Air Ramadhan

Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. 70% bumi terdiri dari air, dan tubuh kita sebagian besar terdiri dari air. Tanpa air peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah karena bumi akan menjadi sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar biasa panas, masif, dan mengambang di alam raya menuju kemusnahan. Demikian halnya dengan asal muasal dan maksud penciptaan manusia adalah untuk beribadah dan ketaatan kepada RabbNya, pengingkarannya akan mendapatkan balasan sebagaimana umat-umat terdahulu, seperti kisah nabi kaum nabi Nuh As yang ditenggelamkan oleh air bah, kaum nabi Luth As yang di azab dengan gunung berapi, dsb. Ketidakadaan ketaatan dan ibadah kepada RabbNya, akan mendatangkan azab dan kemusnahan kehidupan manusia Allah SWT berfirman : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyaat: 56) “Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zhalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu).” (QS. Al-Hajj: 48) Hadits Nabi SAW : Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabal RA., dari Rasulullah saw., beliau bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Sertailah (tutuplah) kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan tadi akan menghapus kejelekan, dan gaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Turmudzi) Di antara waktu kehidupan manusia dalam melakukan ibadah dan ketaatan kepadaNya dalam 12 bulan, ada satu bulan yang sangat istimewa yaitu Ramadhan. Bulan yang penuh ampunan, bulan dibelenggunya syaithan. Bulan lebih baik dari seribu bulan, bulan amalan ibadah dilipatgandakan oleh Allah SWT. Ibarat siklus air (hidrologi), Ramadhan adalah puncak siklus ketaatan dan ibadah kepada RabbNya. • Air Ramadhan adalah kebutuhan dasar hidup manusia Sebuah penelitian menunjukkan bahwa manusia dapat tahan hidup lebih lama tanpa makanan dari pada tanpa air. Tidak ada satu makhluk hidup pun yang tidak membutuhkan air. Ibadah dan ketaatan kepada Rabbnya adalah kebutuhan dasar manusia, dan Ramadhan adalah waktu puncak ibadah dan ketaatan. • Air Ramadhan yang dinantikan Ibarat kita melakukan perjalanan panjang kehidupan selama satu tahun perjalanan, maka dahaga itu sangatlah kuat, dan Allah SWT telah menyediakan air pelepas dahaga itu yaitu Ramadhan. Kekeringan ruhiyah , kegersangan jiwa harusnya tersirami oleh amalan Ramadhan kita, dan ia juga menjadi bekal menghadapi perjalanan kehidupan selanjutnya. • Air Ramadhan yang menyejukkan Jika lingkungan kita banyak terdapat air maka suasana menjadi sejuk, tumbuhan yang mengandung dan menyerap air, akan membuat rumah tampak asri dan indah. Amalan-amalan Ramadhan yang salah satu ibrahnya adalah ibadah sosial, harusnya menjadikan menjadi pribadi yang indah karena keindahan akhlaqnya orang yang berpuasa dan dapat menyejukkan lingkungan sosialnya. • Air Ramadhan yang menyegarkan Di suatu hari yang sangat terik, terkadang kita sangat menginginkan minum sesuatu yang sangat melegakan dan menyegarkan tubuh kita, semisal es cendol, kelapa muda, es pisang ijo, atau yang lainnya. Demikian halnya dalam kehidupan kita yang disibukkan dengan sejuta aktivitas, maka kita memerlukan sesuatu yang dapat merefresh kepenatan pikiran dan rutinitas, ia adalah amalan Ramadhan kita. • Air Ramadhan menghidupkan kembali Ketika kemarau panjang, banyak tumbuhan mengering dan bahkan tampak mati, tapi saat musim hujan tiba tumbuhan menjadi sangat cepat tumbuh, tampak hijau dan sangat subur. Pasang surut kehidupan keimanan itu adalah biasa, iman itu kadang bertambah dan kadang berkurang, namun jangan dibiarkan terlalu lama kekeringan keimanan kita, karena ia akan menyengsarakan dan mematikannya. Dan Ramadhan adalah saat yang paling tepat untuk menghidupkannya. • Air Ramadhan penghilang debu dan noda Air adalah bahan utama untuk membersihkan debu dan noda, dan untuk hasil yang lebih maksimal dapat ditambahkan detergen dan pewangi. Manusia adalah tempatnya salah dan dosa, baik disadari ataupun tidak disengaja, dan sebaik-baik orang yang salah dan berdosa adalah mereka segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Ramadhan bulan magfirah (pengampunan). Saat yang paling tepat kita menghapus debu dan noda kehidupan, dan dibarengi dengan amalan-amalan Ramadhan kita Wallahu A’lam bishshawab. Imam Rohani Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/08/13947/air-ramadhan/#ixzz21DvLsIP8 /@cwi

selengkapnya...

Bulan Ramadhan: Bulannya Anak-Anak Yatim


ALHAMDULILLAH, tidak beberapa lama lagi kita akan masuk ke dalam Bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan kemuliaan. Berbagai acara pun digelar untuk menyambut kedatangannya, mulai dari pawai simpatik anak-anak sekolah, berbagai kajian dan tausiah pembekalan Ramadhan, bakti sosial dan bazaar murah, sampai dengan tempat pemakaman umum pun ramai diziarahi masyarakat. Namun terkadang kita luput memperhatikan, bahwa ada bagian kecil masyarakat kita, yang mungkin tidak begitu ceria sebagaimana gembiranya anak-anak yang bisa tertawa dengan ayah dan bundanya untuk menyambut bulan Ramadhan, bahkan bisa jadi, ketika anak-anak kita bisa berpakaian serba baru nantinya di hari kemenangan, mereka hanya bisa melihat dan berharap adanya kebaikan orang lain yang menghampirinya untuk membelikannya pakaian. Ya, merekalah ANAK-ANAK YATIM yang ditinggalkan oleh ayahnya untuk selama-lamanya. Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa ‘Hari Rayanya’ anak-anak yatim itu adalah pada Bulan Muharram, tepatnya tanggal 10 Muharram. Kita bisa lihat pada Bulan Muharram, berbagai kegiatan amal digelar untuk anak-anak yatim, semua komponen masyarakat baik personal maupun lembaga, seolah berlomba untuk ambil bagian, mereka (anak-anak yatim) bagaikan artis dadakan pada hari itu, ya inilah Hari Raya Yatim. Apabila dikaji lebih mendalam, tentang anggapan bahwa Bulan Muharram adalah “Lebarannya Yatim” dan seakan-akan menjadi “WAJIB” untuk merayakannya, ternyata pemahaman itu keliru, karena menyandarkannya pada sebuah hadits palsu, yang bunyinya seperti ini: “Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat”. Dengan tidak bermaksud mengatakan bahwa menyantuni yatim di Bulan Muharram sebagai suatu kesia-siaan, namun sepertinya perlu juga disampaikan, bahwa anak-anak yatim itu tidak hanya hidup di Bulan Muharram lalu kita lupakan mereka pada 11 bulan selanjutnya. Begitu mulianya bagi setiap orang yang mau berbagi dengan anak-anak yang kurang beruntung ini, dengan tidak hanya melakukan amal kebaikan itu di satu bulan saja. Ada Bulan Ramadhan sebagai bulan agung yang dimuliakan Allah SWT dan Rasulullah SAW, sebagai sarana beramal lebih banyak lagi, apatah lagi membantu menyantuni anak-anak yatim. Adapun tentang keutamaan menyayangi mereka, banyak ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi yang menjelaskan hal tersebut Allah SWT berfirman: ‘Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”. [Al Ma'un : 1-3] Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits shahihnya, bersabda: “Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim di antara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” [HR. Abu Ya'la dan Thabrani, Shahih At Targhib, Al-Albaniy: 2543]. Begitu istimewanya anak-anak yatim itu, sehingga Rasulullah SAW mengatakan: “Aku dan orang-orang yang mengasuh/menyantuni anak yatim di Surga seperti ini”, Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya. [HR. Bukhari] SUBHANALLAH, begitu teramat istimewanya mereka (anak-anak yatim) sehingga, amat sangat disayangkan sekali sekiranya Ramadhan yang dipahami kemuliaan dan keutamaannya, berlalu tanpa kebaikan untuk mereka. Anak-anak yatim, merupakan amanah Allah SWT yang dititipkan kepada kita, mereka adalah bagian dari potret hidup yang menggambarkan, bahwa sesungguhnya “sangat tidak nyaman” ketika seorang anak tidak memiliki ayah sebagai pelindung, memberinya makan dan pakaian, dan hal kebahagiaan yang lainnya. Mereka juga bagian dari ujian terhadap keimanan hamba, mengingatkan akan pentingnya makna UKHUWWAH, TAKAFUL dan BERKASIH SAYANG. Mereka lah sumber cahaya, yang dapat MELUNAKKAN HATI yang keras, mengenyahkan sifat SIFAT BAKHIL/KIKIR terhadap harta, serta menjadi sarana bagi dibukanya pintu-pintu rezeki. Rasulullah SAW mengatakan: “Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabi pun bertanya: sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” [HR Thabrani, Targhib] Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun dua malaikat. Lalu salah satunya berkata, “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata, “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).” [HR. Al-Bukhari no. 1442 & Muslim no.1016] Sungguh sangat beruntung, jika Ramadhan kali ini, dipenuhi dengan aktivitas sosial guna menyayangi mereka dan mengajaknya bergembira di bulan penuh mulia ini. Menyayangi mereka, bukan sekadar mengajaknya BERBUKA PUASA namun harus lebih dari itu, memberikan sedekah dengan menyisihkan harta untuk mereka bersekolah dan menyiapkan mereka bersuka cita di hari kemenangan (’Idul Fitri) adalah bagian dari akhlak mulia kepadanya. Kita sangat berharap, bahwasanya Ramadhan kali ini, yang bisa jadi menjadi Ramadhan terakhir bagi kita, dapat diisi dengan prestasi amal yang lebih banyak, dapat mensucikan harta yang dimiliki, sehingga beroleh keberkahan dari apapun yang dimiliki. Harta dengan berbagai aksesorisnya adalah milik Allah SWT yang dititipkan sementara kepada kita, tidak akan pernah kekal, bahkan bisa jadi akan habis dan lenyap sama sekali. Harta yang bersih akan mendatangkan ketenangan, keberkahan dalam hidup sekaligus menjadi penolak bala dan penyakit. Namun sebaliknya, harta yang kotor, yang hanya ditumpuk karena takut berkurang atau hilang, yang dibelanjakan hanya untuk diri dan keluarganya, yang dipertontonkan kepada orang – hanya untuk mendapatkan pujian, acapkali menjadi “sandungan” dan mengundang FITNAH dalam hidup. Oleh karena seorang hamba akan mencapai hakikat KEBAIKAN dengan SEDEKAH sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [Ali Imran: 92] Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah itu tak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” [HR. Muslim no. 2588] Mari kita optimalkan Ramadhan dengan mengasihi dan menyayangi anak-anak yatim, karena efek kebaikan dari optimalisasi amal di Bulan Ramadhan akan terus dapat dilanjutkan pada bulan-bulan selanjutnya. Setelah Ramadhan pun kita akan terus menerus ingat dengan anak-anak yatim, karena sesungguhnya mereka pun memiliki hak untuk diperhatikan, bukan hanya di bulan Muharram atau bulan Ramadhan saja. Wallahu a’lam. Muhammad Yusro icon_facebook icon_twitter icon_google+ icon_email Seorang guru dan motivator yang selalu ingin berbagi. Ph.D - Student Université Blaise Pascal, France. Pernah menjadi Ketua Yayasan Yatim Piatu... Lanjut... Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21639/bulan-ramadhan-bulannya-anak-anak-yatim/#ixzz21E9DH7o7 /@cwi

selengkapnya...

Ramadhan Terindah di Bumi Sakura

Hari hari Ramadhan di negeri Sakura biasa kulalui sendiri. Bangun di penghujung malam saat suami sedang tertidur pulas, menyeruput teh hangat dan menyantap hidangan dalam kesendirian adalah hal yang tak pernah ku terbiasa dengannya. Walau bertahun-tahun mengalami hal yang sama, tak pernah ku terbiasa dengan keadaan itu. Selalu hadir rasa sepi, rasa sedih, rasa khawatir tentang bagaimana dengan suamiku? Bagaimana nasibnya di akhirat kelak, aku tak ingin bersama hanya di dunia, aku ingin cinta ini sampai ke surga. Walau bertahun-tahun ku alami rasa sepi tak terkira setiap Ramadhan, berpuasa sendiri, tidak, tak pernah aku terbiasa tanpanya. Dan aku tak mau terbiasa dengan keadaan ini. Karena jika ku tak sedih, tak merasa sepi, terbiasa berpuasa tanpanya, berarti hatiku telah mati. Mati untuk mencintai suamiku dengan cinta yang sebenarnya. Yaitu mencinta dengan cinta yang dicintaiNya. Merenung kembali, seakan menahkodai kapal besar nan berat. Tidak ada jalan lain, kecuali aku nahkodanya. Tidak ada jalan lain, kecuali aku harus kuat. Agar kapal ini sampai di tujuannya. Istana abadi, dimana kita sekeluarga bertelekan di atas dipan-dipannya.
Suamiku puasa hanya saat libur, seminggu dua kali. Seperti karakter orang Jepang pada umumnya yang workaholic, dan empat belas jam kerja menjadi unsur sebab akibat untuk tidak berpuasa. Tidak pernah ku memaksa melainkan mencoba memahami dan memahami lagi, walaupun hati ini menjerit,” Harus tunggu sampai kapan, aku takut maut menjemputmu sebelum kau sadar. Bukankah sudah sepuluh tahun…, kau dalam pelukan Islam.” Satu yang menghiburku adalah saat sang buah hati semangat berpuasa. Walau masih berumur lima tahun, putri kecilku satu-satunya semangat ikut sahur dan berbuka. Saat berumur enam tahun, ia marah saat dilarang berpuasa sampai Maghrib. Sakit demam berdarah saat liburan musim panas di Jakarta memaksanya untuk berpuasa sampai tengah hari saja. Alhamdulillah beranjak tujuh tahun, hampir sebulan penuh si putri kecil bisa berpuasa sampai Maghrib di tengah terik matahari musim panas, di tengah teman-teman sekolah yang tidak berpuasa, yang saat itu lamanya waktu puasa adalah kurang lebih enam belas jam ! Adakah yang bisa membayangkan, bagaimana sedihnya hatiku saat aku dan putriku bangun jam dua malam untuk sahur sedangkan ayahnya masih tertidur lelap? Adakah yang bisa meraba keping hati ini saat aku dan putriku dengan sukacita berbuka dan suamiku sibuk di kantornya tanpa puasa? Hari libur suami menjadi hari yang ku tunggu-tunggu untuk berpuasa sekeluarga tanpa seorang pun tertinggal. Alhamdulillah, walau suamiku berpuasa hanya saat libur, namun sepertinya keharmonisan Ramadhan antara aku dan putriku memercikkan sedikit demi sedikit atmosfirnya pada jiwa suami. Tahun berikutnya, tahun kesebelas pernikahan kami. Sinar-sinar hidayah makin banyak menembus ruang hati suamiku. Ketegaran dan ketegasan putri kesayangannya akan penerapan nilai-nilai Islam menundukkan hatinya perlahan. Beberapa hari memasuki Ramadhan 2011, putriku beranjak 8 tahun. Tahun itu ada yang berbeda, suamiku sibuk memikirkan hiasan dekorasi Ramadhan yang cocok bersama buah hatinya. Mereka menggunting, menempel, menggantung hiasan-hiasan Ramadhan yang mereka bikin bersama. “Papa nanti puasa, khan?“ tanya si kecil sambil mengoper hiasan Ramadhan ke papanya yang berdiri di atas kursi untuk menggantungkannya di dinding. “Ya, Papa akan berusaha puasa saat libur,” jawab suamiku. Mm… hanya hari libur? Baiklah, untuk ikut heboh menghias rumah menyambut Ramadhan saja sudah suatu kemajuan luar biasa. Aku hanya bisa berharap dan berdoa agar suamiku bisa berpuasa lebih dari hari liburnya. Tiba saat malam sebelum hari pertama Ramadhan. Saat kami makan malam, aku sampaikan pada anakku bahwa ia terpaksa harus sahur sendiri dan puasa sendiri besok, karena aku berhalangan. “Jadi Mama cuma nemenin sahur ya, Sayang,” kataku. Ternyata anakku itu sama sekali tidak peduli walau ia harus puasa sendiri. Semangat Ramadhannya terlalu berkobar untuk dapat dipadamkan. Tapi, terlihat perubahan air muka suamiku saat mengetahui putri kesayangannya ternyata harus puasa sendiri besok. Dengan terbata-bata dia berkata, “Ja… jadi, di …di rumah ini hanya Azu yang puasa…?” Suamiku gelisah. “Besok Papa ikut sahur dan puasa, deh. Nemenin Azu. Kasihan kalau puasa sendiri,” katanya. “Oke,” kataku yang masih berkeyakinan bahwa itu hanya kemauan yang temporal dari suami. Keesokan harinya, mereka berdua bangun, sahur, puasa sampai Maghrib. Sampai tiba saat masa halangan puasaku habis, aku kira suamiku hanya akan berhenti sampai di sini. Ternyata tidak, dia terlalu menikmati waktu-waktu sahur sebagi waktu extra dimana dia dapat bercanda bersama keluarga dalam kehangatan yang istimewa, waktu yang tak bisa ia dapatkan selain bulan Ramadhan. Ia menikmati berpuasa walau hari itu hari kerja, dan ia benar-benar berusaha berpuasa setiap hari. Ia menikmati malam Ramadhan dimana pengalaman lapar dan dahaga di hari itu menjelma sebagai suatu kepuasan yang kita rasakan bersama. Ya Allah, nikmat apa lagi yang dapat kudustakan? Satu bulan berlalu, tibalah saat perpisahan dengan tamu agung itu. Rasa haru melepas Ramadhan yang biasa kurasakan hanya berdua dengan putri kecilku ternyata kini dirasakan juga oleh suami tercinta. Beberapa hari setelah Ramadhan, suamiku berucap,” Andai setiap bulan adalah bulan Ramadhan, andai sepanjang tahun adalah Ramadhan. Sungguh, aku merasa saat Ramadhan adalah saat-saat paling sehat, segar dan fit. Semua keluhan kesehatanku hilang saat aku berpuasa. Dan itu bulan yang paling menyenangkan ya untuk kita sekeluarga.” Allahu Akbar! Allahu Akbar! Bergema takbir di hatiku saat mendengarnya. Ramadhan kesebelas di pernikahan kita, insya Allah adalah awal Ramadhan terindah dari Ramadhan-Ramadhan indah lainnya yang akan kita lalui bersama. Ramadhan yang aku akan terbiasa dengannya. — Tokyo, akhir Juni. Menghitung hari-hari menjelang Ramadhan… Nuniek Nuriani Nuriman icon_facebook icon_twitter icon_google+ icon_email Seorang Muslimah Indonesia yang menikah dengan warga negara Jepang mualaf dan menetap di Tokyo. Senang sharing tentang perjuangan para muslimah... Lanjut... Situs web: http://zusa14.multiply.com Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21403/ramadhan-terindah-di-bumi-sakura/#ixzz21Du8IzeZ /@cwi

selengkapnya...

Ramadhan, Masihkah Wisata Kuliner?

Tahukah Anda, selama hidupnya seorang manusia rata-rata mengkonsumsi makanan sebanyak 100.000 pond, setara dengan berat 6 ekor gajah dewasa! Saya tertegun membacanya. Masya Allah… Sebanyak itukah kita makan selama hidup? Begitu banyak limpahan nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Itu baru nikmat berupa makanan. Sungguh kita tak akan sanggup menghitung banyaknya nikmat yang Allah limpahkan kepada kita. Subhanallah… Makanan memang salah satu kenikmatan dunia. Manusia hidup butuh makanan, sebagai sumber energi sehingga kita dapat beraktivitas. Makanan juga erat hubungannya dengan nafsu. Ada yang mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Ada juga yang selalu ingin makanan enak (tinggi lemak) padahal tahu makanan itu tidak baik untuk kesehatan. Tapi karena nafsu, kita tetap menyantapnya. Ya, nafsu seringkali menguasai kita, mengalahkan akal sehat kita. Kini makan bukan lagi sekadar sumber energi dan penghilang rasa lapar. Makan telah menjadi gaya hidup! Lihatlah, kafe-kafe ramai dikunjungi sebagai bagian dari gaya hidup. Foto-foto makanan lezat seringkali di post di wall Facebook, wisata kuliner begitu happening di negeri ini. Makanan enak di manapun selalu diburu oleh para pecinta kuliner. Bahkan untuk acara pesta di rumah sampai mengundang chef kondang! Tentang wisata kuliner, dalam tausiyahnya seorang ustadz pernah bertanya, apa yang kita lakukan bila tiba di tempat yang baru? Mungkin jawaban kita adalah wisata kuliner!
Ternyata yang ustadz tadi lakukan pertama kali bila ia tiba di tempat baru ternyata bukanlah wisata kuliner. Apa yang beliau lakukan? Ternyata beliau mencari orang yang paling berilmu! Subhanallah. Jika ditanya penting mana mencari ilmu atau wisata kuliner? Tentu jawabannya mencari ilmu. Kita semua tahu betapa tingginya kedudukan ilmu dalam Islam. “Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Q. Al- Mujaadilah: 11) “Menuntut ilmu itu wajib atas tiap muslim.” (H.R Ibnu Majjah) “Barang siapa yang meniti suatu jalan mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya ke surga.” (H.R Muslim). “Keutamaan seorang ‘alim dengan atas ahli ibadah orang seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.” (H.R Abu Dawud) Seorang ulama bahkan berkata, “Saya lebih bahagia melihat dua hadits daripada melihat dua dinar.” Ya, Ilmu jauh lebih berharga daripada harta. Sungguh harta yang kita keluarkan untuk mencari ilmu tak akan sebanding dengan manfaat ilmu yang kita raih. Pertanyaan ini pun menggelitik saya, di usia kita yang tak lagi muda, berapa banyakkah ilmu agama yang kita miliki? Adakah setara dengan berat enam ekor gajah? Atau mungkin separuhnya? Atau mungkin ‘hanya’ seberat seekor gajah? Alhamdulillah… Bulan Ramadhan, bulan penuh kemuliaan telah datang. Sebulan penuh kita umat Islam diwajibkan berpuasa, mengendalikan segala hawa nafsu. Momen Ramadhan adalah saat yang tepat bagi kita untuk memperdalam ilmu agama dengan lebih banyak membaca Al Qur’an dan Hadits, tadabbur Al-Qur’an, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, duduk dalam majelis-majelis ilmu … Saudaraku, Jangan sia-siakan Ramadhan… Tak perlu berwisata kuliner, memuaskan nafsu saat berbuka puasa. Di bulan Ramadhan ini mari kita raih pahala berlipat-lipat ganda dari Allah Swt, dengan semakin meningkatkan amal shalih berlandaskan ilmu. Satu tujuan kita menjadi manusia bertaqwa. Marhaban Ya Ramadhan, semangat mencari ilmu! Wallahu a’lam bishshawaab. Silvani Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21710/ramadhan-masihkah-wisata-kuliner/#ixzz21DsIuRZ6 /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |