Meraih Keutamaan dan Kemuliaan Shalawat

Ditulis oleh Newsroom


Shalawat memiliki keutamaan dan kemuliaan yang begitu banyak. Ibnu Qayim Al-Jauziyah menjelaskan 40 keutamaan dan kemuliaan shalawat atas Rasulullah saw bagi yang membacanya. Maka, membacanya berarti kita telah mendapatkan 40 keutamaan dan kemuliaannya.
Dalam buku “Mukjizat Shalawat” yang ditulis oleh Habib Abdullah Assegaf, Lc., M.A & Hj. Indriya R. Dani, S.E. disebutkan dari ke-40 keutamaan dan kemuliaan shalawat tersebut. Di antaranya sebagai berikut.


1. Menaati perintah Allah SWT.

Sebagaimana pengertian shalawat dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab (33) ayat 56, shalawat adalah doa yang ditujukan kepada Rasulullah saw sebagai bukti rasa cinta dan hormat kita kepadanya. Ia doa dari para malaikat, bahkan Allah SWT memerintahkan malaikat untuk mendoakan mereka yang bershalawat. Jika kita membaca shalawat, berarti kita menaati perintah Allah SWT ini.



2. Keselarasan Allah SWT dalam bershalawat atas Rasulullah saw.

Namun, shalawat-Nya dan shalawat kita berbeda. Shalawat kita bermuatan doa dan permohonan, sedangkan shalawat Allah bermuatan pujian dan pengagungan.

3. Keselarasan atas Malaikat-Nya dalam bershalawat.

Shalawat dari Allah SWT berarti memberi rahmat bagi Rasul-Nya, sedangkan dari malaikat berarti memohon ampunan (istigfar) baginya. Sebagaimana dalam hadits riwayat An-Nasa`i, Rasulullah saw bersabda, “Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, ‘Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad bahwa untuk satu shalawat dari seorang umatmu, akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya, dan sepuluh salam bagimu, akan kubalas dengan sepuluh salam baginya.'.”

4. Memperoleh 10 shalawat dari Allah SWT.

Berdasarkan hadits riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” Itu berarti Allah SWT akan memberi sepuluh rahmat bagi orang yang bershalawat kepadaku, meski hanya satu kali.

5. Derajatnya diangkat sepuluh derajat oleh Allah SWT.Sesuai

hadits Rasulullah yang berbunyi, “Barangsiapa bershalawat satu kali saja, Allah akan memberi sepuluh rahmat sama dengan sepuluh derajat baginya.”

6. Mendapatkan catatan sepuluh kebaikan.

Diberikan sepuluh rahmat apabila bershalawat satu kali saja. Itu berarti sama dengan ditulis sepuluh kali kebaikan baginya.

7. Sepuluh keburukan dihapus darinya.


Membacakan satu kali saja shalawat akan mendapat sepuluh rahmat dari Allah SWT sekaligus dihapus sepuluh keburukannya.

8. Apabila mengawali doa dengan shalawat, diharapkan akan diijabah, karena shalawatlah yang akan mengantarkan doanya di sisi Allah SWT.
9. Shalawat akan mendatangkan syafaat dari Rasulullah saw bagi yang membacanya. Hal ini apabila diiringi (dengan permintaan) wasilah kepadanya atau tanpanya.

10. Menjadikan kifarat atau ampunan terhadap dosa.

Ini jelas karena dengan bershalawat, sepuluh keburukan dihapuskan. Itu berarti menjadi kifarat yang menghapus dosa kita.

11. Shalawat akan mencukupkan apa yang diinginkannya.
Usaha dan doa yang terus-menerus akan memacu seorang hamba dalam pekerjaan dan kegiatannya. Oleh karena itu, biasanya orang yang sering bershalawat lebih rajin dalam mengusahakan apa yang diinginkannya.

12. Shalawat menjadikannya seorang hamba dekat dengan Rasulullah saw pada Hari Kiamat kelak.
Ini karena pembaca shalawat kelak akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah di akhirat. Itu berarti ia akan dekat dengan beliau.

13. Shalawat merupakan bentuk sedekah bagi orang yang tidak mampu bersedekah.

14. Shalawat menjadikannya dipenuhi hajat-hajatnya.

Sama halnya seperti dalam penjelasan shalawat akan mencukupkan apa yang diinginkannya. Jika kita ikhlas bershalawat untuk Rasulullah, niscaya Allah akan memenuhi hajat-hajat kita.

15. Shalawat menjadikan Allah SWT bershalawat untuk yang bershalawat kepada Rasulullah saw dan juga malaikat-malaikat-Nya.

16. Shalawat merupakan zakat bagi yang bershalawat dan menyucikannya.

Hakikat berzakat adalah menyucikan diri. Dengan bershalawat, seseorang telah menyucikan dirinya, karena sepuluh dosanya dihapuskan dan sepuluh kebaikan diberikan kepadanya.

17. Shalawat akan memberikan kabar gembira tentang surga kepada seorang hamba yang melakukannya sebelum kematian.

18. Shalawat akan memberikan keselamatan dari bencana pada Hari Kiamat nanti.

19. Shalawat menjadikan Rasulullah saw menjawab shalawat dan salam dari umatnya yang bershalawat baginya.

20. Shalawat menjadi pengingat apa yang menjadi lupa.
Shalawat seperti shalat, yang berarti mengingat terus Allah SWT. Dengan bershalawat, kita akan diingatkan agar tidak melupakan-Nya, baik melalaikan shalat maupun perintah lainnya.

21. Shalawat memberikan kebaikan pada suatu majelis dan penghuninya tidak akan mendapat kerugian pada Hari Kiamat.

22. Shalawat dapat mencegah kefakiran.
Shalawat yang dilantunkan terus-menerus mendorong seseorang untuk berbuat baik dan bersemangat dalam kehidupannya. Oleh karena itu, ia menjadi rajin dalam bekerja, yang tentunya mencegahnya dari kefakiran.

23. Shalawat mencegah seorang hamba dari sifat kikir apabila ia bershalawat atas Rasulullah saw, saat namanya disebutkan di sisinya.

24. Ia selamat dari panggilan “orang yang celaka atau binasa”. Sebuah panggilan yang ditujukan kepada yang meninggalkan shalawat untuk Rasulullah saw ketika namanya disebutkan.

25. Shalawat mengantarkan seorang hamba ke jalan surga, sedangkan yang meninggalkannya telah salah dan menempuh jalan ke neraka.

26. Shalawat menyucikannya dari kebusukan majelis apabila di dalamnya tidak terdapat zikir kepada Allah SWT dan Rasulullah saw. Itu karena memuji (Allah) dan bersyukur atas-Nya di dalamnya, serta bershalawat atas Rasulullah saw.

27. Shalawat menjadikan sempurnanya kalam yang dimulai dengan pujian kepada Allah Swtwt dan shalawat atas Rasulullah saw.

28. Shalawat menjadikan terangnya cahaya Allah bagi seorang hamba dalam menempuh jalan yang lurus.

29. Dengan shalawat, seorang hamba diperkecualikan dari sikap kasar.
Kebaikan akan selalu menyertainya dan terhindarkan dari segala keburukan.

30. Shalawat menjadikan motif tetapnya adalah Allah SWT dalam memberikan pujian yang baik bagi Rasulullah saw.
Hendaknya kita selalu bershalawat, kapan pun dan di mana pun kita berada. Bershawatlah dengan ikhlas hanya mengharapkan rahmat dan ridha-Nya, serta sebagai bukti tanda cinta sekaligus penawar rindu kepada Rasulullah saw. Dengan demikian, keutamaan, manfaat, dan mukjizat shalawat akan datang menjemput Anda, baik disadari maupun tidak. Anda akan mendapatkan perubahan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

* Artikel ini dikutip dari sebagian isi buku “Mukjizat Shalawat”. Habib Abdullah Assegaf, Lc., M.A & Hj. Indriya R. Dani, S.E. QultumMedia. 2009



selengkapnya...

Sejarah Pembangunan Ka’bah

Ditulis oleh Newsroom

A. Malaikat

Ka’bah adalah rumah ibadah pertama yang dibangun di muka bumi, hal ini ditegaskan dalam Surat Ali Imran ayat 96-97: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim....” (QS Ali Imran [3]: 96-97)







Ayat ini diterangkan oleh para ulama sebagai bantahan Allah SWT kepada kaum ahli kitab yang mengatakan bahwa awal mula rumah ibadah yang diciptakan adalah Baitul Maqdis atau Aqsha. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa perbedaan waktu dibangunnya Baitullah di Mekah dengan Baitul Maqdis di Yerusalem adalah empat puluh tahun. Ayat ini juga menjadi hujjah atau alasan bagi para ulama yang berpendapat bahwa yang pertama mendirikan Ka’bah adalah para malaikat, bukan manusia.

Surat Ali Imran ayat 96-97 tadi juga menjadi dalil bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah adalah para malaikat. Buktinya dalam kalimat Al-Qur'an tadi menggunakan kalimat "untuk (tempat ibadah) manusia” وَضَعَ لِلنَاسِ
Ini berarti Ka’bah sudah ada sebelum manusia ada, karena diperuntukkan manusia. Berarti sangat jelas bahwa yang membangun Ka’bah pertama kali bukanlah manusia, melainkan para malaikat. Posisi Ka’bah ini berada tepat sejajar dengan Baitul Makmur di 'Arsy yang dijadikan tempat tawafnya para malaikat. Bahkan, Imam Al-Azraqi mengatakan, jika Baitul Makmur (di ‘Arsy) runtuh maka akan menimpa Baitullah (di Mekah).



Seorang sejarawan Mekah, Imam Al-Azraqy, mengisahkan, suatu hari selepas tawaf, tepat di dalam Hijir Ismail, Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan, ayahnya menerangkan kepada seorang penduduk Syam bahwa awal mula tawaf di Baitullah adalah ketika Allah berfirman kepada malaikat, "Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi." Para malaikat langsung protes, karena Allah menciptakan khalifah bukan dari bangsa mereka (malaikat) melainkan dari bangsa manusia yang mereka anggap hanya akan mengotori dan menumpahkan darah. Kernudian, Allah menjawab, "Aku lebih mengetahui apa yang kalian tidak ketahui!"

Dari jawaban itu, para malaikat menganggap Allah murka atas mereka yang protes, kemudian mereka menangis tersedu-sedu sambil berkumpul di 'Arsy dan merendahkan diri sambil bertawaf (di 'Arsy). Sambil bertawaf, para malaikat membaca:
"Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah, Ya Tuhan kami, kami meminta ampunan kepada-Mu, dan kami bertobat kepada-Mu."
Allah kemudian melihat mereka. Setelah Allah turunkan rahmat kepada mereka, kemudian Allah menciptakan sebuah rumah yang berada tepat di bawah 'Arsy. Allah mengatakan kepada malaikat, "Tawaflah kamu semua di tempat ini dan tinggalkan 'Arsy!" Bagi para malaikat, perkara ini lebih mudah daripada bertawaf di 'Arsy yang merupakan Baitul Makmur.

Kemudian, Allah mengutus para malaikat dan berfirman kepada mereka, "Bangunlah sebuah rumah yang serupa dan sebesar itu di bumi." Allah memerintahkan pula kepada penduduk bumi untuk bertawaf di tempat itu. Atiq bin Ghaits menggambarkan bahwa Malaikat Jibril memukulkan sayapnya ke bumi, kemudian muncullah fondasi yang mirip dengan tempat tawafnya para malaikat. Fondasi itu menancap kokoh ke bumi. Kemudian, para malaikat melemparkan batu-batu yang beratnya tidak akan sanggup dipikul oleh 30 orang sekalipun.

Bentuk dan besar ukuran antara tempat ibadah para malaikat, Baitul Makmur, dan Baitullah yang di Mekah yang dibangun Nabi Ibrahim juga sama persis, mulai dari ukuran hingga bentuknya. Dalam riwayat Al-Azraqy dari Ibnu Juraij, Imam Ali bin Abi Thalib pernah menggambarkan bahwa posisi Baitullah yang dibangun pilarnya oleh Nabi Ibrahim, adalah basil tuntunan awan yang turun laksana mendung. Di tengah-tengah awan itu terdapat kepala dan berbicara kepada Nabi Ibrahim, "Ambillah ukuranku pada bumi jangan lebih dan jangan kurang." Barulah Ibrahim menggaris di tanah, dan itulah yang disebut Bakkah, sedang apa yang ada di sekelilingnya adalah Mekah.
(HR Al-Azraqy)


B. Nabi Adam dan Nabi Shith


Menurut Abdurrazzaq, diterima dari Ibnu Juraij dari Atha dan Ibnu Musayyab bahwa sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada Nabi Adam ketika turun dari surga ke muka bumi. Dari kisah yang diabadikan dalam Al-Qur`an, Adam dan Hawa tertipu oleh tipu daya setan dengan melanggar ketentuan yang telah diperintahkan Allah kepada mereka berdua untuk tidak mendekati sebuah pohon. Namun Nabi Adam melakukannya dan Allah marah sehingga ia diusir ke bumi. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah [2]: 35-37

Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tercantum dalam Surat Thaha ayat 120, padahal itu adalah nama yang diberikan setan. Adam dan Hawa dengan tipu daya setan memakan buah yang dilarang itu, dan mengakibatkan keduanya dikeluarkan dari surga oleh Allah SWT. Yang dimaksud dengan setan di sini ialah iblis. Tentang beberapa kalimat dari Allah SWT yang diterima oleh Adam, sebagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertaubat. Kisah pertaubatan Adam itu kemudian disambung dalam surat Al-A'raf [7] ayat 22-23.

Dengan kesungguhan taubat dan penyesalan yang tinggi, Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka mengakui telah tergoda oleh setan dan meyakini betapa beruntungnya mereka mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Allah berkata kepada Adam, "Buatlah untuk-Ku rumah dan beribadahlah padanya sebagaimana engkau lihat para malaikat beribadah di langit."

Kemudian, dikisahkan oleh Atha', sesampainya di bumi, Adam membangun rumah itu dari lima buah gunung, yaitu Haro, Tursina, Libanan, Judy, dan Turzeta. Imam Mawardi menambahkan bahwa Nabi Adam membangun Baitullah seperti ia lihat di 'Arsy dengan dibantu oleh Malaikat Jibril untuk memindahkan bebatuannya yang sangat berat (bahkan tidak sanggup dipikul oleh 30 orang). Adam adalah orang pertama yang melakukan shalat dan tawaf di sana. Hal ini dilakukan terus-menerus oleh Adam hingga Allah SWT mendatangkan angin topan yang menyebabkan lenyapnya bangunan Ka'bah tersebut. Yang tersisa hanya fondasi dasarnya.

Dalam kitab Al-Ma'arif, Ibnu Qutaibah menerangkan bahwa sepeninggal Adam, yang memakmurkan dan membangun Baitullah atau Ka'bah adalah Nabi Shith, anak laki-laki Nabi Adam.


C. Nabi Ibrahim dan Ismail


Saat Ismail dalam proses pertumbuhan menjadi dewasa, Ibrahim sering menjenguknya dari Palestina. Suatu hari, Nabi Ismail diajak berdialog oleh Nabi Ibrahim, "Sesungguhnya Allah telah menyuruhku untuk melakukan sebuah pekerjaan." Ismail kemudian menyahut dengan kalimat, "Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah." "Apakah engkau akan membantunya?" tanya Nabi Ibrahim.
Ismail menjawab, "Aku siap untuk membantu."
"Sesungguhnya Allah ta'ala telah memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini,"
tutur Ibrahim sambil menunjuk sebuah bukit yang kini menjadi Masjidil Haram.

Dikisahkan oleh Imam Thabari, Nabi Ibrahim dibantu malaikat (Jibril). Ibrahim bertanya kepada Jibril, "Apakah di tempat ini aku diperintahkan membangun rumah Allah itu?" Kemudian Jibril menjawab, "Benar di tempat itu!"

Setelah itu, jadilah fondasi yang pernah dibangun Nabi Adam yang merupakan petunjuk Allah lewat malaikat-Nya kembali ditemukan Nabi Ibrahim setelah berabad-abad lamanya tidak dipelihara (sepeninggal Nabi Shith, anak laki-laki Nabi Adam). Bahkan, telah menjadi tandus dan tiada tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim dan Ismail akhirnya membangun sebuah rumah di atas fondasi tersebut.

Ismail bertugas membawa batu dan Ibrahim yang menyusunnya. Ketika susunan batu semakin tinggi, Ismail membawakan sebuah batu untuk dipijak oleh Ibrahim. Batu inilah yang kemudian diabadikan dengan mama "Maqam Ibrahim". Ismail terus mengambilkan batu dan diberikan kepada Ibrahim. Kemudian, Ibrahim menyusun batu-batu tersebut dengan berpijak pada batu yang disediakan Nabi Ismail tadi.

Ketika Nabi Ibrahim dan Ismail sampai penyelesaian akhir dari sudut (rukun) bangunan Baitullah, dan hanya tinggal satu bagian lagi belum tertutup, Nabi Ibrahim kemudian berkata "Wahai anakku, ambillah satu batu yang memberikan daya tarik bagi manusia." Kemudian Ismail memberikan sebuah batu. Ibrahim berkata "Bukan batu seperti itu yang aku maksud." Ismail pun mencari lagi batu-batu yang istimewa seperti yang dipinta ayahnya. Saat Ismail sudah membawa batu temuannya, ternyata Nabi Ibrahim sudah memasangkan di bagian itu sebuah batu yang Ismail mengetahuinya. Kemudian, Ismail bertanya ke ayahnya, "Wahai ayahku, siapakah gerangan memberikan batu itu kepadamu?" Ibrahim kemudian menjawab, "Telah datang kepadaku Malaikat dari langit memberikan batu itu." Batu itulah kemudian dikenal dengan HajarAswad yang posisinya tepat di sudut (rukun) dekat pintu Ka'bah. Selesai membangun Ka'bah, Allah SWT menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 127-129. Bangunan Baitullah yang dibuat oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memiliki tinggi bangunan 9 (sembilan) hasta, panjangnya dari Hajar Aswad hingga Rukun Syami adalah 32 hasta, lebarnya dari Rukun Syami ke Rukun Gharbi 22 hasta, panjang dari Rukun Gharbi ke Rukun Yamani 31 hasta, dan lebar dari Rukun Yamani ke Hajar Aswad adalah 20 hasta. Rukun yang dimaksud di sini secara harfiah artinya sudut atau pojok.

Nabi Ibrahim membuat pintu Ka'bah sejajar dengan tanah dan tidak dibuatkan daun pintunya. Pintu Ka'bah baru dibuat oleh Tuba Al-Humairi, seorang penguasa dari Yaman, dan pintunya ditinggikan dari tanah. Selain bangunan kotak Ka'bah, sejak Nabi Ibrahim telah dibentuk batu melingkar yang tidak ada rukun-nya. Batu melingkar inilah yang disebut Hijir Ismail. Ada yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim membangun Baitullah ini dalam usianya yang ke-100 tahun. Wallahu a'lam.


D. Pembangunan Ka'bah oleh Suku-suku Arab

Sepeninggal Nabi Ibrahim, dikisahkan Ka’bah pernah rusak dan pernah dibangun kembali oleh suku bangsa Amaliqah. Namun tidak banyak referensi yang menguatkan peristiwa ini sehingga tidak ada yang bisa menerangkan secara rinci ihwal bangunan Ka'bah pada masa ini.

Imam Mawardi menerangkan setelah dibangun oleh bangsa Amaliqah, dalam perjalanan waktu kemudian, Ka'bah terkena banjir besar dari dataran tinggi Mekah yang mengakibatkan rusaknya dinding Ka'bah meskipun tidak roboh. Suku Jurhum-lah yang kemudian membangunnya kembali seperti sedia kala dengan menambah bangunan di luar Ka'bah untuk penahan luapan air bila terjadi banjir kembali.

Setelah Bangsa Jurhum berlalu, Ka'bah kemudian sampai ke tangan Qushay bin Kilab. Ia adalah seorang pemuka dari suku bangsa Quraisy. Qushay-lah yang pertama kali membangun atap Ka'bah. Ia membuatnya dari kayu dum dan pelepah kurma. Sepeninggal Qushay, bangsa Quraisy mulai mengurusi Ka'bah. Bangsa Quraisy adalah suku bangsa dan keluarga dari Nabi Muhammad saw.

Ketika Rasulullah saw menginjak dewasa (35 tahun), ada seorang wanita membuat percikan api dari tungku yang mengakibatkan kebakaran pada bangunan Ka'bah. Bangsa Quraisy merobohkannya kemudian membangunnya kembali. Di saat akan memasang kembali Hajar Aswad, suku-suku kecil Bangsa Quraisy terlibat pertentangan, karena merasa paling berhak untuk mengambil tugas itu. Karena perselisihan tidak bisa diredakan, mereka bermusyawarah membuat sebuah kesepakatan siapa yang pertama kali masuk Baitullah dari pintu Bani Syaiba, dialah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di bangunan Ka'bah.

Yang memenangi sayembara itu ternyata Muhammad (Rasulullah saw). Meskipun beliau yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad, beliau memutuskan untuk mengerjakan bersama-sama agar masing-masing suku Quraisy tetap merasa dihargai dan memiliki kewenangan yang sama.

Dari sinilah Muhammad dikenal sebagai pribadi yang bijaksana dan bisa dipercaya. Muhammad segera membentangkan kain yang semua ujungnya dipegang oleh para pimpinan Suku Quraisy. Hajar Aswad diletakkan di tengah-tengah kain dan dibawa bersama-sama. Kemudian Muhammad memasangkan Hajar Aswad tersebut ke tempatnya semula.

Saat itu, Bangsa Quraisy membangun enam tiang di dalam Ka'bah dengan posisi dua jajar. Atas usulan seorang tokoh, Hudzaifah bin Mughirrah, Ka'bah ditinggikan pada bagian pintunya. Mughirrah ingin agar bangunan Ka'bah dilengkapi dengan tangga dan hanya dimasuki oleh orang-orang yang disukai. Bila ada orang yang tidak disukai masuk Ka'bah, masyarakat bisa melemparinya dan berarti Ka'bah akan aman dan terbebas dari orang-orang yang tidak disukai oleh Bangsa Quraisy. Dari usul ini, kemudian ketinggian Ka'bah berubah dari 9 hasta menjadi 18 hasta.

Sejak masa pembangunan oleh Suku Quraisy, bangunan asli Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim mengalami penyempitan hingga bentuknya seperti yang kita lihat sekarang. Penyempitan itu terjadi di daerah Rukun Syami, sehingga membuat Hijir Ismail tidak lagi masuk dalam lingkaran Ka'bah. Hijir Ismail seolah-olah berada di luar bangunan Ka'bah. Hal ini dikuatkan melalui Hadits Nabii Muhammad saw.

Barangsiapa yang ingin melaksanakan shalat di dalam Ka'bah meskipun pintunya ditutup rapat, ia bisa melaksanakannya di dalam Hijir Ismail. Seperti yang diperintahkan Rasulullah saw kepada Siti Aisyah.


E. Pasca Zaman Nabi Muhammada SAW.


Pada zaman Dinasti Yazid bin Mu'awiyah, bangunan Ka'bah mengalami kebakaran lagi. Sampai datang musim haji tahun itu, Ka'bah belum direnovasi. Ketika kaum muslimin berkumpul di depan Ka'bah, Abdullah bin Zubair berpidato sambil meminta pendapat hadirin, "Apa yang harus kita lakukan dengan Ka'bah ini?" Kemudian Ibnu Abbas mengusulkan agar segera dirobohkan dan dibangun kembali. Namun, Ibnu Zubair menyanggahnya dengan kalimat, "Aku akan melaksanakan shalat istikharah." Setelah Ibnu Zubair shalat istikharah, barulah Ka'bah dirobohkan untuk dibangun kembali.

Diriwayatkan, ketika membongkar bangunan Ka'bah, Ibnu Zubair melihat ada batu-batu berwarna merah yang merupakan batu asli yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Batu-batu tersebut digambarkan seperti leher-leher unta. Selain itu, dalam penggaliannya ditemukan sebuah kuburan yang diyakininya sebagai kuburan Siti Hajar, ibunda Ismail.

Al-Azraqy juga meriwayatkan ada sebuah kejadian luar biasa pada saat itu, yaitu ketika Abdullah bin Mu'thi Al-Adawi meletakkan sebuah tongkat yang dipegangnya pada salah satu sudut Ka'bah, lalu seluruh sudutnya bergerak dan dindingnya bergetar hingga seluruh kota Mekah ikut bergetar. Orang-orang terkejut dan merasa cemas, namun Ibnu Zubair hanya mengatakan, "Saksikanlah!" Lalu, Ibnu Zubair membangunnya di atas fondasi yang telah ada sambil membuat dua pintu yang rata dengan tanah dan sejajar dengan pintu pertama.

Ibnu Zubair akhirnya menambahkan tinggi bangunan Ka'bah menjadi 27 hasta. Tebal dindingnya 2 hasta, di dalamnya dibuat tiga tiang penyangga, bukan enam seperti yang telah dibuat kaum Quraisy sebelumnya. Ibnu Zubair mendatangkan batu marmer dari Yaman dan dibuat ventilasi untuk lubang udara dan cahaya. Dibuat juga dua buah daun pintu sepanjang 11 hasta serta sebuah tangga kayu untuk naik ke atap Ka'bah. Dindingnya diberi wewangian dari za'faran serta menutupnya dengan kain (kiswah) yang dibuat oleh suku Qibthi (Mesir). Diriwayatkan bahwa Ibnu Zubair telah menghabiskan 100 unta untuk menyelesaikan pembangunan ini. Setelah selesai dibangun, Ibnu Zubair melaksanakan tawaf dan mengusap semua sudut bangunan Ka'bah yang baru. (HR Al Azraqy)

Sekitar tahun 1039 H, turun hujan lebat di kota Mekah. Banjir besar di Masjidil Haram tidak bisa dibendung lagi, bahkan sampai mengakibatkan dinding Rukun Syami runtuh. Atas perintah Sultan Murad Khan, kemudian Ka'bah dibangun kembali, dan selesai pada tanggal 2 Dzulhijjah 1040 H. Pembangunan ini memakan waktu enam setengah bulan. Inilah pembangunan Ka’bah terakhir hingga bentuknya seperti sekarang yang kita lihat. Pintunya dinaikkan ke atas, dan Hijir Ismail tetap berada di luar bangunan kotak Kab’bah./cwi



selengkapnya...

Ada Apa Di Antara Kepemimpinan Umar dan Ustman?

Abu Bakar Siddiq ra menjadi khalifah meneruskan apa yang telah dibangun Rasulullah saw. Walau telah muncul riak-riak dari mereka kaum munafik seperti enggan membayar zakat, tapi Abu Bakar tetap tegas dalam segala urusannya. Di samping itu, Abu Bakar mempunyai seorang Umar bin Khattab yang sanggup menjadi penyelesai kerikil-kerikil dalam dakwah Islam ketika itu.

bin Khattab menjadi satu-satunya kandidat yang paling memenuhi syarat di antara yangKetika Abu Bakar mangkat, tak banyak pula debat kusir siapa harus menggantikannya. Umar lainnya. Namun ketika mencari pengganti Umar bin Khattab, umat mulai terbelah dengan keraguan yang begitu tinggi: Siapa di antara Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Saad bin Malik, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah? Ini berdasarkan dari perkataan Rasulullah sebelum wafat, “Hai umatku, Abu Bakar sedikitpun tak pernah mengecewakanku, maka ketahuilah haknya itu. Hai umatku, aku ridho kepada Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin Malik, Abdurrahman bin Auf, serta Muhajirin yang mula pertama, maka ketahuilah hak mereka itu.” Abu Bakar dan Umar wafat, maka hanya tertinggal enam orang tersebut.

August 18th, 2009 Goto comments Leave a comment Tak ada perdebatan panjang ketika
Abdurrahman buru-buru mengundurkan diri dengan menyatakan, “Hendaknya aku hanya ingin memilih saja, bukan dipilih.” Ia pun mendatangi rakyat untuk mengumpulkan opini dan kecenderungan rakyat. Di sinilah mulai terkuak sesuatu yang kelak menjadi pengulangan sejarah beradab-abad kemudian bahkan sampai kini. Di antara keenam orang itu, jelas Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib menjadi yang paling diutamakan—ini karena kelebihan-kelebihan mereka tentu saja. Tapi siapa: Ustman ataukah Ali?

Umat akhirnya memilih Ustman.
Seperti kita ketahui, Umar bin Khattab memimpin dengan ketat. Ia tak akan segan menyeret gubernurnya yang hidup mewah, bahkan memecatnya. Cara yang ditempuh oleh Umar adalah mengurangi keinginan untuk bersenang-senang, bahkan dalam hal-hal yag terhitung halal. Ini dilakukannya agar tidak terlena pada kenikmatan duniawi—bayangkan, Umar adalah seorang khalifah, dan ia mungkin tinggal menjentikan jari jika menginginkan sesuatu, tapi itu tidak ia lakukan.

Umar memulai dari dirinya sendiri, keluarganya, serta karib kerabatnya. Jika terdengar seorang pembesar yang hidup mewah, dengan segera dipanggilnya ke Madinah, kemudian diperkarakan. Bila di kemudian hari, pembesar itu masih melakukan hidup seperti itu juga, Umar memecatnya. Tujuan Umar jelas, agar umat menemukan pada pribadi pembesar mereka sebuah teladan yang membantu mereka untuk tidak terpikat oleh gelimang harta dan silau dunia.

Beberapa hari setelah diangkat jadi khalifah, Ustman teringat akan sebuah kejadian. Ketika hari yang panas menyengat, Ustman tengah berada dalam rumahnya, memandang keluar jendela dan dilihatnya seseorang yang menyusuri jalan. Ustman berpikir orang itu adalah seorang musafir, maka ia sudah menyiapkan diri untuk memanggilnya jika sudah dekat rumahnya, agar lelaki itu menepi dan berteduh dahulu, dan Ustman akan diberinya pertolongan dari kesusahan yang dialaminya.

Namun alangkah terkejutnya Ustman ketika mendapati lelaki itu adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Umar sempoyongan menghela seekor unta yang berjalan di belakangnya. Matahari jelas telah menyengat Umar sedemikian rupa. Ustman bergegas menghampiri Amirul Mukminin, “Dari mana engkau Amirul Mukminin?”

“Sebagaimana yang kau lihat,” jawab Umar tersenyum, “Ada seekor unta dari hasil zakat yang lepas dan melarikan diri. Hingga aku segera menyusulnya, kemudian membawanya pulang kembali.”

Ustman mengerutkan keningnya, “Bukankah masih ada orang lain selain engkau yang bisa melakukan pekerjaan itu?”

“Tetapi,” tukas Umar lagi, “siapakah yang bersedia menggantikan aku di pengadilan Illahi, kelak?” Ustman meminta Umar untuk beristirahat sejenak menunggu panas matahari mereda. Tapi Umar bin Khattab menolak. “Kembalilah ke tempatmu, hai Ustman…” ujarnya.

Umar melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Ustman, “Sungguh, engkau telah menyusahkan orang yang akan menjadi penggantimu, Amirul Mukminin…” gumam Ustman seraya tertunduk. Ustman sadar sepenuhnya, bahwa orang-orang menyokongnya untuk menjadi khalifah—bukannya Ali bin abi Thalib. Itu disebabkan keinginan umat yang ingin bebas dari aturan dan gaya hidup yang diterapkan dan dijalani Umar bin Khattab selama ini. Jika Ali yang menjadi khalifah, maka akan merupakan kelanjutan sistem yang ditempuh Umar, yaitu tegas dan ketat.

Ustman berpendirian bahwa harta itu diciptakan untuk mempermudah dan memperlancar kehidupan. Selama harta itu halal dan diperbolehkan menikmatinya, ia mempersilakan umat untuk memperoleh kebahagian hidup dan kenikmatan dunia—tidak peduli ia pejabat, pembesar , atau rakyat biasa. Bagi Ustman, tidak ada alasan untuk memcat seorang gubernurnya yang hidup mewah dan mereguk kehidupan duniawi, selama ia tidak melakukan dosa dan berbuat salah. Ustman tidak seperti Umar yang menganggap harta kekayaan akan menimbulkan bahaya layaknya minuman keras.

Sejak kepimpinan Ustman, dimulailah kehidupan umat yang bergelimang harta dan sedikit demi sedikit, dan akhirnya sepenuhnya menjadi terbuka pada berbagai kecenderungan harta duniawi selama beratus tahun, dan mungkin sampai kini—mereka berpegang, bahwa Ustman pun, salah satu yang dikasihi oleh Rasulullah saw membolehkan hidup mewah. Namun umat lupa bahwa Ustman, yang membolehkan kehidupan mewah, tidak menjalani hidup mewah, hanya sedikit berkecukupan. Ustman adalah seseorang yang peka terhadap keadaan dan kebutuhan orang lain, mendahulukan kepentingan orang banyak, lemah lembut, dan cerdas. Inilah yang tidak dicontoh dari umat berikutnya; mereka mengambil yang diperbolehkan Ustman bin Affan namun mengabaikan sifat Ustman yang demikian mulia. Mereka membolehkan diri hidup mewah namun sama sekali tidak peka terhadap kesulitan yang diderita umat. Wallohu alam bishawwab. (sa/khalidmuhkhalid/em)



selengkapnya...

Tina Styliandou: Saya Dididik Untuk Membenci Islam

Tina Styliandou, seorang perempuan Yunani yang sejak kecil hidup di lingkungan kelurga yang membenci Islam. Bahkan ia mendapatkan pendidikan yang memdoktrin orang untuk membenci Islam. Tapi hidayah Allah Swt menjauhkan hati Tina dari perasaan benci itu dan Tina malah menjadi seorang Muslim.

Menurut Tina, kebencian terhadap Muslim dalam lingkungan keluarganya berakar dari sejarah masa lalu. Ayah Tina dan keluarganya menghabiskan hampir sebagian besar hidupnya di Istanbul, Turki. Mereka adalah keluarga penganut Kristen Ortodoks, berpendidikan dan kaya. Seperti umumnya penganut Kristen Ortodoks yang tinggal di negeri-negeri Muslim, mereka sangat memegang teguh ajaran agamanya.

Situasinya berubah total ketika pemerintah Turki membuat kebijakan untuk mengusir penduduk Turki asal Yunani dan merampas seluruh harta benda, rumah dan bisnis mereka. Keluarga ayah Tina pun pulang ke Yunani dengan tangan kosong. "Itulah yang dilakukan Muslim Turki terhadap orang-orang Yunani", peristiwa itu tertanam kuat di benak mereka dan menjadi pemicu kebencian terhadap Islam dan Muslim.





Pengalaman serupa yang juga menimbulkan kebencian terhadap Muslim di lingkungan keluarga ibu Tina. Pada masa itu, keluarga ibunya tinggal di sebuah wilayah di Yunani yang berbatasan dengan Turki. Lalu terjadi serangan yang dilakukan oleh pasukan Turki ke wilayah tersebut. Pasukan Turki, menurut cerita ibunya, membakar rumah-rumah warga Yunani dan mereka harus mengungsi untuk menyelamatkan diri. Sejak itulah tumbuh kebencian terhadap Muslim, khususnya Muslim Turki.

Turki memang pernah menduduki Yunani selama hampir 400 tahun. "Dan kami diajarkan untuk percaya bahwa Islam bertanggungjawab atas kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Yunani. Orang-orang Turki adalah Muslim dan kejahatan mereka dianggap sebagai refleksi dari agama mereka," ujar Tina.

Tak heran, ketika marak karikatur dan penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad Saw beberapa waktu lalu, penghinaan dan pelecehan itu menjadi bagian dari mata pelajaran dan ujian di sekolah Tina. "Selama beratus-ratus tahun, buku sejarah dan agama kami mengajarkan untuk membenci dan mengolok-olok agama Islam," ungkap Tina.

Tina mengatakan>,"Dalam buku-buku kami, Islami bukan agama dan Muhammad bukan nabi. Muhammad hanya seorang pemimpin yang sangat cerdas dan seorang politisi yang menggabungkan hukum dan aturan-aturan dalam keyakinan orang Yahudi dan Kristen, kemudian menambahkannya dengan ide-idenya sendiri dan menaklukkan dunia.""Di sekolah, kami diajarkan untuk mengolok-olok Nabi Muhammad, para isteri dan sahabat-sahabatnya," sambung Tina.

Meski demikian, Tina menyatakan bahwa saat ini tidak orang Yunani yang masih mempercayai ajaran semacam itu. "Alhamdulillah, Allah melindungi hati saya. Banyak orang-orang Yunani lainnya yang berhasil melepaskan diri dari kepercayaan yang diwariskan agama Kristen Ortodoks, yang dibebankan pada pundak mereka. Dengan kehendak Allah, mata, hati dan telinga mereka telah terbuka untuk melihat bahwa Islam adalah agama yang benar yang diturunkan oleh Allah. Dan Muhammad adalah seorang Nabi, Nabi terakhir dari seluruh Nabi," papar Tina.

Tina bersyukur karena tidak sulit baginya untuk memeluk Islam, karena kedua orangtua Tina sendiri bukanlah penganut Kristen Ortodoks yang relijius. "Mereka jarang beribadah dan hanya ke gereka jika ada pemakaman atau acara pernikahan," kata Tina.

Ia menambahkan, "Ayah saya jauh dari agamanya, karena ia hampir setiap hari menyaksikan penyelewangan yang dilakukan para pendeta. Bagaimana mereka bisa ceramah soal Tuhan dan ketuhanan, jika pada saat yang sama mereka mencuri uang gereja untuk membeli villa, mobil Mercedes dan melakukan homokseksualitas di kalangan mereka?Ayah saya jadi muak dan memutuskan untuk jadi ateis."

Menurut Tina, dalam kekristenan, menjadi seorang pendeta adalah profesi yang menguntungkan. Para pendeta yang korup memicu anak-anak muda Kristen menjauh dari agama Kristen dan mereka mencari keyakinan yang lain. Termasuk Tina yang kala itu masih remaja.
Menjadi Seorang Muslim

Tina mengaku sejak remaja ia sudah merasa tidak puas dan tidak percaya lagi dengan ajaran Kristen. Tina percaya Tuhan itu ada, ia mencintai Tuhan dan takut pada Tuhan. Tapi ajaran Kristen membuatnya bingung. Tina pun mulai melakukan pencarian, tapi tidak pernah melirik agama Islam. "Mungkin karena latar belakang lingkungan saya yang membenci Islam," tukasnya.

Hidayah itu datang dari seorang lelaki Muslim yang kemudian menikah dengan Tina. Suaminya menjawab semua pertanyaan Tina tentang agama Islam tanpa merendahkan agama yang dipeluk Tina sejak lahir. "Suami saya juga tidak pernah menekan saya atau menyuruh saya pindah agama," aku Tina.Tiga tahun menjalani pernikahan, Tina belajar banyak tentang Islam, membaca Al-Quran dan buku-buku agama. Wawasannya tentang ketuhanan mulai terbuka, bahwa tidak ada konsep trinitas dalam Islam dan bahwa Yesus bukan Tuhan. Muslim meyakini bahwa Tuhan itu satu dan Yesus adalah seorang Nabi. Keyakinan itu yang mendorong Tina mengucapkan dua kalimat syahadat untuk menjadi seorang Muslim.

"Selama bertahun-tahun saya merahasiakan keislaman saya dari orang tua, keluarga dan teman-teman saya. Saya dan suami tinggal di Yunani dan berusaha ibadah sesuai ajaran Islam meski sangat sulit karena dii tempat tinggal saya, tidak ada masjid dan tidak akses untuk belajar Islam. Ia juga tidak pernah menjumpai orang salat atau mengenakan jilbab, " tutur Tina.

Yang ada, kata Tina, hanya sejumlah imigran Muslim yang datang ke Yunani untuk mengembangkan bisnis. Tapi mereka sudah terpengaruh oleh budaya dan gaya hidup Barat dan tidak lagi menjalankan ajaran Islam.

"Saya dan suami melaksanakan salat dan puasa dengan mengandalkan kalender. Kami tidak pernah mendengar adzan di sini dan tidak ada komunitas Muslim yang bisa memberikan dukungan moril pada kami. Lama kelamaan, kami merasakan adanya penurunan dari sisi keimanan. Bisa dibayangkan, saya seorang mualaf tanpa dasar-dasar pengetahuan tentang Islam yang memadai," ujar Tina.

Oleh sebab itu, Tina dan suaminya memutuskan pindah ke salah satu negara Muslim ketika anak perempuannya lahir. "Kami ingin menyelamatkan puteri dan jiwa kami. Kami tidak ingin puteri kami hidup di lingkungan budaya Barat dimana ia harus berjuang untuk mempertahankan identitasnya sebagai Muslim atau bahkan identitasnya itu hilang sama sekali," papar Tina. (ln/readislam


selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |