Membuka Pintu Rizki dengan Istighfar

“AJIMAT ROJO BRONO: Suatu ritual khusus yang apabila Anda menjalankan dengan benar, insyaAllah dalam waktu 3 hari Anda akan segera mendapat rizqi, untuk menambah modal atau melunasi hutang tanpa tumbal. Mahar kesepakatan”. “GOMBAL GENDERUWO: Usaha seret, atau sering tertipu, banyak saingan, untuk apa bingung. Dengan ajimat Gombal Gendruwo bisnis akan kembali lancar, disegani dan dapat menetralkan kekuatan jahat yang ingin merusak. Mahar kesepakatan”. Demikian tawaran pelancar rizki dalam sebuah iklan yang dipasang salah satu ‘Gus’ yang memimpin sebuah “Padepokan Ilmu Hikmah dan Seni Pernafasan Tenaga Dalam” di kota Malang.[1] “Sarana spiritual kerezekian yang ada di majelis kami biasa dinamakan Bukhur Qomar. Untuk mendapatkan dayanya: tanamlah Bukhur Qomar di tempat usaha, lalu baca Sholawat Nariyah 11 x bakda subuh, untuk lafal Kamilatan dibaca 41 x. InsyaAllah dalam waktu tidak lama anda akan berhasil”. Demikan jawaban seorang ‘Gus’ pemimpin sebuah “Majlis Taklim wa Dzikr” di Semarang, tatkala ditanya dalam sebuah rubrik “Konsultasi Gaib” tentang piranti pembuka rizki.[2] Dua contoh di atas merupakan segelintir dari puluhan bahkan mungkin ratusan tawaran pembuka pintu rizki yang ada di media massa. Belum jika kita mau mencermati tawaran-tawaran pelancar lainnya yang ada di media elektronik dan dunia maya. Yang jadi pertanyaan: Bisakah para pelaku penawaran di atas mendatangkan dalil dari al-Qur’an dan hadits -yang merupakan pedoman hidup umat Islam- sebagai landasan dari amaliah atau ajian yang mereka obral? Ataukah Islam tidak menyentuh permasalahan rizki serta melewatkan hal penting tersebut dari sorotannya? Seorang muslim yang cerdas, tentunya akan memilah dan memilih apa yang ia baca, melihat dan mendengar, serta memfilter hal-hal yang tidak memiliki landasan syar’i dari yang mempunyainya. Dia sadar betul bahwa hidupnya di dunia hanyalah sekali, sehingga tidak akan sembarangan tatkala menempuh suatu langkah atau mengambil suatu keputusan. Apalagi jika hal itu berkaitan dengan nasibnya di akhirat kelak. Dorongan mencari rizki kerap menyebabkan banyak orang terpental dari jalan yang lurus. Padahal Islam, sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi kehidupan seorang hamba, telah memberikan solusi yang begitu jelas dalam usaha memperlancar rizki. Di antara tuntunan yang ditawarkan untuk menggapai tujuan tersebut: memperbanyak istighfar. Dalil tuntunan tersebut firman Allah ta’ala, “فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً” Artinya: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu” (QS. Nuh: 10-12) Ayat di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa di antara buah istighfar: turunnya hujan, lancarnya rizki, banyaknya keturunan, suburnya kebun serta mengalirnya sungai. Karenanya, dikisahkan dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada al-Hasan al-Bashri tentang lamanya paceklik, maka beliaupun berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian datang lagi orang yang mengadu tentang kemiskinan, beliaupun memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang meminta agar didoakan punya anak, al-Hasan menimpali, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ar-Rabi’ bin Shabih yang kebetulan hadir di situ bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar?”. Maka al-Hasan al-Bashri pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”. Adapun dalil dari Sunnah Rasul shallallahu’alaihiwasallam yang menunjukkan bahwa memperbanyak istighfar merupakan salah satu kunci rizki, suatu hadits yang berbunyi: “مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ” “Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir). Maka silahkan perbanyaklah istighfar, serta tunggulah buahnya… Jika buahnya belum terlihat juga, perbanyaklah terus istighfar dan jangan pernah berputus asa! Di dalam setiap kesempatan, kapan dan di manapun memungkinkan; di waktu-waktu kosong saat berada di kantor, ketika menunggu dagangan di toko, saat menunggu burung di sawah dan lain sebagainya.. Catatan penting: 1. Pilihlah redaksi istighfar yang ada tuntunannya dalam al-Qur’an ataupun hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan hindarilah redaksi-redaksi yang tidak ada tuntunannya. Di antara redaksi istighfar yang ada haditsnya: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ Astaghfirullâh. HR. Muslim. [3] أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه Astaghfirullôhal ‘azhîm alladzî lâ ilâha illâ huwal hayyul qoyyûm wa atûbu ilaih. HR. Tirmidzi dan dinilai sahih oleh al-Albani.[4] اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْت “Allôhumma anta robbî lâ ilâha illa anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’ûdzubika min syarri mâ shona’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya, wa abû’u bi dzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illa anta”. HR. Bukhari.[5] Redaksi terakhir ini kata Nabi shallallahu’alaihiwasallam merupakan sayyidul istighfar atau redaksi istighfar yang paling istimewa. Menurut beliau, fadhilahnya: barangsiapa mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan, lalu meninggal di sore harinya maka ia akan dimasukkan ke surga. Begitu pula jika diucapkan di malam hari dengan meyakini maknanya, lalu ia meninggal di pagi harinya maka ia akan dimasukkan ke surga. 2. Tidak ada hadits yang menentukan jumlah khusus tatkala mengucapkan istighfar, semisal sekian ratus, ribu atau puluh ribu. Yang ada: perbanyaklah istighfar di mana dan kapanpun kita berada, jika memungkinkan, tanpa dibatasi dengan jumlah sekian dan sekian, kecuali jika memang ada tuntunan jumlahnya dari sosok sang maksum shallallahu’alaihiwasallam. 3. Hendaklah tatkala beristighfar kita menghayati maknanya sambil berusaha memenuhi konsekwensinya berupa menghindarkan diri dari berbagai macam bentuk perbuatan maksiat. Hal itu pernah diisyaratkan oleh al-Hasan al-Bashri tatkala berkata, sebagaimana dinukil al-Qurthubi dalam Tafsirnya, “استغفارنا يحتاج إلى استغفار” “Istighfar kami membutuhkan untuk diistighfari kembali”. Semoga Allah senantiasa melancarkan rizki kita dan menjadikannya berbarokah serta bermanfaat dunia akherat, amien. Wallahu ta’ala a’lam. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. @ Kedungwuluh Purbalingga, 5 Rabi’uts Tsani 1431 H / 21 Maret 2010 M — Catatan Kaki [1] Lihat: Tabloid Posmo edisi 566, 24 Maret 2010 (hal. 04). [2] Periksa: Ibid (hal. 14). [3] Redaksi lengkap haditsnya: عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ. Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i. [4] Redaksi lengkap haditsnya adalah: “مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ” “Barangsiapa mengucapkan “Astaghfirullahal azhim alladzi la ilaha illah huwal hayyul qoyyum wa atubu ilaih” niscaya akan diampuni walaupun lari dari medan perang”. [5] Redaksi lengkap haditsnya sebagai berikut: عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ: “اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ” إِذَا قَالَ حِينَ يُمْسِي فَمَاتَ دَخَلَ الْجَنَّةَ أَوْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ, وَإِذَا قَالَ حِينَ يُصْبِحُ فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ”. Dari Syaddad bin Aus, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Istighfar yang paling istimewa adalah: “Allôhumma anta robbî lâ ilâha illâ anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya wa abû’u laka bidzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta, a’ûdzubika min syarri mâ shona’tu” (Ya Allah, Engkaulah Rabbku itdak ada yang berhak disembang melainkan diriMu. Engkau telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu dan aku akan setia di atas perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku mengakui nikmat-Mu untukku dan aku mengkaui dosaku. Maka ampunilah diriku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa melainkan diri-Mu. Aku memohon perlindungan dari-Mu dari keburukan perbuatanku). Andaikan seorang hamba mengucapkannya di sore hari kemudian ia mati maka akan masuk surga atau akan termasuk penghuni surga. Dan jika ia mengucapkannya di pagi hari lalu meninggal maka ia akan mendapatkan ganjaran serupa”. — Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Artikel www.tunasilmu.com, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id /@cwi

selengkapnya...

Sepasang Merpati di Langit Formosa

Kepala terasa berat dan kerongkongan kering sekali. Taipun yang kabarnya hendak mampir ke Taiwan membuat cuaca jadi tidak menentu. Siang yang panas terik seketika diguyur hujan lebat, angin pun tak mau ketinggalan, bertiup dengan kencang. Mau tidak mau, kondisi kesehatan turut terpengaruhi karena sering terkena hujan yang tidak di duga datangnya. Jika bisa memilih, rasanya ingin tidur saja, namun sebuah janji sudah terucap dengan teman-teman dari Timur Tengah yang mengundang ke acara mereka di kota tetangga. Tidak enak rasanya tidak datang, apalagi salah seorang dari mereka suka membantu aktivitas ku di Masjid Longkang. Tertatih-tatih, ku seret langkah yang semakin berat di antara gerimis hujan. Beberapa kali diri ini bersin, membuat kepala terasa semakin berat. Sesampai di stasiun kereta, jadwal kereta ke arah selatan yang terpampang jadwal kereta lokal semua. Sudah terbayang berdesak-desakkannya di kereta, karena ini sudah jamnya pulang kerja. Tak ada pilihan, naik bus justru memakan waktu yang lebih lama, padahal yang ku inginkan, secepatnya sampai di tujuan. Ku langkahkan kaki ke kereta pertama yang meluncur ke selatan Taiwan. Setelah duduk dengan manis di dalamnya, baru ku sadari, bahwa kereta ini hanya berhenti sampai Yang Mei dan aku seharusnya berhenti di Hsincu, beberapa stasiun sesudahnya. Ah… sudahlah…. Badan semakin terasa panas dingin, bersin pun semakin menjadi-jadi. Ku putuskan untuk tidur saja. Lagian di sekitar ada banyak pemandangan yang dapat merusak mata. Perjalanan selama 30 menit terasa hanya beberapa menit saja. Tampaknya aku benar-benar tidur dengan lelap. Berat, aku melangkah turun dari kereta, transfer ke jalur berikutnya. Dalam penantian kereta berikutnya, ku upayakan mencari tempat yang ada senderannya, sehingga bisa kembali menyambung tidur sampai kereta datang, hehehe. “Aha… perfect!” ujarku spontan, ketika menemukan tiang penyangga jembatan di dekat jalur menunggu kereta platform 3, di sana pun sepi penumpang. Baru saja sampai di posisi yang ku incar, segera ku lemparkan pandangan jauh ke arah rel sana. Di belakang sepasang pemuda-pemudi sedang berpelukan, mesra sekali. “Huuuuh…. Nggak ada tempat lain apa!” gerutuku. Well… kalau mereka pasangan Taiwan, tentunya aku bisa memahami. Namun ini… jelas-jelas mukanya muka Indonesia… Hatiku jadi kesal dan mangkel. Banyak sekali memang fenomena umbar kemesraan di Taiwan ini, juga oleh para pekerja Indonesia yang terkadang menurutku sudah sangat jauh dari nilai kesopanan yang diterapkan keluarga mereka di rumah. Masih mending kalau suami istri, kebanyakan justru pasangan-pasangan yang tidak terikat secara halal. Ku palingkan muka sekali lagi, memastikan mereka memang orang Indonesia. Karena tujuanku adalah daerah Hsincu, yang kebanyakan pekerja Filipina di sana. Dan terkadang agak susah juga bagi ku membedakan pekerja Filipina dengan pekerja Indonesia. Oops.. pasangan itu tengah melihat ke arah ku. Seorang wanita muda dengan T-shirt pink muda, rambutnya di catok dan dicat coklat. Pemuda di sampingnya tampak jauh lebih tua darinya, dengan rambut yang sama panjangnya dengan si wanita. Menggunakan jeans belel dan robek-robek. Cepat ku palingkan pandangan. Tetap saja aku tidak suka melihat orang saling berangkulan di jalan! Kereta berikutnya tak kunjung datang. Hp di tas ku sudah berkali-kali berteriak, namun tidak kutanggapi. Tampaknya temanku yang ku janjikan untuk berangkat bersama sudah tidak sabar menanti kehadiranku. Setiap sebentar ku panjangkan leher ku, menatap jauh ke arah datangnya kereta. Nihil. “Wong Indo mbak?” sebuah suara menyapa, cepat ku alihkan pandangan ke sumber suara. Teg… si mbak yang tadi bermesra-mesraan dengan pria di belakang. Dia tampak kaget dengan reaksiku yang cepat membalikkan badan namun pasang muka datar, tanpa ekspresi. “Wong Indo mbak?” tanyanya lagi, semakin kikuk, namun mencoba untuk tersenyum. “Eh..eh.. iya mbak…” balasku kemudian, dan mencoba untuk seramah mungkin. Ku tata senyuman di wajahku, masih palsu tampaknya, karena si mbak nya masih kaku reaksinya. “Mau ke mana mbak?” lanjutnya. Kusebutkan daerah tujuanku, dan dia manggu-manggut. Tak lama berselang, kereta yang ditunggu datang juga. Cepat ku masuk ke dalam, si mbak dan sang pria ikut masuk. “Sini mbak…” ujar sang pria, yang sudah men-tag-kan dua kursi untuk kami, dan dia duduk di deret yang terpisah dari kami. “Mau ke mana mbak?” Tanya si Mas yang sekilas tampak garang, namun aslinya sangat pemalu sekali. Rambutnya memang panjang, namun bukan karena dia ingin tampak keren seperti penyanyi rock n roll, hanya saja jadwal liburnya yang tak menentu membuatnya tak berpikiran ke salon untuk merapikan rambut. Harap maklum, di Taiwan tidak ada tukang cukur. Jadwal liburnya tersebut lebih senang dia habiskan dengan si mbak tambatan hatinya. “Mbak mungkin sudah lupa dengan kami.” Lanjut si mbak. Ku perhatikan dua orang tersebut, yang tersenyum malu-malu. Ku coba memutar memoriku, tapi rasanya ku memang tidak pernah bertemu dengan mereka. “Kita memang sudah lama sekali nggak ketemu mbak…” tambah si Mbak, aku jadi nggak enak karena dianggap dengan mudah melupakan orang. Tapi sungguh… aku sama sekali tidak ingat. “Mbak kan saksi pernikahan kami…” lanjut mereka, dan aku jadi semakin kaget. “Eh… mbak nikah di Masjid Longkang?” tanyaku lagi, menyebutkan nama masjid tempat aku biasa nongkrong. “Iya mbak… saya waktu itu yang menikahkan Mas Parlan.” Lanjut si mbaknya, dan aku memang sama sekali tidak punya ide, siapakah gerangan mbak ini. Aku memang seringkali bantu-bantu pernikahan yang diselenggarakan pasangan Indonesia di Masjid Longkang. Mulai bantu-bantu make-up, dokumentasi foto dan video, membuatkan sertifikat nikah bahkan sampai jadi saksi. Pekerjaan apapun yang dibutuhkan saat itu, tanpa aku pernah tahu siapa yang menikah tersebut. Ya… seringkali orang-orang yang datang untuk menikah memang bukan jamaah tetap Masjid Longkang. Mereka datang dari berbagai penjuru di Taiwan. Karena hanya di Masjid Longkang pasangan bisa menikah secara Islam dan mendapatkan sertifikat pernikahan yang bisa digunakan di Indonesia untuk mengurus Kartu Nikah, walau untuk itu mereka harus merelakan beberapa lembar NT. Pasangan datang terus silih berganti setiap minggunya, bahkan terkadang dalam satu hari bisa dua-tiga pasangan yang menikah. Peningkatan angka menikah yang cukup menggembirakan, sebagai counter pergaulan bebas yang acap kali dilakukan pekerja Indonesia di Taiwan. Namun ya itu…. Aku tak selalu mengingat mereka, pasangan yang datang ke Masjid Longkang untuk dinikahkan. “Hehehe…maaf namanya siapa mbak?” ujar ku kemudian, benar-benar tidak punya bayangan sama sekali tentang pasangan yang ada di samping ku. Si Mbak cukup mengerti, dan menyebutkan namanya. Dalam perjalanan beberapa menit menuju stasiun tujuannya, si Mbak bercerita mengenai bagaimana mereka me-manage mahligai rumah tangga mereka. Walau sama-sama berada di Taiwan, namun mereka tinggal di tempat yang berbeda. Ikatan pernikahan yang mereka punya tak lebih sebuah legalitas saja bahwa mereka adalah suami dan istri. Dalam sebulan mereka hanya bisa bertemu 2-3 bulan sekali. Fenomena yang sangat umum bagi pasangan suami – istri pekerja Indonesia di Taiwan. Karena pekerja rumah tangga harus tinggal di rumah majikan pun pekerja pabrik mayoritas di antara mereka harus tinggal di mess yang telah ditetapkan pabrik. Mereka layaknya produk-produk yang dimanfaatkan secara maksimal daya gunanya oleh pemilik kapital dan tidak punya kuasa untuk mengatur kehidupan mereka. Kereta berhenti di stasiun Xinfeng, si Mbak pamit urun diri, sang suami yang seharusnya turun di daerah Mioli turut turun di tempat yang sama. Mengantarkan si Mbak ke rumah majikan dan menghabiskan sisa liburan dengan sebaik-baiknya. Setiap detik yang mereka lalui benarlah sangat-sangat berharga. Ku tulis dengan cepat nomor HP yang disebutkannya, agar senantiasa bisa saling berbagi informasi dan menyambung silaturahim. Ku jabat tangannya erat, dan berkali-kali mengucapkan maaf. Si Mbak bengong, mengapa aku selalu minta maaf. Aku hanya tersenyum dan semoga Allah memaafkan dosaku, yang sudah berburuk sangka terhadap mereka. Memang banyak muslim – muslimah yang mencoreng nama baik Islam dengan pergaulan bebasnya di negara bebas seperti Taiwan, namun kita tidak bisa mengenalisir begitu saja. Bahwa tidak semua yang bermesra-mesraan di pinggir jalan tersebut merupakan pasangan yang tidak halal. Astaghfirullah… astaghfirullah… Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17154/sepasang-merpati-di-langit-formosa/#ixzz1hvlKV6XG /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |