Tata Cara Melakukan Ibadah Haji


Kita akan menjelaskan sekilas dan secara singkat tata cara melakukan ibadah haji, yaitu: apabila seseorang hendak melakukan ibadah haji ataupun umrah, maka hendaknya ia berangkat ke Mekkah pada bulan-bulan haji, dan afdhalnya adalah berihram di miqat untuk umrah agar haji yang dilakukannya adalah haji tamattu’. Ia memulai ihram umrahnya dari miqat, dan sesaat sebelum berihram hendaknya mandi terlebih dahulu seperti mandi dari janabat, rambut kepala dan jenggot dioles dengan minyak wangi (farfum), lalu berpakaian ihram. Sebaiknya memulai ihramnya setelah usai melakukan shalat fardhu, jika memang waktunya telah masuk, atau sesudah melakukan shalat sunnah wudhu; sebab tidak ada shalat sunnat khusus untuk ihram dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian bertalbiyah dengan mengucapkan:

لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ عُمْرةً، لَبَّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكََ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شرِيْكَ لَكَ.

“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah, Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah aku penuhi; aku penuhi panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu; Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan adalah milik-Mu dan begitu pula kerajaan, tiada sektu bagi-Mu.”

Talbiyah tersebut terus dilakukan hingga tiba di Mekkah.
Talbiyah dihentikan apabila akan memulai thawaf; thawaf dimulai dengan mengusap dan mengecup Hajar Aswad jika hal itu memungkinkan, namun jika tidak, maka cukup dengan berisyarat saja kepadanya sambil mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُمَّ إِيْمَانًا بِكَ، وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ، وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ، وَاتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Mahabesar; Ya Allah, karena iman kepada-Mu, percaya kepada kitab suci-Mu, dan karena memenuhi janji-Mu serta mengikuti sunnah nabi-Mu Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam.”

Posisi Ka’bah harus berada pada posisi sebelah kiri dan berputar mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiri pada Hajar Aswad. Bagi laki-laki disunnatkan berlari-lari kecil pada putaran ketiga pertama dengan cara mempercepat jalan dan memperpendek langkah serta melakukan idhthiba’ selama thawaf, yaitu membiarkan pundak kanan terbuka sedangkan pundak kiri tertutup oleh kain ihram (diselendangkan). Dan setiap kali berada pada posisi sejajar dengan Hajar Aswad bertakbir (mengucapkan: Allahu Akbar), dan di saat berada di antara sudut Rukun Yamani dan Hajar Aswad berdoa dengan membaca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

“Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat kelak, dan hindarkanlah kami dari adzab api Neraka.”

Untuk selebihnya boleh berdzikir dan berdoa dengan dzikir atau doa apa saja yang kita kehendaki.
Dalam thawaf tidak ada doa tertentu pada setiap putarannya, maka dari itu hendaknya kita waspada terhadap berbagai buku kecil yang ada di tangan para jama’ah haji, yang di dalam buku itu ditulis doa khusus untuk setiap putaran thawaf; itu semua adalah bid’ah tidak pernah dilakukan atau diajarkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, sementara beliau sudah menegaskan: “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan”.

Ada satu perkara yang wajib diperhatikan oleh orang yang melakukan thawaf, yaitu kesalahan yang dilakukan oleh sebahagian jama’ah pada waktu ramai (berdesak-desakan); mereka thawaf masuk lewat pintu Hijir Isma’il dan keluar dari pintu yang lain. Mereka tidak menyertakan Hijir Isma’il itu sebagai bagian Ka’bah yang wajib di thawafi. Ini adalah suatu kesalahan, sebab Hijir Isma’il itu sebagian besarnya termasuk bagian Ka’bah, maka barangsiapa yang thawaf dengan menerobos lewat pintu Hijir itu, maka berarti tidak memutari (thawaf) Ka’bah dan thawafnya tidak shah.

Seusai melakukan thawaf hendaklah shalat dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan; namun jika tidak memungkinkan, maka hendaklah shalat di mana saja di dalam Masjidil Haram itu. Setelah itu pergi menuju Shafa dan apabila telah mendekatinya membaca:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ ...

tanpa mengulanginya kembali sesudah itu. Kemudian naik ke atas Shafa, menghadap ke Qiblat (Ka’bah) lalu mengangkat kedua tangan dan bertakbir serta bertahmid, lalu mengucapkan:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
Kemudian berdoa, lalu mengulang dzikir tersebut, lalu berdoa lagi, berdzikir yang ketiga kalinya.

Setelah itu turun menuju Marwa dengan berjalan kaki biasa hingga sampai pada tanda hijau (tiang hijau), dari tanda hijau itu berjalan cepat (lari-lari kecil) jika hal uitu memungkinkan dan tidak mengganggu orang lain, hingga sampai pada tanda hijau berikutnya, lalu berjalan seperti biasa hingga sampai di Marwa. Apabila telah sampai di Marwa, naik ke atasnya dan menghadap ke Qiblat sambil mengangkat kedua tangan dan membaca bacaan seperti yang dibaca di Shafa. Maka dengan demikian selesailah satu putaran.

Kemudian, dari Marwa kembali berjalan menuju Shafa, ini adalah putaran yang kedua. Bacaan yang dibaca sama dan yang dikerjakan pun sama dengan yang dikerjakan pada putaran pertama tadi. Apabila telah sempurna melakukan tujuh putaran, (dari Shafa ke Marwa dihitung satu putaran dan dari Marwa ke Shafa satu putaran) yang berakhir di Marwa, maka hendaklah menggunting seluruh bagian rambut kepala (memendekkannya) hingga benar-benar tampak pendek. Sedangkan kaum wanita cukup memotong ujung rambutnya sepanjang ujung jari kemudian bertahallul dari ihramnya secara sempurna, melakukan apa saja yang dihalalkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala seperti mencampuri istri, berwangi-wangian dan berpakaian biasa serta lain-lainnya.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah berihram kembali untuk ibadah haji. Dimulai dengan mandi, memakai wangi-wangian dan mengenakan pakaian ihram. Setelah itu pergi menuju Mina dan melakukan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Shubuh di sana (shalat lima waktu). Shalat Zhuhur, ‘Ashar dan Isya dilaksanakan secara qashar (dipersingkat menjadi dua raka’at) masing-masing pada waktunya dengan tidak men-jama’nya. Jadi hanya mengqashar saja selama berada di Mina.

Pada keesokan harinya (tanggal 9, hari ‘Arafah) setelah matahari terbit, berangkat lagi menuju padang Arafah, dan jika memungkinkan tinggal di (masjid) Namirah. Tetapi jika tidak memungkinkan maka langsung menuju kawasan Arafah kemudian singgah di sana, lalu apabila matahari sudah condong ke arah barat, lakukanlah shalat Zhuhur dan ‘Ashar dengan cara qashar dan taqdim, setelah itu habiskanlah sisa waktu untuk dzikir mengingat Allah, berdoa kepada-Nya, membaca Al-Qur’an dan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Dan hendaklah saat-saat akhir hari itu digunakan untuk berdoa kepada Allah secara serius, karena saat-saat itu merupakan saat-saat mustajab.

Apabila matahari telah terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah, setibanya di sana lakukanlah shalat Maghrib dan ‘Isya’ secara jama’ qashar ta’khir, dan hendaknya tetap berada di Muzdalifah hingga shalat Subuh. Setelah itu berdoa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala hingga cahaya tampak terang sekali, kemudian berangkat melanjutkan perjalanan menuju Mina. Bagi orang-orang yang tidak mampu menghadapi desakan para jama’ah (di waktu melontar Jumrah) boleh berangkat dari Muzdalifah sebelum fajar Subuh terbit, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah memberikan keringanan (rukhshah) untuk hal yang demikian.

Apabila telah sampai di Mina bergegaslah melontar Jumrah ‘Aqabah dengan tujuh lontaran (lemparan) dengan menggunakan tujuh biji batu kerikil kecil, pada setiap lontaran dibarengi dengan takbir (membaca: Allahu akbar), setelah itu menyembelih hewan hady yang telah disiapkan sebelumnya, lalu mencukur habis rambut kepala. Mencukur habis rambut kepala itu lebih baik dan lebih utama daripada memendekkannya saja, tetapi jika hanya dipendekkan saja, maka tidak mengapa. Bagi wanita cukup memotong ujung rambutnya saja kira-kira seujung jari. Dengan demikian selesailah melakukan tahallul pertama, maka boleh baginya melakukan semua larangan ihram kecuali jima’ (bersetubuh).

Setelah itu pergi ke tempat peristirahatan (kemah) untuk berbersih diri (mandi dll), berwangi-wangian dan memakai pakaian biasa, setelah itu berangkat menuju Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah sebanyak tujuh putaran dan sa’i di Shafa dan Marwa sebanyak tujuh putaran juga. Thawaf dan sa’i tersebut adalah untuk thawaf dan sa’i haji, sebagaimana thawaf dan sa’i yang dilakukan di waktu pertama datang ke Mekkah sebagai thawaf dan sa’i umrah. Maka dengan (melakukan thawaf ifadhah dan sa’i tersebut) boleh melakukan apa saja, termasuk bersetubuh dengan istri.

Mari kita perhatikan apa yang harus dilakukan oleh jama’ah haji pada hari ‘Idul Adha (10 Dzulhijjah)? Jama’ah haji pada hari ‘Idul Adha melakukan: melontar jumrah ‘Aqabah, lalu menyembelih hady (hewan kurban), lalu mencukur atau memendekkan rambut kepala, lalu thawaf, dan kemudian sa’i. Itulah lima manasik haji yang dikerjakan secara berurutan, namun jika dilakukan tidak secara berurutan maka tidaklah mengapa, karena pada suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ditanya tentang mendahulukan yang satu dan menunda yang lain, maka setiap pertanyaan tentang mendahulukan dan mengakhirkan salah satu dari lima macam manasik tersebut beliau jawab, “Lakukanlah dan tidak mengapa”.

Karena itu, jika dari Muzdalifah langsung menuju Mekkah, lalu di sana melakukan thawaf dan sa’i kemudian ke Mina dan melontar, maka tidak mengapa; seandainya melontar lalu mencukur rambut sebelum menyembelih hady juga tidak mengapa; jika melontar lalu pergi ke Mekkah dan mengerjakan thawaf dan sa’i, juga tidak mengapa; dan jikalau setelah melontar, menyembelih dan mencukur rambut lalu pergi ke Mekkah dan melakukan sa’i sebelum melakukan thawaf, juga tidak mengapa. Yang penting adalah bahwa mendahulukan salah satu di antara lima macam manasik tersebut terhadap yang lainnya boleh-boleh saja, karena setiap pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tentang hal tersebut beliau jawab, “Lakukan dan tidak mengapa”. Itu terhadapsemua merupakan bagian dari kemudahan dan belas kasih dari Allah hamba-hamba-Nya.

Amalan-amalan ibadah haji yang masih tersisa sesudah itu adalah mabit (bermalam) di Mina pada malam tanggal 11, 12 dan 13 bagi yang pulang lebih akhir, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa baginya, bagi orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 203).

Maka hendaklah bermalam (mabit) di Mina pada malam ke 11 dan 12; bermalam pada dua malam itu boleh dengan cara berdiam di sana dalam ukuran malam yang lebih banyak.

Apabila matahari telah tergelincir pada hari ke 11 (tanggal 11) maka melontar tiga Jumrah, dimulai dari Jumrah Shughra, yaitu Jumrah yang pertama yang terletak paling timur dibanding jumrah yang lain. Melontar dilakukan sebanyak 7 kali dengan 7 kerikil secara berurutan, pada setiap lontaran (lemparan) dibarengi dengan takbir (membaca: Allhu akbar), setelah itu beralih sedikit dari keramaian dan menghadap Kiblat dengan mengangkat kedua tangan seraya berdoa (memohon) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala secukupnya. Kemudian maju menuju Jumrah Wustha lalu melontarnya sebanyak 7 kali secara berurutan, pada setiap lontaran dibarengi dengan takbir, kemudian maju sedikit keluar dari keramaian manusia dan berdoa secukupnya sambil mengangkat kedua tangan dengan menghadap Kiblat; sesudah itu menuju Jumrah Aqabah dan melontarnya dengan 7 kerikil secara berurutan dan setiap lontaran dibarengi dengan takbir. Di sini tidak perlu berdoa karena mencontoh Rasulullah .

Pada hari ke-12 (tanggal 12) melontar tiga Jumrah sebagaimana hari sebelumnya, demikian pula pada hari ke-13 jika menangguhkan keberangkatannya hingga hari ke-13.
Tidak boleh bagi siapa saja melontar pada hari ke-11, 12 dan 13 sebelum zawal (sebelum matahari tergelincir), sebab Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tidak pernah melontar kecuali sesudah zawal, dan beliau bersabda, “Mencontohlah kamu kepadaku dalam cara melaksanakan manasik haji”.

Para shahabat Nabi pun selalu menunggu waktu zawal untuk melontar, maka apabila waktu zawal tiba mereka pun melontar. Kalau sekiranya melontar sebelum zawal itu boleh, niscaya Nabi n telah menjelaskannya kepada umatnya, baik itu melalui praktek beliau sendiri, ucapannya ataupun melalui iqrar-nya, dan niscaya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tidak memilih waktu siang hari, yaitu waktu terik panas matahari untuk melontar; apalagi di pagi hari itu lebih memudahkan jama’ah.

Dengan demikian jelaslah bahwa melontar di pagi hari itu tidak boleh, sebab sekiranya melontar di pagi hari itu termasuk ajaran Allah Ta'ala, niscaya Dia ajarkan kepada hamba-hamba-Nya, karena waktu pagi itu lebih mudah, di mana kita ketahui bahwasanya Allah Subhannahu wa Ta'ala biasanya menetapkan hukum yang termudah bagi hamba-hamba-Nya.

Namun demikian, boleh bagi seseorang yang tidak mampu menahan desakan orang banyak atau berangkat menuju Jamarat (pelontaran) pada siang hari untuk menunda waktu melontarnya hingga di malam hari, karena malam hari masih termasuk waktu melontar; dan tidak ada dalil yang menegaskan bahwa melontar pada malam hari itu tidak sah. Dalil yang ada adalah bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menetapkan kapan waktu melontar boleh dimulai dan beliau tidak menetapkan batas waktu melontar berakhir, sedang hukum yang menjadi pegangan adalah bahwa perkara yang mempunyai makna mutlaq harus diberlakukan kemutlakannya, kecuali apabila ada dalil lain yang membatasinya dengan suatu sebab atau waktu.

Hendaknya setiap jama’ah haji selalu bersikap hati-hati dan tidak menganggap remeh masalah melontar Jamarat; karena banyak jama’ah yang meremehkannya sampai rela mewakilkannya kepada orang lain untuk melontarkan bagi dirinya, padahal dia masih mampu melontar sendiri! Yang demikian itu tidak boleh dan tidak sah, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam Kitab Suci-Nya:
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”. (Al-Baqarah: 196).

Melontar Jumrah itu termasuk amalan haji, maka tidak boleh diabaikan; dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pun tidak pernah mengizinkan keluarganya yang lemah untuk mewakilkan kewajiban melontar mereka kepada orang lain, beliau hanya mengizinkan kepada mereka berangkat dari Muzdalifah pada dini hari supaya mereka dapat melontar sendiri sebelum keramaian manusia. Dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pun tidak mengizinkan para pengembala unta (yang beribadah haji) yang harus meninggalkan Mina karena ternak mereka untuk mewakilkan lontaran mereka kepada orang lain. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hanya mengizinkan mereka agar sehari melontar dan sehari tidak, lalu mereka melontar pada hari ketiga. Semua itu menunjukkan betapa pentingnya seorang jama’ah haji melontar sendiri dan tidak mewakilkannya kepada siapa pun. Ya, kacuali jika dalam keadaan terpaksa, maka boleh diwakilkan kepada orang lain, seperti karena sakit atau sudah lanjut usia, tidak mampu datang ke tempat pelontaran, atau karena hamil (bagi wanita) yang khawatir akan keselamatan diri dan bayi dalam kandungannya, maka dalam kondisi seperti itu melontar boleh diwakilkan.

Kalau sekiranya tidak karena ada riwayat dari sebahagian shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang menyatakan bahwa mereka melontarkan untuk anak-anak mereka, niscaya kami katakan, “Sesungguhnya orang yang lemah, gugur kewajiban melontarnya, karena melontar adalah kewajiban yang ia tidak mampu melakukannya, oleh karena itu, kewajiban itu gugur karena ketidakmampuannya”, akan tetapi karena ada riwayat jenis perwakilan melontar bagi anak-anak, maka tidak mengapa kalau orang yang tidak mampu melontar sendiri disamakan dengan anak-anak kecil.

Yang penting adalah, kita wajib mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, tidak meremehkannya, dan berusaha semaksimal mungkin melakukannya dengan diri kita sendiri, karena hal tersebut adalah ibadah, sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَرَمْيُ الْجَمَرَاتِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ.

“Sesungguhnya thawaf di Baitullah dan di antara Shafa dan Marwa serta melontar Jumarat itu diperintahkan untuk menegakkan dzikir kepada Allah.” (Dikeluarkan oleh Abu Daud (no. 1888) dalam kitab Al-Manasik, At-Tirmidzi (no. 902) dalam kitab Al-Hajj, Ia mengatakan hasan shahih.)

Apabila haji telah selesai dilakukan, maka seseorang tidak boleh meninggalkan kota Mekkah menuju negerinya sebelum melakukan thawaf wada’ (thawaf perpisahan). Ibnu Abbar Radhiallaahu anhu berkata, “Pada suatu saat orang-orang pada pulang dari segala arah, maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Jangan ada seorang pun yang pulang sebelum akhir urusannya adalah di Baitullah (thawaf).”( kitab Al-Hajj )

Kecuali kalau wanita haid atau nifas dan telah melakukan thawaf ifadhah, maka thawaf wada’ menjadi gugur darinya. Di dalam hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu ia menuturkan, “Para jama’ah haji diperintahkan agar akhir urusan mereka adalah di Baitullah (thawaf), hanya saja thawaf tersebut digugurkan bagi wanita haid”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1755) dalam kitab Al-Hajj, Muslim (no. 380) dalam kitab Al-Hajj.).

Dan juga, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tatkala dikatakan kepadanya, bahwa Shafiyah (istri beliau) telah melakukan thawaf ifadhah, beliau bersabda, “Jika begitu hendaklah ia berangkat.”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1757, 1758, 1759) dalam kitab Al-Hajj, Muslim (no. 382-387) dalam kitab Al-Hajj.) Pada saat itu Shafiyah dalam keadaan haid.

Thawaf wada’ tersebut harus (wajib) menjadi sesuatu yang paling akhir (dari keberadaan kita di Mekkah). Dan dengannya kita dapat mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian jama’ah di saat mereka turun ke Mekkah, di sana mereka melakukan thawaf wada’, lalu kembali ke Mina, dan di Mina mereka melontar lalu berangkat menuju negeri mereka dari Mina adalah salah besar, thawaf wada’ yang mereka lakukan tidak mencukupinya, karena mereka tidak menjadikan thawaf sebagai amalan terakhir yang mereka lakukan, melainkan melontar jumrah yang mereka jadikan sebagai amalan akhir haji mereka. /@cwi

sumber: http://www.alsofwah.or.id


selengkapnya...

Perdebatan Lanjutan Hanung Bramantyo vs Wartawan 'Suara Islam' (2)

Inilah Debat Lanjutan Wartawan Suara Islam (Abdul Halim Ayim) dengan Sutradara film "?" Hanung Bramantyo via Facebook:

wartawan SI (16 April jam 7:32):

Terima kasih atas jawabannya yang cukup panjang. Namun jawaban tersebut saya nilai kabur dan terkesan hanya ingin membela diri, hanya ingin mendongkrak film ”?” yang berkualits sampah dan rombengan menjadi berkualitas perunggu, (bukan perak atau emas, terlalu tinggi).

Jawaban tersebut justru menunjukkan anda telah mengadaikan idealisme dan integritas sebagai seorang sutradara film demi rasa kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Padahal umat Islam mayoritas di negara ini sudah tertindas oleh minoritas Kristen, Katolik dan Cina dari segi politik, ekonomi dan media massa, sekarang anda malah menambahi dengan menindas dari sisi budaya. Sebelumnya saya akan menjawab dulu beberapa argumentasi anda.

Pertama, kalau anda membela diri bahwa yang menusuk Pastor itu bukan mencerminkan orang Islam karena memakai jaket coklat dan mengendarai sepeda motor, siapapun pasti tahu bahwa yang anda maksud adalah orang Islam. Anda jelas mengacu pada peristiwa di Ciketing Bekasi tahun lalu, dimana seorang Pendeta HKBP ditusuk pemuda Islam setelah sebelumnya mereka diprovokasi jemaat HKBP Ciketing dan terjadi bentrokan.

Ketika terjadi pemboman di Gereja, anda jelas mengacu pada pemboman beberapa tahun lalu yang menewaskan seorang Banser yang menjaga malam Natal. Secara tersirat anda menuding yang membom Gereja adalah orang Islam, padahal ada investigasi yang menyebutkan pemboman itu hasil dari operasi intelijen dengan sengaja untuk mendiskreditkan umat Islam sebagaimana bom buku bulan lalu.

Kalau anda mengatakan diawal film itu digambarkan beberapa pemuda yang merawat masjid, itu hanyalah strategi anda agar film itu bisa diterima umat Islam. Namun ternyata jalan cerita selanjutnya penuh dengan kebohongan, murahan dan ternyata anda memiliki daya khayal yang lumayan tinggi. Pantas kalau akhirnya anda bisa merayu bintang sinetron untuk dijadikan istri setelah sebelumnya dengan kejam mendepak mamanya Bhumi dan menelantarkannya.

Kedua, justru pernyataan saya sebelumnya mengatakan anda menolak poligami dan mendukung pemurtadan, seperti dalam kasus murtadnya Rika. Jadi anda keliru dalam menanggapi pernyataan saya. Justru saya heran seandainya dalam film “?” anda mendukung poligami, karena poligami dibolehkan dan murtad dilarang keras dalam Islam. Terbukti dalam film itu anda menolak poligami seperti dalam kasus Rika.

Padahal seandainya anda setuju poligami, saya haqqul yakin anda tidak perlu bertindak kejam dengan mendepak mamanya Bhumi demi memiliki cintanya si bintang sinetron. Cukup mamanya Bhumi dijadikan istri pertama (istri Jogja) dan si bintang sinetron jadi istri kedua (istri Jakarta). Jadi kalau singgah di Jogja atau Jakarta untuk mensutradarai film, sudah ditunggui para istri yang selalu siap menyambut kehadiran anda.

Kalau anda berdalih murtadnya Rika karena merupakan pilihan hidup setelah dendam karena ditinggal suaminya poligami, apalagi anda memasang dalil surat Al Hajj ayat 17 (bukan ayat 7), jelas itu menunjukkan anda tidak faham tafsir Al Qur’an. Cobalah buka kembali beberapa kitab tafsir Al Qur’an mengenai surat Al Hajj ayat 17 tersebut. Saya kira anda mempunyai masalah pada paradigma berfikir, mengemukakan sesuatu berdasarkan keinginan hawa nafsu anda yang mendukung pluralisme, baru dicari-carikan ayatnya.

Adapun tafsir Surat Al Hajj ayat 17 adalah, ayat itu menunjukkan orang-orang sebelum kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tetapi setelah datangnya Islam, mereka wajib memeluk Islam. Jika mereka bersyahadat dan memeluk Islam, maka kebaikannya sebelum Islam akan dihitung dan dosanya akan dihapus. Tetapi sebaliknya kalau mereka menolak Islam atau murtad dari Islam, maka kebaikannya ketika Islam akan dihapuskan dan dosanya akan ditimpakan kepada dirinya akibat kemurtadannya.

Jadi ayat itu bukan menganjurkan orang bebas memilih keyakinan agamanya. Sedangkan murtad dari Islam bukan suatu pilihan hidup tetapi suatu kesalahan hidup yang fatal dan berakibat pada hukuman qishash. Islam sudah menarik garis tegas bagi orang yang murtad menjadi Nasrani, baca surat Maryam ayat 88-91 dan surat Al-Maidah ayat 73-74. Jadi sesungguhnya film “?” yang anda sutradarai itu jelas untuk menipu dan menjurumuskan manusia kedalam kesesatan, seperti disebutkan dalam surat Al An’am ayat 112. Hanya temannya syetan yang menjerumuskan manusia kedalam kesesatan. Jadi anda itu temannya syetan, karena ingin menjerumuskan manusia kedalam kesesatan.

Kalau dalam film berkualitas sampah itu anda mengatakan tidak mendukung pemurtadan, jelas itu suatu kebohongan. Pertama, pada film itu akhirnya Abi dan kedua orang tua Rika menerima kembali kehadirannya meski telah menjadi Katolik. Kedua, anda menggambarkan setelah murtad dan menjadi aktivis Gereja, ternyata hidup Rika lebih bahagia daripada ketika masih menjadi muslimah.

Apalagi dikatakan Rika telah melakukan perubahan besar dalam kehidupannya, seolah-olah menuju kehidupan yang lebih baik. Kalau anda mengatakan Abi menghargai pilihan Rika untuk murtad, betapa jumudnya pemikiran anda. Masak pilihan untuk menjadi murtad kok dihargai. Tidak menutup kemungkinan kalau pilihan itu dibiarkan, Abi yang masih kecil dan tak tahu apa-apa itu bisa saja menjadi Katolik mengikuti agama baru ibunya karena dialah yang mengasuh sehari-harinya.

Lain halnya kalau Abi ikut kakeknya. Lebih menggelikan lagi, anda mengatakan orang tua Rika mengambil sikap bijaksana sebagai seorang muslim dengan anaknya menjadi Katolik. Demikian itu bukan sikap bijaksana bung, tetapi sikap keterlaluan karena membiarkan anaknya masuk Neraka. Baca tafsir surat At Tahrim ayat 6.

Ketiga, film itu mendorong penonton untuk membenci poligami dan menyetujui pemurtadan sebagai sebuah pilihan hidup. Padahal dalam Syariah Islam, poligami dibolehkan hingga empat istri dan hukuman bagi seorang murtad tidak lain adalah qishash (hukuman mati). Berarti dengan tegas anda menolak Syariah Islam.

Anda ingin membela diri kalau restoran babi pak Tan semuanya sudah dipisahkan, antara memasak babi dan ayam serta bebek. Tetapi disitu anda jelas lebih mendukung masakan babi yang haram daripada ayam atau bebek yang halal. Terbukti anda mengejek masakan halal itu dengan kata-kata: “babi rasanya gurih tanpa banyak bumbu”, seperti yang dikatakan pak Tan.

Bahkan juga dikampanyekan betapa nikmatnya makan daging babi daripada ayam atau bebek yang harus banyak bumbunya supaya menjadi nikmat. Tetapi kalau babi tidak perlu bumbu sudah nikmat sekali. Apa ini tidak berarti anda secara tidak langsung menyarankan agar umat Islam tidak perlu ragu-ragu lagi makan daging babi yang nikmat dan gurih meski haram ! Maklumlah anda masih keturunan Cina !

Adapun yang lebih konyol lagi adalah si Menuk yang muslimah sholat disamping onggokan daging babi yang haram bahkan kiblatnya sengaja dihadapkan ke altar pemujaan agama Konghuchu yang penuh dengan dupa dan patung-patung dewa. Padahal itulah yang dilakukan Menuk setiap harinya ketika bekerja di restoran pak Tan.

Apakah itu bukan penghinaan ketika sholat menghadap Allah SWT sementara didekatnya ada onggokan daging babi dan kiblatnya sengaja dihadapkan ke altar pemujaan Konghuchu. Sebelumnya anda telah menghina Allah SWT dengan kalimat suci Asmaul Husna dibacakan dengan nada sinis dan ekspresi mengejek oleh seorang Pastor di Gereja.

wartawan SI (16 April jam 7:33):

Keempat, lebih tragis lagi penghinaan anda terhadap Islam. Bayangkan, Masjid sebagai tempat suci anda gunakan untuk latihan memerankan Yesus yang akan dilakukan Surya, hal ini menunjukkan anda telah menodai kesucian Masjid. Apalagi Surya sebagai seorang muslim memerankan Yesus di Gereja. Padahal masuk Gereja diharamkan bagi seorang muslim, apalagi memerankan Yesus didalam gereja.

Anda perlu membaca sejarah Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab yang menolak masuk ke Gereja Suci di Baitul Maqdis (Yerusallem) setelah Kota Suci itu ditaklukkan pasukan Islam secara damai tanpa setetes darahpun tumpah pada tahun 16 Hijriyyah.

Kelima, penyerbuan rumah makan Cina oleh umat Islam pada hari kedua lebaran barangkali baru pertama kali ini terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Kalau biasanya peristiwa itu terjadi pada bulan puasa, dimana pada siang hari restoran atau warung makan tetap buka, itupun jarang sekali terjadi. Lha ini justru terjadi pada hari lebaran apalagi terhadap restoran Cina.

Hal ini menunjukkan anda akan mengirimg opini agar umat Islam tidak segan-segan melakukan tindakan anarkhis terhadap orang Cina meski hari lebaran sekalipun. Sudah jelas anda ingin mencoba mendorong terjadinya konflik horisontal di negara ini.

Keenam, tidak hanya menghina kesucian Islam, anda juga mencoba melecehkan Banser sebagai salah satu organ NU. Masak menjadi Banser sebagai pekerjaan atau tempat penampungan para pengangguran, seperti yang dikatakan Sholeh kepada Menuk. Lebih tragis lagi, Banser kok sampai bunuh diri hanya karena supaya lebih berarti dimata istrinya. Apalagi sebelum bunuh diri dengan memeluk bom, terlebih dahulu Sholeh berteriak laa illaha illallah, apa ini bukan penghinaan !!! Padahal bunuh diri hukumannya langsung masuk Neraka.

Kalau dalam analisis politik saya, anda tampaknya ingin membenturkan antara Banser NU dan Kokam (Komando Keamanan Muhammadiyah). Logikanya, anda baru saja mensutradarai film “Sang Pencerah” dan dimana-mana anda berkoar-koar menjadi keluarga besar Muhammadiyah. Dengan sendirinya, nanti kalau anggota Banser memburu anda karena dianggap telah menghinanya, anda akan kabur dengan meminta perlindungan pada Kokam dari buruan Banser karena anda merasa telah berjasa membuat film “Sang Pencerah”, apalagi anda selalu mengaku dari keluarga besar Muhammadiyah.

Dengan sendirinya akan terjadi konflik horizontal antara Banser vs Kokam. Apakah itu yang anda kehendaki ? Adapun yang saya dengar, sekarang para anggota Banser sudah mulai marah dengan penghinaan tersebut. Semoga saja Kokam tidak terpancing untuk membela, biar anda sendirian menghadapi Banser.

Ketujuh, kalau anda menyatakan mengapa umat Islam protes ketika KH Ahmad Dahlan dimainkan seorang murtad, sementara tidak satupun orang Kristen protes ketika Yesus dimainkan oleh figuran seperti Surya yang beragama Islam, hal itu menunjukkan kepicikan pengetahuan anda tentang Islam.

Hal itu menunjukkan anda menyamakan semua agama alias pendukung pluralisme, sehingga ketika simbol agama atau tokohnya dilecehkan tidak perlu protes. Lha itulah perbedaan antara Islam dan Kristen, bung. Kalau umat Islam protes karena tokohnya anda lecehkan, itu hak umat Islam. Kalau orang Kristen tidak protes meskipun Yesus diperankan figuran seperti Surya yang muslim, ya itu hak orang Kristen. Tetapi yang jelas anda telah merendahkan maratabat tokoh Islam karena diperankan oleh seorang murtad.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin bertanya dan jawablah dengan sejujur-jujurnya. Kalau anda berani menjawab berarti gentleman, tetapi kalau tidak berarti pengecut.

Pertama, ide pembuatan film “?” dari siapa, sehingga anda bersedia menjadi sutradaranya ?

Kedua, siapa yang membiayai pembuatan film “?” yang katanya sampai menghabiskan Rp 5 miliar itu ?

Ketiga, siapa dalang sesungguhnya dibelakang film “?” ?

Keempat, sebagai sutradara berpengalaman, mengapa anda berani mengabaikan empat pilar utama dalam sebuah film yang bagus yakni mengedepankan etika, moral, agama dan sosial. Apa yang mendorong anda bertindak nekat seperti itu ?

Kelima, mengapa anda berani mengorbankan idealisme dan intergritas sebagai seorang sutradara demi sebuah film berkualitas sampah ini ?

Keenam, mengapa mayoritas film anda selalu bertemakan penghinaan terhadap ajaran Islam, umat Islam dan institusi Islam ?

Hingga perdebatan ini dibuat, Hanung Bramantyo belum memberi tanggapannya.

/@cwi

selengkapnya...

Inilah Perdebatan Hanung Bramantyo vs Wartawan 'Suara Islam' (1)

Inilah Perdebatan Hanung Bramantyo dengan Abdul Halim (wartawan Suara Islam/SI) Via Facebook Terkait Film "?"

wartawan SI (09 April jam 5:42):

Film terbaru anda keterlaluan. Film semacam itu hanya bisa dibuat oleh orang berfaham atheis atau hatinya dipenuhi dengan kebencian terhadap syariat Islam. Anda takabur dan besar kepala, ingin mencoba kesabaran umat Islam Indonesia. Semoga Allah SWT membalas dengan balasan setimpal atas kejahatan anda selama ini terhadap umat Islam.

Hanung Bramantyo Anugroho (09 April jam 15:16):

Bagian mana yg anda anggap keterlaluan? Jangan2 anda belom menonton secara keseluruhan lalu berkomentar dan menuduh saya tidak beriman. Sesungguhnya dg anda menuduh sprt itu, sikap anda yg keterlaluan:)

Wartawan SI (10 April jam 6:32):

Saya termasuk pemerhati film-film anda, sejak Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah dan terakhir ?, bahkan film film anda sebelum PBS. Disitu saya rasakan banyak nuansa PKI alias marxismenya. Hanya sang pencerah yang saya nilai 5 karena aktornya seorang murtad. Seandainya bukan seorang murtad, akan saya nilai 6. Masak tokoh sebesar KH Ahmad Dahlan diperankan seorang murtad, apa tidak ada aktor lain, apa itu bukan penghinaan! Lainnya saya nilai 2 alias sangat sangat sangat jelek sekali karena menghina Islam dan umat Islam. Makanya Taufiq Ismail tidak pernah mau ketemu dengan anda. Saya sendiri seorang wartawan di Jkt dan pernah wawancara dengan Taufiq Ismail tentang film anda !

Anda menuduh sikap saya keterlaluan, kalaupun benar saya hanya keterlaluan kepada diri anda sendiri. Tetapi yang jelas anda sudah keterlaluan dan menghina serta merendahkan martabat Islam dan umat Islam. Seandainya anda tinggal di Pakistan, Afghaniustan atau Bangladesh, saya tidak tahu lagi bagaimana nasib anda. Anda pasti sudah kabur ke luar negeri. Untung anda tinggal di bumi Indonesia yang rakyatnya terkenal dengan keramah tamahan dan santunannya.

Tetapi yang jelas, saya tidak pernah menuduh anda tidak beriman. Kalimat mana yang mengatakan anda tidak beriman. Masak sebagai sutradara film kok tidak teliti, makanya film-filmnya tidak bermutu dan penuh dengan fitnah dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam.

Hanung Bramantyo Anugroho (12 April jam 23:51):

Jawab dulu pertanyaan saya, bung. Bagian mana yg merendahkan Islam?

Wartawan SI (13 April jam 5:36):

Film "?" yang anda sutradarai penuh dengan fitnah, kebencian dan merendahkan martabat Islam dan umat Islam. Film anda penuh dengan ajaran sesat pluralisme yang menjadi saudara kandung atheisme dan kemusyrikan.

Pertama, ketika pembukaan sudah menampilkan adegan penusukan terhadap pendeta, kemudian bagian akhir pengeboman terhadap Gereja. Jelas secara tersirat dan tersurat, anda menuduh pelakunya orang yang beragama Islam dan umat Islam identik dengan kekerasan dan teroris.

Kedua, menjadi murtad yang dilakukan oleh Endhita (Rika) adalah suatu pilihan hidup. Kalau semula kedua orangtua dan anaknya menentangnya, akhirnya mereka setuju. Padahal dalam Islam murtad adalah suatu perkara yang besar dimana hukumannya adalah qishash (hukuman mati), sama dengan zina yang dirajam.

Ketiga, muslimah berjilbab, Menuk (Revalina S Temat) yang merasa nyaman bekerja di restoran Cina milik Tan Kat Sun (Hengki Sulaiman) yang ada masakan babinya. Anda ingin menggambarkan seolah-olah babi itu halal. Terbukti pada bulan puasa sepi, berarti restoran itu para pelanggannya umat Islam.

Keempat, seorang takmir masjid yang diperankan Surya (Agus Kuncoro) setelah dibujuk si murtadin Menuk, akhirnya bersedia berperan sebagai Yesus di Gereja pada perayaan Paskah. Apalagi itu dijalaninya setelah dia berkonsultasi dengan ustad muda yang berfikiran sesat menyesatkan pluralisme seperti anda yang diperakan David Chalik.

Namun anehnya, setelah berperan menjadi Yesus demi mengejar bayaran tinggi, langsung membaca Surat Al Ikhlas di Masjid. Padahal Surat Al Ikhlas dengan tegas menolak konsep Allah mempunyai anak dan mengajarkan Tauhid. Apa anda ini kurang waras wahai si Hanung. Semoga pembalasan dari Allah atas diri anda.

Kelima, tampaknya anda memang sudah gila, masak pada hari raya Idul Fitri yang pebuh dengan silaturahmi dan maaf memaafkan, umat Islam melakukan penyerbuan dengan tindakan anarkhis terhadap restoran Cina yang tetap buka sehari setelah Lebaran. Bahkan sebagai akibat dari penyerbuan itu, akhirnya si pemilik Tan Kat Sun meninggal dunia.

Setelah itu anaknya Ping Hen (Rio Dewanto) sadar dan masuk Islam demi menikahi Menuk setelah menjadi janda karena ditinggal mati suaminya Soleh (Reza Rahadian), seorang Banser yang tewas terkena bom setelah menjaga Gereja pada hari Natal. Jadi orang menjadi muslim niatnya untuk menikahi gadis cantik. Sebagaimana anda menjadi sutradara berfaham Sepilis dengan kejam menceraikan istri yang telah melahirkan satu anak demi untuk menikahi gadis cantik yang jadi pesinetron. Film ini kok seperti kehidupan anda sendiri ya ?

Keenam, si murtadin Endhita minta cerai gara-gara suaminya poligami. Karena dendam, kemudian dia menjadi murtad. Anda ingin mengajak penonton agar membenci poligami dan membolehkan murtad. Padahal Islam membolehkan poligami dan dibatasi hingga empat istri dan melarang dengan keras murtad dengan ancaman hukuman qishash.

Seandainya anda setuju dan poligami dengan menikahi si pesinetron itu, anda tidak perlu menceraikan istri dan menelantarkan anak anda sendiri sehingga tanpa kasih sayang seorang ayah kandung dan dengan masa depan yang suram. Kasihan benar anak dan istri anda korban dari seorang ayah yang kejam penganut faham pluralisme dan anti poligami.

Ketujuh, anda menghina Allah SWT dengan bacaan Asmaul Husna di Gereja dan dibacakan seorang pendeta (Deddy Sutomo) dengan nada sinis dan melecehkan. Masya' Allah !

Kedelapan, anda menfitnah Islam sebagai agama penindas dan umat Islam sebagai umat yang kejam dan anti toleransi terhadap umat lain terutama Kristen dan Cina. Padahal sesungguhnya meski mayorits mutlak, umat Islam Indonesia dalam kondisi tertindas oleh Kristen dan Katolik serta China yang menguasai politik, ekonomi dan media massa.

Anda tidak melihat kondisi umat Islam di negara lain yang minoritas seperti Filipina Selatan, Thailand Selatan, Myanmar, India, Cina, Asia Tengah, bahkan Eropa dan AS. Mereka sekarang dalam kondisi tertindas oleh mayoritas Kristen dan Katolik, Hindu, Budha dan Komunis. Jadi anda benar-benar subyektif dan dipenuhi dengaan hati penuh dendam terhadap umat Islam.

Kesembilan, film ini mengajarkan kemusyrikan dimana semua agama itu pada hakekatnya sama untuk menuju tuhan yang sama. Kalau semua agama itu sama, maka orang tidak perlu beragama. Jadi film anda ini dengan sangat jelas mengajarkan faham atheisme dan komunisme.

Terakhir, nasehat saya, bertobatlah segera sebelum azab Allah SWT menimpa anda, karena hidup di dunia ini hanya sementara dan tidak abadi. Belajarlah kembali mengenai Islam yang benar sesuai dengan Al Qur'an dan As Sunnah, bukan Islam yang diambil dari kaum Orientalis Barat dan para sineas berfaham sepilis yang sudah sangat jelas memusuhi Islam dan umat Islam. (*)

Hanung Bramantyo Anugroho (14 April jam 1:33):

Terima kasih sudah menyaksikan film saya sekaligus mengkritik film tersebut. Saya sangat menghargai pandangan anda. Sebagai sebuah tafsir atas 'teks' saya anggap itu syah. Namun sayangnya, anda tidak memberikan kemerdekaan bagi yang menafsir 'teks' film tersebut dalam makna lain. Anda sudah terlanjur melakukan judgment berdasarkan 'teks' yg anda baca dan tafsirkan.

Disini, saya akan mengajak anda untuk menafsir 'teks' film dalam kerangka berfikir yang lain. Tidak untuk menandingi, tapi untuk mengajak anda melihat tafsir dalam kerangka berfikir yang berbeda.

1. A. Anda mengatakan bahwa adegan kekerasan: penusukan pastur dan pengeboman dilakukan oleh orang Islam. Padahal dalam dua adegan tersebut saya sama sekali tidak menampilkan orang Islam (setidaknya orang berbaju putih-putih, bersorban atau berkopyah). Di adegan penusukan pastur, saya menampilkan seorang lelaki berjaket coklat memegang pisau dan seorang pengendara motor. Kalau itu ditafsir orang Islam, itu semata-mata tafsir anda.

B. Di awal Film saya justru menampilkan sekelompok remaja masjid (bukan orang tua) yang melakukan perawatan atas masjid. Bukankah dalam hadist dianjurkan seorang pemuda menghabiskan waktunya untuk mengelola dan merawat masjid? Apakah saya menampilkan seorang pemuda Islam sembahyang atau merawat gereja? atau pemuda gereja, pastur sembahyang di masjid? Jadi tafsir atas pencampur adukan ajaran agama bukan tafsir saya.

2. Rika Murtad

Bahwa tafsir Rika murtad karena sakit hati dengan suaminya yang mengajak poligami saya benarkan. Tapi bukan berarti 'teks' tersebut mendukung poligami. Sejak awal keputusan Rika sudah ditentang oleh Surya, anaknya dan orang tuanya. Bagian mana yang menyatakan dukungan?

Coba perhatikan shotnya: Surya berdialog dengan Rika: Kamu menghianati 2 hal sekaligus: perkawinan dan Allah! kalau toh disitu Surya diam saja ketika Rika menyanggahnya, bukan berarti Surya mendukungnya. Tapi sikap menghargai pilihan Rika. Hal itu tertera dalam surat Al Hajj ayat 7 : ‘Sesungguhnya orang yang beriman, kaum Nasrani, Shaabi-iin, Majusi dan orang Musyrik, Allah akan memberikan keputusan diantara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu’

Sikap Surya juga merupakan cerminan dari firman Allah : ‘Engkau (Muhammad) tidak diutus dengan mandat memaksa mereka beragama, tapi mengutus engkau untuk MEMBERI KABAR GEMBIRA yang orang mengakui kebenaran Islam dan kabar buruk dan ancaman bagi yang mengingkarinya.’

Abi, anak Rika, juga tidak mendukung sikap Rika ‘yang Berubah’. Abi protes dengan ibunya dengan cara enggan bicara. Bahkan hanya sekedar minum susu dikala pagi saja Abi tidak mau menghabiskan di depan ibunya. Demikian halnya Abi juga tidak mau makan sarapan yang disajikan ibunya. Itu adalah sikap protes dia kepada sang Ibu yang murtad.

Jika toh Abi kemudian bersikap seperti Surya, bukan berarti abi mendukungnya. Tapi sikap menghargai pilihan. Lihat dialog Abi saat bersama Rika: … Kata Pak Ustadz, orang islam gak boleh marah lebih dari tiga hari. Apakah dialog tersebut diartikan mendukung kemurtadan? Bukankah makna dari dialog tersebut adalah mencerminkan sikap orang muslim yang murah hati: Pemaaf dan bijaksana (jika marah tidak boleh lebih dari tiga hari).

Sikap murah hati juga ditunjukkan orang tua Rika pada adegan terakhir. Orang Tua Rika datang pada saat acara Syukuran Khatam Quran Abi. Coba perhatikan shot tersebut: Adakah dialog atau gesture yang menyatakan dukungan atas kemurtadan Rika? Dalam shot tersebut saya menggambarkan Rika menghambur memeluk ibunya dengan erat. Sementara ayahnya hanya diam, menggandeng Abi. Adegan tersebut sama sekali tidak menyajikan ‘teks’ dukungan atas kemurtadan. Tapi hubungan emosional antara ibu dan anak. Lagi-lagi saya menggambarkan sikap bijaksana seorang muslim sebagaimana firman Allah dalam quran sebagaimana diatas tadi.

Jadi jika anda membaca ‘teks’ dalam adegan tersebut sebagai sebuah dukungan terhadap kemurtadan, maka itu tafsir anda. Bukan saya …

3. Menuk adalah perempuan muslimah. Dia nyaman bekerja di tempat pak Tan karena pak Tan adalah orang yang baik. Selalu mengingatkan karyawan muslimnya sholat. Bagian mana yang anda maksud bahwa babi itu halal?

Saya menggambarkan adegan yang membedakan Babi dan bukan babi lebih dari sekali adegan. Pertama, pada saat Pembeli berjilbab bertanya soal menu makanan restoran pak Tan. Menuk mengatakan bahwa panci dan wajan yang dipakai buat memasak babi berbeda dengan yang bukan babi. (di film terdapat shot wajan, dan shot Menuk yang dialog dengan ibu berjilbab. Dialog agak kepotong karena LSF memotongnya. Alasannya silakan tanyakan kepada LSF)

Kedua, pada saat Pak Tan mengajari Ping Hen (anaknya) mengelola restoran. Pak Tan dengan tegas menyatakan pembedaan antara babi dan bukan babi: … Ini sodet dengan tanda merah buat babi, dan yang tidak ada tanda merah bukan babi …

Jika saya menghalalkan Babi, tentunya saya tidak akan menggambarkan pemisahan yang tegas antara sodet, panci, pisau, dsb tersebut. Jadi tafsir anda yang mengatakan bahwa saya menghalalkan babi, semata-mata bukan tafsir saya …

Saya justru menggambarkan sikap Menuk sebagai Muslimah yang menolak pernikahan beda agama dengan cara lebih memilih menikah dengan soleh (yang muslim) meski jobless, dibanding hendra. Padahal cintanya kepada hendra: … Saya tahu kita pernah punya kisah yang mungkin buat mas menyakitkan. Tapi buat saya adalah hal yang indah … karena Tuhan mengajarkan arti cinta dalam agama yang berbeda … (Dialog Menuk kepada Hendra di malam Ramadhan)

Saya juga menggambarkan sikap pak Tan yang menghargai Islam dengan cara meminta buku Asmaul Husna milik Menuk. Dan di akhir adegan, Pak Tan membisikkan sesuatu kepada Hendra yang mana kemudian Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya: menjadi Mualaf dan merobah restorannya menjadi Halal. Lihat kata-kata isteri pak Tan di akhir film: … Pi, hari ini Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya SEPERTI YANG PAPI MINTA …. (Dialog tersebut sebenarnya ungkapan dari pak Tan secara tersirat kepada "Hendra untuk berubah" )

Jadi tafsir Hendra pindah agama hanya ingin menikahi menuk adalah Tafsir anda.

Lagipula, dalam film jelas-jelas tidak ada gambaran pernikahan antara Menuk dan Hendra. Ending Film saya justru menggambarkan Menuk menatap nama Soleh yang sudah menjadi nama Pasar … Darimana anda bisa menafsirkan bahwa Hendra pindah agama hanya karena ingin menikah sama menuk?

4. Surya adalah seorang aktor figuran. Di awal Film dikatakan dengan tegas lewat dialog: … 10 tahun saya menjadi aktor cuma jadi figuran doang!!

Sebagai aktor yang selalui hanya jadi figuran, dia frustasi. Hingga menganggap bahwa hidupnya cuma sekedar numpang lewat. Dia diusir dari kontrakan karena menunggak bayar. Rika membantunya dengan menawari pekerjaan sebagai Yesus dengan biaya Mahal (perhatikan dialognya di warung soto). Semula Surya menolak. Tapi dia menerima hanya karena selama hidupnya dia tidak pernah mendapatkan peran Jagoan …

Itu adalah alasan yang sangat manusiawi. Namun alasan itu tidak begitu saja dia gunakan untuk melegitimasi pilihannya. Dia konsultasi dengan Ustadz Wahyu (David Khalil). Menurut Ustadz, Semua itu tergantung dari HATIMU, maka JAGALAH HATIMU.

Dari perkataan David Khalik tersebut, adakah kata yang menyarankan atau mendorong Surya menjadi Yesus? David Khalik memberikan kebebasan buat Surya untuk melakukan pilihannya. Dan Surya sudah memilih. Ketika di Masjid, David Khalik mengulang bertanya: Gimana? Sudah mantap hatimu? Lalu dijawab oleh Surya: Insya Allah saya tetap Istiqomah. Dijawab oleh David Khalik: Amin …

Dari adegan tersebut, adakah saya melecehkan Islam? Apakah dengan menghargai pilihan seseorang itu sama saja melecehkan Islam?

Pada saat dialog dengan Ustad tersebut, Surya tidak langsung ke gereja. Dia melakukan tafakur di masjid dengan melihat asma Allah yang tertempel diatas dinding Mihrab. Lagi-lagi dia meyakinkan hatinya

Jadi, tidak ada sedikitpun adegan yang menyatakan pelecehan terhadap agama Islam. Surya melakukan tugasnya sebagai aktor karena dia harus hidup. Bahkan untuk beli soto untuk sarapan saja dia tidak sanggup. Lagipula drama Paskah bukan ibadah. Tapi sebuah pertunjukan drama biasa. Ibadah Misa Jumat Agung dilaksanakan setelah pertunjukan Drama. Dalam hal ini Surya tidak melakukan ibadah bersama jemaah Kristiani di gereja.

Setelah melakukan pekerjaan sebagai aktor di malam Jumat Agung Surya membaca Surat Al Ikhlas berulang-ulang sambil menangis untuk menguatkan hatinya kembali sebagaimana yang disarankan Ustadz.

Adakah dari adegan tersebut saya melecehkan Islam? Silakan di cek lagi …

berlanjut .....

Hanung Bramantyo Anugroho (14 April jam 1:33):

5. Saya benar-benar kagum dengan penafsiran anda soal adegan dalam film saya. Tidak heran anda menjadi seorang wartawan. Hehehe.

Jika anda benar-benar mengamati adegan demi adegan, anda akan menemukan maksud dari penyerbuan tersebut. Pertama, Penyerbuan itu didasari karena egositas dari hendra (ping Hen) yang hanya ingin mengejar keuntungan. Maka dari itu libur lebaran yang biasanya 5 hari, dipotong hanya sehari. Akibatnya, Menuk tidak bisa menemani keluarga jalan-jalan liburan lebaran.

Kedua, Soleh (yang di adegan sebelumnya bertengkar dengan Hendra karena cemburu) merasa panas hati ketika mendengar Menuk tidak bisa menemani keluarga jalan-jalan. Karena rasa cemburu berlebihan, Soleh bersama para preman pasar dan takmir masjid yang di awal adegan bertengkar dengan hendra, melakukan pengeroyokan.

Dalam adegan tersebut jelas tergambar SIKAP CEMBURU, MEMBABI BUTA, BODOH dan TERGESA-GESA pada diri Soleh yang mengakibatkan Tan Kat Sun meninggal. Sikap tersebut membuat Soleh menjadi rendah di mata Menuk: Lihat adegan selanjutnya: Menuk bersikap diam kepada Soleh. Meski masih meladeni sarapan, Menuk tetap tidak HANGAT dengan SOLEH. Hingga Soleh meminta maaf kepada Menuk. Namun, lagi-lagi Menuk tidak menanggapi dengan serius (perhatikan dialognya) : …. Mas, jangan disini ya minta maafnya. Dirumah saja …

Dijawab oleh Soleh: Kamu dirumah terlalu sibuk dengan Mutia … Menuk menimpali: … dimana saja ASAL TIDAK DISINI …

Penolakan Menuk itu yang membuat Soleh akhirnya memutuskan untuk memeluk BOM dan menghancurkan dirinya. Tujuannya, Agar dia menjadi BERARTI dimata isterinya ….

Apakah adegan di Film tersebut menggambarkan Menuk bahagia dengan kematian Soleh, sehingga dengan begitu dia bebas menikah dengan Hendra? Apakah adegan di Film menggambarkan hendra juga bahagia dengan kematian Soleh sehingga hendra bisa punya kesempatan menikah sama Menuk?

Sungguh, saya kagum dengan tafsir anda. Hingga andapun bisa bebas sekali menafsirkan hidup saya. Semoga kita bisa menjalin silaturahmi lebih dekat sehingga anda bisa mengenal saya lebih baik, mas …

6. Tentang Asmaul Husna yang dibacakan Pastur Dedi Sutomo bagi saya merupakan sebuah pesan teologis dari Islam yang saya selipkan di gereja. Jika tafsir anda saya melecehkan Islam, justru saya heran. Asmaul Husna merupakan nama ALLAH yang meliputi segala yang Indah di Bumi dan Langit. Tidak ada nama Indah selain diriNya yang dimiliki agama lain.

Maka ketika Pastur Dedi Sutomo meminta Rika untuk menuliskan kesan TUHAN DIMATAMU, maka Rika kesulitan. (lihat adegannya, ketika dia kebingungan sendiri menuliskan itu). Lalu, dengan berat hati Rika menuliskan kesan TUHAN dengan menyebut rangkaian nama-nama Indah dalam Asmaul Husna … Apakah itu melecehkan Islam?

Dari diskusi ini saya menyimpulkan bahwa setiap Tafsir atas Teks FILM memiliki RUANG, WAKTU dan PERISTIWANYA sendiri. Saya sangat menghargai anda dalam melakukan tafsir. Tapi hargai pula orang yang melakukan tafsir yang berbeda dengan anda. Jika anda melihat secara jeli dan terbuka, saya justru banyak menyisipkan teologi Islam ke dalam gereja.

Lihatlah ketika adegan Jesus disalib yang dimainkan Surya. Angle kamera saya diposisi rendah dengan foreground jamaah. Adegan itu menggambarkan semua jemaah Kristen memuja Jesus. Tapi sebenarnya saya menggambarkan jamaah tersebut memuja Islam. Lalu setelah adegan tersebut saya menyelipkan ayat Al Aikhlas yang menyatakan : Tuhan itu Satu, Tidak beranak dan diperanakan …

Jujur, saya geli dengan anda dan umat Islam yang sepikiran dengan anda. Segitu protesnya anda dan umat Islam sepikiran dengan anda ketika Haji Ahmad Dahlan dimainkan oleh seorang Murtad. Tapi tidak ada satupun yang protes dari kaum Kristen ketika Jesus dimainkan oleh figuran seperti Surya. Malah anda sekarang yang protes, menuduh saya melecehkan Islam. Hehehe …

Mari kita sama-sama terbuka. Kita saudara. Sama-sama pengikut Rosululloh. Sesama Muslim saling mengingatkan. Semoga diskusi ini bisa menjadi pembelajaran kita bersama. Amin …. /@cwi

selengkapnya...

Kesesatan & Kepalsuan NII (Negara Intel Indonesia) KW-9


Oleh: Irfan S Awwas
(Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin)

Apabila kita mendengar isu Negara Islam Indonesia (NII), maka yang terlintas dalam pandangan masyarakat adalah, kelompok yang ingin mengganti NKRI dengan Negara Islam, dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Seperti, mengeksploitasi wanita bercadar untuk merampok dan memeras uang, termasuk mengancam dibunuh bila keluar dari komunitas tersebut.

Akibatnya, serentetan persepsi negatif itu, tidak saja berdampak buruk bagi komunitas itu, tapi juga terhadap Islam itu sendiri. Bahkan akhir-akhir ini, tidak saja mengaitkan gerakan Islam Syari’at dengan NII, tapi juga menyematkan labelalisasi terorisme.

Kasus terbaru adalah terungkapnya kasus Laila Febriani alias Lian, 7 April 2011, pegawai honorer Departemen Perhubungan, yang terdampar dua hari di Masjid At Ta'awun dikawasan Puncak, Bogor. Ketika ditemukan, Lian dalam kondisi linglung dicurigai akibat indoktrinasi aliran sesat, bahkan ia sudah merubah gaya berpakaiannya dengan mengenakan Jilbab Lebar dan bercadar.

....kasus ini memojokkan citra berbusana Muslimah dengan jilbab lebar dan bercadar, juga pria berjenggot....

Dibalik kasus ini muncul kesan untuk memojokkan citra berbusana Muslimah dengan jilbab lebar dan bercadar. Tak hanya itu, Lian menyebut banyak pria berjenggot tebal diantara mereka yang mengindoktrinasinya.

Gerakan NII Palsu

Upaya mendiskreditkan misi NII yang diproklamirkan SM. Kartosuwiryo, 12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949 M, telah dilakukan bukan saja oleh mereka yang memusuhinya. Tapi, yang lebih berbahaya justru munculnya gerakan sempalan NII, yang melakukan penyimpangan atas nama NII oleh orang yang malah mengaku sebagai penerus perjuangan NII. Salah satu upaya jahat itu dilakukan oleh Totok Abdussalam alias AS Panji Gumilang, pimpinan Ma’had Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, di bawah payung gerakan NII KW-9.

Padahal, misi NII yang diperjuangkan SM. Kartosuwiryo dan NII KW 9 versi AS Panji Gumilang membawa misi kontradiktif, berbeda dalam tujuan, dan bertentangan secara aqidah. NII atau DII/TII Kartosuwiryo berjuang menegakkan Negara Islam Indonesia berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Sebaliknya, NII KW-9 yang dipimpin AS Panji Gumilang dengan Ma’had Al-Zaytun sebagai sentral aktivitasnya, melakukan penipuan, dan pemerasan atas nama NII. Pemahaman keagamaan, dan perilaku pengikutnya yang sama sekali tidak bisa dikategorikan Islami, adalah fakta konkret. Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an menggunakan metode safsathah, tafsir semau gue berdasarkan kepentingan hawa nafsu.

....NII KW-9 yang dipimpin AS Panji Gumilang dengan Ma’had Al-Zaytun sebagai sentral aktivitasnya, melakukan penipuan, dan pemerasan atas nama NII....

Karakteristik NII KW-9 versi Panji Gumilang dapat dilihat dari pemahaman keagamaan, dan perilaku pengikutnya:

Pertama, ingkar Sunnah: Pengajian-pengajian diselenggarakan sangat eksklusif dan tertutup. Materi awal tentang kebenaran Al-Quran, berikutnya akan selalu menggunakan Al-Quran sebagai rujukan, jarang sekali menggunakan hadits. Alasannya, adanya perkataan Nabi Saw : “Inna khairul hadits kitaballah – sebaik-baik hadits adalah kitabullah.” Mereka menolak hadits dengan menggunakan dalil hadits. Dalam hal ini, NII KW-9 menggunakan kalimat yang benar untuk tujuan kebathilan, sebagaimana dikatakan Imam ‘Ali bin Abi Thalib, Kalimatu haqqin yuradu biha bathilun.”

Sedang Ustadz yang memberikan pengajian selalu menyembunyikan identitasnya, dengan alasan security (keamanan). Bukan itu saja, calon pengikut NII KW-9 diajak ke suatu tempat untuk dibai’at, selama dalam perjalanan matanya ditutup.

Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran semau gue, sesuai kepentingan hawa nafsunya. Penggunaan hujjah Al-Quran hanya sekedar alat legitimasi atas suatu pemahaman sesat. Misalnya, peristiwa Isra’ Mi’raj ketika Rasulullah Saw naik ke langit ke tujuh, mereka artikan sebagai tujuh tingkat struktur pemerintahan, yaitu RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, dan Presiden. Ibadah shalat dianggap bukan kewajiban setiap Muslim, karena belum futuh Makkah, padahal Al-Quran sudah turun 30 juz dan Rasulullah SAW sudah wafat.

....Mereka menolak hadits dengan menggunakan dalil hadits. NII KW-9 menggunakan kalimat yang benar untuk tujuan kebathilan....

Kedua, menghalalkan yang diharamkan Allah: Siapa saja di luar kelompoknya dianggap kafir, karena itu halal darahnya dan dan hartanya boleh dirampas, dengan menganggapnya sebagai harta rampasan (fa’i). Jama’ahnya diperas, dijadikan objek pengumpulan dana dengan alasan infaq dan shadaqah, sementara penggunaan dana yang terkumpul tidak transparan. Para anggota jama’ah yang tidak berinfaq dianggap berhutang. Karena itu mereka membolehkan pengikutnya untuk mencuri, merampok, berdusta atas nama agama demi memenuhi tuntunan bai’atnya.

Istilah NII hanyalah kedok, untuk memudahkan rekrutmen para aktivis Muslim, sementara di sisi lain mereka menghalalkan darah dan harta sesama Muslim diluar kelompoknya, persis perilaku dan pemahaman kaum komunis PKI.

Kelompok NII (Negara Intelijen Indonesia) KW-9 ini disinyalir banyak pengamat dan aktivis Muslim, sebagai pembawa misi terselubung untuk menghancurkan Islam dari dalam. Melakukan penyimpangan aqidah dan syari’ah dengan memakai label Islam, mengikuti pandangan Napoleon Bonaparte yang menyatakan : “Jika mau membunuh kuda, gunakan kuda.”

Gerakan NII KW-9, juga mengusung misi intelijen. Tujuannya membangun citra negatif bagi gerakan yang bertujuan menegakkan Syari’ah Islam secara kaffah, menakut-nakuti umat Islam. Labelisasi Islam terhadap perilaku dan pemahaman yang bertentangan dengan ajaran Islam, adalah di antara metode dakwah yang ditempuh NII KW-9 pimpinan Totok Salam alias AS Panji Gumilang. Pusat gerakan aliran sesat KW-9 di Ma’had Al-Zaytun (bukan Az-Zaytun), Haurgeulis, Kabupaten Inderamayu, Jawa Barat.

....Siapa saja di luar kelompoknya dianggap kafir, halal darahnya dan dan hartanya boleh dirampas, dengan menganggapnya sebagai harta rampasan (fa’i). Jama’ahnya diperas, dijadikan objek pengumpulan dana....

Jadi, Darul Islam atau NII pimpinan SM. Kartosuwiryo yang diproklamasikan 12 syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949 M, hanya menjadi tameng gerakan KW-9 (Komandemen Wilayah 9), sama sekali tidak memiliki kaitan sejarah, baik secara harakiyah maupun ideologis dengan NII KW-9 pimpinan Totok Salam. Hal ini penting ditegaskan, agar masyarakat tidak keliru menilai, dan tidak rancu dalam memahami peran sentral Darul Islam dalam membangkitkan semangat jihad, untuk membasmi kebathilan.

NII bentukan intelijen ini sungguh jauh benar karakternya dengan NII yang semua dirintis Kartosoewirjo, Daud Beureuh. Upaya formalisasi syariat Islam di lembaga negara selalu dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII), karena dianggap memiliki benang merah dengan Darul Islam atau NII pimpinan SM. Kartosuwiryo.

Darul Islam, dipandang sebagai embrio atas suatu paham yang mengedepankan pentingnya melaksanakan Syari’at Islam secara sistemik, melalui jalur kekuasaan pemerintahan. Karena tanpa kekuasaan, Islam tidak akan bisa secara optimal melaksanakan misi Rahmatan Lil ‘Alamin.

Maka di zaman SM Kartosuwiryo, istilah NII bukan sekadar nama sebuah gerakan keagamaan, melainkan institusi Negara dengan konstitusi Islam yang memiliki kekuasaan berdaulat penuh. Memberi label NII pada aktivitas gerakan keagamaan, sangat riskan dari sudut pandang keamanan, juga dapat disalah gunakan sebagai alat penipuan secara ideologis.

Penolakan penggunaan nama NII terhadap aktivitas yang hanya sekadar gerakan, tanpa basis teritorial serta otoritas kekuasaan yang jelas, selain sebagai upaya mengamankan dan mengamalkan amanah perjuangan. Juga, meluruskan pemahaman yang keliru, memberi nama pada sesuatu yang bukan menjadi namanya. Menganggap gerakan sebagai Negara, koordinasi sebagai kekuasaan pemerintahan, sangat rentan terhadap penyusupan dan penyalahgunaan wewenang.

Negara Intelijen

Pada tanggal 27 Agustus 1999, masyarakat pergerakan Islam dikejutkan oleh sebuah pemberitaan berkenaan dengan diresmikannya sebuah pesantren oleh Presiden B.J. Habibie, di Indramayu (Jawa Barat). Pesantren termegah di Asia Tenggara itu bernama Ma’had Al-Zaytun, yang dipimpin oleh Syaikh Al-Ma’had AS Panji Gumilang.

Yang membuat kalangan pergerakan terkejut bukanlah semata-mata karena kemegahan pesantren yang berdiri di tengah-tengah kemiskinan rakyat sekitarnya, tetapi terutama karena sosok yang bernama AS Panji Gumilang, yang tak lain adalah Abu Toto, alias Toto Salam.

Pada tanggal 14 Mei 2003 Jenderal AM Hendropriyono (dalam kapasitasnya sebagai Kepala BIN), atas nama Presiden RI (waktu itu) Megawati, memenuhi undangan Panji Gumilang untuk menancapkan patok pertama bangunan gedung pembelajaran yang diberi nama Gedung Doktor Insinyur Haji Ahmad Soekarno. Kehadiran Jenderal Hendropriyono ketika itu diikuti hampir seluruh pejabat tinggi BIN.

Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, terdapat sekitar 11.563 pemilih yang tersebar di 39 TPS Khusus Al-Zaytun, hampir seluruhnya (92,84 persen) diberikan kepada Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) pimpinan Jenderal Purn. Hartono dan Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut—putri Soeharto). Selebihnya (618 suara) diberikan kepada Partai Golkar.

Tanggal 5 Juli 2004, masyarakat kembali dikejutkan oleh pemberitaan seputar Pemilihan Presiden, yaitu ketika Al-Zaytun berubah sementara menjadi ‘TPS Khusus’ yang menampung puluhan ribu suara (24.878 jiwa) untuk mendukung calon presiden Jenderal Wiranto. Ketika itu, puluhan armada TNIAD hilir-mudik mengangkut ribuan orang dari luar Indramayu yang akan memberikan suaranya di TPS tersebut. Dalam perkembangannya, hasil dari TPS Khusus ini dianulir.

Sebelum kasus penimbunan senjata oleh Brigjen Koesmayadi diungkap oleh KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso (yakni pada 29 Juni 2006), beberapa tahun sebelumnya sejumlah aktivis Islam pernah melaporkan kepada aparat kepolisian tentang adanya timbunan senjata di Al-Zaytun, pada sebuah tempat yang dinamakan Bunker. Laporan itu baru ditindak-lanjuti aparat kepolisian beberapa bulan kemudian, setelah ratusan senjata itu dipindahkan ke tempat lain, dan bunker tempat penyimpanan senjata sudah berubah fungsi. Senjata-senjata itu milik seorang jenderal aktif yang sangat berpengaruh pada masanya.

....Toto Salam alias Abu Toto adalah sosok yang disusupkan ke dalam gerakan Islam, dengan proyek mercusuarnya berupa Ma’had Al-Zaytun....

Dari rentetan fakta di atas, tampaknya sulit untuk membantah bila ada yang menyimpulkan bahwa Toto Salam alias Abu Toto adalah sosok yang disusupkan ke dalam gerakan Islam, dengan proyek mercusuarnya berupa Ma’had Al-Zaytun. [voa-islam.com] /@cwi

selengkapnya...

Jihad Tak Akan Berhenti dengan Kematian Usamah bin Ladin

Oleh: Badrul Tamam



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya. Dialah yang menghidupkan dan mematikan, serta menetapkan takdir dan ajal bagi mereka semua. Jika sudah datang waktunya, tak seorangpun bisa mengundurkannya.

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang menghabiskan umurnya untuk menyampaikan risalah, menyeru kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya hingga maut menjemputnya. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya yang bersungguh-sungguh dalam menemani dan membelanya.

Berita wafatnya Usamah bin Laden membuat berbinar Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Dengan bangga presiden negera yang telah membunuh ribuan umat Islam di Irak dan Afghanistan tersebut melakukan konferensi pers dadakan pada Ahad malam kemarin untuk memastikan wafatnya Usama bin Laden dalam operasi militer di Pakistan. Pengumuman resmi ini disambut sorak gembira ribuan rakyat Amerika yang berkumpul di depan Gedung Putih, Ahad malam waktu setempat. Mereka bersorak sambil meneriakkan yel-yel, "USA, USA" berulang kali sambil mengepalkan tangan ke atas. Selain itu, mereka juga mengibarkan bendera AS.

Di sisi lain, bagi aktifis jihad gugurnya Syaikh Usamah menjadi pukulan berat, sehingga ada yang berkata bahwa Usamah tetap hidup, kita berlindung kepada Allah dari mengucapkan kalimat yang mengundang murka-Nya. Namun bukan berarti ibadah, dakwah dan jihad mereka boleh berhenti. Karena semua ibadah, dakwah, perjuangan bahkan hidup dan matinya kaum mukminin dipersembahkan kepada Allah yang senantiasa hidup dan tak akan pernah mati.

Allah Ta'ala berfirman dengan memerintahkan kepada Rasul-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am: 162)

Pelajaran Perang Uhud

Sesudah kaum muslimin mengalami serangan balik dari pihak musyrikin pada perang Uhud yang menyebabkan kekalahan mereka dan terbunuhnya beberapa kaum muslimin, maka tersiarlah desas-desus bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, pemimpin kaum muslimin saat itu, telah ikut terbunuh. Karenanya, sejumlah kaum muslimin lari meninggalkan perang. Sebagian yang lain jatuh mentalnya, patah semangatnya, dan ada pula yang meletakkan senjata begitu saja. Namun ada sebagian yang lain berusaha melanjutkan perlawanan dan terus bertempur dengan gigih melawan kaum musyrikin serta terus-menerus membangkitkan semangat saudara-saudara mereka untuk terus berjuang hingga menemui kesyahidan. (Disarikan dari Biografi Rasulullah, DR. Mahdi Rizqullah Ahmad, hal. 495)

Ibnu Abi Najih berkata dari ayahnya, ada seseorang dari kaum Muhajirin yang lewat dihadapan seorang dari kaum Anshar yang bersimbah darah. Lalu ditanyakan kepadanya, "Hai fulan, apakah kamu merasa Rasulullah telah terbunuh?" Orang Anshar tadi menjawab, "Jika Muhammad telah terbunuh, berarti ia telah menyampaikan risalahnya. Maka berperanglah kalian demi membela agama kalian." Lalu turunlah ayat,

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul." (QS. Ali Imran: 144) [HR. Abu Bakar al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah: 2/248]

Di antara sahabat yang tidak berputus asa dan melemah adalah Anas bin Nadhr. Ia tak berputus asa, bahkan dengan gagah berani menerjang barisan lawan demi menebus keutamaan yang luput darinya pada perang Badar.

Saat melihat sejumlah kaum muslimin yang lemah tanpa perlawanan, ia berkata, "Demi surga dan Tuhan Nadhr, sungguh aku telah mencium bau surga dan tak ada satupun yang dapat menciumnya."

Benarlah apa yang dikatakan Anas. setelah pertempuran usai, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mencarinya. Zaid menemukannya saat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Dan saat ditemukan, terdapat lebih dari 80 luka sabetan pedang, anak panah, dan luka ditubuhnya. Sampai-sampai tak seorangpun mengenalinya pada saat itu, kecuali saudara perempuannya, Rubayyi'. Ia berhasil mengenali jasad saudaranya melalui sebuah tanda di ujung jarinya.

Setelah Zaid menemukanAnas, ia menyampaikan salam dari Rasulullah untuknya. Lalu Anas menjawab salam tersebut dan berkata, "Aku telah mendapatkannya, aku telah mendapatkan harumnya surga! Tolong katakan kepada kaumku, orang-orang Anshar, 'Tidak ada alasan bagi kalian di hadapan Allah untuk tidak menolong Rasul-Nya sampai akhir hayat. Kalian masih memiliki satu sisi di surga yang harus kalian kelilingi'."

Kepahlawanan Anas dan kaum muslimin yang teguh hingga syahid di medan Uhud ini diabadikan dalam firman-Nya:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)." (QS. Al-Ahzab: 23)

Terhadap pasukan kaum muslimin yang terpengaruh dengan berita wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sehingga menjadi lemah, bahkan mundur ke belakang, Allah berfirman:

أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

"Apakah Jika dia (Muhammad) wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran: 144)

Maksud orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang teguh dalam menjalankan ketaatan dan berperang untuk membela agama Allah serta mengikuti Rasul-Nya, baik di saat beliau masih hidup atau sudah wafat.

Orang-orang yang bersyukur : mereka yang teguh dalam menjalankan ketaatan dan berperang untuk membela agama Allah serta mengikuti Rasul-Nya, baik di saat beliau masih hidup atau sudah wafat.

Telah juga disebutkan dalam kita-kita shahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab sunan, terkhusus dalam musnad Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin al-Khathab, bahwa Abu Bakar telah membacakan ayat ini saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam meninggal dunia.

Al-Zuhri berkata, Abu Salamah telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, Abu Bakar keluar sementara Umar berbicara kepada khlayak. Kemudian Abu Bakar berkata, "Duduklah wahai Umar." Tapi Umar menolak untuk duduk, sehingga khalayak menghadap kepada Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Kemudian Abu Bakar berkata, "Amma ba'du, barangsiapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah meninggal. Dan siapa yang menyembah Allah, maka sungguh Allah senantiasa hidup dan tak pernah mati. Allah Ta'ala berfirman,

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia (Muhammad) wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran: 144)."

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, "Demi Allah, seolah-olah manusia tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sehingga dibacakan kembali oleh Abu Bakar. Lalu semua orang membaca ayat ini darinya, sehingga tidaklah seseorang mendengarnya kecuali membacanya."

Syaikh Abdurrahman al-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan berkaitan dengan ayat ini, bahwa Rasululullah bukan satu-satunya rasul. Telah ada para rasul yang mendahuluinya. Tugas mereka sama, yaitu menyampaikan risalah dari Allah, Tuhan mereka semua, dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Mereka tidak ada yang kekal, sehingga keberadaan mereka bukanlah syarat dalam melaksanakan perintah-perintah Allah. Bahkan wajib bagi semua umat, beribadah kepada Allah di setiap waktu dan keadaan. Oleh karenanya Allah berfirman, " Apakah Jika dia (Muhammad) wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang." Yakni dengan meninggalkan perintah beriman, berjihad atau selainnya yang telah datang kepadamu.

Dalam ayat yang mulia ini, kata Syaikh Sa'di lagi dalam tafsir ayat tersebut, terdapat pelajaran dari Allah Ta'ala bagi para hamba-Nya agar berada dalam satu kondisi yang teguh, tidak goyah dalam beriman atau menjalankan tuntutannya karena hilangnya seorang pemimpin, walau ia seorang yang agung. Hal ini bisa di atasi dengan senantiasa menyiapkan orang-orang yang ahli dalam setiap urusan dien (Islam). Jika hilang salah seorang mereka, yang lain bisa menggantikannya. Dan supaya tujuan kaum mukminin secara umum adalah menegakkan agama Allah dan berjihad membelanya sesuai kemampuan, jangan sampai tujuan mereka terpaku pada seorang pemimpin tertentu. Dengan kondisi semacam ini, maka urusan mereka akan bisa tegak.

. . . supaya tujuan kaum mukminin secara umum adalah menegakkan agama Allah dan berjihad membelanya sesuai kemampuan, jangan sampai tujuan mereka terpaku pada seorang pemimpin tertentu.

Kemudian pada ayat selanjutnya Allah mengabarkan tentang rahasia kematian yang tidak terjadi kecuali dengan izinnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (QS. Ali Imran: 145) Artinya, tidak seorangpun yang meninggal kecuali dengan takdir Allah, dan sehingga sempurna waktu yang telah ditetapkan Allah untuknya. Oleh karena itu Allah berfirman, "sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya."

Dalam ayat ini terdapat motifasi dan dorongan bagi para penakut untuk berperang (berjihad). Karena maju berperang atau lari darinya tidak mengurangi jatah umur dan tidak pula menambahnya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim, dari Habib bin Shuhban, seorang muslim, -namanya Hujr bin 'Adi- berkata, "Apa yang menghalangi kalian untuk menyeberangi sungai Tigris untuk menemui musuh-musuh itu? "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." Kemudian ia menepuk kudanya menyeberangi sungai Tigris. Ketika ia melakukan itu, orang-orangpun mengikutinya. Maka saat musuh melihat mereka seperti itu, mereka berteriak dan lari terbirit-birit. (Tafisr Ibnu Abi Hatim: 2/ 584)

. . maju berperang atau lari darinya tidak mengurangi jatah umur dan tidak pula menambahnya.

Penutup

1. Berita gugurnya Syaikh Usamah bin Laden tidak boleh membuat lemah perjuangan jihad menegakkan kalimatullah di muka bumi ini. Terlebih beliau gugur di tangan musuh-musuh Allah dan agama-Nya, yang kita berharap Allah menerima kesyahidannya dan menjadikannya sebagaimana dalam firman-Nya.

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka." (QS. Ali Imran: 169-170)

2. Tujuan perjuangan Jihad fi sabilillah adalah untuk menegakkan agama Allah, bukan terpaku pada seorang pemimpin tertentu. Jika seseorang jadi tujuan, pasti perjuangan tak akan istiqamah. Karena pemimpin adalah manusia yang bisa salah dan pasti akan habis jatah hidupnya.

3. Kematian Usamah terjadi dengan izin Allah Ta'ala dan sudah sampai ajalnya. Kalau bukan karena ditembak mati pasukan khusus Amerika, pasti ada sebab lain yang Allah adakan.

4. Jihad tidaklah memendekkan umur, sebaliknya tidak berjihad juga tidak memanjangkannya, karena umur manusia sudah ditetapkan oleh penciptanya. Karenanya tidak ada alasan takut berjihad dan meninggalkannya bagi orang beriman.

5. Siapa yang berjihad untuk Allah sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya, maka Allah tetap hidup dan tak akan pernah mati. Sementara siapa yang berjihad untuk al-Qaidah dan Usamah, maka beliau telah tiada, maka pastinya ia melemah dan meninggalkan senjatanya.

6. Untuk menjaga kesinambungan jihad Islam, seperti nasehat Syaikh Sa'di, agar tidak menyiapkan kader yang ahli dalam bidangnya, sehingga apabila hilang satu, maka masih ada yang siap menggantikannya sehingga jihad akan tetap eksis. Wallahu Ta'ala a'lam.

[PurWD/voa-islam.com] /@cwi

selengkapnya...

Sekolah Obama di Menteng Dahulu Milik Freemasonry

Ada fakta unik mengenai jatidiri Obama yang tidak kita ketahui semua. “Buku Kenang-kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917” yang diterbitkan atas prakarsa tiga loge besar di Jawa menyatakan bahwa sekolah di Jalan Besuki (besukiweg) tempat Obama belajar dahulu dimiliki oleh freemasonry. SDN Menteng 01 atau akrab dengan sebutan SDN Besuki kala itu berada di bawah naungan Carpentier Alting Stiching, sebuah Yayasan miliki Freemason yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan.

Carpentier Alting Stiching: Yayasan Freemason

Menurut Arta Wijaya, dalam bukunya “Jaringan Yahudi di Nusantara” (Pustaka Al Kautsar: 2010) Albertus Samuel Carpentier Alting (1837-1915) adalah tokoh masonik yang berada dibalik pendirian sekolah tersebut pada tahun 1902. Kala itu AS. Alting masih melakukan inisiasi tentang pendidikan dengan mendirikan Sekolah Menengah khusus bagi wanita (Hoogere Burgere School/HBS), yang merupakan usaha pendidikan pertama di Hindia Belanda. Jenjang waktu tempuh pendidikan HBS kala itu masih tiga tahun dan sempat mengalami kendala karena kekosongan pendaftar.

Reputasi Alting sebagai seorang pendidik membuatnya terlibat dalam mendirikan berbagai sekolah di dataran Jawa. AS. Alting sendiri adalah alumnus teologi di Universitas Leiden dan memiliki pengaruh kuat dalam jajaran Freemasonry di Hindia Belanda. Selain sebagai pendidik, AS. Alting juga tersohor sebagai pendiri Majalah Mason Hindia dan Loge Agung Provinsial Hindia Belanda serta menjabat Wakil Suhu Agung untuk Hindia Belanda.

Seiring berjalannya waktu, AS. Alting kemudian mendirikan sebuah yayasan yang dinamakan Carpentier Alting Stiching atau disingkat CAS yang bernaung di bawah Ordo Freemasonry Hindia Belanda atau kala itu disebut Ordo van Vrijmetselaren Nederlansche Oost Indie. Lembaga-lembaga pendidikan dibawah yayasan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal sekolah tempat Obama mengenyam pendidikan, sekaligus menunjukkan bagaimana visi Alting ke depannya.

Bukti-bukti itu bisa kita lihat jika berkunjung ke situs CAS http://cas-reunisten.nl/index.htm. Ketika membuka situs tersebut, kita akan dihadapakan langsung pada gambar sekolah di Jalan Besuki tempo dulu. Pada sekolah-sekolah yang diangun AS. Calting diterapkan semngat inklusif dan pluralisme. Sekolah ini tidak mengenal perbedaan agama, semua masyarakat dari segala jenis agama dipersilahkan untuk menimba ilmu.

Lambat laun kerja keras Alting membumikan pendidikan Belanda yang kental nuansa masonik semakin menorehkan kesuksesan. Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat Hindia Belanda 1764-1962 (Sinar Harapan: 2004), T.H Stevens menyatakan bahwa CAS pada tahun 1952 telah mendapatkan reputasi besar di kalangan Freemasonry.


Yayasan Freemasonry ini mengoleksi lebih dari 1.500 murid yang terbagi dalam Lyceum dengan Middelbare Meisjes School (sekolah menengah untuk perempuan), sebuah Uitgebreid Lager Onderwijs (sekolah menengah pertama) dan tiga sekolah dasar. Para murid merasa senang mengunjung CAS salah satunya dikarenakan model sistem pendidikan modern dan sangat berkiblat ke Barat.

Nono Anwar Makarim, salah seorang pengacara senior pernah menceritakan bagaimana pengalamannya belajar di Carpentier Alting Stichting pada tahun 1958 yang amat bergaya Eropa. Sepeti dikutip Pusat dan Data Analisa Tempo, Nono mengatakan, ''Sejak kecil saya berdiri di dua kultur yang berbeda, satu kaki pada kultur Barat, satu lagi berpijak di kultur Timur.



AS. Carpenter Alting dan Perannya Menyebarkan Faham Freemason

Pengalaman Alting melanglang buana ke dataran Nusantara sebagai tokoh penting freemason tidak bisa dianggap sepele. Ia rajin berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya demi melebarkan sayap freemason. Menurut Arta Wijaya, AS. Alting pertama kali menginjakkan kaki di tanah nusantara di kota Padang. Ia kemudian bergabung menjadi anggota Loge matahari dan terlibat mendirikan Perkumpulan Pengurusan Yatim Piatu dan Padang Frobel School yang dibuka pada tahun 1889.

Dari Padang, AS. Alting kemudian dipindahkan ke Buitenzorg dan memegang peranan berpengaruh dalam tubuh Buitenzorg Maconniek Societiet (Perkumpulan Mason Bogor). Perkumpulan ini kemudian meretas berdirinya Loge Excelsior pada 1891 di kota tersebut.

Lama mengenyam diri di Bogor, selanjutnya AS. Alting masih melanjutkan pengembaraannya dengan hijrah ke Semarang pada kurun waktu 1895. Menurut catatan Wikipedia, nama AS. Alting tercatat sebagai pendeta di Gereja Blenduk yang kini terdapat di Jl. Letjend. Suprapto 32 Semarang dengan nama Gereja GPIB Immanuel. Gereja Kristen ini adalah gereja tertua di Jawa Tengah. Ia dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada tahun 1753. AS. Alting sendiri kemudian aktif berkhotbah di Gereja ini pada durasi 1895-1897.

Alumni CAS dan Riwayatnya kini

Kisah sukses CAS membumikan pendidikan Belanda, membuat para alumninya berinisiatif untuk mendirikan yayasan CAS-Relinisten untuk mengenang masa-masa mereka sekolah dulu. Bahkan tepat ketika pada tanggal 3 September 1977, telah sukses diadakan peringatan 75 tahun berdirinya cikal bakal CAS pada tahun 1902. Acara tersebut sendiri dilakukan dalam suatu pertemuan besar dengan melibatkan sejumlah alumni dan elemen-elemen terkait di Gedung Konser di Den Haag.

Hal yang patut dicatat adalah bahwa dalam reuni tersebut, Atase Militer kedutaan besar Indonesia meberikan kata sambutan dengan menekankan bahwa CAS di Indonesia telah menjalankan suatu fungsi yang amat penting. Dan hasil reuni itu kemudian dirumuskan dalam bentuk buku kenangan berjudul Gedenkboek 1902-1977 (Buku Peringatan 1902-1977) yang dilengkapi dokumentasi album foto sehingga memberikan kesan berarti.

Saat pemerintah Indonesia, mengeluarkan Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry beserta segala organisasi derivatnya, nasib kegiatan di sekolah ini sempat terkatung-katung. Kehadiran CAS yang terendus kuat memiliki misi Freemasonry membuat mereka sibuk memutar kepala. Namun waktu tidak memberi mereka peluang banyak untuk bernafas hingga akhirnya kegiatan di sekolah ini tidak lagi aktif tak lama setelah Keppres itu dikeluarkan.

Sebenarnya Raden Said Soekanto, Kepala Kepolisian pertama RI sudah mengendus akan terjadinya pembubaran CAS pada tahun sebelum kepres itu dikeluarkan. Soekanto yang juga kader inti freemason telah mengatur strategi untuk meneruskan roda perjalanan sekolah ini dengan cara mengganti nama Yayasan Carpentier Alting menjadi Yayasan Raden Saleh pada tahun 1958.

Namun seperti yang sudah dikisahkan sebelumnya, sejarah CAS di bawah pimpinan Indonesia hanya berlangsung singkat. Kala itu Yayasan Raden Saleh mengambil alih anggaran dasar CAS dan memberlakukan peraturan bahwa mayoritas anggota pengurus haruslah merupakan kader freemason tulen. Akhirnya banyak anggota-anggota pengurus baru berasal dari loge Jakarta “Purwa Daksina”.

Ketua pengurus sendiri dipimpin oleh Soekanto. Sedangkan R. Sumitro Kolopaking dan R. Soerjo memangku jabatan wakil-wakil ketua. Adapun M. Soendoro, yang zaman itu memangku jabatan Sekretaris Agung Loge Agung Indonesia, diamanahkan untuk mengisi posisi sekretaris.

Dalam buku “Satu Tahun Pendidikan Nasional Jajasan Raden Saleh”, yang dikeluarkan pada bulan Juli 1959, kita bisa menengok segala kenangan yang tersimpan mengenai sekolah ini. Dari data laporan pada tahun 1958 sampai 1959, Yayasan Raden Saleh tercatat mengelola dua sekolah dasar, yakni Taman Kanak-Kanak, dan dua sekolah menengah, yaitu sebuah SMP dan sebuah SMA.

Namun pada tahun itu hanya tinggal sedikit murid Belanda ikut mengenyam pendidikan bersama Yayasan Raden Saleh. Tercatat dari sekitar 450 murid yang mengikuti pendidikan bersama Yayasan Raden Saleh alias jelmaan CAS pada kurun waktu 1958-1959 85 orang mempunyai nama keluarga Belanda dan sisanya berasal dari aseli Indonesia.

Th Stevens menjelaskan bahwa pada dasarnya Yayasan Raden Saleh kala itu tidak jauh berbeda dengan pendahulunya. Yayasan Raden Saleh sebagai penerus CAS, selalu menerapkan prinsip masonik tentang manusia dan masyarakat hingga akhirnya usaha ini terhenti oleh karena perkembangan politik pada awal tahun-tahun enam puluhan.
Pada masa kini dapat disaksikan bahwa di tempat sekolah-sekolah Carpentier Alting dahulu, di Koningsplein Oust (sekarang Medan Merdeka Timur) terdapat lembaga dengan pendidikan Ianjutan.

Namun sekolah ini, menurut Th Stevens, tidak ada kaitannya dengan landasan semula. Terlebih saat ini sekolah yang didirikan freemason itu telah berubah fungsi menjadi Gedung Galeri Nasional Indonesia yang terletak di Jalan Medan Merdeka Timur No. 14. Jakarta Pusat lengkap dengan catatan kelam sejarahnya. (pz)

/@cwi

sumber; eramuslim.com

selengkapnya...

Karl Marx: Tokoh Yang Tidak Bisa Mengurus Diri Sendiri, Tapi Ingin Mengatur Masyarakat

Janggutnya tebal. Tubuhnya tambun. Ia berikrar agama adalah candu, bahkan benalu. Kendati demikian, ia dipuja sekaligus dibenci. Meski tuhan baginya hanya iming-iming bagi orang sulit. Iya, dia memang kesal terhadap Agama. Dengan mata kepala sendiri, ia menyaksikan kepengecutan ayahnya sebagai pendeta Yahudi yang menarik kata-kata dalam khotbahnya di bidang reformasi politik hanya karena takut dikucilkan sebagai bangsa Yahudi.

Adalah Karl Marx, pengusung sejati komunis itu yang sudah bak dewa bagi anak-anak kiri. Nama Karl Marx memang tidak asing di telinga kita. Ia banyak disorot pasca pemikiran-pemikirannya di bidang sosiologi, ekonomi, dan politik menjadi diktat wajib untuk dipelajari di kampus-kampus. Bukunya seperti Das Kapital dan Manifesto Komunis laris manis di pasaran dan coba diterapkan di masyarakat.

Akan tetapi, dibalik pemujaan bahkan kultus bagi generasi muda dunia terhadap diri seorang tokoh atheis tersebut, ada sekelumit catatan hitam dari pengalaman pribadi Marx yang jarang diketahui banyak orang. Kita hanya ingin bertanya: Betulkah Marx bisa mengurus masyarakat sedangkan ia tidak bisa menyelesaikan problem justru di kelompok terkecil dalam masyarakat: Keluarga!

Dalam lembaran catatan kelam tersebut, terkisah bagaimana gambaran hidup Marx selama ini. Pasca ayahnya meninggal, Karl Marx hidup dengan gelimang hutang disana-sini. Dalam kondisi tak berdaya, ia tidak bisa berbuat banyak. Tumpukan hutang yang menggunung menjadi sulit ia entaskan dalam kondisi ketidakadaan seorang ayah.

Wajah seorang ibu yang teduh, kemudian menjadi sasaran bagi Marx. Dengan nekat, Marx membebani utang pribadinya kepada sang ibu yang tengah menjanda. Sayangnya sang ibu malah menolak menjadi sandaran Marx untuk menutupi hutang-hutangnya, disamping keadaan telah renta, kondisi hutang Marx adalah beban tersendiri dalam keluarga.

Namun itu hanyalah sebuah kasus dari sisi negatif Marx selama ini, sebelumnya pada usia relatif remaja, Karl Marx sudah terkenal di kalangan kawan seumurannya sebagai seorang pecinta minuman. Sejak umur 17 tahun, kerongkongan Marx muda telah akrab dijejali literan anggur. Pada seluruh hidupnya tak terbesit sekalipun niat secara serius mencari kerja demi membantu keluarga. Karl Marx baru mendapat sedikit perubahan dalam sisi finansial, saat bertemu seorang pengagumnya yang bekerja di bidang penerbitan.

Menurut Herry Nurdi, Moses Hess demikian nama sang dewa penolong yang terkagum-kagum pada Marx itu. Karir Marx dalam penerbitan Hess meroket secepat kilat. Dari seorang editor ia menjadi pemimpin redaksi. Ia juga menjadi propagandis sosialis nomor wahid kala itu.

Menurut Marx, sudah waktunya bagi sosialisme untuk menuntut dan mendesak tidak lagi menyerukan ide-ide. Pada proses inilah, terjadi pergeseran pemikiran Marx dari seorang teoritis ke arah praktis.


Dalam proses inilah Marx juga bertemu seorang komunis tulen yang kelak menjadi sahabatnya Frederich Engels (1820-1895). Seorang sahabat yang sangat sabar membiayai hidup Marx yang miskin dan kacau balau sampai akhir hayatnya.

Pada periode 1849 sampai akhir hayatnya, Marx hidup dalam buangan di Inggris. Sampai ia meninggal Marx memiliki masalah besar dalam mengatur dirinya sendiri. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan British Museum, demi menggali lalu menemukan teori ekonomi dan kapital. Kecuali untuk mengunjungi keluarganya yang terbengkalai.



Ketika Marx menulis Das Kapital, sebenarnya hidup Marx berada dalam keprihatinan. Ia hidup penuh kesulitan dan terlunta-lunta. Karl Marx menelurkan konsep ekonomi tanpa memperhatikan sama sekali kehidupan ekonomi keluarganya. Karl Marx bercita-cita tentang arti masyarakat sejahtera, namun sama sekali tidak coba dilaksanakan di keluarganya sendiri. Sang istri begitu pilu hidup bagai perempuan sebatang kara di tengah hutan tanpa banyak mendapat belaian kasih sayang suami.

Bahkan untuk biaya kehidupan keluarganyapun, harus seorang Frederich Engels mengambil peran yang “ditinggalkan” Karl Marx. Engels lah yang mengucurkan dana keseluruhan bagi biaya hidup keluarga Marx. Berkat Engels pula, Das Kapital yang menjadi rujukan para komunis itu, bisa kita temui lengkap tiga jilid banyaknya.

Cyril Smith dalam bukunya Friedrich Engels and Marx’s Critique of Political Economy, berpendapat bahwa sebenarnya banyak orang percaya jika Engels sering gagal memahami karya Marx. Setelah kematian Marx, Engels menjadi juru bicara terkemuka bagi teori Marxian dengan mendistorsi dan meyederhanakan teorinya, meskipun ia tetap setia pada perspektif politik yang telah ia bangun bersama Marx.

Menurut Paul Johnson, sejatinya Karl Marx hanya menulis Das Kapital secara lengkap di jilid pertama, sedangkan dua jilid terakhir di kumpulkan Engels dari surat menyurat yang dilakukannya kepada Karl Marx. Bisa dikata, tanpa ketekunan Engels bisa jadi nama Karl Marx hanya terpasung dalam status seorang pendendam dan pemarah tanpa bisa menyelesaikan tugas-tugasnya.

Setelah menyelesaikan jilid pertama dari Das Kapital, tahun 1867, kondisi kesehatan Karl Marx menurun drastis. Tokoh Yahudi tersebut mengalami tingkat kesehatan terburuk dalam hidupnya. Marx berada dalam situasi penuh kesulitan untuk menyelesaikan buku Das Kapitalnya.

Dalam bukunya, Intellectuals, Paul Johnson juga mengambarkan sisi lain dari emosi seorang Karl Marx. Dikisahkan bagaimana jatidiri Marx selama ini tidak lebih selalu dihiasi sifat tempramen, mabuk-mabukan, pemarah serta perokok berat. Saking beratnya, istrinya sendiri menuliskan jika kita masuk ke kamarnya, mata kita akan berair kena asap rokok yang bergumpal-gumpal di dalam kamar Marx. Semuanya kotor dan diselimuti debu, bahkan untuk duduk saja, di kamarnya adalah suatu pekerjaan menjijikan.

Dengan gaya hidup seperti itu, ia telah mengorbankan dirinya sendiri. Ia menjadi sangat jarang membersihkan diri ke kamar mandi, bahkan untuk sekedar mencuci muka. Ia tak memiliki waktu jelas kapan dia tidur dan kapan ia bangun. Bahkan Karl Marx pernah ditangkap polisi karena melakukan kekerasan dan menggunakan pistol akibat akibat emosinya tidak terkontrol. Disebutkan ia, melakukannya dalam keadaan tidak sadar atau sedang mabuk. Marx memang bukan pecandu alkohol, tapi di dalam bukunya Paul Johson mengatakan bahwa Marx memiliki jadwal rutin untuk bermabuk ria.

Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882 dan Marx sendiri wafat di tahun 1883. Karl Marx seorang yang yang tak bisa mengatur dirinya sendiri itu, kini justru berusaha mengatur masyarakat lewat ekonomi, politik, bahkan sosiologi. Fotonya dibingkai di tembok-tembok sekolah sebagai sosiolog sejati. Ironis. (pz)

Referensi
Herry Nurdi, Membaca Karl Marx Dengan Kaca Pembesar, Jurnal Islamia Vol III No. 2
Paul Jonshon, Inttelectuals: FromMarx to Tolstoy, Sartre and Chomsky. Ebook
Michael H. Hart. Seratus Tokoh Orang Paling Berpengaruh di Dunia. Ebook

/@cwi

sumber; eramuslim.com

selengkapnya...

Rekayasa Pembusukan Islam

Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Berikut ini akan kami ungkap kembali artikel di buku Rekayasa Pembusukan Islam, Pustaka Nahi Munkar, Surabaya-Jakarta, 1430H / 2009M. Karena akhir-akhir ini ada dua kejadian yang menghebohkan. Yang satu tentang penyebaran faham sesat liberal, film garapan Hanung berjudul tanda Tanya (?) dinilai menyebarkan kemusyrikan modern yakni faham liberal pluralisme agama.

“Setelah saya menyaksikan film TANDA TANYA, karya Hanung, produksi Mahaka Picture (Kelompok Republika), saya menyatakan; 'Film itu menyebarkan paham syirik modern (Pluralisme Agama), mendukung orang murtad dari Islam, menyatakan semua agama menuju Tuhan yang sama, mencampuradukkan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, dan berlebih-lebihan dalam menggambarkan konflik antar agama',” demikian disampaikan KH. A. Cholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya kepada redaksi hidayatullah.com, Kamis (07/3) malam. (nahimunkar.com, MUI: Film Karya Hanung Mendukung Orang Murtad, April 6, 2011 10:24 pm, http://www.nahimunkar.com/mui-film-karya-hanung-mendukung-orang-murtad/)

Yang kedua, partai yang tadinya berkiprah da’wah namun belakangan sudah jauh langkahnya, beritanya sebagai berikut:

Astagfirullah Politisi PKS Nonton Film Porno di Sidang Paripurna

Jakarta (voa-islam.com) - Usai berubah menjadi partai terbuka, jelang pemilu 2014 ujian Partai Keadilan Sejahtera (PKS) datang silih berganti.

Kasus poligami tak syar'i, laporan kasus korupsi di KPK dan ancaman fisik yang dilaporkan sang deklarator partai sekaligus mantan anggota Dewan Syuro Ustadz Yusuf Supendi belum reda. Kini, partai yang banyak ditinggalkan oleh para pendirinya itu dicoreng lagi dengan berita mesum di Senayan.

Politisi PKS, Arifinto kepergok menonton video porno saat Sidang Paripurna sedang berlangsung. Anggota Komisi V DPR tersebut sedang membuka-buka folder dari tablet. Tak lama kemudian, muncullah video porno tersebut. karena mendapat kiriman email dari seseorang. Tapi dari kacamata fotografer yang menjepret Arifinto, terlihat video tersebut dibuka dari kumpulan dokumen atau folder di dalam tablet. Demikian ungkap M Irfan, fotografer Media Indonesia. (Voaislam, Jum'at, 08 Apr 2011, http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/04/08/14050/astagfirullah-politisi-pks-nonton-film-porno-di-sidang-paripurna/)

Berkaitan dengan dua masalah tersebut berikut ini kami ungkap kembali tulisan tentang rekayasa pembusukan Islam sebagai berikut:

Rekayasa Pembusukan Islam dan Doktor yang Lantang

Di kala kelak bumi ini penuh dengan bangkai makhluk perusak bernama Ya’juj wa Ma’juj menjelang kiamat, maka Allah mengirimkan burung-burung untuk memakan bangkai yang berserakan itu. Demikian pula setiap kali ada manusia-manusia durjana yang membuat rekayasa pembusukan dalam rangka merusak Islam, maka Allah Ta’ala memunculkan manusia pembela agamaNya itu dan melawan musuh-musuhNya.

Rekayasa pembusukan berupa mengalihkan pendidikan Islam dari Ahlus Sunnah yang tauhidnya murni kepada pengkaderan calon-calon propagandis kemusyrikan baru berupa pluralisme agama telah berlangsung sejak 1975-an di IAIN atau perguruan tinggi Islam di Indonesia. Pelaku utamanya Dr Harun Nasution dibantu dengan aneka tenaga handal dan perangkat yang telah disediakan. Pembusukan Islam lewat pendidikan tinggi Islam itu telah dicium sejak awal oleh Prof Dr HM Rasjidi mantan menteri agama RI yang pertama dan bahkan merupakan seniornya Harun Nasution, baik di Mesir maupun di Mc Gill University, Canada. Maka Prof Dr HM Rasjidi pun tidak tinggal diam, beliau bersama para pakar lainnya menyuarakan penolakan keras terhadap penyelewengan yang dijajakan oleh Harun Nasution.


Sepeninggal Prof Dr HM Rasyidi, Dr Deliar Noer, Dr Daud Ali SH, dan Prof Dr Busthanul Arifin SH tampaknya dalam pergulatan memperjuangkan Islam sepi dari suara lantang doktor. Sementara itu dari pihak yang tidak pro kepada Islam justru tampak menjamur doktor-doktor yang lantang dalam “memperjuangkan” apa yang mereka bela. Hingga dari kelompok yang terkutuk oleh Islam seperti kelompok homo ataupun gay pun ada doktornya yang lantang. Bahkan tumbuh pula doktor yang menghalalkan berpasangan sejenis yang jelas-jelas telah diadzab Allah Ta’ala di zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam itu. Belum lagi doktor-doktor maupun calon doktor yang di bidang masing-masing mereka lantang dan siap “mengganyang” Islam.

Fenomena itu masih pula ditambah lagi dengan sebagian doktor yang tadinya menegakkan aqidah Islam, tahu-tahu telah lekang dimakan panas dan lapuk kena hujan pergaulan, hingga bisa dibilang di barisan yang berhadapan dengan Islam. Secara perhitungan ukhuwah Islamiyah adalah suatu kerugian besar dan musibah bagi Ummat Islam.

Untuk menyadarkan bahwa kondisi Ummat Islam ini dalam hal menghadapi aneka masalah dan sering sekali ramai itu justru tidak lagi seperti dulu yang masih “dipandu” oleh doktor-doktor yang lantang alias vocal, maka perlu kami ingatkan kembali lewat tulisan ini.

***

Berikut ini kami turunkan contoh suara lantang doktor dalam dua kasus. Yang satu kasus lama, menghadapi rekayasa pembusukan agama lewat pendidikan tinggi Islam, IAIN, UIN, STAIN, STAIS dan lainnya; dan yang satunya lagi kasus baru, menghadapi pembusukan di suatu kelompok yang semula giat berdakwah namun belakangan telah jauh dari arah semula. Mari kita simak kasus yang lama lebih dulu berikut ini:

Mengenang Bahaya
Harun Nasution dan Ahmad Wahib
Dua Buku yang Menghebohkan

Ada dua buku tentang agama Islam yang merusak aqidah Islam dan merusak generasi muda Islam. Pertama, buku yang ditulis oleh Dr. Harun Nasution dengan judul “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya”. Penerbit, Bulan Bintang, 1974. Tetapi penerbitnya agak menyesal menerbitkannya karena reaksi yang hebat menentang buku itu timbul dalam masyarakat. Buku ini mendapat tantangan danreaksi yang sangat keras dan tajam dari Prof. Dr. H. M.Rasjidi, karena beliau khawatir akan pengaruh buku tersebut bagi angkatan muda Islam, mengingat buku itu konon menjadi buku wajib pada tingkat I IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Dan mengingat pula buku itu dikarang oleh Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri. Dr. Harun Nasution adalah keluaran Mc. Gill University, Montreal, Canada. Dan masuknya di universitas itu adalah antara lain karena bantuan dari Prof. Rasjidi sendiri. Tetapi beliau kaget melihat hasil karya Dr. Harun tersebut. Dan tanpa ragu-ragu sedikitpun juga Prof. Rasjidi mengasah penanya yang sudah tajam itu untuk menghadapi dan mengoreksi Dr. Harun Nasution, dengan judul“Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution” antara lain berkata seperti di bawah ini:

“Terdorong oleh rasa faidah mengetahui hal-hal yang baru yang dapat saya manfaatkan dalam mengabdi kepada Islam dan Umat Islam Indonesia, saya merintis jalan untuk berusaha menyalurkan para sarjana tamatan IAIN dan lain-lain untuk memasuki alam fikiran orientalisme; dalam hal ini saya tidak bertindak sebagai perintis. Saya mengetahui bahwa banyak ulama dari Al-Azhar di Cairo dikirim ke Jerman atau London atau Paris oleh satu panitia yang memakai nama Almarhum Syekh Muhammad Abduh.

“Akan tetapi entah karena suatu hal yang tak terduga, di antara yang saya usahakan belajar di Instintute of Islamic Study ada yang memberikan hasil yang mengecewakan. Dalam menyelami alam fikiran orientalisme, mereka bukan mendapatkan sumber kekeliruan para sarjana Barat tentang Islam, akan tetapimalah menelan segala sesuatu yang mereka katakan dengan tidak memakai daya kritis.”

“Memang kemegahan Barat dalam keuletan cara meneliti dan berfikir dapat dibanggakan, akan tetapi bagi orang yang bijak, di celah hal-hal yang mengagumkan itu sering terdapat kekeliruan-kekeliruan yang besar.”

“Di antara mereka yang terpengaruh dengan cara berpikir orientalisme yang merugikan Islam adalah teman saya sendiri, Dr. Harun Nasution yang saya bantu untuk datang ke Canada pada tahun 1963.”

“Beliau mendapat MA pada tahun 1965 dan Ph. D. pada tahun 1968 sebagai putra Indonesia pertama yang mendapat gelar tersebut.”

“Akan tetapi cara berpikir beliau dan konsepsi beliau tentang Islam sangat merugikan kepada Islam dan Umat Islam di Indonesia sehingga perlu dikoreksi.”

“Mula-mula saya tidak mau melakukan koreksi tersebut di muka umum,pada tanggal 3-12 tahun 1975 saya menulis laporan Rahasia kepada Sdr. Menteri Agama dan beberapa orang staf eschelon tertinggi di Kementerian Agama. Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku Dr. Harun Nasution yang berjudul: Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Saya menjelaskan kritik saya pasal demi pasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr. Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Menteri Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut yang oleh Kementerian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan buku wajib di seluruh IAIN di Indonesia.”

“Karena lebih dari satu tahun tidak ada respon dari Departemen Agama, maka saya menggambarkan dua kemungkinan:

A. Pihak Departemen Agama, khususnya Diperta (Direktorat Perguruan Tinggi Agama) setuju dengan isi buku tersebut dan ingin mencetak sarjan IAIN menurut konsepsi Dr. Harun Nasution tentang Islam.

B. Atau pihak-pihak tersebut di atas tidak mampu menilai buku tersebut dan bahayanya bagi existensi Islam di Indonesia serta umatnya.

Kedua kemungkinan tersebut di atas tidak memberikan harapan yang baik.”

“Dengan begitu maka satu-satunya jalan yang dapat saya tempuh adalah menyiarkan koreksi saya itu dalam bentuk buku untuk umum, sehingga pendapat umumlah yang akan memberi penilaian kepada dua pandangan yang berlainan ini.”

Demikian Prof. Dr. H. M. Rasjidi dalam kata pendahuluannya. Dan setelah memberikan koreksi dan kritiknya pasal demi pasal dan bab demi bab, pedas, asam , pahit, lincah dan ilmiah itu, maka Rasjidi sampai kepada kesimpulan dan menutup pembahasannya seperti tertera di bawah ini:

“Telah agak lama saya menerima pengaduan dari mahasiswa dan dosen-dosen tentang kuliah-kuliah Dr. Harun Nasution. Ketika saya membaca bukunya yang berjudul: Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, saya menjadi yakin akan keluhan-keluhan yang saya dengar.

“Karangan Dr. Harun Nasution yang diwajibkan untuk dipelajari mahasiswa IAIN adalah buku yang penuh fikiran kaum orientalis yang beragama kristen.

I. Pernyataan bahwa Tuhan tidak perlu ditakuti tetapi dicintai, adalah kata Kristen.

II. Agama monotheisme adalah Islam, Yahudi, Kristen (Protestan dan Katolik) dan Hindu adalah fikiran comparative religious yang ditimbulkan oleh orang-orang yang mengaku berdasar ilmiyah dengan tidak berguna sedikitpun.

III. Orang-orang yang kotor tidak akan diterima kembali ke sisi yang Maha Suci, adalah expresi Kristen, pengaruh dari Neo Platonisme dan Gnosticisme.

IV. Injil adalah teksnya bukan wahyu, yang wahyu adalah isi atau arti yang terkandung dalam teks itu. Pernyataan tersebut adalah pernyataan yang lebih Kristen dari pada teolog-teolog Kristen. Orang Kristen mengatakan bahwa wahyu adalah yang mendorong penulis-penulis Injil untuk menulis Injil masing-masing, adapun isinya banyak yang salah, karena manusia tak luput dari kekhilafan.

V. Tidak dapat diketahui dengan nama pasti mana Hadits yang betul berasal dari Nabi dan mana yang dibuat-buat. Ini adalah pendapat Goldziher, seorang Yahudi dari Hongaria.

VI. Istihsan yang dibawa oleh Abu Hanifah, Al Masalih Al Mursalah yang dicetuskan oleh Malik bin Anas ditolak oleh Al-Syafi’i, Qiyas yang dicetuskan oleh Al- Syafi’i ditolak oleh Ibn Hazm Al-Zahiri. Pintu ijtihad ditutup. Semua itu merupakan gambaran suram tentang hukum Islam ditulis oleh seorang sarjana Islam. Sedang ahli hukum di Prancis mengeluarkan pernyataan dalam konperensi hukum Islam di Paris sebagai berikut:

“Para peserta Kongres merasa tertarik oleh problema-problema yang dilontarkan dalam Minggu Hukum Islam dan oleh diskusi mengenai problema tersebut, serta mendapat kesimpulan yang terang bahwa prinsip Hukum Islam mempunyai nilai yang tak dapat dibantah, dan bahwa variasi aliran-aliran dalam hukum Islam mengandung kekayaan-kekayaan ilmu hukum yang istimewa yang memungkinkan hukum ini untuk melayani hajat penyesuaian dalam kehidupan modern, (dikutip dari “Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah”, terbitan Bulan Bintang 1976).

VII. “Sementara itu Islam dalam sejarah mengambil bentuk ketatanegaraan”. Ini adalah konsep Kristen yang dibawa oleh Nabi Isa tak mengandung konsepsi tentang negara Kristen.

VIII. “Pemikiran pembahasan modernisasi mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama agar disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Pembaharuan dapat dilakukan mengenai interpretasi atau penafsiran aspek teologi, hukum dan seterusnya dan mengenai lembaga-lembaga.” “Ini semua berarti bahwa yang ada di Barat itu semua benar dan sempurna. Dan oleh karena Umat Islam tak dapat meninggalkan Al-Qur’an dan Hadits, maka diperlukan interpretasi baru tentang ayat-ayat, apalagi ayat-ayat itu banyak yang dubious.”

“Dengan begitu maka yang mutlak adalah yang terjadi di Barat yang beragama Kristen. Kita yang beragama Islam hanya dapat memberikan interpretasi baru kepada ayat-ayat Al-Qur’an.”

“Hal tersebut adalah fikiran orang yang belum yakin akan keunggulan isi Al-Qur’an dan belum sadar akan kelemahan dan bibit-bibit kehancuran yang sekarang tumbuh di Barat.”.

Akhir kata

“Semula kita, Umat Islam Indonesia menginginkan generasi muda yang mahir dalam ilmu ke-islaman, bahasa Arab, Al-Quran, Syari’ah, Tauhid, dan lain-lain. Di samping itu mereka harus mengetahui ilmu-ilmu baru: Sosiologi, Hukum dan Filsafat dan lain-lain.”

“Buku Dr Harun Nasution menunjukkan bahwa sekarang ada di antara kita yang terpengaruh oleh metode orientalis Barat sehingga menganggap Islam sebagai suatu gejala masyarakat yang perlu menyesuaikan diri dengan peradaban Barat.”

“Dengan begitu akan hilanglah identitas Islam kita, dan akan hilanglah kekuatan jiwa yang kita peroleh dari Al-Qur’an.

“Buku Dr Harun Nasution telah membantu terciptanya masyarakat semacam itu, masyarakat modern yang segala-galanya di dalamnya benar, dan Agama Islam harus diubah penafsirannya sehingga sesuai dengan peradaban Barat itu.”

“Aku berdo’a kepada Allah SWT mudah-mudahan tulisan ini dapat menghindarkan bahaya yang besar itu!”

“Ya Allah, janganlah Engkau menyesatkan hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan berilah kami rahmat dari sisiMu, sungguh Engkau Maha Pemberi!” (Prof Dr HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr Harun Nasutiontentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, halaman 150, Bulan Bintang, Jakarta, 1977).

Buku kedua, yang lebih menghebohkan tetapi kurang berisi dan berbobot ialah buku dengan judul Pergolakan Pemikiran Islam karya Ahmad Wahib,diterbitkan oleh LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Jakarta.

Buku ini mendapat reaksi demikian ramainya dari kalangan tua dan muda dari pusat sampai daerah. Disunting oleh dua orang aktivis Pemuda Islam, Djohan Effendi dan Ismed Natsir.

Reaksi Rasjidi

Prof Dr HM Rasjidi tidak begitu bersemangat berbicara tentang isi buku tersebut, karena itu hanyalah catatan harian pribadi Ahmad Wahib yang tidak pantas diterbitkan untuk umum.

Itu suatu tragedi yang merupakan halaman yang suram dalam kehidupan Islam di zaman Orde Baru ini. (Panji Masyarakat, No. 346, Jakarta). Yang diserang dan disesalkannya ialah penyuntingnya, Djohan Effendi dan pembuat kata pengantarnya, Prof Dr H Mukti Ali. Serangan kepada Mukti Ali lebih keras dan lebih tajam, karena beliau itu bekas Menteri Agama RI yang sama sekali tidak patut menyambut dan turut menghidangkan buku itu ke tengah masyarakat Islam yang sudah diserang dari segala penjuru itu. Cuma ada sesuatu yang baru bila Prof Dr Rasjidi menyebut dan menuliskan nama Mukti Ali. Tidak kurang dari 8 kali nama Mukti Ali disebut-sebut dengan variasi yang berbeda-beda. Empat kali tanpa memakai gelar Prof. Dr. Empat kali pula dengan menyebutkan Prof. Dr. , di antaranya dua kali diberi keterangan dalam kurung seperti ini: Prof. (DR) HA Mukti Ali. (Sekali lagi, DR dalam tanda kurung saya pinjam dari tuan Husserl), kata Rasjidi. Apakah barangkali beliau meragukan titel DR nya Mukti Ali? Wallahu a’lam. Sebagaimana diketahui, bahwa Mukti Ali pernah kuliah di Canada, sedangRasjidi pernah lima tahun menjadi dosen di sana.

Rasjidi sendiri memang sengaja begitu. “Yang saya serang itu ‘kan kata pengantarnya,” katanya kepada Tempo. “Saya sendiri tidak apa-apa dengan almarhum Wahib. Ia sudah meninggal, dan mudah-mudahan Tuhan mengampuni dosa-dosanya, sudah begitu saja. Saya hanya mau bikin kapok orang yang melindungi cara berfikir seperti Wahib itu.” Dan yang dimaksudnya, tak lain tak bukan, Prof. Mukti Ali. Ialah yang memberi kata pengantar dan “pelindung”.(Tempo, No. 48, 1982)

Tentang penyutingnya, Johan Effendi oleh Rasjidi dikatakan “seorang doktorandus dari IAIN yang naik tinggi kedudukannya dalam kalangan sekretariat negara, yang juga salah seorang tokoh muda Ahmadiyah Lahore. (Panji Masyarakat, No.346, 1402 H)

Apakah benar Johan Effendi sebagai seorang Ahmadiyah? Penulis (K.H. Firdaus A.N.) sendiri pernah bertanya kepadanya tentang hal itu. Tetapi ia agak malu-malu menjawabnya; dan saya tidak mau mendesaknya lagi.

Tetapi yang sebenarnya aktif menyunting buku Wahib itu adalah Ismed Natsir (alumni kampus Katolik STF –Sekolah Tinggi Teologi –Filsafat–Driyarkara Jakarta sebagaimana tokoh JIL –Jarigan Islam Liberal– Ulil Abshar Abdalla yang fahamnya mengacak-acak Islam, pen). (K..H. Firdaus A.N. Mutiara Dakwah, C.V Pedoman Ilmu Jaya, cet: pertama 1993, hal:101-107.) (Media Dakwah, Oktober 2003/ Sya’ban 1424H)

Demikianlah kasus lama yang sampai kini aksi pembusukannya masih tetap berlangsung dan semakin menjadi-jadi.

Kasus yang kedua, suara lantang Dr Daud Rasyid MA, yang beredar di milis-milis. Berikut ini kutipannya.

Seorang netter menulis di satu milis sebagai berikut:

Tanggal: Tue, 02 Dec 2008 02:30:57 -0000
Topik: Kembali ke Asholah Dakwah (Dr. Daud Rasyid MA )

Tulisan ini diambil dari sebuah milist Depok. Tentu antum semua masih ingat debat legendaris antara Dr. Daud Rasyid dengan mendiang Nurcholis Madjid tahun 1992 di TIM. Disebut legendaris karena mungkin utk pertamakalinya ada debat terbuka antara pentolan sekuler dengan golongan Islam. Di tulisan ini terungkap kegeraman beliau ternyata “lawan” diskusinya malah ditokohkan oleh jamaahnya. Mungkin hanya sekedar strategi tapi yg jelas tidak difahami oleh orang sekelas beliau apalagi oleh akar rumputnya.

Kembali ke Asholah Dakwah
Dr. Daud Rasyid MA

Ba’da tahmid wa sholawat

Ayyuhal muslimuun, ikhwah fillah yang dirahmati Allah, syukur alhamdulillah yang tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang masih meneguhkan semangat kita walaupun dari sana sini SMS ataupun panggilan ataupun lobi-lobi untuk orang-orang tertentu agar tidak ikut dan tidak berhubungan dengan forum kader peduli, tetapi ternyata alhamdulillah ana lihat mesjid ini, dari sejak pertemuan yang lalu bahkan makin penuh. Ada apa ini, antum ini semua? Makin ditakut-takuti makin penuh, makin banyak yang hadir. Sebenarnya ini menunjukkan sebuah kerinduan kepada ashoolatudda’wah.

Kita ingin kembali kepada materi-materi yang dulu kita pelajari sejak awal. Al walaa-u lillaah, al baraa ‘ankulliththawwabiin. Berpihak kepada Allah. Innama waliyyukumullaahu warrasuuluhu walladziina aamanu, sesungguhnya wali kamu itu adalah Allah, rasulNya dan orang-orang beriman.

Sekarang sudah menjadikan pahlawan orang-orang yang tak jelas arah hidupnya. Dijadikan sebagai tokoh, sebagai wali. Diangkat nama-nama orang yang dalam sejarah telah tercatat permusuhan mereka itu kepada Islam.

Kenapa dulu syari’at Islam terganjal pada tahun 45? Dalam Piagam Jakarta, kita semua tahu sejarah. Padahal pada waktu diproklamasikannya itu kemerdekaan, dasar-dasar daripada negara ini, itu didasarkan kepada Undang-undang Dasar 45 yang mengacu kepada Piagam Jakarta. Yang intinya, ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Tanggal 18, sehari, berubahlah itu, dicoretlah itu. Oleh siapa? Kelompok nasionalis yang kita tahu siapa.

Mereka inilah yang ditokohkan sebagai pahlawan sekarang dan dalam iklan-iklan di televisi itu.

Jadi kita ini berubah 180 derajat, dari sebuah jama’ah (kelompok) umat Islam yang ingin mengerahkan wala’ nya kepada Allah menjadi berwala’ kepada syaithon dan thawwabiin. Na’udzubillaahi min dzalik. Kita tidak mau. Saya yakin inilah yang mendasari kehadiran antum.

Sebenarnya ikhwah fillah, ana mencium perubahan ini sudah sejak awal, pada waktu adanya mukernas di Depok, di mana diundang berorasi bekas musuh kita—yang sudah meninggal—tokoh sekuler di Indonesia.

Antum masih ingat? Disuruh, diminta, dihormati, diagungkan untuk berorasi. Saya tidak perlu sebut nama, karena antum semua sudah tahu, betul ndak?

Pada waktu itu hari Jum’at. Ana gak habis pikir, pusing kepala. Apa dasarnya ini orang diundang? Yang dulu kita ludahi, yang dulu kita hujat sebagai tokoh sekuler, tiba-tiba disambut, dihormati, diagungkan seperti guru. Laa hawla wala quwwata illa billaah. Pada saat itu betul-betul ana, secara pribadi, hati ini tersayat-sayat. Seperti meludah, dijilat kembali ludahnya.

Oleh karena itu, pada saat itu, ana ingat kembali ini ceritanya.

Begitu dia naik, ana langsung keluar. Ditahanlah ana oleh tiga orang.

“Ustadz, ustadz, tunggu dulu, sebentar saja ustadz!”

“Oh tidak ada. Tidak pantas bagiku untuk menghormati, menghadapi muka orang yang dulu memusuhi Islam. “

Waktu itu dia diagungkan, dijadikan rujukan sebagai bapak intelektual Indonesia. Dan seperti orang yang mengilhami gerakannya yang disebut dengan partai da’wah.

Dari situ saja, waktu itu, saya sudah mulai membayangkan, ini bagaimanapun ke depannya akan menjadi kelompok sekuler. Sudah mulai hilang rambu-rambu yang dipelajari, al walaa-u lillaah. Maka hari demi hari makin menunjukkan. Betul kata salah seorang ikhwah kita di dalam forum SMS itu, hari-hari ini belakangan terus akan memberitahukan kepada engkau, apa yang dulunya engkau tak tahu. Apa yang dulunya masih tertutup rahasia, hari ke depan akan makin lama makin tersingkap rahasia tabir-tabir yang dulu tersembunyi.

Kita mengira bahwa kita itu berjalan di atas sebuah thariiqudda’ wah yang shahihah, thariiqul anbiya wal mursaliin, ‘ibadatullaahi wahdah, al kufru liththaghuut. Tetapi ternyata belakangan kitapun diajak berdamai, cair, lemah lembut. Menunjukkan wajah yang senyum kepada orang-orang mujrimin yang menghancurkan negara ini, yang menjual negara ini. Kitapun disuruh untuk berbaik-baik kepada mereka.

Bagaimana mungkin seorang kader da’wah bisa menerima seperti itu?

Oleh karenanya ikhwah fillaah rahimakumullaah, mari kita tetap berpegang. Perbanyak antum tilawatil Qur’an, insyaAllah orang-orang yang terus senantiasa berpegang kepada kitabullah, ini tidak akan mau tergelincir. “Laa tajtami’u ummati ‘ala dhalaalah”, kata nabi kita SAW. “Tidak akan mungkin ummatku bersatu dalam sebuah kesesatan.”

Jadi mudah-mudahan kita ini penyelamat agar saudara-saudara kita yang lain tidak sampai sesat. Kita ini sebagai pengontrol mereka. Sekali lagi kita ingin tegaskan, kita ini bukan mau merebut sebuah qiyadah.

Apa yang mau direbut? Kita ndak punya kemampuan apa-apa. Kita ini bukan mau mengganjal, kita ini bukan mau menggagalkan, tidak. Tetapi jalan da’wah yang sudah dari awal dibangun secara benar, ini jangan sampai miring, seperti orang yang mabuk, tidak lihat jelas jalannya yang mana yang harus ditempuh, ke kiri atau ke kanan. Kita tidak mau seperti itu, karena semuanya kita ini punya patokan, punya dasar kitabullah, sunnah rasulillah. Tidak akan lahir mujtahid-mujtahid baru yang akan mempunyai ta’wil-ta’wil untuk menjustifikasi kebijakan-kenijakan yang nyeleneh dan kontroversial. Tidak bisa itu, dan itu tidak akan kita biarkan. Dan kalau kita tetap dituduh sebagai orang-orang yang ingin menggembosi, yang ingin menciptakan jama’ah baru, biarlah mereka nanti tahu bahwa kita tidak punya keinginan untuk membuat apa-apa yang baru. Kita hanya ingin meluruskan jalan yang sudah ada.

Oleh karenanya mereka seharusnya membuka hati dan harusnya mereka itu berterimakasih ada yang mengingatkan. Kan begitu seharusnya? Mereka harusnya ruju’ kepada yang benar. Berterimakasih, bukan justru menteror, beberapa saudara kita diteror lewat SMS, dan seterusnya dan seterusnya. Maka oleh karena itu, kita tidak akan berhenti dalam menegakkan al ma’al amru bil ma’ruf wan nahi ‘anil munkar, kapanpun dan di manapun.

Dan kita yakin, insyaAllah, dengan do’a-do’a kita, kita berdo’a agar ikhwah kita akan kembali seluruhnya ke jalan yang benar. Dan kita tidak perlu berdo’a agar mereka celaka, tidak. Mereka itu sedang menghadapi sebuah cobaan yang disebut dengan dunia. Supaya mereka sadar akan cobaan itu, dan tidak larut tergelincir, akhirnya mereka pun terpental dari jalan da’wah. Nanti, akhirnya yang disebut oleh Said Hawwa, al mutafaqiqu fii thaariqudda’ wah, jangan dibalik, jangan dibilang kita ini orang-orang yang berguguran di jalan da’wah.

Sekarang ada pemutarbalikan istilah, orang lurus dibilang bengkok, yang bengkok dibilang lurus. Ini berarti kacamata sudah tidak benar.

Kalau kacamata sudah tidak benar, itu memang betul. Hitam kelihatan putih, putih kelihatan hitam.

Jadi oleh karenanya, sekali lagi, mari kita tamassuh bi kitabillaah.

Apa yang dulu biasa kita lakukan, tilawatil Qur’an adalah merupakan tugas seorang akh untuk berusaha mengkhatamkan Qur’an itu minimal satu bulan sekali. Ini adalah tugas-tugas kita sebagai akh di dalam jama’ah ini. Begitu juga ikhwah, kita menghidupkan sunnah, jangan kita anggap kecil, sepele sunnah-sunnah. Sunnah-sunnah nabi itu semuanya mulia.

Rasulullah sudah berpesan kepada kita, jangan kamu anggap sepele.

“Taraktufiikum amroi maa intamasaktum bihi balanthadhillu ba’di ‘abada”. Biar orang lain menyepelekan sunnah, menganggap bahwa dirinya sudah berubah, kita sudah maju, kita sudah meninggalkan masa lalu.

Oh tidak, kita tetap katakan, kita ini tetap dulu seperti yang dulu juga. Kapanpun dan di manapun kita hidup, tetap saja manhaj yang kita pakai manhaj yang lama. Manhajudda’wah anbiya wal mursaliin yang mengajak orang kepada ‘ibadatullaah, al waahidil qahhaar. Ikhwah fillah rahimakumullah, kalaupun awalnya kita mau berpartai tujuannya adalah untuk mengajak orang menyembah Allah, bukan mau mencari kekuasaan. Tak ada gunanya mencari kekuasaan. Apa gunanya kekuasaan kalau akhirnya membuat kita celaka. Karena Allah pun mengatakannya dalam al Qur’an

“Wa ‘adallaahulladzina amanu minkum wa ‘amilushshaalihaati, layastakhlifannahum fil ardhi, kamastakhlafalladzi na min qablihim, wa layumakkinanna lahum diinahumulladzirtad ha lahum, wa layubaddi lannahum min ba’di khawfi him amna ; ya’buduunani la yusyrikuuna bi syai-an”

Allah menjanjikan kepada orang beriman dan beramal sholeh. Antum ndak usah ribut, pusing kepala cari kekuasan. Itu sudah janji Allah, akan dikasihnya. Ndak usah sampai kamu mengorbankan idealisme menjual tokoh-tokoh orang. Akhirnya sekarang yang punya tokoh pada marah semua. Malu tidak itu? Malu sekali. NU nya marah, Muhammadiyahnya marah, orang nasionalisnya marah. Sudah tidak ada harga diri lagi.

Tokoh orang disanjung-sanjung seolah-olah tidak punya tokoh kamu itu.

Padahal kita itu, qudwatuna Rasulullah SAW. Kita tidak perlu kepada tokoh-tokoh. Semua tokoh itu ada cacatnya, betul tidak? Yang bersih dari cacat Rasulullah SAW. Kenapa kamu sibuk menokohkan orang? Semua mereka itu punya cacat, yang cacatnya itu tidak tanggung-tanggung.

Oleh karenanya, kita kembali kepada manhaj, Allaahu ghayatuna, warrasul qa’iduna. Rasulullah itu pemimpin kita yang insya Allah tidak akan ada sesuatu yang negatif pada diri Rasulullah SAW. Kenapa kita sibuk mencari tokoh di luar tokoh yang sudah diajarkan kepada kita? Kembali kepada ayat yang tadi, Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh, akan diberinya kekuasaan. Nah ini dia…

Jadi kamu tidak usah pusing, sibuk, menjilat ke sana ke mari mencari perhatian orang. Ada pepatah Arab, “Kullun yadda’i hubban bi Laila, wa Laila la tusirru bi waahid”, Semua laki-laki mengatakan Laila cinta pada saya, tetapi Laila tidak pernah mengakui satu orangpun diantara mereka. Malu sekali.

Jadi Allah akan memberikan yang namanya kekuasaan itu, layastakhlifannahum , istikhlaaf, sebagaimana yang diberikannya kepada ummat sebelum kamu, wa layumakkinanna lahum diinahumulladzirtad ha lahum, akan memberikan tamkiin, akan memantapkan posisi diin ini di muka bumi, kemudian wa la yubadilannahum min ba’di khawfi him amna, akan diganti Allah rasa takut menjadi rasa aman, tapi syaratnya apa?

ya’buduunani la yusyrikuuna bi syai-an.

Sekarang kita itu sudah mulai menyerempet- nyerempet ke syirik, betul tidak? Mengakui nasionalisme yang dibuat oleh orang-orang nasionalis yang tidak mengenal Allah, yang tidak bertauhid kepada Allah Ta’ala.

Jadi kita sudah mulai nyerempet ke situ. Yang tadinya faham tentang tauhid, yang tadinya memusuhi syirik tapi sekarang sudah berubah.

Bagaimana kita mau mendapatkan kekuasaan dari Allah Ta’ala? Yakin ana gak bakalan. Tidak bakal dikasih Allaah Ta’ala itu. Karena sudah dikatakan demikian, “ya’buduunani la yusyrikuna bi syai-an”. Mereka menyembah Aku dan tidak mensekutukan Aku dengan segala sesuatu apapun.

Oleh karena itu, apapun namanya kita ini, mau jam’iyah mau jama’ah mau hizbiyyah, tugas kita adalah mengajak orang untuk ‘ibadatillaahi wahdah. Sekarang sesudah jadi partai, berani gak mengajak orang ke tauhid? Berani gak mengajak orang supaya menyembah Allah? Tidak berani. Sesudah jadi partai akan berbicara dengan bahasa-bahasa politik.

Dipikir mereka, mereka akan bisa diberikan Allah kekuasaan. Oh tidak.

Jadi selama kita tidak menempuh jalur, manhaj, cara, thariiqah yang dilakukan oleh para pendahulu kita dari ummat ini, maka Allah tidak akan kasih. Kalaupun dikasihNya nanti, ya kekuasaan yang akhirnya menghancurkan kita. Ada yang mau? Saya yakin semua kita tidak akan mau. Gara-gara kekuasaan iman kita tergadai. Gara-gara kekuasaan aqidah kita larut. Gara-gara kekuasaan yang haram menjadi halal.

Tidak, lebih bagus kita tidak punya kekuasaan Ikhwah fillah rahimakumullah, jadi pertemuan kita ini sebenarnya ingin menghidupkan kembali apa yang dulu, yang biasa kita pelajari.

Syahadatain, memantapkan makna syahadatain itu kembali. Di mana lagi ada pengertian ilaah almarhu fihi? Sudah ndak ada lagi itumateri-materi seperti itu. Pertemuan-pertemuan hanya dicekoki dengan pilkada di sini, pilkada di sana, menghadapi 2009, yang tidak ada hubungannya dengan keimanan.

Oleh karenanya banyak para ikhwah itu mengeluh, datang ikut liqo tetapi iman tidak terasa bertambah. Bahkan pulang liqo, pusing kepala.

Kalau dulu datang liqo, pulang, semangat keimanan membara, kecintaan kepada Allah SWT. Sehingga habis malam itu dihabiskan untuk sujud kepada Allah dan berdiri di hadapan Allah. Sekarang, karena terlalu larut malam membicarakan masalah agenda-agenda, pulang tengah malam, tidur, subuhpun lewat. Apakah begitu kader da’wah?

Jadi oleh karenanya ikhwah fillah rahimakumullah, biarpun sebagian saudara kita menuduh ini sebuah upaya untuk menggembosi, kita katakan kepada mereka, tidak ada penggembosan. Yang ada adalah penyadaran.

Ana, antum semua, mari kita sama-sama menyadarkan saudara-saudara kita yang sedang larut dengan dunia. Kembalilah wahai ikhwah ke jalan yang benar, dan kami semuanya saudaramu. Tidak ada keinginan diantara kami untuk memecah-belah dan untuk menimbulkan permusuhan. Apabila kembali jama’ah ini kepada khithah yang aslinya, insyaAllah, Allah akan memberikan kemenangan itu di luar yang kita perhitungkan.

Allaahu akbar!

Demikianlah contoh nyata suara lantang dari doktor-doktor yang menghadapi pembusukan agama di negeri ini. Rekayasa pembusukan agama telah jelas nyata dan pasti. Yang dirambah bukan sekadar yang tingkatnya wadah kecil di daerah terpencil, namun wadah-wadah besar yang punya jangkauan nasional dan bahkan internasional. Pembusukan dari dalam yang selama ini dilangsungkan lewat pendidikan tinggi Islam sudah dirasakan ampuhnya virus bahaya yang disebarkan, maka pengalaman itu dikembangkan lagi di sector lain yang berkaitan dengan Islam, yakni di sector dakwah. Ketemulah wadahnya yang dianggap empuk untuk itu. Terjadilah apa yang terjadi.
Hidup ini adalah ujian. Allah Ta’ala berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(1)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ(2)

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk [67] : 1, 2)

Dalam kasus seperti di atas, apakah kita mau berada di barisan yang merekayasa pembusukan Islam dengan aneka cara hanya demi keuntungan dunia yang fana ini, ataukah di barisan yang teguh mempertahankan agama Allah Ta’ala dengan aneka resiko namun buah manisnya insya Allah akan kita ni’mati kelak di akherat.

Bila ikut yang berpayah-payah memecundangi Islam, maka Islam itu sendiri justru dibela oleh Allah Ta’ala, maka yang dihadapi adalah Allah Yang Maha Perkasa. Badan ini hancur di dunia, dan siksa pun telah tersedia di akherat kelak.

Allah telah menjamin agamanya, dan menggambarkan kerugian orang-orang yang memecundanginya, karena berhadapan dengan Allah Ta’ala yang tiada tandingannya sama sekali.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(8)

Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS. As-Shaff [61] : 8)

وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ(50)

Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. (QS. An-Naml [27] : 50)

(haji) /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |