiwa penusukan tersebut akibat luka-luka dalam yang tidak bisa diobati lagi. Beliau dimakamkan pada Ahad pagi, tanggal 1 Muharram 24 H dalam usia 63 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kamar ibunda Aisyah radhiyallahu 'anha, disamping makam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dan Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu 'anhu. Beliau memerintah selama 10 tahun 5 bulan 21 hari. Saudaraku seiman dan seislam… Saat mendapati khalifah Umar bin Khathab kembali pingsan, para sahabat memikirkan khalifah belum melaksanakan shalat Subuh. Saat hendak menyadarkan khalifah dari pingsannya, adzanlah yang mereka kumandangkan. Dan saat siuman dari pingsannya, hal pertama yang dipikirkan khalifah juga masalah shalat. Begitulah perhatian besar kaum muslimin generasi awal Islam terhadap shalat. Dalam suasana paling genting sekalipun, hal pertama yang mereka ingat adalah shalat. Shalat tidak pernah mereka lalaikan, baik dalam suasana damai maupun perang, suasana aman maupun ketakutan, sehat maupun sakit. Selama ia masih muslim, maka ia melaksanakan shalat. Shalat adalah rukun pokok dan tiang agama Islam. Siapa meninggalkan shalat, maka keislamannya dipertanyakan. Sebagaimana dikatakan oleh khalifah Umar, "Ya, tidak ada bagian sedikit pun dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat." Allah Ta'ala menegaskan dalam firman-Nya, فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا "Maka datanglah setelah mereka generasi penerus yang menelantarkan shalat dan memperturutkan nafsu syahwat, maka mereka pasti akan mendapatkan kesesatan." (QS. Maryam [19]: 59) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam sendiri telah bersabda: الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ "Perjanjian (batas) antara kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat, maka barangsiapa meninggalkan shalat niscaya ia telah kafir." (HR. Tirmidzi no. 2621, An-Nasai no. 463, Ibnu Majah no. 1079, Ahmad no. 22937, Ibnu Abi Syaibah no. 30396, Ibnu Hibban no. 1454, Al-Hakim no. 11 dan Al-Baihaqi no. 6499. Hadits ini dishahihkan oleh Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan lain-lain) Maka marilah bulan suci Ramadhan ini menjadi pemacu bagi kita semua untuk senantiasa menjaga shalat wajib lima waktu secara istiqamah. Tentu akan sangat baik apabila dikerjakan secara berjama'ah di awal waktu bersama kaum muslimin lainnya di masjid atau mushala terdekat. Wallahu a'lam bish-shawab Sumber: Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wan Nihayah, 10/188-191, Kairo: Dar Hajar, cet. 1, 1418 H. (muhib almajdi/arrahmah.com) /@cwi

selengkapnya...

Mutiara hikmah dari panggung sejarah Islam #1: Kesucian jiwa, modal utama penghambaan diri

Seluruh kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengandung berbagai pelajaran berharga bagi umatnya. Tidak saja kehidupan beliau setelah diangkat menjadi penutup seluruh nabi dan rasul, melainkan juga kehidupan beliau sebelum itu. Sejak beliau dilahirkan sampai menjelang diangkat menjadi nabi dan rasul. Ratusan bahkan ribuan karya tentang sejarah kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah ditulis oleh para ulama dan sejarawan Islam, sejak abad pertama Hijriyah sampai abad XV Hijriyah ini. Siapa yang mengkaji karya-karya tersebut niscaya akan mampu memetik banyak pelajaran berharga dalam berbagai aspek kehidupan dari ketauladan hamba yang paling dikasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam kesempatan ini, kita akan memutar kembali memori kita tentang salah satu momen penting dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Sebuah momen yang sangat besar pengaruhnya bagi perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam, sekaligus besar pelajarannya bagi kita selaku umatnya. Sebuah momen yang sangat besar, namun seringkali kurang diperhatikan karena 'terselip' dan kalah pamornya dibandingkan momen-momen besar lainnya semisal perang Badar atau penaklukan kota Makkah. Sebuah momen yang dianggap sangat penting oleh Allah Ta'ala, sehingga diulang sampai dua kali, bahkan menurut sebagian sejarawan Islam diulang sampai tiga kali. Momen yang sangat besar, namun seringkali kurang mendapat porsi kajian yang memadai. Momen tersebut sekali terjadi para masa jahiliyah, sebelum beliau Shallallahu 'alaihi wa salam diangkat menjadi nabi dan rasul. Dan momen tersebut terjadi lagi setelah beliau Shallallahu 'alaihi wa salam diangkat menjadi nabi dan rasul. Momen apakah yang kita maksudkan? Momen pertama: Pembelahan dada Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa salam pada masa balita Para pakar sejarah dan ulama hadits menyebutkan bahwa sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab yang hidup menggembala ternak di daerah pedalaman untuk menawarkan jasa menyusukan bayi ke daerah 'perkotaan' bangsa Arab. Dari menyusui bayi orang-orang Arab yang hidup di 'perkotaan' itulah, orang-orang Arab pedalaman itu mendapatkan tambahan penghasilan. Suatu kali daerah pedalaman mengalami masa paceklik panjang. Rumput-rumput hangus terbakar panas matahari, sumber-sumber air mengering, dan peternakan di ambang kemusnahan. Suku Bani Sa'ad bin Bakar yang hidup di pedalaman dari peternakan mau tak mau harus mencari jalan keluar dari bencana kekeringan dan kelaparan yang telah nampak di depan mata mereka. Bersama para suami, kaum istri dari suku Bani Sa'ad bin Bakar berangkat ke kota Makkah untuk menawarkan jasa menyusui bayi-bayi penduduk Makkah. Di antara para ibu di kota Makkah yang menawarkan bayinya untuk disusukan, nampak Aminah binti Wahab yang menawarkan bayinya bernama Muhammad kepada para wanita Bani Sa'ad. Satu per satu wanita Bani Sa'ad mendapat tawaran menyusui Muhammad, namun satu per satu pula mereka menolak tawaran itu. Halimah binti Harits, wanita terakhir dalam rombongan Bani Sa'ad itu juga menolak tawaran itu. Mereka semua memiliki pemikiran yang sama, "Bayi ini sudah tidak memiliki ayah lagi. Apa yang bisa diperbuat oleh ibunya? Bagaimana ia akan membayar biasa penyusuan bayinya?" Ya, wanita-wanita Arab dusun itu datang untuk menawarkan jasa penyusuan, demi mendapatkan rizki penyambung kehidupan mereka. Jika orang tua yang menawarkan bayinya tidak memiliki kepala keluarga yang memberi jaminan nafkah, lantas siapa yang akan membayar jasa penyusuan bayi itu? Satu per satu wanita Arab dari dusun itu mendapatkan seorang bayi yang akan disusuinya. Hanya tinggal Halimah binti Harits seorang yang belum juga mendapatkan bayi yang dimaksudkan. Mereka semua hendak kembali pulang ke perkampungan Bani Sa'ad bin Bakar. Melihat keadaan yang demikian itu, Halimah tidak ingin pulang kampung dengan tangan hampa. Kepada suaminya, Harits bin Abdul Uzza, ia pun mengatakan, "Jika aku membawa bayi yang yatim itu tentu lebih baik daripada aku pulang tanpa membawa seorang bayi pun untuk aku susui." Dengan alasan itu, ia pun menemui Aminah binti Wahab dan membawa pulang bayi yatim bernama Muhammad bin Abdullah itu. Halimah binti Harits As-Sa'diyah menuturkan kisahnya, "Aku pun tiba di tendaku. Saat itu aku memiliki seorang bayi yang masih kecil, demi Allah, ia tidak bisa tidur karena kelaparan. Begitu aku menaruh Muhammad pada putting payudaraku, ia dan anakku segera menyusu dengan puas sesuai kehendak Allah sampai ia kenyang dan saudara sesusuannya kenyang, lalu keduanya tertidur. Suamiku lalu mendatangi seekor kambing kami yang, demi Allah, semula tidak mengeluarkan susu walau hanya setetes. Begitu tangannya memegang puting susu kambing itu, ternyata putting itu penuh, sehingga suamiku bisa memeras susunya dengan deras. Suamiku pun datang kepadaku dan berkata: 'Demi Allah, wahai putri Abu Dzuaib, aku yakin bayi yang baru saja kita bawa ini adalah bayi yang diberkahi." Suamiku lantas menceritakan peristiwa kambing kami yang kurus dan baru saja diperas susunya dengan deras. Aku pun menceritakan kepadanya puting susuku yang mengenyangkan kedua anak ini. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan pulang ke kampung kami. Aku mengendarai seekor keledai kami yang kurus. Demi Allah, ia begitu kurus sehingga kalah dari semua keledai lainnya. Ketika aku pun menaruh Muhammad di atas keledaiku, tiba-tiba keledaiku mampu berjalan mendahului unta-unta orang lain. Orang-orang kaget dengan peristiwa itu dan berkomentar, "Demi Allah, keledaimu ini memiliki keajaiban." Kami pun tiba di negeri kami, negeri Sa'ad bin Bakar. Demi Allah, kami hanya mendapatkan berkah semata dari Allah. Sampai-sampai penggembala keluarga kami pulang dengan menggiring kambing-kambing kami yang kekenyangan. Padahal kambing-kambing orang-orang dari suku kami pulang dalam keadaan kurus dan lapar. Kambing-kambing mereka juga tidak mengeluarkan air susu walau hanya setetes. Mereka pun berkata, "Bagaimana kalian ini, gembalakan kambing-kambing kalian di tempat penggembala putri Abu Dzuaib menggembalakan kambing-kambingnya!" Suatu hari anakku dan Muhammad bermain-main bersama kambing-kambing kami di belakang tenda kami. Tiba-tiba anakku datang tergesa-gesa dan berkata, "Anak suku Quraisy itu telah dibunuh!" Aku dan suamiku segera mencarinya ke belakang rumah. Ia menemui kami dengan raut wajah yang pucat. Aku dan suamiku bergantian memeluknya. Beberapa saat kemudian kami bertanya kepadanya, "Engkau kenapa?" Ia hanya bisa menjawab, "Aku tidak tahu. Tadi ada dua orang datang kepadaku, lalu keduanya membelah perutku dan mencucinya." Mendengar ceritanya itu, suamiku berkata, "Aku kira anak ini diserang (jin). Segeralah engkau mengembalikan anak ini kepada keluarganya, sebelum urusannya semakin besar saat berada di sini." Suamiku terus mendesakku untuk berangkat ke Makkah. Atas desakan itu, aku segera membawanya kepada ibunya. "Sebagai ibu susuannya, aku telah menyapihnya. Aku khawatir ia terkena musibah, untuk itu terimalah ia kembali." Ibunya bertanya, "Kenapa engkau tidak ingin merawatnya lebih lama? Bukankah dahulu engkau meminta kepadaku agar ia engkau bawa saja? Mungkin engkau mengkhawatirkan setan menyerang anakku ini. Janganlah khawatir, anakku ini dilindungi dari setan. Aku akan memberitahukan kepadamu, saat aku melahirkannya, aku melihat dari tubuhku keluar sebuah cahaya yang menerangi istana-istana Bushra di negeri Syam." (HR. Abu Ya'la, Ath-Thabarani dan Abu Nu'aim Al-Asbahani. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/220-221 no. 13840 mengatakan: Imam Abu Ya'la dan Ath-Thabarani meriwayatkan hadits yang semakna, dan para perawi keduanya adalah orang-orang yang tsiqah) Peristiwa pembelahan dada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam pada masa kanak-kanak saat diasuh oleh keluarga Halimah bintu Harits As-Sa'diyah ini merupakan peristiwa yang dituturkan oleh semua sejarawan Islam. Peristiwa tersebut juga disebutkan dalam hadits-hadits shahih dan hadits-hadits lemah dari berbagai jalur periwayatan. Di antaranya diriwayatkan oleh imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu sebagai berikut: عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ، فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ، فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً، فَقَالَ: هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ، ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ لَأَمَهُ، ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ، وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ - يَعْنِي ظِئْرَهُ - فَقَالُوا: إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ، فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ "، قَالَ أَنَسٌ: «وَقَدْ كُنْتُ أَرَى أَثَرَ ذَلِكَ الْمِخْيَطِ فِي صَدْرِهِ». Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam didatangi oleh malaikat Jibril saat beliau sedang bermain dengan anak-anak sebayanya. Malaikat Jibril mengambil beliau, membaringkannya, membelah dadanya, mengeluarkan jantung (hati)nya dan mengeluarkan segumpal darah yang menggantung dari dalam jantung (hati)nya. Malaikat Jibril berkata, "Ini adalah bagian setan darimu." Malaikat Jibril kemudian mencuci jantung (hati) beliau dalam sebuah wadah yang terbuat dari emas dengan air zamzam, kemudian menyatukan jantung (hati)nya dan mengembalikannya ke tempatnya semula. Anak-anak sebaya yang bermain bersama beliau bergegas mendatangi ibu susuan beliau dan berkata, "Muhammad telah dibunuh!" Maka mereka beramai-ramai mendatangi beliau dan saat itu wajah beliau berubah pucat karena takut. Anas bin Malik, "Saya telah melihat bekas jahitan itu pada dada beliau." (HR. Muslim no. 162, Ahmad no. 12221, 12506 dan 14069, Abu Ya'la no. 3374 dan 3507, Ibnu Hibban no. 6334, Abd bin Humaid no. 1308, dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 3708) Hadits shahih lainnya tentang hal itu diriwayatkan oleh imam Ibnu Ishaq dan Ahmad dari Khalid bin Ma'dan dari beberapa orang sahabat radhiyallahu 'anhum sebagai berikut: وَقَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَالُوا لَهُ: أَخْبِرْنَا عَنْ نَفْسِكَ. قَالَ: " نعم أَنا دَعْوَة أَبى إِبْرَاهِيم وَبُشْرَى عِيسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، وَرَأَتْ أُمِّي حِينَ حَمَلَتْ بِي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ، وَاسْتُرْضِعْتُ فِي بَنِي سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ، فَبَيْنَا أَنَا فِي بَهْمٍ لَنَا أَتَانِي رَجُلَانِ عَلَيْهِمَا ثِيَابٌ بِيضٌ مَعَهُمَا طَسْتٌ مِنْ ذَهَبٍ مَمْلُوءٌ ثَلْجًا، فَأَضْجَعَانِي فَشَقَّا بَطْنِي ثُمَّ اسْتَخْرَجَا قَلْبِي فَشَقَّاهُ فَأَخْرَجَا مِنْهُ عَلَقَةً سَوْدَاءَ فَأَلْقَيَاهَا، ثُمَّ غَسَلَا قَلْبِي وَبَطْنِي بِذَلِكَ الثَّلْجِ، حَتَّى إِذَا أَنْقَيَاهُ رَدَّاهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ قَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: زِنْهُ بِعَشَرَةٍ مِنْ أُمَّتِهِ. فَوَزَنَنِي بِعَشَرَةٍ فَوَزَنْتُهُمْ، ثُمَّ قَالَ: زِنْهُ بِمِائَةٍ مِنْ أُمَّتِهِ. فَوَزَنَنِي بِمِائَةٍ فَوَزَنْتُهُمْ. ثُمَّ قَالَ زِنْهُ بِأَلْفٍ مِنْ أُمَّتِهِ. فَوَزَنَنِي بِأَلْفٍ فوزنتهم، فَقَالَ: دَعه عَنْك، فو وَزَنْتَهُ بِأُمَّتِهِ لَوَزَنَهُمْ ". Imam Ibnu Ishaq berkata, "Tsaur bin Yazid menceritakan kepadaku dari Khalid bin Ma'dan dari beberapa orang sahabat radhiyallahu 'anhum, bahwasanya mereka pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam, "Beritahukanlah perihal Anda kepada kami!" Beliau menjawab, "Baiklah. Aku adalah buah dari doa nabi Ibrahim dan kabar gembira nabi Isa 'alaihimas salam. Ketika ibuku mengandungku, ia melihat dari tubuhnya keluar sebuah cahaya yang menerangi istana-istana di negeri Syam. Aku kemudian disusukan pada Bani Sa'd bin Bakar. Suatu hari ketika aku sedang berada di belakang kandang kambing-kambing kami, tiba-tba datang kepadaku dua orang laki-laki yang memakai pakaian putih. Keduanya membawa sebuah wadah yang terbuat dari emas dan penuh berisikan es. Keduanya membaringkan diriku, membelah perutku, kemudian mengeluarkan jantung (hati)ku, lalu membelahnya dan mengeluarkan dari dalamnya satu gumpalan darah hitam, lalu keduanya membuangnya. Keduannya lalu mencuci jantung (hati)ku dan perutku dengan air es. Ketika keduanya telah selesai mencucui sampai bersih, keduanya mengembalikannya seperti semula. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, "Timbanglah ia dengan sepuluh orang dari umatnya!" Ia pun menimbang diriku dengan sepuluh orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, "Timbanglah ia dengan seratus orang dari umatnya!" Ia pun menimbang diriku dengan seratus orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, "Timbanglah ia dengan seribu orang dari umatnya!" Ia pun menimbang diriku dengan seribu orang umatku, ternyata bobotku lebih berat daripada bobot mereka. Salah seorang di antara keduanya lalu berkata kepada kawannya, "Biarkanlah ia, sebab seandainya engkau menimbang dirinya dengan seluruh umatnya, niscaya bobotnya lebih berat daripada bobot mereka semua." (HR. Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Ishaq, 1/51. Imam Ibnu Katsir dalam As-Sirah An-Nabawiyah, 1/227-228 berkata: Sanad hadits ini bagus dan kuat) Hadits-hadits tentang peristiwa itu juga diriwayatkan oleh imam Ad-Darimi, Al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, Abu Nu'aim Al-Asbahani, Al-Baihaqi, Ibnu 'Asakir, Ibnu Abi Ashim dan lain-lain. Kebenaran berita tentang hal itu tidak diragukan lagi. Semua kitab sirah nabawiyah juga telah menyebutkannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam antara lain menuturkan: فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: افْلِقْ صَدْرَهُ. فَهَوَى أَحَدُهُمَا إِلَى صَدْرِي فَفَلَقَهَا فِيمَا أَرَى بِلَا دَمٍ وَلَا وَجَعٍ، فَقَالَ لَهُ: أَخْرِجِ الْغِلَّ وَالْحَسَدَ. فَأَخْرَجَ شَيْئًا كَهَيْئَةِ الْعَلَقَةِ، ثُمَّ نَبَذَهَا فَطَرَحَهَا، فَقَالَ لَهُ: أَدْخِلِ الرَّحْمَةَ وَالرَّأْفَةَ. فَإِذَا مِثْلُ الَّذِي أَخْرَجَ شَبِيهَ الْفِضَّةِ، ثُمَّ هَزَّ إِبْهَامَ رِجْلِي الْيُمْنَى فَقَالَ: اغْدُ وَاسْلَمْ. فَرَجَعْتُ بِهَا أَغْدُو بِهَا رِقَّةً عَلَى الصَّغِيرِ وَرَحْمَةً عَلَى الْكَبِيرِ» ". "Salah seorang (malaikat) itu berkata kepada kawannya (malaikat lainnya): "Belahlah dadanya!" Maka salah satu dari keduanya mendekat kepada dadaku dan membelahnya, tanpa keluar darah dan tanpa ada rasa sakit. Kawannya berkata, "Keluarkanlah kedengkian dan rasa iri!" Maka kawannya mengeluarkan sesuatu seperti segumpal darah hitam dan membuangnya. Kawannya berkata kembali, "Masukkan kepadanya rasa kasih sayang dan rasa cinta!" Ternyata seperti yang dikeluarkan, menyerupai perak. Ia kemudian menggoyang-goyang jempol kaki kananku dan berkata: "Pulanglah dengan selamat!" Maka aku pun kembali dengan selamat, sehingga aku menjadi orang yang mengasihi anak-anak dan menyayangi orang-orang tua." (HR. Abdullah bin Ahmad, imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/223 no. 13843 berkata: Diriwayatkan oleh Abdullah (bin Ahmad) dan para perawinya tsiqah, dan mereka dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban) Hadits riwayat Abdullah bin Ahmad tersebut memiliki kelemahan dari sisi matan (kandungan) hadits, karena menyebutkan peristiwa pembelahan dada tersebut terjadi pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam berusia 10 tahun lebih beberapa bulan. Hal itu bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menyebutkan terjadinya peristiwa itu pada saat beliau diasuh oleh Halimah binti Harits As-Sa'diyah. Namun hadits riwayat Abdullah bin Ahmad tersebut memberikan informasi yang lebih detail tentang apa yang dikeluarkan dari hati beliau shallallahu 'alaihi wa salam dan apa yang diisikan ke dalam hati beliau. Dalam hadits yang lain dari Anas bin Malik disebutkan apa yang diisikan ke dalam hati beliau pada peristiwa pembelahan dada yang pertama tersebut: عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَخْرَجَ حَشْوَتَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَغَسَلَهَا، ثُمَّ كَبَسَهَا حِكْمَةً وَنُورًا - أَوْ حِكْمَةً وَعِلْمًا -» Dari Anas bin Malik dari Nabiyullah Shallallahu 'alaihi wa salam bahwasanya malaikat Jibril mengeluarkan hati beliau ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari emas, kemudian malaikat Jibril mencucinya dan mengisinya dengan hikmah dan cahaya atau hikmah dan ilmu." (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 744. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 8/223 no. 13844 berkata: Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani, di dalam sanadnya ada Risydin bin Sa'ad, ia dinyatakan lemah oleh mayoritas ulama hadits) *** Momen kedua: Pembelahan dada Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa salam pada malam Isra' Para ulama hadits dan sejarawan Islam menyebutkan bahwa dada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam kembali dibelah pada malam Isra'. Dada beliau dicuci dengan air Zamzam kemudian dipenuhi dengan hikmah dan keimanan. Setelah itu beliau melakukan Isra' dan Mi'raj bersama malaikat Jibril dengan mengendarai kuda tunggangan bernama Buraq. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan peristiwa itu sebagai berikut: عَنْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ صَعْصَعَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " بَيْنَا أَنَا عِنْدَ البَيْتِ بَيْنَ النَّائِمِ، وَاليَقْظَانِ - وَذَكَرَ: يَعْنِي رَجُلًا بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ -، فَأُتِيتُ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ، مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا، فَشُقَّ مِنَ النَّحْرِ إِلَى مَرَاقِّ البَطْنِ، ثُمَّ غُسِلَ البَطْنُ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا، وَأُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ، دُونَ البَغْلِ وَفَوْقَ الحِمَارِ: البُرَاقُ، فَانْطَلَقْتُ مَعَ جِبْرِيلَ حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا، Dari Anas bin Malik dari Malik bin Sha'sha'ah radhiyallahu 'anhuma berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Ketika aku sedang berada di Baitullah (Masjidil Haram) dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka dibawakan kepadaku sebuah wadah yang terbuat dari emas, penuh berisikan hikmah dan keimanan. Maka dibelah dadaku dari leher sampai bagian bawah perutku, kemudian perutku dicuci dengan air zamzam, lantas dipenuhi dengan hikmah dan keimanan. Setelah itu dibawa kepadaku sebuah kendaraan berwarna putih, yang lebih pendek dari bighal namun lebih tinggi dari keledai, yaitu kendaraan Buraq. Maka aku berangkat bersama malaikat Jibril sampai ke langit dunia…." (HR. Bukhari no. 3207 dan Muslim no. 164, dengan lafal Bukhari) Dalam riwayat lain, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu menuturkan: لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَسْجِدِ الكَعْبَةِ، أَنَّهُ جَاءَهُ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ قَبْلَ أَنْ يُوحَى إِلَيْهِ وَهُوَ نَائِمٌ فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ، فَقَالَ أَوَّلُهُمْ: أَيُّهُمْ هُوَ؟ فَقَالَ أَوْسَطُهُمْ: هُوَ خَيْرُهُمْ، فَقَالَ آخِرُهُمْ: خُذُوا خَيْرَهُمْ، فَكَانَتْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَلَمْ يَرَهُمْ حَتَّى أَتَوْهُ لَيْلَةً أُخْرَى، فِيمَا يَرَى قَلْبُهُ، وَتَنَامُ عَيْنُهُ وَلاَ يَنَامُ قَلْبُهُ، وَكَذَلِكَ الأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلاَ تَنَامُ قُلُوبُهُمْ، فَلَمْ يُكَلِّمُوهُ حَتَّى احْتَمَلُوهُ، فَوَضَعُوهُ عِنْدَ بِئْرِ زَمْزَمَ، فَتَوَلَّاهُ مِنْهُمْ جِبْرِيلُ، فَشَقَّ جِبْرِيلُ مَا بَيْنَ نَحْرِهِ إِلَى لَبَّتِهِ حَتَّى فَرَغَ مِنْ صَدْرِهِ وَجَوْفِهِ، فَغَسَلَهُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ بِيَدِهِ، حَتَّى أَنْقَى جَوْفَهُ، ثُمَّ أُتِيَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيهِ تَوْرٌ مِنْ ذَهَبٍ، مَحْشُوًّا إِيمَانًا وَحِكْمَةً، فَحَشَا بِهِ صَدْرَهُ وَلَغَادِيدَهُ - يَعْنِي عُرُوقَ حَلْقِهِ - ثُمَّ أَطْبَقَهُ ثُمَّ عَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا "Awal mula malam Isra' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dari Masjid Ka'bah adalah ada tiga orang (malaikat) yang datang kepada beliau sebelum beliau diberi wahyu, pada saat itu beliau sedang tidur di Masjidil Haram. Salah seorang (malaikat) itu bertanya, "Siapakah ia di antara mereka?" Orang (malaikat) kedua menjawab, "Ia adalah orang yang terbaik di antara mereka." Orang (malaikat) ketiga berkata: "Bawalah orang yang terbaik di antara mereka!" Itulah kejadian malam itu. Beliau tidak melihat mereka sampai datang suatu malam, saat itu beliau dalam keadaan mata terpejam namun hati tidak tidur, dan hati para nabi tidak pernah tidur. Mereka tidak mengajaknya berbicara, karena mereka langsung mengangkatnya dan membaringkannya di dekat sumur Zamzam. Jibril sendiri yang mengurusnya langsung. Jibril membelah antara leher bagian atas sampai tempat kalung di leher bagian bawah, sampai selesai membelah dada dan hatinya. Jibril mencucinya dengan tangannya sendiri menggunakan air Zamzam, sehingga ia selesai membersihkan hatinya. Kemudian dibawakan sebuah wadah yang terbuat dari emas, padanya ada tempat air yang juga terbuat dari emas, yang dipenuhi dengan hikmah dan keimanan. Jibril lantas memenuhi dadanya dan urat-urat kerongkongannya dengan hikmah dan keimanan, baru setelah itu mengembalikannya seperti sedia kala. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit dunia…" (HR. Bukhari no. 7517 dan Muslim no. 162, dengan lafal Bukhari) *** Saudaraku seislam dan seiman…. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengalami pembelahan dada sebanyak dua kali seperti disebutkan oleh hadits-hadits shahih di atas. Sebagian ulama seperti imam Abu Nu'aim Al-Asbahani dalam Dalailun Nubuwwah dan syaikh Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah dalam As-Sirah An-Nabawiyah fi Dhau'il Qur'an was Sunnah bahkan berpendapat pembelahan dada tersebut berlangsung tiga kali, yaitu ditambah pembelahan dada pada saat beliau shallallahu 'alaihi wa salam menerima wahyu yang pertama kali. Hikmah apakah yang bisa kita petik dari peristiwa sejarah yang sangat penting ini? Peristiwa pembelahan dada yang pertama. Berdasar hadits-hadits shahih tersebut, para ulama menyebutkan bahwa dalam hati setiap manusia terdapat bagian setan. Maksudnya adalah setan memiliki tempat untuk membisikkan, menaburkan dan menanamkan potensi kejahatan dan kemaksiatan ke dalam hati setiap manusia. Jika manusia lengah dan jauh dari perlindungan Allah, niscaya setan akan masuk ke dalam hatinya, menguasai hatinya, menyebar ke seluruh tubuhnya mengikuti aliran darahnya dan mengendalikan dirinya untuk menjadi seorang hamba Allah yang musyrik, atau kafir, atau murtad, atau munafik, atau fasik atau gemar berbuat maksiat. Hati adalah raja dari seluruh anggota badan. Jika hati manusia telah dikuasai dan dikendalikan sepenuhnya oleh setan, maka otomatis anggota badan manusia tersebut hanya akan menjadi alat setan untuk melaksanakan perintah-perintah setan dan melakukan pembangkangan terhadap Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa salam. Manusia tersebut akan menjadi hamba setan dan budak hawa nafsu belaka, bukan menjadi hamba Allah Ta'ala. Allah Ta'ala memuliakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam di atas seluruh hamba-Nya dengan membuang jauh-jauh 'bagian setan' tersebut dari hati beliau. Hati beliau dibersihkan oleh malaikat dengan air Zamzam dan dipenuhi dengan akhlak-akhlak mulia, kebijaksanaan, cahaya, dan ilmu. Dengan itu sejak kecil beliau tumbuh menjadi sosok yang berakhlak mulia, terjaga dari pengaruh setan, menjalani kehidupan dengan kemuliaan dan kesungguhan, jauh dari kelalaian dan kesia-siaan. Peristiwa pembelahan dada yang kedua. Malam Isra' dan Mi'raj adalah peristiwa agung yang hanya dikaruniakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam semata. Dalam peristiwa Isra', beliau melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidi Aqsha. Masjidil Haram adalah masjid yang pertama kali dibangun di muka bumi, oleh kekasih Allah nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail 'alaihis salam. Masjidil Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di muka bumi, oleh nabi Ibrahim 'alaihis salam dan kemudian direnovasi oleh nabi Sulaiman. Di Masjidil Aqsha, beliau bertemu dengan para nabi dan rasul terdahulu. Beliau didaulat sebagai pemimpin atas seluruh nabi dan rasul terdahulu, di mana beliau mengimami mereka dalam shalat berjama'ah. Adapun perjalanan Mi'raj adalah perjalanan beliau ke langit yang tujuh dan ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah Ta'ala, berbicara dengan Allah secara langsung dan menerima langsung perintah-Nya dari balik tabir cahaya, tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Pembicaraan secara langsung dengan Allah Ta'ala di Sidratul Muntaha di atas langit yang ketujuh, merupakan keistimewaan yang hanya dikaruniakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam semata. Allah Ta'ala pun 'hanya' berbicara kepada nabi Musa secara langsung saat ia berada di bumi, di lembah Thuwa. Dalam perjalanan Mi'raj itu pula, kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam diperlihatkan kehidupan alam akhirat, surga dengan penghuni-penghuninya dan neraka dengan penghuni-penghuninya. Peristiwa itu adalah peristiwa luar biasa yang sangat menggetarkan jiwa dan raga beliau Shallallahu 'alaihi wa salam. Semua kejadian yang luar biasa, tanda-tanda kebesaran Allah dan bukti-bukti nyata kekuasaan-Nya dipaparkan demikian detail kepada beliau. Semua hal itu menuntut adanya kejernihan jiwa, kelapangan dada dan keteguhan hati beliau. Itulah hikmah disucikannya hati beliau dengan air Zamzam dan dipenuhi dengan keimanan dan kebijaksanaan. Saudaraku seislam dan seiman…. Kita adalah manusia biasa yang penuh dengan salah dan dosa. Jiwa kita kotor, hati kita keruh dan tidak kokoh, mudah goyah oleh dorongan hawa nafsu, bujukan setan, tekanan keadaan dan faktor-faktor lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengalami dua kali pembelahan dada dan 'pengisian' hati, karena di pundak beliau terdapat tugas yang begitu berat untuk membimbing seluruh umat manusia dan jin ke jalan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebagai umatnya, kita juga memiliki tanggung jawab, meski tidak sebesar tanggung jawab beliau, karena kita 'tinggal' melanjutkan apa yang telah beliau tunaikan. Ada tanggung jawab membimbing dan menyelamatkan diri pribadi kita. Ada tanggung jawab membimbing dan menyelamatkan keluarga dan kerabat kita. Ada tanggung jawab membimbing dan menyelamatkan tetangga, kawan, dan masyarakat kita. Ada tanggung jawab membimbing dan menyelamatkan bangsa kita. Ada tanggung jawab membimbing dan menyelamatkan masyarakat dunia. Dari kejahiliyahan kepada Islam. Dari kekufuran kepada keimanan. Dari kesyirikan kepada tauhid. Dari kemungkaran kepada kema'rufan. Dari kebid'ahan kepada kesunnahan. Dari kemaksiatan kepada ketaatan. Dari kebodohan kepada pengetahuan. Dari kehidupan yang nista kepada kehidupan yang mulia. Di dunia dan akhirat. Kita memiliki tanggung jawab tersebut. Dan tanggung jawab tersebut hanya bisa kita emban jika hati kita dibersihkan dan jiwa kita disucikan. Kita yakin sepenuhnya bahwa tidak akan ada malaikat yang akan datang kepada kita, membelah dada kita, mengeluarkan kotoran hati kita, mencucinya dan menggisinya dengan keimanan, kebijaksana dan cahaya petunjuk. Kita sendirilah yang harus bertindak sebagai 'malaikat' yang membedah dada kita, mengeluarkan kotoran isi hati kita, mencucinya dan dan menggisinya dengan keimanan, kebijaksana dan cahaya petunjuk. Dan sudah seharusnya kita yakin seratus persen bahwa bulan suci Ramadhan 1433 H ini adalah karunia Allah kepada kita agar kita berkesempatan melakukan operasi 'pembedahan dada' dan 'pengisian hati' tersebut. Tidak akan ada satu malam Isra' dan Mi'raj untuk kita, tapi Allah menggantinya dengan 29 atau 30 malam suci Ramadhan untuk kita, insya Allah. Sejarah dua kali pembedahan dada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam telah mengajarkan sebuah pesan penting kepada kita semua: "Jadilah dokter bedah untuk kesucian jiwa Anda sendiri demi menjadi hamba Allah yang sejati!" Mari kita gaungkan di telinga kita dan jiwa kita seruan dari Sang Pemilik bulan Ramadhan: وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ "Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan surga yang luasnya seperti luasnya langit-langit dan bumi, yang telah dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran [3]: 133) Wallahu a'lam bish shawab. (muhib almajdi/arrahmah.com) /@cwi

selengkapnya...

Risalah Ramadhan #3: Gembira dan Sedih di Bulan Ramadhan

Dalam menghadapi masuknya bulan suci Ramadhan, kaum muslimin terbagi menjadi dua golongan; golongan yang senang, gembira, nan bahagia dan golongan yang sedih, cemberut, nan kesal. Kenapa kelompok pertama sedih dan gembira? Kenapa pula kelompok kedua sedih dan kesal? Siapa saja yang termasuk ke dalam masing-masing kelompok tersebut? Kelompok yang gembira Kelompok pertama menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan gembira dan bahagia karena banyak alasan, antara lain: 1. Mereka mengetahui sepenuhnya keutamaan puasa Ramadhan dan buahnya dalam menghapus dosa-dosa dan menutupi kesalahan-kesalahan; Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih derajat takwa, melakukan muraqabah (pengawasan terhadap amal perbuatan diri sendiri) dan muhasabah (introspeksi diri). Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS. Al-Baqarah (2):183) Allah SWT juga berfirman: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)." (QS. Al-Baqarah (2): 185) Dari Ka'ab bin Ujrah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: Merugi dan terhinalah orang yang namamu (Muhammad SAW) disebutkan di sisinya namun ia tidak mengucapkan shalawat kepadamu. Merugi dan terhinalah seseorang yang memasuki bulan Ramadhan kemudian bulan itu habis namun ia tidak mendapat ampunan Allah. Merugi dan terhinalah seseorang yang mendapati masa tua kedua orang tuanya, namun keduanya tidak memasukkannya ke surga (karena ia tidak berbakti kepada keduanya)." (HR. Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ath-Thabarani, Al-Baihaqi, dan Adh-Dhiya' Al-Maqdisi, seluruh perawinya tsiqah dan hadits ini memiliki banyak hadits penguat) 2. Mereka adalah orang-orang yang mengharapkan ridha Allah, merindukan surga-Nya dan melihat wajah-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Indah. Dari Abu Hurairah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jika bulan Ramadhan telah datang, niscaya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079) Dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi RA. dari Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya surga memiliki sebuah pintu masuk yang dinamakan Ar-Rayyan. Hanya orang-orang yang banyak melakukan shaum saja yang memasuki surga melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Tiada orang selain mereka yang bisa memasukinya." (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152) Dari Abu Sa'id Al-Khudri RA. bahwasnaya beliau SAW juga bersabda, "Barangsiapa melakukan shaum sehari di jalan Allah niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 musim (70 tahun)." (HR. Bukhari no. 2840 dan Muslim no. 1153) 3. Mereka mengetahui bahwa shaum adalah sumber kebahagiaan dan kegembiraan. Dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: "Semua amalan manusia untuk dirinya sendiri, kecuali shaum, maka ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya secara langsung.Shaum adalah perisai (dari perbuatan dosa dan adzab neraka). Maka jika salah seorang di antara kalian melakukan shaum, janganlah ia berkata dan jangan pula berteriak-teriak. Jika ada orang lain mencaci maki atau mengganggunya, maka hendaklah ia menjawab: "Aku tengah melakukan shaum." Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari minyak misk. Orang yang melakukan shaum memiliki dua kegembiraan: ia gembira saat berbuka dan ia gembira saat menghadap Allah." (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151) 4. Mereka mengetahui bahwa shaum akan memberi mereka syafa'at di hari kiamat kelak. Dari Abdullah bin Amru bin Ash bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Shaum dan Al-Qur'an akan memberi syafa'at bagi hamba pada hari kiamat kelak. Shaum berkata: "Wahai Rabbku, aku telah mencegahnya dari makan dan melampiaskan nafsu syahwatnya. Maka izinkan aku memberinya syafa'at!" Adapun Al-Qur'an berkata: "Wahai Rabbku aku telah mencegahnya dari tidur di waktu malam (dengan melakukan shalat malam). Maka izinkan aku memberinya syafa'at!" Keduanya lalu diberi izin memberi syafa'at." (HR. Ahmad, 2/174 dan Al-Hakim, 1/554. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib). 5. Mereka mengetahui betul manfaat shaum bagi maslahat ruhani, psikis, jasmani, dan sosial. Dari aspek ruhani, Shaum mendidik pelakunya untuk menahan diri dari segala bisikan hawa nafsu, menyempitkan peluang godaan setan, membiasakan diri melaksanakan amalan-amalan wajib dan sunah secara disiplin, dan mengantarkannya ke derajat muttaqin. Secara psikis, shaum mendidik pelakunya untuk menjadi orang yang sabar, disiplin, pemaaf, teratur, tidak egois, tidak boros, tidak foya-foya, dan tidak emosional. Secara jasmani, shaum terbukti oleh dunia medis menjadi sarana peningkatan kesehatan dan penyembuhan berbagai penyakit. Adapun secara sosial, shaum mendidik pelakunya untuk lebih peduli, dermawan, dan penyantun kepada orang-orang yang membutuhkan. Shaum juga membiasakan hidup kebersamaan lewat berbagai amalan ibadah secara berjama'ah. 6. Mereka mengetahui betul limpahan rahmat, nikmat, pahala, dan ampunan Allah yang disebar sepanjang siang dan malam bulan Ramadhan. Ibadah shaum Ramadhan, qiyam Ramadhan (tarawih dan witir), dan qiyam lailatul qadar sebagaimana disabdakan Nabi SAW dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu, jika dilakukan karena iman dan mengharap balasan Allah semata. Ibadah tadarus Al-Qur'an, memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, I'tikaf sepuluh hari terakhir, siraman-siraman ruhani, umrah, dan berbagai amalan lainnya juga merupakan lautan pahala yang tiada bertepi. Kelompok yang Sedih Adapun kelompok kedua adalah kelompok yang sedih dengan datangnya bulan Ramadhan. Mereka memiliki dua keadaan: Pertama, orang-orang yang gembira bercampur sedih. Mereka gembira dengan datangnya Ramadhan yang penuh berkah, namun juga sedih karena mereka tidak mampu melaksanakan shaum Ramadhan atau sebagian amal kebaikan lainnya di bulan suci ini. Bukan karena kemalasan mereka, namun karena mereka memiliki udzur syar'I seperti tua renta, sakit, bepergian jauh, wanita hamil, atau wanita menyusui. Meski mereka sedih karena tidak mampu melakukan sebagian amal kebajikan tersebut, namun mereka tetap layak bergembira karena Allah SWT tetap mencatat pahala kebajikan bagi mereka. Allah SWT berfirman: "Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah (2): 184) Allah SWT juga berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah (2): 185) Dari Abu Musa Al-Asy'ari RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang hamba sedang sakit atau melakukan perjalanan jauh, niscaya akan ditulis baginya pahala amal kebaikan yang biasa dia kerjakan saat tidak bepergian jauh dan sedang sehat." (HR. Bukhari no. 2996 dan Abu Daud no. 3091) Kedua, orang-orang yang merasa kesal, cemberut, sedih, dan kecewa dengan datangnya bulan Ramadhan.Tiada kegembiraan sedikit pun dalam hati mereka dengan kehadiran bulan tebar amal shalih dan ampunan Allah ini. Mereka sedih, kesal, dan kecewa karena beberapa alasan: 1. Mereka adalah orang-orang munafik yang tidak meyakini kehidupan akhirat, sehingga malas beramal shalih. Shaum sebulan penuh, shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur'an, dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, bagi mereka sungguh berat. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An-Nisa' (4): 142) Allah SWT juga berfirman: "Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan." (QS. At-Taubah (9): 54) 2. Mereka adalah orang-orang yang lemah iman dan tidak mengerti arti penting ibadah bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Menurut angapan mereka, ibadah hanyalah beban belaka. Tiada kelezatan, keindahan, manfaat, dan pengaruhnya bagi kehidupan. Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl (16): 97) Shahabat Ibnu Abbas berkata: "Sesungguhnya amal kebajikan itu mendatangkan cahaya bagi hati, sinar terang pada raut wajah, kekuatan pada fisik, tambahan rizki, dan kecintaan dalam hati manusia terhadap pelakunya. Sebaliknya, amal keburukan itu mendatangkan kegelapan bagi hati, hitam kelam bagi raut muka, kelemahan bagi fisik, mengurangi rizki, dan mendatangkan kebencian dalam hati manusia terhadap diri pelakunya." 3. Mereka adalah orang-orang yang tenggelam dalam buaian lumpur syahwat, kemewahan, foya-foya, dan maksiat. Menurut anggapan mereka, bulan Ramadhan menjadi penghalang serius bagi hobi mereka untuk melampiaskan nafsu syahwat. Mereka lupa atau tidak tahu, sesungguhnya surga itu mahal harganya. Surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu, sedangkan neraka dikelilingi oleh segala hal yang diinginkan oleh hawa nafsu. Jika mereka menginginkan kenikmatan surga yang abadi, mereka harus mau membayar harganya, yaitu meninggalkan segala hal yang diinginkan oleh nafsu syahwat dan melaksanakan ajaran syariat Islam walau dibenci oleh hawa nafsu. Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang disenangi oleh hawa nafsu dan surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu." (HR. Bukhari no. 6487 dan Muslim no. 2823) 4. Mereka adalah orang-orang yang tidak terbiasa melakukan shaum. Mereka hanya mengenal dan melaksanakan shaum Ramadhan saja. Dalam setahun, mereka tidak pernah melakukan shaum-shaum yang disunahkan: shaum Senin dan Kamis, shaum Daud, shaum Ayyamul Bidh (tanggal 13,14, dan 15 tiap bulan dalam kalender Hijriyah), shaum 'Arafah, shaum 'Asyura, shaum 6 hari di bulan Syawwal, shaum Sya'ban. Mereka tidak pernah, apalagi terbiasa, melakukan shaum sunnah. Akibatnya, melakukan shaum selama satu bulan penuh terasa sangat berat dan menyiksa. Syahdan, seorang ulama yang shalih bernama Hasan bin Shalih menjual seorang budak perempuannya kepada orang lain. Pada malam pertama di rumah majikan barunya, budak perempuan itu bangun di tengah malam lalu berteriak: "Wahai orang-orang…shalaaaat!!! Shalaaaaat!!" Kontan saja seisi rumah majikan baru itu terbangun. Berdiri sempoyongan sambil mengucek mata, mereka bertanya kepada budak perempuan itu: "Apakah fajar sudah terbit? Apakah waktu shalat Shubuh sudah tiba???" Budak perempuan itu menukas: "Jadi kalian ini tidak pernah melakukan shalat kecuali shalat wajib lima waktu saja???" Keesokan paginya, budak perempuan itu pergi ke rumah mantan majikannya dan berkata: "Tuan, Anda telah menjual saya kepada orang-orang yang berperangai buruk. Mereka tidak pernah melakukan shalat kecuali shalat wajib lima waktu. Mereka tidak pernah melakukan shaum kecuali shaum Ramadhan saja. Belilah saya kembali! Belilah saya kembali!" Karena kasihan, majikan yang shalih itu akhirnya membelinya kembali dari majikan barunya. Wa ba'du… Bulan Ramadhan adalah bulan shaum…bulan tarawih dan witir…bulan tadarus Al-Qur'an…bulan I'tikaf…bulan kajian ilmu…bulan menyantuni anak yatim, janda, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan…bulan taubat dan istighfar…bulan ampunan dan ridha Allah. Di manakah gerangan posisi kita darinya? Apakah kita termasuk kelompok pertama yang gembira dan bahagia…ataukah kelompok kedua yang sedih dan kecewa? Ya Allah…masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-Mu yang mampu menyambut dan mengisi bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya… Ya Allah…masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-Mu yang Engkau bebaskan dari api neraka di bulan penuh berkah dan maghfirah ini… Ya Allah…sampaikanlah kami ke tingkatan hamba-hamba-Mu yang beriman dan bertakwa. (Muhib al-Majdi, 2 Ramadhan 1432 H) Risalah Ramadhan Arrahmah.com #3 http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Risalah Ramadhan #2: Menyulap hidup di bulan penuh berkah

Segala puji bagi Allah SWT. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, shahabat, dan umatnya yang senantiasa mengikuti sunnahnya. Amma Ba'du… Di antara karunia Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah Allah SWT menyediakan musim-musim tertentu yang diramaikan dengan amal-amal kebajikan, jiwa-jiwa manusia pada saat tersebut disiapkan untuk berama shalih, dan hati mereka berkonsentrasi dalam pengabdian diri kepada Allah SWT, semata-mata demi mengharapkan ampunan dan ridha-Nya. Di antara musim panen kebajikan yang paling agung adalah bulan yang mulia, Ramadhan yang penuh berkah ini. Allah telah mewajibkan shaum Ramadhan kepada kita agar kita mampu merubah diri kita ke arah kehidupan yang lebih baik; mampu mencegah diri dari godaan hawa nafsu dan menyapih jiwa dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat. *- Ramadhan adalah saat yang tepat untuk merubah diri bagi orang yang selama ini melalaikan shalat; orang yang sama sekali malas mengerjakan shalat, atau menunda-nunda pelaksanaan shalat dari waktunya, atau tidak menunaikan shalat wajib lima waktu secara berjama'ah di masjid. Ramadhan adalah bulan perubahan diri menuju pribadi muslim yang rutin mengerjakan shalat lima waktu secara berjama'ah di masjid di awal waktunya. Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat; jika shalatnya baik niscaya seluruh amalan lainnya akan baik. Demikian pula, jika shalatnya buruk maka seluruh amalan lainnya akan buruk. *- Ramadhan adalah momen yang tepat untuk memperbaiki diri bagi orang yang biasa mengumbar obrolan. Dengan Ramadhan, ia akan merubah dirinya agar tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang baik. Apa yang ia ucapkan hanyalah perkataan-perkataan yang baik nan bermanfaat. Perkataan yang baik adalah sedekah. Menjaga lisan adalah jalan untuk masuk surga dan selamat dari api neraka. فعن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله لا يلقي لها بالاً يرفعه الله بها درجات وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا يلقي لها بالاً يهوي بها في جهنم » Dari Abu Hurairah bahwasanyya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba terkadang mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan ridha Allah SWT tanpa ia sangka-sangka, ternyata dengan kalimat tersebut Allah SWT mengangkatnya beberapa derajat. Dan terkadang seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan murka Allah SWT tanpa ia pikirkan sebelumnya, ternyata dengan ucapan tersebut ia terjatuh ke dalam neraka Jahanam." (HR. Bukhari, kitab ar-riqaq no. 5997) *- Ramadhan adalah saat yang tepat untuk memperbaiki diri bagi orang yang tengah bersengketa dengan orang lain, untuk memberi maaf dan melupakan persengketaan. Allah SWT berfirman: فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ "Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah (2):109) -* Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang-orang yang tenggelam dalam kubangan dosa dan maksiat untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah SWT. Allah SWT berfirman: غَافِرِ الذَّنبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). (QS. Ghafir (40): 3) *- Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang-orang yang biasa tidak membaca, menghafal, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an untuk memperbaiki dirinya dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai rutinitas amalan yang ia jaga setiap hari. *- Ramadhan adalah saat yang tepat bagi orang yang memiliki sifat kikir untuk memperbanyak sedekah di jalan Allah. Allah akan mengembangka harta orang yang bersedekah sehingga sedekah yang kecil bisa berkembang pahalanya sebesar gunung. Allah SWT berfirman: يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah (2): 276) * Ramadhan adalah momen yang tepat bagi orang-orang yang lalai dari dzikir untuk memperbaiki dirinya, dengan memperbanyak dzikir di waktu siang dan malam. Allah SWT berfirman: يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اذْكُرُواْ اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً ، وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab (33): 41-42) Nabi Muhammad SAW telah berwasiat kepada umatnya untuk memperbanyak dzikir. Beliau bersabda, لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ "Hendaklah lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah." (HR. Tirmidzi no. 3702) *- Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang yang biasa berdusta, untuk merubah diri dengan meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dan membiasakan diri berkata jujur. Nabi SAW ditanya, "Apakah mungkin seorang mukmin itu menjadi seorang pendusta?" Beliau menjawab, "Tidak." Beliau juga bersabda, "Seseorang akan senantiasa berkata jujur dan berusaha selalu berkata jujur sehingga di sisi Allah dicatat sebagai seorang yang jujur." (Musnad Ahmad no. 3896) *- Ramadhan adalah momen yang tepat bagi orang yang memutus hubungan kekeluargaan, untuk memperbaiki diri dengan menyambung hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya menyambung hubungan kekeluargaan akan menambah rizki dan memanjangkan umur. Barangsiapa menyambung hubungan kekeluargaan, niscaya Allah akan menyambung hubungan dengan-Nya. Saudaraku yang mulia… Agar Anda mampu memperbaiki diri Anda, maka Anda harus mau mengadapi kesalahan-kesalahan dan kemaksiatan-kemaksiatan Anda. Janganlah Anda menghindar darinya dengan mencari-cari alasan pembenaran. Ketahuilah… Sesungguhnya Anda tidak akan mampu memperbaiki keadaan diri Anda kecuali jika Anda memiliki tekad dan sikap yang kuat untuk berubah ke arah kehidupan yang lebih baik. Hendaklah Anda serius berusaha untuk memperbaiki diri Anda sejak sekarang, janganlah Anda menunda-nundanya. Jangan berkata: Darimana aku harus memulai? Ketaatan kepada Allah adalah awal langkahmu... Jangan berkata: Mana jalanku? Syariat Allah adalah jalan yang lurus... Jangan berkata: Mana kenikmatan hidupku? Cukuplah Surga Allah sebagai kenikmatan... Jangan berkata: Besok saja! Boleh jadi kematian tiba-tiba menjemputmu... Ketahuilah… Kewajiban Anda adalah memulai, niscaya Allah akan menyempurnakannya. Allah berfirman: « ابن آدم ، قم إلي أمشي إليك ، امش إلي أهرول أليك » "Wahai anak manusia, bangkit berdirilah kepada-Ku niscaya Aku datang berjalan kepadamu! Berjalanlah dengan pelan kepada-Ku niscaya Aku berjalan cepat kepadamu!" (HR. Ahmad, 3/478, dinyatakan shahih oleh syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 2287) Mintalah pertolongan kepada Allah di awal dan akhir usahamu. Pancangkan niat dan tekad yang kuat dalam jiwamu untuk memperbaiki dirimu ke arah kehidupan yang lebih baik! Ketahuilah… perbaikan diri harus dimulai dari lubuk hatimu yang paling dalam! Ketahuilah… Allah tidak akan merubah keadaan sebuah kaum sehingga kaum tersebut berusaha memperbaiki keadaan diri mereka sendiri! Latihlah dirimu dan biasakan diri untuk melakukan amal ketaatan! Mintalah pertolongan kepada Allah agar senantiasa membimbingmu ke jalan yang Ia cintai dan ridhai. Camkanlah semboyanmu: Kan kuanggap mudah segala kesukaran Sampai kematian menjemputku Cita-cita tak kan tunduk kecuali Kepada orang yang sabar Jika engkau tergelincir dari jalan yang harus ditempuh, maka bersegeralah kembali ke jalan… Bertaubatlah kepada Allah… Bukalah lembaran baru dalam hidupmu… Perbaharuilah selalu niatmu… Ketahuilah… jika kau tidak mampu memperbaiki dirimu di bulan Ramadhan, niscaya selamanya kau tidak akan mampu memperbaiki dirimu… Bahkan, aku menduga sebenarnya engkau tidak ada niat untuk memperbaiki diri… Engkau termasuk orang-orang yang terhalang dari kebaikan dan akhirnya merugi. Rasulullah SAW bersabda: « أَتَانِي جِبْرِيلُ ، فَقَالَ : رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ ، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ » "Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: "Alangkah merugi dan hina seseorang yang mendapati bulan Ramadhan, namun ia tidak mendapat ampunan Allah. Katakanlah: Amin!" Maka Aku (Nabi SAW) menjawab, "Amin." (HR. Al-Bazzar no. 1405) Akhirnya… Engkau harus memiliki target yang jelas yang ingin kau gapai…sebagai tujuan hidupmu…kau konsentrasikan usahamu untuknya… Tidak diragukan lagi…target paling agung dan paling tinggi yang selalu hendak digapai oleh seorang mukmin di bulan yang mulia ini…adalah Allah SWT menyelamatkannya dari api neraka. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan hamba-Mu yang Engkau bebaskan dari neraka dan Engkau terima amal shalihnya di bulan yang mulia ini. Risalah Ramadhan Arrahmah.com #2 Oleh: Abdurrahman bin Jamal Al-Marakibi Diterjemahkan oleh: Muhib Al Majdi http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Risalah Ramadhan #1: Ramai-ramai Keliru Sebelum Ramadhan (Beberapa tradisi yang keliru dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan)

Bulan Ramadhan 1432 H yang penuh berkah akan datang menemui kaum muslimin dalam hitungan beberapa jam lagi. Bulan suci yang penuh dengan limpahan rahmat, ampunan, dan karunia Allah SWt ini merupakan ladang amal shalih yang mampu mengantarkan kaum muslimin kepada derajat ketakwaan. Tentu sangat wajar apabila seluruh kaum muslimin menyambut kedatangan bulan mulia ini dengan sukacita. Persiapan jasmani dan ruhani menjadi bagian penting dalam menyambut kedatangannya. Sayangnya, masih banyak umat Islam di tanah air yang salah persepsi dan salah aksi dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Mereka terjebak dalam arus tradisi yang tidak memiliki landasan syar'i yang shahih. Sebagian besar melakukan tradisi-tradisi tersebut atas dasar warisan budaya orang-orang tua terdahulu, sebagian lainnya melakukannya atas dasar ikut-ikutan biar ramai atau gaul, sebagian lain untuk melampiaskan nafsu syahwat, dan bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Menurut anggapan mereka, amal shalih di bulan Ramadhan kurang afdhal kalau tidak diawali dengan melakukan tradisi-tradisi tersebut. Di antara contoh tradisi penyambutan bulan Ramadhan yang populer di tengah masyarakat padahal tidak memiliki landasan syar'i yang shahih adalah tradisi-tradisi berikut ini: Pertama: Padusan dan Balimau Padusan berasal dari kata dasar adus, yang artinya mandi. Dengan demikian secara sederhana padusan dapat diartikan laku atau tindakan mandi dengan maksud penyucian diri agar dapat menjalani peribadahan di bulan suci Ramadhan dalam kondisi suci. Dengan keadaan suci ini, khususnya suci lahir, diharapkan tujuan peribadahan untuk mencapai ketaqwaan akan lebih terkondisi dengan lebih baik. Padusan dilakukan dengan adus kramas, mandi besar, untuk menghilangkan hadast besar dan kecil. Pada awalnya, padusan dapat dilakukan dimanapun dengan menggunakan air suci dan yang menyucikan. Dengan demikian tidaklah perlu untuk melakukan padusan harus di suatu belik atau sumber air tertentu, harus memakai air tujuh rupa, air tujuh sumber dll. Adapun sebagian besar masyarakat padang menyambut datangnya ramadhan dengan melakukan acara "BALIMAU". Balimau yang dalam bahasa Minang berarti mandi dengan disertai keramas merupakan salah satu tradisi yang selalu hadir mewarnai datangnya bulan puasa. Sebagian besar masyarakat terutama kaum muda-mudi melakukan tradisi ini dengan mandi di pemandian umum, sungai dan danau. Semua berbaur, baik muda maupun mudi, dewasa maupun anak-anak. Salah satu tempat BALIMAU yang paling ramai dikunjungi masyarakat di kota Padang adalah kawasan pemandian Lubuk Minturun Dalam perkembangannya saat ini, tradisi ini telah dilakukan oleh banyak kaum muslimin secara salah kaprah. Terjadi berbagai kemungkaran serius dalam melakukan tradisi ini, antara lain: 1. Meyakini padusan sebagai sebuah kewajiban agama yang harus dilakukan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Padahal tidak ada dalil syar'i dari Al-Qur'an, hadits Nabi SAW, dan contoh dari para shahabat yang menyebutkan tradisi padusan sebagai amal ibadah yang mesti dilakukan di akhir bulan Sya'ban. Hal ini bisa berakibat fatal, menganggap tradisi lokal yang notabenenya bukan ajaran syariat Islam sebagai bagian dari ajaran agama Islam. 2. Meyakini bahwa tanpa melakukan laku padusan, persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadhan tidak sempurna sehingga timbul keragu-raguan dan kekhawatiran yang tidak berdasar dalil dalam menjalani amal shalih di bulan Ramadhan. 3. Banyak orang yang meyakini bahwa padusan harus dilakukan di tempat yang wingit, angker ataupun bertuah. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak bersifat gugon tuhon semata. Akhirnya, tradisi lokal ini dirasuki oleh unsur khurafat dan rawan mengarah kepada syirik. 4. Orientasi materi sangat kuat terasa dalam pelaksanaan tradisi ini, di mana banyak pihak mengembangkannya menjadi obyek wisata dan sumber pendapatan. Banyak pemda, pengusaha dan masyarakat biasa yang melestarikan dan memolesnya lebih cantik untuk menarik wisatawan sebanyak mungkin. Tarif retribusi, sarana angkutan, hotel/tempat penginapan, tempat pemandian, tempat parkir, toko souvenir, atraksi kesenian, dan lainnya membuat mereka menangguk untung besar. Masyarakat yang melakukan tradisi ini rela menghamburkan rejekinya untuk hal itu. Bahkan, banyak sekali wisatawan yang datang dari jauh (Jakarta, Surabaya, Semarang, dan lain-lain) yang rela melakukan padusan di tempat yang sangat jauh lagi memakan biaya, seperti di pantai-pantai Bantul dan Gunung Kidul. Jelas biaya ini adalah tabdzir yang diharamkan, yaitu membelanjakan harta dalam perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh syariat. 5. Masyarakat berbondong-bondong melakukan padusan massal berbau wisata dan maksiat di tempat-tempat umum seperti umbul, telaga, kolam renang, pantai, dan lokasi-lokasi lain yang bisa digunakan umum untuk mandi bersama. Pemandian Pengging di Boyolali dan Cokrotulung di Klaten, pantai Parangtritis dan lokasi-lokasi pemandian di kawasan Bantul, Gunung Kidul, Magelang, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan lain-lain penuh dengan laki-laki dan perempuan, tua dan muda,yang bukan mahram, yang berenang, mandi, telanjang bulat, dan membuka (baca:mempertontonkan aurat) di muka umum. Ini merupakan kemungkaran besar yang melicinkan jalan bagi perzinahan. Dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW bersabda: "Telah ditulis bagi manusia bagian dari dosa zina, dan ia tidak bisa menghindarinya. Zina kedua mata adalah dengan melihat (hal yang diharamkan syariat untuk dilihat). Zina kedua telinga adalah mendengarkan (hal yang diharamkan oleh syariat untuk didengar). Zina lisan adalah dengan berbicara (hal yang diharamkan untuk dibicarakan). Zina tangan adalah dengan memegang (hal yang diharamkan untuk dipegang). Zina kaki adalah dengan melangkah (ke arah yang diharamkan). Zina hati adalah dengan berangan-angan dan menginginkan (hal yang diharamkan). Sedangkan kemaluan akan merealisasikannya atau membatalkannya." (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657, dengan lafal Muslim). Kedua: Meugang atau Megengan Di beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Selatan dikenal luas tradisi megengan, yaitu kendurian dengan memotong ayam atau kambing sehari sebelum masuk bulan Ramadhan dengan tujuan bersyukur kepada Allah SWT dan sedekah kepada kaum fakir miskin. Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab disebut dengan kota "Serambi Mekah", warganya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini disebut "Meugang", konon kabarnya tradisi "Meugang" sudah ada sejak tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh. Tradisi "meugang" merupakan kegiatan kekeluargaan. Pada hari itu, semua keluarga dekat berkumpul di rumah orangtua sambil menikmati masakan daging yang disediakan. Anak cucu menyisihkan waktu untuk pulang ke rumah orangtua atau mertua di hari 'meugang' seperti ini. Tradisi ini dalam praktiknya juga mengandung beberapa kemungkaran, seperti: 1. Meyakini bahwa tradisi adalah suatu acara selamatan yang harus dikerjakan, sehingga orang yang tidak melakukannya dianggap menentang adat istiadat, meninggalkan tradisi luhur nenek moyang, dan bisa terkena bencana. Tidak jarang orang yang tidak melakukannya dikucilkan oleh masyarakat. Padahal sama sekali syariat Islam tidak menganjurkan apalagi mewajibkan tradisi ini. Bahkan, tradisi ini hanya dikenal di beberapa daerah pesisir selatan Jawa yang kental dengan aliran kejawen dan kebatinannya. Sementara daerah-daerah muslim yang lain tidak mengenalnya. Tidak ada dalil syar'I dari Al-Qur'an, hadits Nabi SAW, atau contoh dari generasi shahabat yang menganjurkan atau mewajibkan tradisi ini. 2. Bersyukur kepada Allah SWT dan bersedekah kepada kaum fakir miskin diperintahkan oleh Islam kapan pun dan di manapun. Namun Islam tidak memberi persyaratan harus menyembelih ayam, kambing, sapi, atau kerbau pada hari terakhir bulan Sya'ban. Persyaratan-persyaratan yang berasal dari tradisi lokal seperti ini justru mempersempit tatacara syukur dan sedekah yang telah diajarkan oleh Islam secara luas sesuai kemampuan kaum muslimin. 3. Pada hari pelaksanaan tradisi ini, semua keluarga menyembelih hewan sembelihan dan mengadakan acara kendurian untuk dibagi-bagikan kepada tetangga, kerabat, dan kaum miskin. Tujuan sedekah untuk memberi santunan kepada orang yang membutuhkan justru tidak tercapai, karena semua keluarga telah memiliki makanan dan lauk pauk yang layak, bahkan mendapat makanan dan lauk pauk serupa dari para tetangga. Banyak makanan dan lauk pauk yang akhirnya terbuang dan tidak termakan karena jumlahnya yang berlebihan. Walhasil, yang terjadi adalah tabdzir, pemborosan yang dilarang oleh agama. 4. Keluarga yang miskin memaksakan diri untuk mengadakan acara kendurian ini, kerabat dan sanak saudara yang miskin dan tinggal di daerah yang jauh juga terpaksa pulang kampung, walau untuk itu harus berhutang kesana-kemari. Ini jelas takalluf, tindakan memaksakan diri di luar kemampuan. Islam melarang umatnya dari melakukan takalluf, terlebih dalam amalan yang tidak ada landasan dalil syar'inya yang shahih. Allah SWT berfirman: "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya." (QS. Al-Isra' (17): 26-27) Ketiga: Bermaaf-maafan Di masyarakat kita berkembang tradisi bermaaf-maafan pada hari terakhir bulan Sya'ban, dengan tujuan memasuki bulan suci Ramadhan dalam keadaan kosong, yaitu bersih dari segala dosa dan kesalahan kepada sesama manusia. "Mohon maaf lahir-batin" atau "sama-sama kosong ya" sudah biasa mereka ucapkan kepada sesama muslim. Meminta maaf dan memberi maaf kepada sesama muslim adalah hal yang diperintahkan dalam Islam. Namun meyakini tradisi maaf-maafan sebagai ritual yang mesti dilakukan sehari sebelum tiba bulan Ramadhan demi menggapai kesempurnaan ibadah di bulan suci Ramadhan adalah keyakinan yang keliru dan mempersempit keluasan ajaran Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk meminta ampunan kepada Allah dan meminta maaf kepada sesama manusia setiap kali melakukan sebuah dosa dan kesalahan. Meminta ampunan Allah adalah dengan istighfar, taubat nashuha, dan shalat taubah. Meminta maaf kepada sesama manusia adalah dengan mengakui kesalahan kita kepadanya, meminta maafnya, dan mengembalikan haknya yang kita ambil secara zalim dan curang. Meminta ampunan Allah dan maaf manusia selayaknya dilakukan setiap kali kita berbuat dosa, tidak perlu ditunda-tunda. Makin cepat makin baik, sebab boleh jadi kita lupa, sakit, atau mati sebelum sempat meminta ampunan dan maaf. Akibatnya, kita mati dengan membawa dosa kezaliman. Maka tidak selayaknya kita menabung dosa dan kesalahan selama satu tahun penuh, lalu baru meminta ampunan Allah dan maaf manusia pada hari terakhir bulan Sya'ban atau hari idul fithri! Allah berfirman, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui." (QS. Ali Imran (3): 135) "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa' (4): 17) Keempat: Nyadran Nyadran, tradisi yang biasa dilakukan menjelang bulan puasa. Tradisi berziarah ke makam leluhur ini sudah dilakukan sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sejak zaman dahulu hingga sekarang.Nyadran atau sadranan berasal dari bahasa Jawa yang artinya berziarah. Pada mulanya nyadran dilakukan ke makam tokoh masyarakat yang sangat dihormati maupun nenek moyang keturunannya. Namun kini, beberapa masyarakat hanya berziarah ke makam famili atau sanak saudaranya. Dalam prosesi nyadran biasanya para peziarah membawa tiga jenis bunga. Bunga kantil, kenanga dan mawar. Setiap bunga memiliki makna tersendiri. Kantil agar hati peziarah terkait dengan orang yang sudah meninggal. Kenanga sebagai tanda agar semua kenangan selalu diingat. Dan terakhir mawar sebagai permohonan agar dosa arwah dihapus. Para peziarah juga membakar kemenyan. Membakar kemenyan dianggap sebuah simbol keagungan. Asap kemenyan yang membumbung ke atas diyakini sebagai sebuah perumpamaan doa peziarah ke atas sehingga menghubungkan diri kepada Tuhan. Itu adalah simbol perjalanan doa peziarah supaya bisa diterima. Selain tiga bunga tadi, biasanya prosesi nyadran diwarnai beberapa makanan sebagai sesajen yakni apem dan ketan. Kedua makanan ini juga memiliki makna tersendiri. Ketan adalah simbol untuk merekatkan hubungan persaudaraan (ketan:ikatan). Semua orang datang bersama-sama dan merapatkan garis sosial. Sementara apem supaya mereka diampuni (apem:afwun;ampunan). Setelah diampuni dosanya kemudian merekatkan hubungan saudara maka peziarah akan ingat kepada Tuhan. Acara Nyadran akan berakhir dengan makan bersama, dengan saling menukarkan makanan yang dibawa setiap keluarga. Budayawan Jawa, Suwardi Endraswara, menambahkan tradisi ini biasa dilakukan oleh orang Jawa yang masih puritan atau asli yang masih menganut paham kejawen. Tak diragukan lagi bahwa berziarah ke kuburan orang tua dan kerabat termasuk ajaran Islam. Islam menganjurkan umatnya untuk banyak-banyak mengingat kematian, dan ziarah kubur merupakan sarana yang efektif untuk mengingat kehidupan akhirat. Meski demikian, tatacara ziarah kubur dalam tradisi nyadran kental dengan nuansa ajaran kebatinan dan kejawen. Perbedaan mendasar ziarah kubur dalam Islam dengan tradisi nyadran adalah sebagai berikut: - Nyadran hanya dilakukan pada bulan Sya'ban, terutama sekali di akhir Sya'ban. Adapun ziarah kubur dalam Islam dianjurkan dalam semua bulan dalam satu tahun, tidak ada pengkhususan atau keutamaan khusus pada bulan Sya'ban semata. * Nyadran dipersyaratkan membawa bunga Kantil, Kenanga, dan Mawar, sesajen berupa apem dan ketan, serta membakar kemenyan. Simbolisasi seperti ini adalah warisan agama Hindu dan kejawen. Adapun Islam sama sekali tidak memerintahkan umatnya membawa bunga, sesajen, dan kemenyan dalam ziarah kubur. Menurut Islam, orang yang telah mati tidak membutuhkan bunga, sesajen atau kemenyan. Kebutuhannya adalah doa dari anak yang shalih dan kaum muslimin. * Proses nyadran meliputi menabur tiga jenis bunga, memberikan sesajen, membakar kemenyan, doa dan makan bersama. Adapun proses ziarah kubur dalam Islam adalah berdoa ketika masuk areal makam (arti doanya:Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian wahai penduduk kuburan, dari kalangan muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan kepada Allah untuk diri kami dan diri kalian), mendoakan orang yang telah mati, dan mengambil pelajaran agar senantiasa ingat dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Tidak ada makan-makan bersama atau tukar-menukar makanan. * Proses nyadran mengaitkan dikabulkannya doa dengan tiga jenis bunga, sesajen, dan kemenyan. Adapun Islam mengaitkan terkabulnya doa dengan waktu-waktu, tempat-tempat, keadaan-keadaan, dan syarat-syarat yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-sunnah. Tiga jenis bunga, dua makanan sesajen, kemenyan, dan kuburan bukanlah unsur-unsur yang menyebabkan terkabulnya doa. * Proses nyadran rawan menimbulkan bid'ah (meyakini doa di kuburan lebih mustajab) dan syirik (meyakini orang yang mati bisa mengabulkan permohonan orang yang hidup), melalaikan dari kehidupan akhirat (ramai-ramai makan dan tukar-menukar makanan, disertai canda-ria, dan campur baur laki-laki dengan wanita yang bukan mahram), dan tabdzir (mengeluarkan biaya tinggi untuk masakan yang sebenarnya kurang dibutuhkan). Hal-hal mungkar seperti ini tidak terdapat dalam ziarah kubur yang sesuai dengan syariat Islam. Akhirnya… Menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan jiwa yang suci, jasmani yang sehat dan bersih, dan perasaan gembira adalah bagian dari keimanan dan keislaman. Sebagaimana firman Allah SWT, "Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (QS. A-Hajj (22): 32) Namun sudah selayaknya tata cara penyambutan Ramadhan dilakukan sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW. Bukan hanya dengan mengikuti tradisi, budaya, atau latah mengikuti prilaku kebanyakan manusia yang sebenarnya tidak mengenal ajaran Islam dengan baik. Beberapa waktu yang lalu, situs arrahmah.com telah menurunkan sebuah tulisan tentang langkah-langkah persiapan menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Semoga kita bisa melaksanakannya sehingga tidak terjebak dalam arus tradisi yang populer namun kurang tepat. Wallahu a'lam bish-shawab. Risalah Ramadhan Arrahmah.com Oleh: Muhib Al Majdi http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Abdullah Quilliam Muslim Pertama di Inggris

William Henry Quilliam menurut laman Wikipedia adalah pria
kelahiran Liverpool, 10 April 1856 yang
berasal dari keluarga kaya raya.
Ayahnya, Robert Quilliam, adalah
seorang pembuat jam. Sejak kecil William sudah
mendapatkan pendidikan yang
memadai, dan oleh kedua orang
tuanya disekolahkan di Liverpool
Institute dan King William’s College.
Pada kedua lembaga pendidikan ini, ia mempelajari bidang hukum, dan pada
1878, William memulai karier sebagai
seorang pengacara. William tumbuh
dan dibesarkan sebagai seorang
Kristen. Agama Islam baru dikenalnya ketika ia
mengunjungi wilayah Prancis selatan
pada 1882.
Sejak saat itu, dia mulai banyak
mempelajari mengenai Islam dan
ajarannya. Ketertarikannya terhadap Islam
semakin bertambah saat ia
berkunjung ke Aljazair dan Tunisia. Sekembalinya dari mengunjungi
Maroko, William merealisasikan
keinginannya untuk berpindah
keyakinan ke agama Islam. Setelah
masuk Islam, ia mengganti namanya
menjadi Abdullah Quilliam.

Usai menyandang nama baru ini,
William gencar mempromosikan
ajaran Islam kepada masyarakat
Liverpool. Untuk mendukung syiar
Islam di kota tempat kelahiran The
Beatles itu, William mendirikan lembaga bagi mereka yang ingin
mengetahui dan belajar tentang
Islam.
Pada 1889, ia pun mendirikan Liverpool
Muslim Institute. Tak hanya sebatas menjadi pusat
informasi Islam, Abdullah kemudian
memfungsikan bangunan Liverpool
Muslim Institute menjadi tempat
beribadah bagi komunitas Muslim
Liverpool. Bangunan itu mampu menampung
sekitar seratus orang jamaah. Pendirian masjid ini kemudian diikuti
oleh pendirian sebuah perguruan tinggi
Islam di Kota Liverpool, dan sebuah
panti asuhan bernama Madina House.
Pimpinan perguruan tinggi Islam itu,
Abdullah menunjuk Haschem Wilde dan Nasrullah Warren.
Sebagaimana pujangga Inggris
William Shakespeare, William Henry
Quilliam/Abdullah Quilliam ini dikenal
aktif sebagai penulis sastra, dan
berupaya menarik simpati masyarakat non-Muslim di Liverpool
melalui karyanya. Dalam rentang waktu sepuluh tahun,
dia berhasil mengislamkan lebih dari
150 warga asli Inggris, baik dari
kalangan ilmuwan, intelektual,
maupun para pemuka masyarakat
termasuk ibunya yang semula seorang aktivis Kristen. Berbagai tulisannya mengenai Islam
diterbitkan melalui media The Islamic
Review dan The Crescent yang terbit
dari 1893 hingga 1908 dan beredar luas
secara internasional.
Harian The Independent menulis bahwa William memanfaatkan ruang bawah
tanah masjid sebagai tempat untuk
mencetak karya-karya tulisnya. William menerbitkan tiga edisi buku
dengan judul The Faith of Islam pada
1899. Bukunya ini sudah diterjemahkan
ke dalam 13 bahasa dunia. Ratu
Victoria dan penguasa Mesir termasuk
di antara tokoh dunia yang pernah membaca bukunya. Berkat The Faith of Islam, dalam
waktu singkat nama Abdullah Quilliam
dikenal luas di seluruh negeri-negeri
Muslim. Dia juga menjalin hubungan
dengan komunitas Muslim di Afrika
Barat, dan mendapatkan penghargaan dari pemimpin dunia
Islam. Bahkan, ia mendapat gelar
Syekh al-Islam dari Sultan Ottoman
(Turki Usmani), Abdul Hamid II, pada


©dakta.com /@cwi

selengkapnya...

Muslim di Eropa Utara Puasa Hingga 20 Jam

Puasa di bulan Ramadan bagi Muslim yang tinggal di Lingkaran Arktik
atau kutub utara adalah cobaan besar
bagi keimanan mereka. Betapa tidak,
di wilayah ini matahari hanya
tenggelam beberapa jam saja,
membuat puasa menjadi sangat lama. Diberitakan Al-Arabiya, Selasa, hal ini
terjadi di hampir seluruh negara Eropa
bagian utara. Salah satunya adalah
kota Rovaniemi di Finlandia yang
terletak 66 derajat di Lingkaran Arktik.
Di kota ini, matahari terbit pukul 3.20 dini hari dan tenggelam pukul 11.20
malam. Berarti, antara shubuh dan magrib
terbentang waktu yang sangat lama.
Muslim di wilayah ini bisa berpuasa
hingga 20 jam saat Ramadan. Apalagi
jika Ramadan jatuh di musim panas,
matahari hampir tidak pernah terbenam.
/@cwiMuslim di wilayah ini terbagi dua dalam
berpendapat soal ini. Sebagian
mengikuti laju matahari, sebagian
lainnya pilih ikut waktu di negara
terdekat. Mahmoud Said, 27, warga
Finlandia yang berasal dari Kenya pilih opsi kedua. Dia mengikuti jadwal puasa
di negara tetangga, yaitu Turki. "Kita harus gunakan akal sehat. Kami
berpuasa 14-15 jam sehari," kata Said
yang memperkirakan terdapat lebih
dari 100 Muslim di Rovaniemi,
kebanyakan berasal dari Irak, Somalia
dan Afganistan. Hal serupa juga dilakukan di negara
Arktik lainnya, yaitu Alaska di Amerika
Serikat. Setelah debat panjang, para
cendekiawan Muslim di kota Anchorage,
Alaska, pilih ikut jadwal puasa di Mekah. Namun, hal berbeda disampaikan oleh
Dewan Fatwa Eropa di Dublin. Para
ulama di negara ini mengatakan
jadwal puasa harus mengikut terbit-
terbenam matahari, termasuk bagi
mereka di utara Bumi. Tidak ada alasan. "Debat masalah ini telah berlangsung
bertahun-tahun. Kami berpuasa
berdasarkan matahari, dari terbit
sampai tenggelam. Ini dilakukan oleh 90
persen Muslim Swedia," kata Omar
Mustafa, ketua Asosiasi Islam di Swedia. Hal ini diterapkan oleh Kaltouma
Abubakar dan sembilan anggota
keluarganya di kota Rovaniemi. Tidak
seperti Said, keluarga imigran Sudan ini
berpuasa selama 20 jam sehari. "Puasa di bulan Ramadan sangat lama.
Berbuka sekitar pukul 11.30 malam.
Sahur sekitar pukul 2 pagi," kata wanita
31 tahun ini yang mengaku mulai masak
untuk berbuka pada pukul 5 sore. Perhitungan Ramadan berdasarkan
kalender bulan berlangsung di saat
yang berbeda setiap tahunnya. Pada
2015 nanti, Ramadan diperkirakan akan
jatuh pada titik balik matahari di
Arktik, saat siang hari sangat lama. "Saat itu, kami hanya akan punya
waktu 10 menit untuk berbuka puasa,"
kata Abubakar. Kendati demikian, Abubakar sekeluarga
menjalani puasa di utara dengan
senang hati dan ikhlas. Terutama
karena wilayah ini dingin, sehingga
mereka tidak mudah kehausan. "Tidak
seperti di Afrika, di Finlandia kau tidak akan cepat haus. Tidak peduli seberapa
lama kau puasa, kau tidak terlalu ingin
minum," kata dia. (ren) © VIVA.co.id

selengkapnya...

Membangun Jiwa Dengan Puasa

catatan akhir pekan Adian Husaini Jurnal pemikiran Islam, Islamia,
(Insists-Republika) edisi 19 Juli 2012
menurunkan laporan utama tentang
“puasa dan tazkiyyatun nafs” (Puasa
dan penyucian jiwa). Dalam artikelnya
berjudul “Puasa: Tazkiyatun Nafs dan Jasad”, Dr. Samsuddin Arif mengutip
penjelasan Fakhruddin ar-Razi yang
menyatakan, bahwa orang yang
ibadah puasa Ramadhan merupakan
bukti ke-Islam-an seseorang.
Berpuasa merupakan bukti pengokohan ke-Islam-an dan
keimanan seorang Muslim.
Selain itu, tulis Dr. Syamsuddin, puasa
Ramadhan juga merupakan upaya
penyucian jiwa (tazkiyyatun nafs).
“Orang yang berpuasa sesungguhnya mensucikan dirinya. Puasa adalah
instrumen pembersih kotoran-
kotoran jiwa, seperti halnya shalat.
Orang yang berpuasa tidak hanya
menolak yang haram dan menjauhi
yang belum-tentu-halal dan belum- tentu-haram. Jangankan yang
syubhat dan yang haram, sedangkan
yang jelas halal pun tak dijamahnya.
Puasa berfungsi mematahkan dua
syahwat sekaligus: yakni syahwat
perut dan syahwat kemaluan. Demikian kata Imam ar-Razi dalam
kitab tafsirnya (Mafatih al-Ghayb,
cetakan Darul Fikr Lebanon 1426/2005,
juz 4, jilid 2, hlm. 68).”
Masih mengutip artikel Dr. Syamsuddin
Arif, disebutkan juga bahwa Syah
Waliyyullah ad-Dihlawi menyatakan,
puasa itu ibarat tiryaq (penawar) bagi
racun-racun syaitan; atau semacam
detoksifikasi spiritual. Dengan puasa, terpukullah naluri kebinatangan (al-
bahimiyyah) yang mungkin selama ini
menguasai seseorang. Puasa sejati
melumpuhkan syaitan dan membuka
gerbang malakut (Hujjatullah al-
Balighah, cetakan Kairo 1355 H, juz 1, hlm. 48-50). Itulah sebabnya mengapa
dalam suatu riwayat disebutkan
bahwa mereka yang berhasil
menamatkan puasa sebulan
Ramadhan disertai iman dan
pengharapan bakal dihapus dosa- dosanya sehingga kembali suci fitri
bagaikan bayi baru dilahirkan dari
rahim ibunya. Demikian kutipan artikel Dr.
Syamsuddin Arif tentang makna dan
tujuan puasa Ramadhan yang begitu
mulia. Pada edisi yang sama, Jurnal
Islamia-Republika juga menurunkan
artikel Adnin Armas, Direktur Eksekutif Insists, yang berjudul “Ar-
Razi dan Konsep Manusia Mulia”. Artikel
ini sangat penting untuk kit abaca dan
renungkan. Kata Fakhruddin Ar-Razi:
“Manusia mulia adalah manusia yang
mengutamakan wahyu Allah dan akalnya dibanding mengikuti hawa
nafsunya.” (Dikutip dari karya ar-Razi:
Kitab an-Nafs wa ar-Ruh wa as-Syarh
Quwahuma; Buku Mengenai Jiwa dan
Ruh dan Komentar Terhadap Kedua
Potensinya). Fakhruddin ar-Razi adalah seorang
ulama-intelek yang berwibawa (m. 610
H/ 1210 M). Ia menulis ratusan kitab
dalam bidang Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih,
Fisika, Filsafat, dan sebagainya.
Menurut ar-Razi, manusia memiliki hawa nafsu dan tabiat yang selalu
berusaha menggiringnya untuk
memiliki sifat-sifat buruk. Tapi, jika
manusia lebih mengutamakan
bimbingan wahyu Allah dan akal
dibanding hawa nafsunya, maka ia akan jadi mulia. Bahkan, manusia bisa
lebih mulia dari malaikat. Mengapa?
Malaikat selalu bertasbih karena tidak
memiliki hawa nafsu, sementara
manusia harus berjuang melawan
hawa nafsunya. Demikian pendapat Fakhruddin ar-Razi. Bagi Fakhruddin ar-Razi, kebahagiaan
jiwa atau kenikmatan ruhani lebih
tinggi martabatnya dibanding
kebahagiaan fisik atau kenikmatan
jasmani, semisal kenikamatan
makanan, seks dan hasrat memiliki materi.
Ar-Razi, seperti dikutip Adin Armas,
mengemukakan beberapa
argumentasi. Diantaranya adalah
sebagai berikut: (1) Jika kebahagiaan manusia
terkait dengan hawa nafsu dan
mengikuti amarah, maka hewan-
hewan tertentu — yang amarah dan
nafsunya lebih hebat – akan lebih
tinggi martabatnya dibanding manusia. Singa lebih kuat nafsu
amarahnya dibanding manusia; burung
yang lebih kuat daya seksualnya
ketimbang manusia. Tapi, faktanya,
singa dan burung tidak lebih mulia dari
nmanusia. (2) Jika makanan atau seksualitas
menjadi sebab diraihnya kebahagiaan
dan kesempurnaan, maka seseorang
yang makan terus menerus akan
menjadi manusia paling sempurna
atau paling bahagia. Tapi, seorang yang makan terus menerus dalam
jumlah berlebihan, justru akan
membahayakan dirinya. Jadi,
sebenarnya makan adalah sekadar
untuk memenuhi kebutuhan jasmani,
bukan menjadi penyebab pada kebahagiaan atau pun kesempurnaan
manusia. (3) Kenikmatan jasmani sejatinya
bukanlah kenikmatan yang
sebenarnya. Seseorang yang sangat
lapar, akan segera merasakan nikmat
yang tinggi jika ia segera makan.
Sebaliknya, seseorang yang sedikit laparnya, sedikit pula rasa nikmatnya
ketika ia makan. Seseorang
merasakan kenikmatan berpakaian
saat ia merasa terlindung dari rasa
dingin dan panas. Ini menunjukkan,
nikmat jasmani bukanlah kenikmatan yang sesungguhnya. Jiwanyalah yang
merasakan kebahagiaan; dan
kebahagiaan jiwa bukanlah
kenikmatan jasmani. (4) Hewan yang kerjanya hanya
makan dan minum serta malas untuk
berlatih, maka ia akan dijual murah.
Sebaliknya, hewan yang makan dan
minum serta mau berlatih keras,
maka akan dijual dengan harga yang tinggi. Kuda yang ramping, berlari
kencang, lebih mahal harganya
dibanding kuda yang gemuk dan malas
untuk berjalan. Jika kuda yang berlatih
dihargai lebih mahal, apalagi kepada
makhluk hidup yang berakal. Jika manusia berlatih, berkerja dan
melakukan kebajikan, pasti lebih
tinggi nilainya. Menurut Fakhruddin ar-Razi, jika
manusia hanya sibuk dengan
kenikmatan jasmani, maka daya
spiritualitasnya akan rendah dan
intelektualitasnya tertutup. Ia akan
tetap diliputi dengan nafsu kebinatangan, bukan dengan
kemanusiaan. Padahal, esensi
kemanusiaan yang sebenarnya adalah
menyibukkan diri kepada Allah, Yang
Maha Agung, supaya ia menyembah-
Nya, mencintai-Nya dengan sepenuh jiwa raganya. Kesibukan dengan
kenikmatan duniawi akan
menghalanginya dari beribadah dan
mengingat-Nya. Cinta kepada
kenikmatan jasmani akan
menghalanginya untuk meraih Cinta kepada Sang Khalik. Pemikiran Fakhruddin ar-Razi tentang
konsep manusia yang mulia — seperti
diuraikan oleh Adin Armas tersebut –
sungguh sangat inspiratif. Di tengah-
tengah merebaknya pemujaan
terhadap budaya kuliner, hedonis, materialis, pornoaksi dan pornografi,
pemikirannya mengingatkan kita
bahwa kenikmatan ruhani,
kebahagiaan jiwa, kecintaan untuk
meraih ilmu pengetahuan, melakukan
ibadah, menjauhi kemaksiatan, melakukan kebajikan dan mencintai
Allah dengan segenap jiwa dan raga.
Itulah esensi kemanusiaan. Sebaliknya, cengkeraman hawa nafsu
yang menjebak manusia hanya
memperbanyak kenikmatan jasmani
akan menjauhkannya dari Sang Maha
Pencipta. Pemikiran ar-Razi mudah-
mudahan bisa menginspirasi kita untuk melakukan yang terbaik dalam
kehidupan yang fana ini. **** Rasulullah SAW bersabda: “Al-Mujahid
man jahada nafsahu fil-Laahi ‘Azza
wa-Jalla”. (Mujahid adalah seseorang
yang melakukan jihad melawan hawa
nafsunya di jalan Allah). (Hadis
Shahih, riwayat Imam Tirmidzi). Berjihad melawan hawa nafsu
merupakan perjuangan yang sangat
berat. Karena itu, perjuangan ini
memerlukan kesungguhan, ilmu, dan
pertolongan Allah SWT. Di dalam al-
Quran ditegaskan, bahwa orang- orang yang berhasil mensucikan
jiwanya, adalah orang-orang yang
beruntung, yang meraih kemenangan
(qad- aflaha man tazakka). Pada tahun 1950, Prof. Dr. Hamka,
seorang ulama dan sastrawan
terkenal Indonesia, telah menulis
sebuah buku berjudul Pribadi, (Jakarta:
Bulan Bintang. 1982, cet. Ke-10).
Menurut Hamka, seorang dihargai karena pribadinya, bukan karena
tubuhnya. Hamka menulis:
“Dua puluh ekor kerbau pedati, yang
sama gemuknya dan sama kuatnya,
sama pula kepandaiannya menghela
pedati, tentu harganya tidak pula berlebih kurang. Tetapi 20 orang
manusia yang sama tingginya, sama
kuatnya, belum tentu sama
“harganya”, sebab bagi kerbau
tubuhnya yang berharga. Bagi
manusia, pribadinya. Berilmu saja, walaupun bagaimana ahlinya dalam
suatu jurusan, belum tentu berharga,
belum tentu beroleh kekayaan dalam
hidup, kalau sekiranya bahan
pribadinya yang lain tidak lengkap,
tidak kuat, terutama budi dan akhlak.” Fisik memang wajib dijaga dan
diperkuat. Haram hukumnya menyakiti
tubuh. Tetapi, menurut Hamka,
kadangkala, bagi orang-orang
tertentu, kekurangan dalam
kesehatan dan kesempurnaan fisiknya, tidak mempengaruhi untuk
menjadi pribadi yang hebat. Socrates,
seorang ahli filafat Yunani kuno,
tidaklah bagus tampang mukanya.
Kepala sulah, perut gendut, dan
terkenal hidungnya pesek. Pendeknya tidak ada yang menarik hati kalau
hanya dipandang lahir. Tetapi
bilamana dia telah mengupas suatu
soal dengan murid-muridnya maka
seluruh murid itu akan lekat
kepadanya. Contoh lain, sebut Hamka, adalah
pribadi hebat dari Panglima
Soedirman. Pribadi yang satu ini
sungguh luar biasa. Biar pun paru-
parunya tinggal sebelah, Jenderal
Soedirman memimpin gerilya dengan ditandu; keluar masuk hutan; hujan
kehujanan, panas kepanasan.
Kelemahan fisiknya tidak menghalangi
semangat juang dan
kepemimpinannya.
Jadi, kata Hamka, dalam rangka membentuk pribadi, jagalah
kesehatan! Dan jika terdapat
kekurangan pada badan, pada
kesehatan janganlah putus asa
membangunkan pribadi yang sejati.
Sebab, pribadi yang sejati ada pada jiwa manusia. Bukan pada fisiknya.
Pepatah Arab menyatakan:
Aqbil ’alan nafsi wastakmil
fadhailaha,
Fa-anta bin nafsi la biljismi insanu. (Hadapkan perhatian pada jiwa,
sempurnakan keutamaannya, Sebab
dengan jiwamu, dan bukan dengan
badanmu, engkau disebut insan) ***** Jadi, begitu pentingnya pembangunan
jiwa manusia. Bangsa Indonesia pun
mengakuinya, sehingga dinyanyikan
pula dalam syair lagu kebangsaan
Indonesia Raya: ”Bangunlah jiwanya,
bangunlah badannya!” Tapi, marilah kita jujur, apakah
pembangunan jiwa ini benar-benar
menjadi prioritas pembangunan di
Indonesia. Pemerintah memang
sedang menggalakkan program
Pendidikan Karakter bangsa, tetapi pada saat yang sama, pemerintah
juga secara sistematis membiarkan
proyek-proyek penghancuran karakter
bangsa. Lihatlah, bagaimana semakin
maraknya media massa melakukan
pemujaan terhadap selebritis- selebritis yang jelas-jelas melakukan
tindakan tidak bermoral. Harian
Republika (24 Juli 2012), memberitakan
pernyataan Sekjen Komnas Anak, Aris
Merdeka Sirait, yang menyatakan
keprihatinannya atas sambutan yang berlebihan dari sekelompok orang
terhadap bebasnya Ariel Peter Pan dari
penjara di Bandung. Padahal, tindakan
Ariel yang menyeretnya ke penjara
adalah tindakan amoral yang sangat
tidak patut dijadikan teladan bagi siapa pun. Sebenarnya, media massa pun –
terutama sejumlah stasiun televisi –
telah melakukan kesalahan yang
sangat besar, dengan melakukan
pemberitaan yang berlebihan
terhadap kebebasan seorang Ariel dari penjara. Padahal, betapa banyak
berita-berita lain yang lebih penting
untuk disajikan kepada masyarakat. Betapa banyak anak-anak bangsa
yang berprestasi tinggi di berbagai
bidang ilmu pengetahuan, yang lebih
patut disajikan beritanya kepada
masyarakat kita.
Apa pun yang terjadidi sekitar kita, tanggung jawabnya ada pada pelaku
dan pemegang kuasa negara. Tugas
kita hanyalah melakukan taushiyah;
menyampaikan nasehat dengan cara-
cara bijak. Yang penting, diri kita,
keluarga, dan sadara-saudara kita mudah-mudahan bisa memanfaatkan
bulan Ramadhan 1433 Hijriah ini
dengan semaksimal mungkin untuk
beribadah kepada Allah; dalam rangka
meraih derajat utama, yaitu derajat
taqwa, melalui puasa dan penyujian jiwa. Amin. (Depok, 4 Ramadhan 1433 /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |