Thariq Bin Ziyad, Sang Penakluk Spanyol





Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.

Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.

Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi.


Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.

Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.

Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau adalah putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.

Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.

Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”

Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.

Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.

Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.

Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.

Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.

Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”

Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.

Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate.

Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.

Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.

Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).

Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.

Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa.


/@cwi

selengkapnya...

Hai Nil, Mengalirlah!




Mesir jatuh ke dalam pelukan Islam. Amru bin ‘Ash r.a. ditetapkan Khalifah Umar bin Khaththab sebagai Gubernur di sana. Suatu hari di hari pertama di bulan dalam sistem penanggalan masyarakat setempat, orang-orang datang menemui Amru bin ‘Ash.

Juru bicara mereka berkata, “Wahai Amirul mukminin, Sungai Nil di tempat kami punya kebiasaan tidak mau mengalirkan air kecuali permintaannya dipenuhi.”

“Apa permintaannya?” tanya Amru bin ‘Ash.

“Kalau sudah tanggal 11 bulan ini, kami biasa mencari seorang anak gadis. Setelah kami menjadikan kedua orang tuanya senang dan ridha, maka kami menyuruh gadis itu berdandan dan berhias seelok mungkin. Lalu kami melemparnya ke Sungai Nil sebagai tumbal,” papar mereka.

Amru bin ‘Ash memotong, “perbuatan itu dilarang oleh Islam dan Islam melenyapkan ajaran buruk sebelumnya.”

Karena tidak ada solusi, para penduduk Mesir yang menetap di sekitar Sungai Nil memutuskan untuk menetap sementara seperti biasa. Bila air Sungai Nil tidak mengalir, mereka berencana pindah ke wilayah lain.



Melihat keadaan itu, Amru bin ‘Ash berkirim surat kepada Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah. Amru melaporkan peristiwa yang dihadapinya dan meminta nasihat kepada Umar apa yang mesti ia lakukan.

Umar membalas surat Amru. Dalam suratnya Umar menulis, “Tindakanmu benar. Islam memang menghapus kebiasaan buruk sebelumnya. Aku telah mengirim kertas khusus untuk engkau lempar ke Sungai Nil.”

Surat Umar sampai ke tangan Amru. Amru membaca isi surat khusus yang ditulis Umar untuk Sungai Nil. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Nil penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir karena kemauanmu, janganlah engkau mengalir. Tetapi bila engkau mengalir karena diperintah oleh Allah, maka aku meminta kepada Allah Yang Mahaesa lagi Maha Perkasa agar menjadikanmu mengalir.”

Kertas itu dilempar Amru bin ‘Ash ke Sungai Nil sehari sebelum hari raya Nasrani. Saat itu penduduk Mesir tengah bersiap-siap pindah ke negeri lain karena Sungai Nil yang menjadi sumber penghidupan mereka berhenti mengalirkan air.

Setelah surat Umar dilempar, keesokan harinya, di pagi hari di hari raya Nasrani, air Sungai Nil telah mengalir dengan ketinggian 7 meter lebih hanya dalam waktu semalam. Sejak itu adat buruk masyarakat Mesir melempar tumbal seorang gadis hidup-hidup ke tengah Sungai Nil berhenti.

Peristiwa ini tercatat dalam Tafsir Ibnu Katsir (3/480), Tafsir Al-Qurthubi (13/70-71), Tafsir Fakhrur Razi (21/74-75), Tarikh Al-Khulafa karya Asy-Syuyuti, Thabaqat Asy-Syafi’iyah Al-Kubra karya As-Subkiy, dan kitab-kitab masyhur lainnya.
/@cwi

selengkapnya...

Masuk Islamnya Ikrimah Putra Abu Jahal





Siapa yang tidak kenal Ikrimah? Putra Abu Jahal ini demikian keras memusuhi Rasulullah saw. Bahkan, aktif mengangkat senjata bersama pasukan kaum musyrikin Makkah menyerang kaum Muslimin Madinah. Namun keadaan berbalik saat Rasulullah saw. bersama pasukan Muslimin mengepung Makkah. Ikrimah sadar betul, jika Makkah jatuh dalam penguasaan Rasulullah saw., keselamatannya terancam. Pasti ia akan dieksekusi atas semua kejahatannya terhadap kaum Muslimin.

Maka, ketika Rasulullah saw. berhasil menaklukkan kota Makkah, Ikrimah berkata, “Aku tidak akan tinggal di tempat ini!” Setelah berkata demikian, dia pun pergi berlayar dan memerintahkan supaya isterinya membantunya. Akan tetapi isterinya berkata, “Hendak kemana kamu, wahai pemimpin pemuda Quraisy? Apakah kamu akan pergi ke suatu tempat yang tidak kamu ketahui?”

Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan isterinya.


Ketika Rasulullah saw. bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka isteri Ikrimah berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman kerana ia takut kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya.”

Rasulullah saw. menjawab, “Dia akan berada dalam keadaan aman!” Mendengar jawaban itu, isteri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya. Akhirnya dia berhasil menemukannya di tepi pantai yang berada di Tihamah. Ketika Ikrimah menaiki kapal, orang yang mengemudikan kapal tersebut berkata kepadanya, “Wahai Ikrimah, ikhlaskanlah saja!”

Ikrimah bertanya, “Apakah yang harus aku ikhlaskan?”

“Ikhlaskanlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan akuilah bahwa Muhammad adalah utusan Allah!” kata pengemudi kapal itu.

Ikrimah menjawab, “Tidak, justru aku melarikan diri adalah karena ucapan itu.”

Selepas itu datanglah isterinya. “Wahai Ikrimah, putera bapak saudaraku, aku datang menemuimu membawa pesan dari orang yang paling utama, dari manusia yang paling mulia dan manusia yang paling baik. Aku memohon supaya engkau jangan menghancurkan dirimu sendiri. Aku telah memohonkan jaminan keselamatan untukmu kepada Rasulullah saw.”

Ikrimah bertanya kepada isterinya, “Benarkah apa yang telah engkau lakukan itu?”

Isterinya menjawab, “Benar, aku telah berbicara dengan beliau dan beliau pun akan memberikan jaminan keselamatan atas dirimu.”

Begitu mendengar berita itu, di malam harinya Ikrimah bermaksud untuk melakukan hubungan suami-isteri dengan isterinya. Tetapi isterinya menolak. Istrinya berkatam “Engkau orang kafir, sedangkan aku orang Muslim.”

Ikrimah berkata, “Penolakan kamu itu adalah masalah besar bagi diriku.”

Tak lama kemudian mereka tiba di Makkah. Mendengar berita bahwa Ikrimah sudah pulang, Rasulullah saw. menemuinya. Saking gembiranya Rasulullah saw. sampai lupa memakai serbannya.

Setelah bertemu dengan Ikrimah, Rasulullah saw. duduk. Ketika itu Ikrimah ditemani isterinya. Ikrimah berikrar, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Mendengar ikrar Ikrimah itu, Rasulullah saw. sangat gembira. “Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang baik yang harus aku ucapkan,” kata Ikrimah lagi.

Rasulullah saw. menjawab, “Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” Ikrimah kembali bertanya, “Selepas itu apa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya.”

Ikrimah berkata, “Aku memohon kepadamu, ya Rasulullah, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu, dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu.”

Maka Rasulullah saw. pun berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu, dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung berhadapan denganku maupun tidak.”

Mendengar doa Rasulullah saw. itu, alangkah senangnya hati Ikrimah. Ketika itu juga ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bersumpah, demi Allah, aku tidak akan membiarkan satu dinar pun biaya yang pernah aku gunakan untuk melawan agama Allah, melainkan akan aku ganti berlipat ganda demi membela agama-Nya. Begitu juga setiap perjuangan yang dahulu aku lakukan untuk melawan agama Allah, akan aku ganti dengan perjuangan yang berlipat ganda demi membela agama-Nya. Aku akan ikut berperang dan berjuang sampai ke titisan darah yang terakhir.”

Begitulah tekad Ikrimah setelah memeluk Islam. Dan itu ia buktikan dengan selalu ikut dalam setiap peperangan. Salah satunya Perang Yarmuk. Di perang ini Ikrimah ikut sebagai pasukan perang yang berjalan kaki. Khalid bin Walid berkata, “Jangan kamu lakukan hal itu. Karena bahaya yang akan menimpamu adalah lebih besar!”

Ikrimah menjawab, “Wahai Khalid, engkau telah terlebih dahulu ikut berperang bersama Rasalullah saw., maka biarlah hal ini aku lakukan!”

Ikrimah tetap pada pendiriannya. Ia bertempur dengan gigih hingga akhirnya gugur sebagai syahid. Di tubuhnya terdapat sekitar tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak, dan anak panah.

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Di antara orang-orang yang termasuk dalam barisan Perang Yarmuk adalah Haris bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Suhail bin Amar. Di saat-saat kematian mereka, ada seorang sahabat yang memberinya air minum, akan tetapi mereka menolaknya. Setiap kali air itu akan diberikan kepada salah seorang dari mereka yang bertiga orang itu, masing-masing mereka berkata, ‘Berikan air itu kepada sahabat di sebelahku.’ Demikianlah keadaan mereka seterusnya, sehingga akhirnya mereka bertiga menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan belum sempat meminum air itu.”

Dalam riwayat lain ditambahkan, sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut. Akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula. Ikrimah berkata, “Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku.” Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata, “Berikanlah air minum ini kepada siapa saja. Barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku.” Begitulah keadaan mereka. Sehingga tidak seorangpun di antara mereka yang meminum air tersebut. Ketiganya mati syahid.

Begitulah Ikramah mendapatkan kesyahidannya. Sungguh berbeda sekali dengan ayahnya, Abu Jahal, yang mati dalam kekafiran.


/@cwi

selengkapnya...

Tiga Kisah Lima Sahabat





“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al-Baqarah: 245)

Suatu ketika Rasulullah saw. membacakan ayat itu kepada para sahabat. Tiba-tiba Abu Darda r.a. berdiri, ia berkata, “Wahai Rasulullah, benarkah Allah meminta pinjaman kepada kita?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.” Abu Darda kembali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Dia akan mengembalikannya kepadaku dengan pengembalian yang berlipat-lipat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.”

“Wahai Rasulullah, ulurkanlah kedua tangan Anda,” pinta Abu Darda r.a. tiba-tiba. Rasulullah saw. balik bertanya, “Untuk apa?” Lalu Abu Darda menjelaskan, “Aku memiliki kebun, dan tidak ada seorang pun yang memiliki kebun yang menyamai kebunku. Kebun itu akan aku pinjamkan kepada Allah.” “Engkau pasti akan mendapatkan tujuh ratus lipat kebun yang serupa, wahai Abu Darda,” kata Rasulullah saw.



Abu Darda mengucapkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Lantas ia segera pergi ke kebunnya. Ia mendapati istri dan anaknya sedang berada di dalam kebun itu. Saat itu anaknya sedang memegang sebutir kurma yang sedang dimakannya.

“Wahai Ummu Darda, wahai Ummu Darda! Keluarlah dari kebun itu. Cepat. Karena kita telah meminjamkan kebun itu kepada Allah!” teriak Abu Darda.

Istrinya paham betul maksud perkataan suaminya. Maklum, ia seorang muslimah yang dididik langsung oleh Rasulullah saw. Segera ia beranjak dari posisinya. Ia keluarkan kurma yang ada di dalam mulut anaknya. “Muntahkan, muntahkan. Karena kebun ini sudah menjadi milik Allah swt. Ladang ini sudah menjadi milik Allah swt.,” ujarnya kepada sang anak.

Subhanallah! Begitulah Ummu Darda, seorang wanita yang begitu yakin rezki datang dari Allah swt. dan bersuamikan seorang sahabat Nabi yang begitu yakin akan janji Allah swt. Kalau saja para suami zaman ini punya istri seperti Ummu Darda, pasti mereka akan mudah saja berinfak tanpa berpikir dua kali. Kalau saja para istri zaman sekarang punya suami model Abu Darda, pasti mereka akan mendapatkan kemuliaan dari Allah.

Sekarang simaklah kisah kedua ini. Suatu hari Amirul Mukminin, Umar bin Khathab r.a. dikirimi harta yang banyak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang ia lakukan dengan harta tersebut,” begitu perintah Umar kepadanya.

Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan hartanya. Ketika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubaidah, ia berkata, “Amirul Mukminin mengirimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergunakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”

Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan dan kasih sayang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.” Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku membagi-bagikan harta ini!.” Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.

Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.

Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata, “Ambillah dua dirham saja.”

Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat sebelumnya. Pulanglah sang pembantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”

Begitulah para sahabat ketika mendapat harta. Tidak sampai sehari harta itu diinfakkan dengan begitu ringannya.

Yang ini kisah ketiga. Munginkah kita bisa mencontohnya?

Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah r.a. pulang ke rumah dengan membawa uang sebanyak seratus ribu dirham. Istrinya mendapati raut wajah Thalhah begitu bersedih.

Sang istri bertanya, “Apa yang terjadi padamu, wahai suamiku?” Thalhah menjawab, “Harta yang banyak ini, aku takut jika bertemu dengan Allah, lalu aku ditanya tentang dirham ini satu per satu.”

Istrinya lalu berkata, “Ini masalah yang sangat mudah. Mari kita bagi-bagikan harta ini. Bawalah harta ini dan bagikan kepada para fakir miskin yang ada di Kota Madinah.”

Thalhah pun bersama istrinya meletakkan harta itu di sebuah wadah, lalu membagi-bagikan kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Setelah itu ia kembali ke rumah dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diriku bertemu dengan-Nya sedangkan aku dalam keadaan bersih dan suci.”

Subhanallah! Sungguh mereka orang-orang langit yang ringan melepas dunia.
/@cwi

selengkapnya...

Once Upon a Time in Mekkah




Muhammad bin Abdullah menyatakan dirinya Nabi dan Rasul utusan Allah swt. Mendengar itu, Abdullah bin ‘Utsman –lebih masyhur dengan panggilan kuniyahnya: Abu Bakar—menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan keimanannya keada Rasulullah saw. Setelah berhadapan dengan Rasulullah saw., Abu Bakar berkata, “Wahai Abu Al-Qasim –ini kuniyah Rasulullah saw.–, engkau tampaknya tidak mendapat dukungan dari kaummu, dan mereka menuduhmu telah menghina nenek moyang mereka dan tidak menghormati pandangan dan keyakinan mereka.”

Rasulullah saw. menjawab, “Aku ini Rasulullah. Dan aku akan mendoakanmu kepada Allah.”

Setelah Rasulullah saw. selesai berdoa, Abu Bakar menyatakan diri masuk Islam. Betapa bahagianya Rasullah saw. atas masuk Islamnya Abu Bakar. Setelah itu Abu Bakar pergi. Ia menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awam, Sa’ad bin Abi Waqash. Abu Bakar mengajak mereka masuk Islam. Mereka semua menyatakan keislamannya.

Keesok harinya Abu Bakar mendatangi Utsman bin Mazh’un dan Abu Ubaidah bin Jarah. Abu Bakar mengajak keduanya masuk Islam. Kedua orang ini pun masuk Islam.

Ketika para sahabat telah berjumlah 38 orang, Abu Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan. Mendengar pemintaan itu, Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Abu Bakar, golongan kita jumlahnya masih sangat sedikit.”




Namun Abu Bakar terus-menerus mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan, sehingga pada akhirnya Rasulullah saw.pun setuju melaksanakannya. Para sahabat menyebar di berbagai penjuru Masjidil Haram. Setiap kelompok dipimpin oleh satu orang. Kemudian Abu Bakar berpidato di hadapan orang-orang, sementara Rasulullah saw. duduk memperhatikannya.

Abu Bakar adalah orang yang pertama kali berpidato di hadapan khalayak ramai. Ia secara terang-terangan mengajak khalayak ramai untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mendengar itu, kaum musyrikin marah. Mereka mengumpat dan mencaci maki Abu Bakar dan kaum muslimin secara umum. Lalu mereka beramai-ramai memukuli kaum muslimin yang bertebaran di penjuru masjid. Mereka juga memukuli Abu Bakar.

Utbah bin Rabi’ah menghampiri Abu Bakar, lalu menghantamkan kedua sandalnya ke wajahnya. Utbah melempar sendalnya dan mengenai perut Abu Bakar.

Abu Bakar menerima banyak pukulan di sekujur tubuhnya. Hidung dan wajah Abu Bakar bersimbah darah. Untung, Bani Taim menolongnya. Orang-orang yang memukulinya pun berhamburan menjauhi Abu bakar. Bani Taim membawa Abu Bakar ke rumahnya. Setelah yakin Abu Bakar tidak tewas, mereka kembali ke Masjidil Haram mendatangi orang-orang musyrikin.

Kepada orang-orang musyrikin, Bani Taim berkata, “Demi Allah, seandainya Abu Bakar mati, niscaya kami akan membunuh Utbah.” Setelah itu mereka kembali melihat kondisi Abu Bakar sambil melontarkan caci makian kepada Utbah. Mereka berpesan kepada Ummu Khair binti Shakhar bin ‘Amir, ibunda Abu Bakar, “Tolong perhatikan, apakah engkau memiliki makanan dan minuman untuknya.”

Setelah orang-orang Bani Taim pergi, Ummu Khair menghampiri Abu Bakar, Abu Bakar bertanya kepada ibunya, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw.?” Ibunya menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengenal temanmu itu.” Lalu Abu Bakar berkata, “Tolong Ibu pergi ke rumah Ummu Jamil bin Al-Khaththab. Tanyakan kepadanya tentang keberadaan Rasulullah saw.”

Ummu Khair segera pergi menemui Ummu Jamil. Kepada Ummu Jamil, ia berkata, “Abu Bakar memintaku untuk menanyakan kepadamu tentang keberadaan Muhammad bin Abdullah.” Mendengar itu Ummu Jamil menjawab, “Aku tidak kenal dengan Abu Bakar dan Muhammad bin Abdullah. Tetapi, jika engkau tidak keberatan untuk membawaku ke hadapan anakmu, maka lakukanlah.” “Baiklah,” tukas Ummu Khair.

Kemudian kedua wanita itu pergi mendatangi Abu Bakar yang ketika itu sedang merintih kesakitan. Melihat hal itu, Ummu Jamil menjerit sehingga mengagetkan Abu Bakar. “Demi Allah, suatu kaum telah melakukan tindakan yang tidak terpuji, yang biasa dilakukan oleh orang-orang fasik dan orang-orang musyrik. Aku berharap semoga Allah membalas perlakuan mereka terhadapmu,” kata Ummu Jamil.

Namun, Abu Bakar justru bertanya tentang keadaan Rasulullah saw. “Bagaimana keadaan Rasulullah?” Ummu Jamil menjawab, “Ini ibumu, dengarkanlah.” Kemudian Abu Bakar bertanya, “Apakah ibu tidak mengetahui keadaannya?” Maka Ummu Jamil berkata, “Beliau selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan beliau.” Lalu Abu Bakar bertanya, “Dimana dia sekarang?” “Beliau ada di rumah Al-Arqam,” jawab Ummu Jamil. Mendengar jawaban ini Abu Bakar berkata, “Allah telah melarangku menikmati makanan dan minuman sebelum bertemu dengan Rasulullah saw.”

Kemudian setelah situasi sudah tenang dan jalanan telah lenggang, Ummu Jamil dan Ummu Khair secara diam-diam memapah Abu Bakar hingga sampai ke hadapan Rasulullah saw.

Rasulullah saw. dan semua kaum muslimin yang tengah berada di tempat itu segera menyambut Abu Bakar dan berkumpul mengelilinginya. Rasulullah begitu sedih dan prihatin melihat kondisi Abu Bakar yang babak-belur. Abu Bakar berkata, “Aku tidak merasakan apa-apa selain perasaan sakit akibat pukulan yang dilakukan orang-orang musyrikin di atas wajahku. Inilah ibuku yang telah menyelamatkan anaknya, dan engkau orang yang paling diberkati. Karena itu, aku berharap sudilah kiranya engkau memintanya untuk beriman kepada Allah dan berdoa kepada Allah dengan harapan Allah menyelamatkannya dari api neraka.”

Rasulullah saw. pun berdoa untuk keselamatan Ummu Khair, lalu mengajaknya untuk masuk Islam. Ummu Khair, ibunda Abu Bakar, pun masuk Islam. Mereka tinggal bersama Rasulullah saw. di rumah Al-Arqam selama sebulan. Ya, seluruh kaum muslimin yang berjumlah 39 orang berkumpul di rumah Al-Arqam selama sebulan.

Pada hari Abu Bakar mendapat siksaan kaum musyrikin, Hamzah bin Abdul Muthalib menyatakan dirinya masuk Islam. Kemudian Rasulullah saw. berdoa kepada Allah swt. untuk keislaman Umar bin Khaththab dan Abu Jahal bin Hisyam. Ternyata yang masuk Islam adalah Umar bin Khaththab. Rasulullah saw. memanjatkan doa itu hari Rabu dan keesokan harinya di hari Kamis Umar menyatakan diri masuk Islam.

Mendengar kalimat syahadat dari lisan Umar, Rasulullah saw. mengumandangkan takbir. Segenap kaum muslimin yang berada di rumah Arqam pun ikut bertakbir, sehingga gemanya terdengar sampai dataran tinggi kota Mekkah.

Pada suatu hari Umar berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, kenapa kita mesti bersembunyi-sembunyi mendakwahkan dan menjalankan agama kita, padahal agama kita itu agama yang benar, sementara mereka (orang-orang musyrikin) berani secara terang-terangan mendakwahkan agama mereka padahal agama mereka itu batil?”

Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah kita masih sedikit dan kamu telah menyaksikan penderitaan yang kami terima akibat menyatakan keimanan.”

Kemudian pada suatu hari Umar pergi thawaf di Baitullah. Ia berpapasan dengan kaum Quraisy yang ternyata sedang menunggu kedatangannya. Ketika Umar lewat di hadapan mereka, Abu Jahal bin Hisyam spontan bertanya kepadanya, “Seseorang telah menerangkan bahwa kamu telah berpaling dan meninggalkan agamamu?” Umar menjawab, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Mendengar jawaban itu, kaum musyrikin dengan serta merta melompat dan menyerang Umar. Namun Umar dengan cepat melompat dan balas menyerang Utbah bin Rabi’ah. Umar berhasil menamparkan jari-jari tangannya ke arah dua mata Utbah. Utbah menjerit kesakitan.

Melihat kejadian itu, orang-orang musyrikin lari ketakutan. Mereka menghindari diri dari serangan Umar. Akhirnya tidak ada seorang pun yang berani mendekati Umar. Mereka lari menjauhi Umar. Kemudian Umar mendatangi tempat-tempat pertemuan yang pernah didatanginya yang dulu ia di sana membicarakan berbagai macam kekufuran. Kali ini ia datang ke sana untuk menjelaskan tentang keimanan.

Setelah melakukan itu semua, Umar mendatangi Rasulullah saw. secara terang-terangan. Orang-orang Quraisy hanya bisa melihat dari kejauhan. Kepada Rasulullah saw., Umar berkata, “Demi Allah, tidak ada satu majelis pun yang pernah aku datangi pada masa lalu di mana di dalamnya dibicarakan masalah kekufuran, melainkan aku telah menjelaskan di dalamnya tentang masalah keimanan tanpa ada rasa takut dan khawatir sedikitpun.”

Kemudian Rasulullah saw. pergi didampingi Umar dan Hamzah bin Abdul Muthalib untuk melaksanakan thawaf di Baitullah. Beliau mengerjakan shalat Zhuhur secara terang-terangan, dan setelah itu Rasulullah saw. pun pulang ke rumahnya.

/@cwi

selengkapnya...

Abu Ubaidah bin Jarrah Gubernur Syam Zuhud



Abu Ubaidah adalah seorang sahabat yang terpercaya dan dicintai Rasulullah saw. Dia ikut banyak peperangan membela panji-panji Islam. Bahkan, menjadi panglima perang yang sangat memperhatikan keselamatan tentaranya.

Bahkan Abdullah bin Mas’ud bangga dengannya. “Paman-pamanku yang paling setia sebagai sahabat Rasulullah saw. Cuma tiga orang. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah,” begitu ujarnya.

Rasulullah saw. sendiri mengakui kualitas Abu Ubaidah. “Bagi suatu kaum adalah seseorang yang paling mereka percayai dan bagi kaum ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah,” begitu sabda Rasulullah saw.

Di masa pemerintahan Abu Bakar sebagi Khalifah, Abu Ubaidah dipercaya sebagai Ketua Pengawas Perbendaharaan Negara. Abu Bakar kemudian mengangkatnya menjadi Gubernur Syam. Jabatan ini diemban Abu Ubaidah hingga di masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Tak lama kemudian Umar mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Perang menggantikan Khalid bin Walid.



Suatu ketika, ketika di masa pemerintahan Abu Ubaidah, Syam dikepung musuh. Umar berkirim surat kepada Abu Ubaidah. Isinya, “Sesunggunya tidak akan pernah ada seorang mukmin yang dibiarkan Allah dalam suatu penderitaan melainkan Dia akan melapangkan jalannya, hingga kesulitan akan dibalas-Nya dengan kemudahan.”

Surat itu dibalas oleh Abu Ubadah dengan kalimat, “Sesungguhnya Allah swt. telah berfirman: Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau, bermewah-mewah, dan saling membanggakan kekayaan dan anak pinak di antaramu, ibarat hujan (menyirami bumi), tumbuh-tumbuhan (menjadi subur menghijau), mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, tampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat (bagi mereka yang menyenangi kemewahan dunia) namun ada pula ampunan dan keridhaan Allah (bagi yang mau bertobat). Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu belaka.” (Al-Haddid: 20)

Surat balasan Abu Ubaidah ini oleh Umar dibacakan di depan kaum muslimin seusai melaksanakan shalat berjamah. “Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Abu Ubaidah mengharapkan aku dan kalian semua suka berjihad,” kata Umar.

Memang Abu Ubaidah dikenal orang di zamannya sebagai orang yang zuhud. Umar pernah berkunjung ke Syam ketika Abu Ubaidah menjabat sebagai gubernur. “Abu Ubaidah, untuk apakah aku datang ke rumahmu?” tanya Umar. Jawab Abu Ubaidah, “Untuk apakah kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadaanku nanti.”

Namun Umar memaksa. Akhirnya Abu Ubaidah mengizinkan Umar berkunjung ke rumahnya. Sungguh Umar terkejut. Ia mendapati rumah Sang Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali.
Umar bertanya, “Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?”

“Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar lagi. Abu Ubaidah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya.

Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.” Umar berkata, “Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.”

Suatu ketika Umar mengirimi uang kepada Abu Ubaidah sejumlah empat ribu dinar. Orang yang diutus Umar melaporkan kepada Umar, “Abu Ubaidah membagi-bagi kirimanmu.” Umar berujar, “Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.”

Begitulah Abu Ubaidah. Hidup baginya adalah pilihan. Ia memilih zuhud dengan kekuasaan dan harta yang ada di dalam genggamannya. Baginya jabatan bukan aji mumpung buat memperkaya diri. Tapi, kesempatan untuk beramal lebih intensif guna meraih surga.


/@cwi

selengkapnya...

Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan







Dalam kamus dakwah ada adagium “ad-da’watu satamsyi binaa au bighoirina“, dakwah akan berjalan dengan kita atau tanpa kita. Dakwah merupakan jalan para nabi dan para rasul. Karenanya, akan terus mengalir dan berjalan sampai Islam tegak dan berkuasa di bumi Allah. Dan orang-orang yang terus berjalan bersama dakwah dan istiqamah menyampaikan Islam adalah orang-orang yang mulia. Mereka itu para dai yang mendapatkan petunjuk Allah dan karunia yang besar. Mereka itulah para qiyadah (pemimpin) dakwah dan mereka itulah yang memberikan keteladanan dalam dakwah. Sebaliknya, mereka yang berhenti dari jalan dakwah, tertipu olah gemerlapnya dunia, tidak berhak menyandang gelar sebagai dai, apalagi qiyadah dakwah.

Segala bentuk keteladanan dalam kebaikan bermuara pada contoh yang dilakukan oleh Rasulullah. ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)


Dengan keteladan yang dicontohkan Rasulullah, umat Islam menjadi umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Dan puncak kebaikan umat ini apa pada tiga kurun generasi pertama, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Rasulullah bersabda,“ Sebaik-baiknya abad adalah abadku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya.” (Bukhari dan Muslim)

Kemudian pada setiap masa Allah akan membangkitkan pada umat ini orang atau generasi yang akan membangkitkan dan memperbaharui semangat ke-Islaman. “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)

Para ulama menyebutkan di antara mujadid (pembaharu) umat yang hadir setiap satu abad, yaitu Umar bin Abdul Aziz, Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah, dan Hasan Al-Banna. Untuk lebih mengenal sosok para qiyadah yang memberikan qudwah pada umat, maka di bawah ini sebagian biografi mereka.

1. Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah saw. Nama lengkapnya Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz Marwan bin Al-Hakam. Ia seorang pemimpin dari generasi tabi’in. Lahir di Halwan Mesir tahun 61 H. Dibai’at menjadi khalifah pada saat wafat saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik, pada tahun 91 H.

Pada saat dibai’at Umar bin Abdul Aziz berpidato. ”Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada kitab sesudah Al-Qur’an dan tidak ada nabi sesudah Muhammad saw. Saya bukanlah qadhi (hakim), tetapi saya adalah pelaksana. Saya bukanlah tukang bid’ah, tetapi pengikut setia. Dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, tetapi saya adalah yang paling berat tanggung jawabnya di antara kalian. Orang yang lari dari imam yang zhalim, bukanlah kezhaliman. Ingatlah, tidak ada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan pada Khalik,” begitu sebagian isi pidatonya.

Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umat. Istrinya menceritakan bahwa pada suatu hari sedang di kamar tidur dan ingat tentang akhirat, beliau gemetar seperti burung dalam air, duduk, dan menangis. Sedangkan perhatiannya kepada umat sangat besar. Ketika akan istirahat siang sejenak karena capai melaksanakan tugas, anaknya memberi nasihat, ”Apakah Ayah menjamin umur ayah akan panjang sesudah istirahat sehingga menunda banyak urusan yang harus diselesaikan?” Umar bin Abdul Aziz tidak jadi istirahat dan langsung meneruskan tugasnya.

Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya dua tahun lebih. Tetapi pada masa itu sangat banyak kesuksesan yang beliau lakukan. Beliau yang menghapuskan caci-maki terhadap Imam Ali dan keluarganya yang dilakukan khatib saat khutbah Jum’at dan mengganti dengan membaca surat An-Nahl ayat 90. Sampai sekarang khutbah Jum’at membaca ayat itu mengikuti sunnah yang baik dari Umar bin Abdul Aziz. Beliau juga menolak Nepotisme dari keluarganya, Bani Umayyah.

Dalam masalah ilmu dan kekhusyu’an, Umar bin Abdul Aziz adalah termasuk ulama panutan. Berkata Maimun bin Mahran, ”Para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz menjadi murid. Beliau adalah gurunya para ulama.” Di masa beliaulah penulisan hadits-hadits Rasululah saw. dilakukan sehingga berkembanglah tadwin hadits dan penulisan buku hadits.

Sedangkan ibadahnya sangat menyerupai Rasululah saw. Anas bin Malik r.a. berkata, ”Saya tidak shalat berjamaah bersama imam yang lebih menyerupai shalatnya Rasulullah daripada shalat bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz) ketika beliau di Madinah.” Anas meneruskan, ”Beliau menyempurnakan ruku’ dan sujud, dan memendekkan berdiri dan baca Al-Qur’an.”

2. Imam Ahmad bin Hanbal

Banyak orang yang mengenal bahwa imam Ahmad bin Hanbal adalah ulama ahli hadits dan fiqh. Memang beliau adalah ahli hadits. Kitabnya yang terkenal bernama Musnad Imam Ahmad. Imam Ahmad disamping hafal Al-Qur’an semenjak kecil, beliau juga hafal banyak hadits. Kitabnya, Musnad Imam Ahmad, terdiri sekitar 40.000 hadits yang ditulis berdasarkan hafalannya. Beliau hafal satu juta hadits dan menghafalnya seperti hafal Al-Fatihah. Beliau berfatwa 60.000 masalah dengan menggunakan firman Allah dan sabda Rasulullah saw.

Imam Ahmad juga ahli fiqh. Bahkan, termasuk salah satu dari empat ulama besar yang menjadi rujukan dalam bidang fiqh (madzhab arba’ah). Imam Ahmad belajar fiqh kepada Imam Asy-Syafi’i. Tentang keutamaan Imam Ahmad, gurunya imam Asy-Syafi’i mengatakan, ”Saya keluar dari Baghdad, demi Allah saya tidak meninggalkan seseorang yang lebih bertakwa pada Allah, lebih ‘alim tentang ajaran Allah, lebih zuhud karena Allah, lebih wara’ dari yang diharamkan Allah, dan yang paling saya cintai melebihi Imam Ahmad bin Hanbal.”

Ujian yang menimpa Imam Ahmad sungguh sangat besar, yaitu ujian dan fitnah penciptaan Al-Qur’an. Fitnah tentang penciptaan Al-Qur’an –yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk– muncul pertama kali pada masa Al-Ma’mun. Pendapat ini berasal dan diyakini oleh penganut paham Mu’tazilah, dimana Raja Al-Ma’mun merasa kagum dengan pendapat ini dan mengikutinya. Lebih dari itu Al-Ma’mun menggunakan pedangnya untuk memaksa rakyat mengikuti pendapatnya, dan yang menolak akan dibunuh. Al-Ma’mun membunuh sekitar 1.000 ulama yang menolak mengatakan Al-Qur’an itu makhluk. Dan penjara penuh dengan para ulama.

Imam Ahmad berada di barisan paling depan yang menolak bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dan konsekuensinya imam Ahmad dipanggil ke istana. Imam Ahmad berkata, ”Saya diambil tengah malam pada saat saya shalat. Tangan dan kaki saya diborgol, dan berat borgol itu melebihi berat badan saya. Saya dinaikkan di atas kuda, saya berusaha pegangan tetapi saya tidak bisa. Saya hampir jatuh tiga kali, tetapi setiap mau jatuh saya membaca; Ya Allah peliharalah aku. Maka Allah menjaga saya sehingga tidak jatuh. Tatkala saya dimasukkan ke dalam penjara, muka saya diseret. Saya sampai di penjara di akhir malam. Saya tidak tahu di mana letak kiblat dan saya tidak tahu di mana saya waktu itu. Ketika saya menjulurkan tangan, tiba-tiba ada air yang sejuk, maka saya berwudhu dan shalat Fajar.

Ketika pagi saya dibawa dengan kuda untuk kedua kalinya, dan saya belum makan. Hampir saja saya jatuh karena sangat laparnya. Saya dimasukkan ke tempat Mu’tashim. Tatkala saya masuk ia mencabut pedang, ditempelkan ke leherku dan berkata, “Wahai Ahmad, demi Allah saya mencintaimu seperti saya mencintai anaknya Harun Al-Rasyid (Al-Ma’mun). Maka janganlah engkau tumpahkan darahmu di hadapanku.” Kemudian ia memaksa kepadaku agar mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Imam Ahmad menolak, maka Mu’tasim menyuruh tukang pukulnya untuk memukul Imam Ahmad. Imam Ahmad dicambuk 160 kali, sampai beliau pingsan. Kemudian beliau siuman kembali.

Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, tetapi beliau tetap menolak, sehingga dicambuk lagi berulang-ulang kali. Sampai punggungnya babak belur karena seringnya dicambuk.

Imam Ahmad kembali dinaikkan ke atas kuda dan dimasukkan ke dalam penjara. Beliau dipenjara selama 28 bulan. Selama di penjara beliau selalu berpuasa dan makanan untuk berbuka cuma roti dan air. Itulah yang dimakan Imam Ahmad selama 28 bulan. Dan terakhir Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, beliau tetap menolak. Sampai akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan bosan, kemudian mengembalikan Imam Ahmad ke rumahnya dengan keadaan luka parah. Berkata putranya, Abdullah, ”Ayah kami pulang kembali ke rumah malam hari setelah di penjara, dan langsung jatuh sakit karena luka parah.”

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan bergantilah kekuasaan dari Mu’tashim kepada Al-Mutawwakil. Mutawwakil adalah pemimpin yang menycintai kebenaran dan sunnah. Dan suatu hari Al-Mutawwakil datang ke Imam Ahmad membawa harta kekayaan dan emas. Maka menangislah Imam Ahmad dan berkata, ”Demi Allah, saya lebih takut akan fitnah kenikmatan melebihi takut saya dari fitnah musibah.” Dan Imam Ahmad menolak semua itu. Begitulah Imam Ahmad. Beliau sakit selama 9 hari kemudian meninggal. Manusia berduyun-duyun bertakziyah mendoakan Imam Ahmad. Yang datang takziyah sekitar 800.000 orang lelaki dan 60.000 perempuan. Dan pada saat beliau meninggal, masuk Islam orang-orang Yahudi, Kristen, dan Majusi sekitar 20.000 orang.

3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Namanya adalah Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy. Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arab yang terletak antara sungai Dajlah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H.

Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinya. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda. Mereka hijrah tanpa seekor binatang tunggangan pun.

Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama. Jadi, punya kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya.

Pada usia 22 tahun, Ibnu Taimiyah sudah mengajar di perguruan Darul Hadits Al-Syukriyyah, sekolah ternama yang hanya mau menerima tenaga pengajar pilihan. Meski masih tergolong muda, kecerdasannya mampu membuat guru-guru besar sekolah itu geleng-geleng kepala. “Sungguh, siapapun mengakui kebrilianan guru saya yang usianya masih sangat muda itu,” ujar Ibnu Katsir, salah seorang siswa yang akhirnya juga menjadi ulama ternama.

Keluasan ilmu Ibnu Taimiyah juga terlihat dalam penguasaannya terhadap fiqh, hadits, ushul, fara’id, tafsir, mantiq, kaligrafi, hisab, bahkan olahraga. Penguasaan nahwu sharafnya juga luar biasa. Namun ilmu tafsir adalah disiplin ilmu yang paling digandrunginya. Bila sudah berkutat dengan tafsir, beliau tampak asyik sekali. Lebih dari seratus kitab Tafsir Al-Qur’an dipelajarinya. Tak heran bila mengkaji satu ayat saja, dia akan menelaah puluhan tafsir.

Ketika mengkaji tafsir, Ibnu Taimiyah tidak sekadar mengandalkan kecerdasan akal. Tapi juga kecerdasan spiritual. Dia akan selalu memohon kepada Allah swt. agar diberi kepahaman, pergi ke masjid dan bersujud. Wajar bila para pemikir yang hanya mengandalkan kemampuan akal, tanpa spiritual, senantiasa dikecamnya.

Para filosof Yunani juga menjadi sasaran tembaknya. Termasuk pemikir Islam yang bertaklid buta kepada filsafat Yunani, seperti Ibnu Sina. Sebab, menurut Ibnu Taimiyah, filsafat Yunani tak mampu menemukan rahasia ketuhanan. “Mereka adalah sebodoh-bodoh dan sejauh-jauh manusia dalam mengetahui hal-hal yang benar. Komentar Aristoteles, guru mereka, masih terlalu sedikit dan banyak kesalahan. Para filosof telah tertipu dalam mengetahui dan mengenal Allah swt.”

Ibnu Taimiyah termasuk sedikit di antara ulama yang istiqamah memegang prinsip. Akibat keteguhannya itu, ia harus keluar masuk tahanan. Sampai akhir hayatnya ia tetap dalam posisinya seperti itu. Berkali-kali ia diisolir, berkali-kali diintimidasi, tapi ia tak goyah untuk mempertahankan pendiriannya yang diyakini kebenarannya. Tak sejengkalpun ia mundur. Dari lisan Ibnu Taimiyah akhirnya muncul kata-kata mutiara: “Penjaraku adalah berkhalwat, pembuanganku adalah tempat hijrahku, dan pembunuhanku adalah syahid.”

Di antara yang bisa menandai seorang ulama adalah kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai ulama yang mengumbar hawa nafsunya. Akibatnya, jika mereka berfatwa, fatwanya cenderung mengikuti hawa nafsu. Baik itu hawa nafsunya sendiri, maupun hawa nafsu orang lain. Hawa nafsu orang lain yang paling banyak mempengaruhi ulama dalam sejarah adalah hawa nafsu para penguasa yang diharapkan hadiah-hadiah dan ditakuti ancaman tindakannya.

Ibnu Taimiyah adalah salah seorang ulama yang langka. Dalam mempertahankan keyakinannya, banyak pihak yang kagum. Namun demikian yang benci juga banyak. Sewaktu Ibnu Taimiyah menolak keras paham wihdatul wujud yang diusung Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi, banyak yang marah besar. Pada 5 Ramadhan 705 H, datanglah surat panggilan dari penguasa Mesir dan Syam, Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun. Rupanya ini hanyalah jebakan para pengikut Ibnu Arabi. Buktinya, Ibnu Taimiyah ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan selepas ceramah di sebuah majelis.

Beberapa bulan kemudian ada tanda-tanda hendak dibebaskan. Syaratnya, Ibnu Taimiyah harus mencabut sikap kontranya terhadap paham akidah penguasa Mesir. Namun tawaran itu ditolak mentah-mentah. “Ya Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka,” begitu jawaban Ibnu Taimiyah mengutip ayat 33 surat Yusuf.

Meski dipenjara, Ibnu Taimiyah tetap beraktivitas sebagaimana biasa. Ketegaran pribadinya mendorong terus beramar ma’ruf nahi munkar. Sewaktu para narapidana sibuk bermain catur, undian, judi, dan lain-lain sehingga melalaikan shalat, Ibnu Taimiyah tak segan-segan menegurnya. Dia perintahkan secara tegas agar mereka menjaga shalat, senantiasa bertasbih, istighfar, dan berdoa. Berbagai amalan ibadah diajarkan, sehingga para penghuni penjara itu larut dalam kegiatan agama. Bahkan banyak narapidana yang sebenarnya sudah bebas tapi memilih tetap tinggal bersama Ibnu Taimiyah. Akhirnya pada 23 Rabi’ul Awwal 707 H dia bebas berkat pertolongan seorang pejabat Arab.

Begitu bebas, Ibnu Taimiyah bukannya kembali ke Damaskus tetapi memilih tinggal di Mesir yang banyak dihuni orang-orang yang memusuhinya. Dia tetap aktif mengajar, memberikan nasihat, ceramah, dan membentuk majelis-majelis. Tidak lama kemudian beberapa sekolah di Kairo rutin memberi kesempatan ceramah, di antaranya Madrasah Ash-Shalihiyyah. Dari situlah kalangan ulama Mesir mulai terbuka matanya, bahwa ternyata Ibnu Taimiyah tidak sesat seperti mereka duga.

Dalam waktu yang bersamaan, orang-orang yang dengki terus berupaya memasang perangkap. Celakanya, pemerintah Mesir termakan agitasi itu. Ibnu Taimiyah diberi ultimatum: kembali ke Damaskus, tetap tinggal di Mesir dengan syarat tidak mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat, atau dipenjara.

Ternyata pilihan ketiga yang dipilihnya: penjara. Namun murid-muridnya menghalangi, dan menyarankan agar Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Demi menjaga hati pengikutnya, pada 18 Syawal 770 H Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Namun sebentar saja, cuma beberapa jam di Damaskus. Penjara lebih ‘dirindukannya’. Meski begitu Ibnu Taimiyah tidak bisa serta merta masuk penjara sebab rupanya kalangan qadhi dan ulama Mesir berselisih pendapat tentang penahanan itu. Alasan memenjaranya tidak jelas. Melihat pertentangan pendapat itu, Ibnu Taimiyah akhirnya mengambil keputusan sendiri: masuk penjara.

Meski di penjara, Ibnu Taimiyah tetap dinanti-nanti fatwa dan nasihatnya. Berbondong-bondong orang menjenguknya. Pemandangan yang sungguh ganjil, sehingga akhirnya Ibnu Taimiyah dibebaskan. Murid-muridnya di Madrasah Ash-Shalihiyyah dan beberapa majelis kajian dapat kembali mendengar ceramah-ceramahnya.

Tak lama kemudian terjadi pergeseran konstalasi politik di Mesir. Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun yang mulai simpati kepada Ibnu Taimiyah turun takhta, diganti Ruknuddin Bibrus Al-Jasynaker. Sementara Syaikh Nashr Al-Munbajji Al-Murabbi Ar-Ruhi ulama yang berlawanan akidah dengan Ibnu Taimiyah menjadi penasihat raja. Lahirlah keputusan-keputusan politik yang memojokkan ulama yang berseberangan dengan ‘ulamanya’ penguasa. Ibnu Taimiyah pun dibuang ke Iskandariyyah (akhir Shafar 709 H) dengan dalih menghindarkan Mesir dari disintegrasi.

Di tempat barunya, Ibnu Taimiyah tetap kebanjiran pengikut. Rumahnya di Iskandariyyah yang luas, bersih, dan indah terbuka 24 jam untuk siapa saja. Banyak kalangan pembesar maupun fuqaha yang datang meminta nasihat spiritual kepadanya. Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun yang akhirnya kembali memimpin Mesir dan Syam (akhir 709 H), berkenan mengangkat Ibnu Taimiyah sebagai penasihat spiritualnya.

Sampai akhir tahun 726 H, Ibnu Taimiyah berkonsentrasi pada pendidikan, menulis, ceramah-ceramah, dan mengeluarkan fatwa. Fatwa yang cukup terkenal adalah larangannya menziarahi kubur, termasuk kubur Rasulullah saw. Ibnu Taimiyah bersandar pada sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim, “Allah melaknati orang-orang Yahudi dan Nashara yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Terang saja banyak kalangan merasa gelisah, sebab Rasulullah saw. adalah manusia suci yang selama ini diagungkan. Banyak ulama yang menganggap fatwa itu ‘tidak sopan’ dilihat dari segi kedudukan Nabi saw. Akhirnya pemerintah turun tangan, mengeluarkan surat perintah penangkapan atas diri Ibnu Taimiyah (7 Sya’ban 726 H).

Namun rupanya pemenjaraan yang ketiga kali itu dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang selama ini telah membencinya. Murid dan pendukung Ibnu Taimiyah dianiaya. Beberapa di antaranya dimasukkan penjara, ada juga yang dinaikkan di atas keledai lalu diarak beramai-ramai dan dimaki-maki. Bahkan Syamsuddin Muhammad bin Qayyim Al-Jauziyyah yang paling getol membela Ibnu Taimiyah dipenjara seumur hidup dan meninggal di penjara.

Seperti sebelumnya, penjara tak menghalangi Ibnu Taimiyah terus berkarya. Tentu ini mengkhawatirkan pihak penguasa. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, pemerintah merampas semua alat baca dan tulis di penjara. Hebatnya, Ibnu Taimiyah terus menulis dengan memanfaatkan kertas-kertas sampah dan arang sebagai alat tulisnya.

Satu hal yang tak bisa dilawannya, kondisi fisik yang digerogoti usia. Dia akhirnya jatuh sakit. Berita itu segera tersebar keluar penjara sehingga beberapa pejabat datang menjenguknya seraya minta maaf atas pemenjaraan itu. Terhadap mereka, dengan arif ia berkata, “Sungguh aku telah menghalalkan orang-orang yang memusuhiku karena mereka tidak tahu bahwa aku dalam kebenaran. Aku juga memaafkan Sultan An-Nashir yang memenjarakanku. Pendeknya, aku telah memaafkan semua orang yang memusuhiku, kecuali orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.”

Pada malam 22 Dzulqa’idah 728 H, ulama ini meninggal dunia. Penduduk negeri Mesir dan Syam gempar. Sewaktu jenazah Ibnu Taimiyah dimandikan, orang berdesak-desakan ingin melihat dan menghormatinya. Sewaktu dishalatkan di Masjid Jami’ Al-Amawi, warga semakin banyak. Pasar kosong. Toko dan warung-warung tutup. Banyak di antara mereka yang lupa makan dan minum. Kumpulan manusia itu menimbulkan bergemuruh. Ada yang menangis, meratap, memuji, dan mendoakannya. Orang yang memikul keranda Ibnu Taimiyah kesulitan bergerak, hanya bisa bergeser sejengkal demi sejengkal, itupun maju mundur. Sebelum Ashar, jenazah itu dikebumikan di kubur Ash-Shufiyyah. Di kuburan itu sebelumnya telah dimakamkan beberapa ulama seperti Ibnu Asakir, Ibnu Shalah, Ibnul Hujjah, dan Imaduddin bin Katsir.

Di belahan bumi lain, kaum muslimin seantero dunia melaksanakan shalat ghaib. Timur Tengah, Afrika, sampai Yaman dan Cina, semua larut dalam keharuan atas meninggalnya Ibnu Taimiyah. Meski jasadnya telah tiada, pemikirannya telah hidup sampai saat ini. Al-Hafizh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Abdul Hadi, Ibnu Katsir, dan Al-Hafizh Ibnu Rajab adalah di antara murid-murid yang terus berupaya menghidupkan semangat perjuangannya.

4. Hasan Al-Banna

Imam Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan namanya beliau adalah pembangun generasi yang baik. Imam Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna lahir pada tahun 1906 M di daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir. Ayahnya seorang ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja sebagai tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal dengan julukan Asy-Syaikh As-Sa’ati.

Lingkungan pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk suasana kota turut membantu perkembangan Hasan Al Banna. Sehingga dalam usia yang masih muda beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an. Beliau disamping berguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain, sampai akhirnya mengantarkan beliau belajar di Universitas Darul Ulum Kairo.

Ghirah keislamannya sudah tumbuh semenjak kecil. Beliau sangat rajin ibadah dan suka mengunjungi para ulama untuk berdiskusi tentang masalah agama dan problematika umat. Sehingga tidak aneh para ulama dan gurunya sangat mencintai beliau dan menaruh harapan yang besar terhadap Hasan Al-Banna. Kegundahannya terhadap kemaksiatan menyebabkan Hasan Al-Banna kecil bersama teman-temannya membuat organisasi Menolak Keharaman. Dan diantara aktivitasnya, mengingatkan umat Islam yang melakukan dosa dan meninggalkan kewajiban Islam seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Hasan Al-Banna juga punya kegiatan yang dilakukannya ketika masih kecil, yaitu membangun-bangunkan orang tidur dari rumah ke rumah untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.

Pada tahun 1928 pada saat berusia 22 tahun, beliau mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Tokoh-tokoh yang bergabung di jama’ah ini di antaranya Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, ulama hadits; Syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i, ahli hukum; Syaikh Amin Al-Husaini, mufti Palestina. Dan sekarang dakwah yang dirintisnya sudah masuk ke lebih dari 70 negara. Hampir tidak ada gerakan reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Kelebihan Imam Hasan Al-Banna bukan pada kemampuannya ta’liful kutub (mengarang buku), tetapi pada ta’liful qulub (menyatukan hati) dan ta’lifur rijal (mencetak generasi muslim). Tidak aneh jika pengikutnya hampir ada di seluruh penjuru dunia. Penamaan Jama’ah Ikhwanul Muslimun juga tidak lain dari keinginan beliau untuk menyatukan umat Islam dan mengembalikan mereka dalam kejayaan Islam.

Berkata ulama India Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi tentang imam Hasan Al Banna, ”Kehadirannya cukup mengejutkan Mesir, dunia Arab dan dunia Islam secara keseluruhan. Semua terkejut oleh dakwah, tarbiyah, jihad dan kekuatannya yang unik. Allah telah mengumpulkan pada dirinya berbagai kemampuan yang kadang-kadang tampak kontradiktif di mata psikolog, sejarawan, dan kritikus, yaitu pemikiran yang brilian, pemahaman yang cemerlang, wawasan yang luas, perasaan yang kuat, hati yang penuh berkah, semangat yang membara, lisan yang fasih, zuhud dan qanaah –tanpa menyiksa diri– dalam kehidupan pribadinya. Cita-cita dan kepedulian yang tinggi dalam menyebarkan da’wah.”

Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. H.M. Rasyidi, M. Zein Hasan dan lain-lain, mengucapkan terima kasih kepada Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.

Imam Hasan Al Banna berpesan kepada pengikut-pengikutnya, ”Anda sekalian adalah ruh baru yang mengalir dalam jasad umat ini.” Dakwah dan jihad Hasan Al-Banna membuat kecut thaghut (penguasa yang lalim) yang hidup pada masa beliau. Tidak ada cara lain kecuali memusnahkan dakwah Hasan Al Banna. Tepat di depan kantor Organisasi Pemuda Islam yang didirikannya, Hasan-Al Banna ditembak. Sebagian pelaku membawa Hasan Al-Banna ke rumah sakit dan meminta kepada penjaga rumah sakit untuk membiarkannya tanpa penanganan medis.

Sampai setelah dua jam tanpa pertolongan medis, Hasal Al-Banna meninggal dunia. Tahun itu tahun 1949 M. Hasan Al-Banna dishalatkan oleh ayahnya yang sudah sepuh dan 4 orang wanita. Begitulah Hasan Al-Banna yang hidup untuk Islam dan umat Islam. Meninggal akibat konspirasi yang menginginkan dakwahnya redup. Tetapi kematiannya tidak membuatnya mati. Dakwahnya tetap hidup dan namanya tetap harum. Pendukung gerakan dakwahnya semakin banyak.

Demikianlah Allah akan menjaga agama-Nya. Dia selalu mengutus pada setiap abad ulama yang akan mengembalikan Islam pada kemurnian dan kejayaannya. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

/@cwi

selengkapnya...

Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga





“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).

1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.



2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.

Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas

Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah

Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.


/@cwi

selengkapnya...

Sejarah Bangsa Palestina (Bag ke-8): Pembantaian-Pembantaian yang Dialami Rakyat Palestina





Pembantaian di Gaza Dulu, dan masih terus berlanjut hingga sekarang, terror adalah bagian mendasar dari pemikiran Zionis yang disandarkan kepada akar ideology. Kitab Taurat Yahudi yang telah mengalami perubahan dan juga Talmud memuji penggunaan kekuatan, kekerasan dan pemusnahan non Yahudi. Taurat yang telah mengalami perubahan telah menggambarkan bagaimana Bani Israel saat memasuki kota Jericho seraya membunuh semua penduduk yang ada di dalamnya baik laki-laki, wanita, anak-anak dan orang tua dengan tebasan pedang. Zionis Yahudi sekarang ini belajar dari contoh-contoh ini dan menganggapnya sebagai teladan yang patut ditiru. Di mana, menurut aqidah Yahudi yang telah mengalami perubahan, tidak ada nilainya kemanusiaan orang non Yahudi yang diciptakan untuk menjadi pelayan mereka.

Tidak mungkin mendirikan entitas Yahudi murni di atas tanah Palestina tanpa melakukan pembantaian demi pembantaian dan gelombang pengusiran secara paksa terhadap mayoritas penduduk Arab (Palestina) yang telah tinggal di negeri mereka sejak ribuan tahun. Berbagai isyarat mengenai pembersihan orang-orang Arab (Palestina) berulang-ulang disebutkan dalam berbagai bentuk di buku-buku dan biografi para senior pemimpin Zionis dan entitas Zionis Yahudi semisal Hertzel, Waizman, Bin Gorion, Begin, Ishak Rabin dan yang lainnya.150



Dan ketika PBB mengeluarkan resolusi pembagian wilayah Palestina, seharusnya yang tinggal di negara Israel (yang diusulkan) adalah 498 ribu Yahudi dan 498 ribu Arab (Palestina), artinya itu menjadi negara dwi kebangsaan yang dihuni kedua belah pihak masing-masing separuh jumlah penduduk. Diperkirakan akibat pertambahan penduduk (secara alami pertambahan penduduk Arab jauh di atas penduduk Yahudi) maka orang Arab (Palestina) menjadi mayoritas nyata dalam beberapa tahun saja. Hal yang membuat proyek Zionis kehilangan substansi ide (pemikiran), di nama negara itu dibangun demi ide tersebut. Untuk itu, pihak Zionis Israel sejak awal berusaha menghalau rintangan ini dengan dua cara. Pertama, menteror orang-orang Arab (Palestina) dan memaksa mereka untuk hengkang dan kedua mendorong hijrah (migrasi) orang-orang Yahudi ke entitas Israel meski hingga terpaksa menteror orang-orang Yahudi di negara-negara Arab dengan melakukan berbagai kejahatan dengan menampakkan bahwa orang-orang Arab yang telah melakukannya, untuk memberi rasa tidak aman bagi orang-orang Yahudi bahwa mereka tidak punya tempat di sana.

Pada saat perang tahun 1948, Zionis Israel melakukan kejahatan 34 pembantaian gulna merealisasikan rencana-rencana mereka di Palestina. Pembantaian yang paling besar dan terkenal adalah pembantaian “Der Yasin”.151 Pembantaian ini dilaksanakan oleh dua geng teroris Yahudi Irgun (yang dipimpin Menachem Begin) dan Shtern yang berkoordinasi dengan Hagana. Pembantaian ini terjadi pada malam dan pagi tanggal 9-10 April 1948. Desa Der Yasin terletak di sisi jalan menuju al Quds. Dalam aksi ini, Zionis Israel membantai lebih 254 orang Palestina laki-laki, wanita dan anak-anak (dalam sebagian riwayat disebutkan jumlahnya lebih 360 orang dari jumlah total penduduk desa 600 jiwa) secara keji dan biadab.

Kita tengok sebentar mengingat pembantaian Der Yasin sebagai salah satu contoh terorisme Zionis Israel. Hari itu “Hayah Balbibisi” berada di sekolah bersama 15 anak murid putra dan putrid, dia rubah sekolahan itu menjadi pusat medis karena dia petugas Palang Merah (saat itu belum ada Bulan Sabit Merah karena Palestina berada di bawah pendudukan Zionis Israel) yang bertanggung jawab di Der Yasin. Dia menyangka dengan itu dapat melindungi dirinya dan juga anak-anak. Dia menampung korban luka di sana. Pada siang hari, datang Zionis Israel membunuh korban luka, membantai anak-anak tadi dan juga dirinya. Kemudian mereka meletakkan seluruh korban berbentuk kemaluan yang di atasnya diletakkan jasadnya. Seorang wanita muda Yahudi segera melepas bendera Palang Merah yang menempel di pintu sekolah dan menancapkannya dalam-dalam di tengah-tengah tumpukan jenazah tadi sehingga membuat semua teroris Yahudi yang ada ada di lokasi bertepuk tangan penuh kekaguman dengan apa yang dilakukan wanita muda tersebut.

Nasib lebih tragis apa yang di alami al Haj Ismail Athiya, seorang kakek-kakek berusia 90 tahun. Setelah pasukan Zionis Israel membunuhnya, mereka menyeret kedua kakinya ke tengah-tengah jalan kemudian berjoget sambil berteriak-teriak di seputar jenazahnya. Sedang istrinya tengah menggendong cucu satu-satunya di rumah. Seorang wanita muda Yahudi mendatanginya sedang di tangannya memegang kapak dan dihantamkan ke kepala sang bocah hingga sumsum otaknya muncrat ke dinding-dinding rumah. Sejurus kemudian dia bunuh sang nenek terus berjoget berjingkrak-jingkrak di atas kedua jenazah tersebut.

Mereka mendatangi seorang ibu muda Palestina, Shalahiya. Mereka anaknya yang berusia 2 tahun di depan kedua matanya. Kemudian menyeret wanita tersebut dalam lingkaran dan mulai berjoget di seputarnya sambil mencabik-cabik pakaian yang dikenakannya sedikit demi sedikit hingga tuntas. Selanjutnya beberapa wanita muda Yahudi mendekatinya dan melukainya di wajah, dada dan perut sedang dia kala itu hamil 9 bulan.

Mereka menangkap seorang kakek berusia 70 tahun. Kemudian melemparnya ke atas rumah dan menjadikannya sasaran bergerak untuk percobaan pembidikan di udara. Ketika jasadnya jatuh ke tanah mereka menginjak-injaknya dengan sepatu mereka. Mereka juga membunuh seorang wanita bernama Khalidiya yang sudah di ambang melahirkan. Mereka membelah perutnya dengan pisau, namun saat para wanita desa berusaha hendak mengeluarkan bayi dari perutnya, wanita itu dibunuhnya pula.152

Menachem Begin (yang menjadi Perdana Menteri Zionis Israel 1977 -1983 serta mendapat hadiah Nobel perdamaian) mengungkapkan kebanggaannya dengan pembantaian ini, serta menganggapnya sebagai alasan penting dalam pendirian negara Yahudi dan pengusiran Arab (Palestina). Dia mengatakan, “…Orang-orang Arab mengalami guncangan dahsyat tanpa batas setelah berita (pembantaian) Der Yasin. Mereka mulai melarikan diri guna menyelamatkan nyawa-nyawanya…, dari 700 ribu jumlah orang Arab yang tinggal di Israel sekarang tidak tersisa kecuali 165 ribu saja” … “apa yang terjadi di Der Yasin dan apa yang diberitakan tentangnya telah membantu pelempangan jalan kita untuk menggapai kemenangan di dalam pertempuran sengit di arena perang. Legenda Der Yasin telah membantu kita secara khusus menyelamatkan perang Haifa” … “pembantaian Der Yasin memiliki dampak dan pengaruh luar biasa dalam jiwa orang-orang Arab (Palestina) yang menyamai 6 kebahagiaan serdadu-serdadu.”153

Pembantaian seperti di Der Yasin terjadi berulang-ulang di desa-desa Arab (Palestina) lainnya saat terjadi perang tahun 1948. Di mana telah terjadi banyak pembantaian dengan kekejian dan kebiadaban serupa sebagaimana yang terjadi di Thantura, Nashiruddin, Bet Daras dan yang lainnya. Seorang sejarawan Israel yang juga seorang peneliti dalam militer Israel kala itu, Aryeh Yeshavi telah mengakui hal itu dengan mengatakan, “Jika kita total fakta-fakta dan realita kita mengetahui bahwa pembantaian Der Yasin terjadi terlalu jauh dari tabiat yang semestinya guna menduduki desa Arab, terjadi penghancuran terbanyak jumlah rumah di dalamnya. Dalam aksi-aksi ini telah dibunuh banyak sekali wanita, anak-anak dan orang tua.”154

Selanjutnya pembantaian-demi pembantaian terus dilakukan Zionis Israel setelah itu. Pada malam tanggal 14 – 15 Oktober 1953 terjadi pembantaian “Qibya”, sebuah desa Arab di Tepi Barat. Lebih 600 serdadu Zionis Israel dipimpin teroris Ariel Sharon (yang kemudian hari menjadi perdana menteri Israel) menyerbu desa tersebut. Serangan malam hari ini mengakibatkan 67 penduduk sipil desa gugur syahid dan sejumlah besar lainnya mengalami luka-luka. Aksi ini juga menghancurkan 56 rumah, masjid desa, sekolah dan pusat penampungan air di desa tersebut. Zionis Israel sengaja menghancurkan rumah-rumah sementara penduduk berada di dalamnya. Tercatat seorang wanita Palestina gugur dalam kondisi duduk di antara puing reruntuhan rumahnya yang nampak muncul di antara reruntuhan itu tangan-tangan dan kaki-kaki kecil keenam anaknya, di antaranya adalah jasad suaminya dengan tubuh terkoyak tak berbentuk oleh senjata Zionis Israel yang tergeletak di jalan menuju rumah.155

Pada 10 Oktober 1956 Zionis Israel melancarkan pembantaian Qalqilia dengan membantai 70 penduduk sipil yang ada di kota tersebut dan menimbulkan kehancuran dalam skala besar.

Pada 29 Oktober 1956 terjadi pembantaian Kafer Qasim, nama sebuah desa Arab di Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948. Hari itu Zionis Israel menyatakan pelarangan aktivitas total (blackout) di dalam desa tersebut sejak pukul 17.00, sementara para petani Palestina yang sedang bekerja di ladang-ladang mereka tidak mengetahui larangan itu. Ketika para petani mulai pulang menuju ke rumah-rumah mereka, instruksi tembak mati di tempat telah dikeluarkan. Akibatnya, 49 orang Palestina gugur syahid di antaranya 15 anak-anak dan ditambah puluhan lainnya luka-luka. Zionis Israel berupaya menutupi aksi kejahatan mereka dengan menggelar pengadilan terhadap para pelaku dan menghukum sejumlah dari mereka dengan hukuman sangat pendek. Sementara colonel Sichar Shadmy yang mengeluarkan instruksi baru diajukan ke pengadilan pada tahun 1959 dengan dijatuhi sanksi celaan (kecaman) dan membayar denda senilai satu qirsh Israel (sebanding dengan 1/100 pound)!!156 Seakan nyawa setiap orang Palestina hanya dinilai tidak lebih dari datu qirsh menurut pengadilan Israel.

Pada pembantaian di kamp pengungsi Khan Yunis pada 3 November 1956, Zionis Israel membantai 250 penduduk sipil Palestina. Kemudian mereka kembali membunuh warga sipil lainnya sebanyak 275 dari kamp yang sama pada 12 November 1956. Dan pada hari yang sama mereka membantai lebih dari 100 warga sipil kamp pengungsi Rafah, selatan Jalur Gaza.157

Pada tanggal 13 November 1966 Zionis Israel melakukan aksi pembantaian al Samu’ dengan membunuh sekitar 18 warga dan 134 lainnya luka-luka.158

Pada saat penjajah Zionis Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza, dalam perang tahun 1967, mereka mengusir 330 ribu orang Palestina. Salah seorang serdadu Israel yang bertugas di tepi sungai Yordan kala itu mengakui, telah ada instruksi untuk mereka secara jelas dan tegas agar membunuh orang-orang sipil Palestina yang berusaha kembali ke Tepi Barat. Dia mengatakan, “Kami membunuh orang-orang yang masih hidup yang kami temui dan membunuh orang-orang yang terluka meskipun mereka itu wanita dan anak-anak. Sehingga saat kami bertugas militer dan setelah usai perang dalam jangka lama kami masih terbiasa dan sering menembak di daerah kami sendiri, setiap malam selalu ada orang yang terbunuh dan setiap pagi kami menemukan di antara mereka terluka dalam langsung kami habisi sekalian.”

Seorang komandan Israel Kapten Ely Levi pernah menuturkan kisah yang mengisyaratkan kepada jalan pemikiran dan kerja komando militer Israel. Dia menuturkan bahwa saat perang tahun 1973 dia bersama sejumlah pasukannya menyerang desa di dataran tinggi Golan. Mereka mengumpulkan warga desa yang berjumlah sedikit di area yang luas. Tiba-tiba datang dua jenderal militer Israel, Ravael Eitan dan Apighdor Bengol. Dengan nada heran Eitan bertanya kepada komandan Mayor Ghory, apa yang akan kalian lakukan terhadap mereka? Mayor Ghory menjawab, “Kami akan meminta mereka untuk kembali ke rumah-rumah mereka.” Dengan nada keras Jenderal Eitan berteriak, Apa?! Tidakkah kalian akan menembak mereka semua?! Mereka semua adalah prajurit Suriah yang bersembunyi di balik pakaian sipil, saya bersumpah untuk itu.” Kemudian datang kapten Ely Le’evi dan berkata, “Akan tetapi di antara mereka anak-anak dan wanita?” Eitan menjawab, “Yang terbayangkan oleh kalian begitu!! Kalian harus menembak mereka dan membunuh semuanya.” Ely bertanya kembali, “Apakah ini perintah ya Jenderal?” Etan menjawab, “Ya, itu perintah!” Lantas Ely berkata, “Saya ingin itu tertulis Jenderal.” Maka dengan nada mengejek Eitan berkata, “Sesungguhnya engkau tidak ingin berperang, sungguh aku telah salah duga padamu wahai anak muda!!”159

Ravaiel Eitan adalah komandan korps angkatan bersenjata di Golan saat perang tahun 1973, kemudian menjadi komandan wilayah utara pada tahun 1974 – 1977. Dan selanjutnya menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel pada tahun 1978 – 1983, di mana dia memegang komando dalam aksi pendudukan terhadap Lebanon pada tahun 1972. Dialah pemilik ungkapan yang sangat terkenal, di antaranya adalah ungkapannya yang menyebutkan bahwa orang-orang Palestina di tanah terjajah mereka adalah “kecoa-kecoa kotor di dalam botol.”160

Pada saat aksi pendudukan Zionis Israel atas Lebanon pada musim panas tahun 1982, setelah kurang dari 4 minggu sejak dimulainya aksi ini (5 – 30 Juni 1982), gugur syahid sekitar 15 ribu warga sipil. Salah seorang dokter dari Kanada yang bertugas di Shaida mengatakan, 50% korban yang gugur adalah anak-anak di bawah usia 13 tahun. Laporan lain menyebutkan bahwa menjelang akhir bulan Agustus 1982 korban sipil yang gugur mencapai 19 ribu jiwa, sementara korban luka mencapai 80 ribu jiwa.161 Letkol Etan Kalibton dalam kesaksiannya yang diterbitkan harian Israel Ha’olam Hazeh pada 7 Juli 1982 menyebutkan bahwa di sana ada seorang komandan dan pasukannya sengaja membunuh warga sipil yang terisolasi dan orang-orang yang tidak berdosa yang ada di dalam kamp-kamp pengungsi Palestina. Etan mengatakan bahwa dirinya ingat sekali para serdadu memuntahkan timah panas mereka atas instruksi dari komandan senior ke arah orang-orang tua, wanita dan anak-anak Palestina di dalam kamp-kamp pengungsi di Ain Halwa. Dia mengatakan, “Saya menyaksikan sendiri anak-anak Palestina menangis dan meraung-raung setelah para serdadu membunuh ibu-ibu mereka di depan matanya. Sebagian serdadu ada melemparkan meriam ke dalam kemah-kemah di kamp pengungsi Ain Halwa, padahal di dalamnya ada puluhan warga sipil yang belum keluar satu pun dari mereka.”162

Dengan dipimpin Ariel Sharon, Ravail Etan dan Amer Dory, pada tanggal 16 – 18 September 1982, Israel mengorganisasi pembantaian Sabra, Satila dan Okalwa. Tugas pembantaian ini dilakukan oleh pasukan milisi al-Numur, pimpinan
Presiden Kamil Shamon dan kelompok Haras al-Ruz (Phalangis), pimpinan
Etan Shaqar bekerja sama dengan milisi brigade Israel dan pasukan militer Lebanon Selatan yang bekerja untuk Sa’ad Hadad, semuanya adalah milisi Marunia (palangis). Zionis Israel menduduki Beirut Barat pada 15 September, pada tanggal 16 malam berikutnya mulailah dilakukan operasi pembantaian yang berlangsung selam 40 jam. Zionis Israel – yang telah mengepung lokasi – membekali para milisi teroris ini dengan sarana penerangan dan mengawasi aksi-aksi pembantaian layaknya orang yang duduk di barisan pertama dalam pentas sandiwara. Aksi pembantaian ini mengakibatkan 3297 warga sipil pengungsi Palestina gugur yang mayoritasnya adalah anak-anak, wanita dan orang tua. Para penjagal ini menggunakan kapak, pisau dan senjata tajam lainnya untuk meremukkan kepada-kepala, memenggalnya dan memotong-motong tubuh. Ditambah lagi pemerkosaan terhadap kaum wanita dan gadis-gadis. Para criminal ini sangat menikmati, terutama saat membunuh anak-anak dan mencincang mereka. Di salah satu kemah di kamp pengungsi ditemukan mayat seorang bocah bayi yang masih menyusu dalam keadaan terpotong-potong anggota tubuhnya. Kemudian potongan-potongan itu disusun melingkar dan diletakkan di tengahnya kepada bayi tersebut.163

Pembantaian Shabra dan Shatila adalah pembantaian yang mengerikan dan mengguncang nurani kemanusiaan. Di mana pasukan Zionis Israel dan para milisi ini tidak dapat menutupi dan menyembunyikan kedahsyatannya yang mengerikan. Sebagaimana biasanya, pihak penjajah Zionis Israel segera membentuk tim investigasi guna memoles potret buruknya melalui media informasi serta untuk mencuci tangan pihak Israel dan para pemimpinnya. Tim ini kemudian cukup dengan memberikan sanksi kecaman terhadap Sharon. Dan setelah itu, segera dia menjadi Menteri Kependudukan kemudian dipilih menjadi PM entitas Zionis Israel pada Februari 2001.

Meletusnya intifadhah Palestina (1987) di Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah kesempatan bagi entitas Zionis Israel untuk melakukan pembunuhan terhadap warga sipil Palestina. Selama enam tahun, dari tahun 1987 – 1993, tidak kurang dari 1540 warga gugur, 130 ribu terluka dan 116 ribu lainnya ditahan. Berdasarkan perkiraan Lembaga Solidaritas Internasional untuk Hak Asasi Manusia, daftar korban yang gugur meliputi anak-anak sebanyak 268 dan wanita 127 jiwa.164 Selama berlangsung intifadhah ini, di antara yang dilakukan pasukan Zionis Israel adalah pembantaian di masjid al Aqsha pada 8 Oktober 1990, pada saat kaum muslimin berusaha mempertahankan masjid al Aqsha dari upaya kelompok Yahudi bernama “Umana Jabal Haikal” meletakkan batu pondasi bagi haikal Yahudi ketiga di pelataran masjid al Aqsha. Pasukan Zionis Israel langsung melakukan intervensi dan menembaki para jamaah shalat, tanpa kecuali. Hal ini mengakibatkan 21 orang gugur dan 150 lainnya terluka.165

Pada tanggal 25 Februari 1994 bertepatan dengan tanggal 15 Ramadhan 1414 H, saat orang-orang Palestina menjalankan shalat subuh, Baruch Golstein menyerang masjid Ibrahimi di Hebron/al Khalil, Tepi Barat. Dengan menggunakan senjata otomatis teroris Yahudi ini memberondong jamaah shalat yang tengah sujud di dalam masjid, yang dibantu para warga pemukim Yahudi. Sementara itu pasukan Zionis Israel dan penjaga perbatasan dalam jumlah besar telah mengepung masjid Ibrahimi, jumlah mereka mencapai 300 serdadu. Para serdadu ini turut menembaki ke arah orang-orang Islam yang menyerang Baruch Golstein dengan tubuh-tubuh mereka hingga berhasil membunuhnya. Para serdadu ini juga menembaki para jamaah yang keluar dari masjid dan orang-orang datang untuk menolong saudara-saudara mereka. Menurut data resmi, jumlah korban yang gugur adalah 29 orang dan lebih 300 lainnya terluka (data tidak resmi menyebutkan 54 orang gugur dan ratusan lainnya terluka). Baruch Golstein adalah seorang dokter militer dengan pangkat kapten kelahiran Brooklyn, New York, Amerika Serikat. Hijrah ke Palestina mengusung doktrin radikal, dengan membuat perumpamaan bahwa orang Arab adalah sejenis “Epidemi (wabah)… Mereka adalah virus-virus yang memindahkan penyakit kepada kita.” Dia adalah seorang Yahudi sangat fanatic yang menganggap aksi pembantaian semacam ini sebagai cara “mendekatkan diri kepada Tuhan”. Orang-orang Yahudi radikal menganggapnya sebagai orang suci, bahkan kuburannya hingga hari ini menjadi tempat suci bagi orang-orang Yahudi ini.166

Ketika rezim penjajah Zionis Israel menyatakan membuka penggalian terowongan di bawah masjid al Aqsha (yang mengeruk pondasi-pondasi tembok barat masjid), pada 24 September 1996, kaum muslimin kembali melakukan perlawanan dan memprotes keras. Sementara pihak Zionis Israel bertindak sangat berlebihan dan sangat represif sampai menggunakan helicopter tempur. Akibatnya, 62 orang Palestina gugur dan lebih 1500 lainnya terluka. Di antara korban yang gugur ada sekitar 15 orang dari kepolisian Palestina yang dengan terpaksa melakukan balasan, dikarenakan serangan yang dilakukan Zionis Israel terhadap wilayah pemerintah Palestina.167

Intifadhah al Aqsha yang meletus sejak 28 September 2000 adalah contoh nyata pengorbanan Palestina dan terorisme Israel. Pihak penjajah Zionis Israel menggunakan semua sarana perang yang ada pada mereka. Mulai dari senjata otomatis, tank-tank Merkava, pesawat heli tempur Apache, pesawat tempur F16 hingga senjata yang dilarang secara internasional, dalam menghadapi rakyat yang terisolasi dan bertekad ingin mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan. Hal inilah yang kemudian memaksa orang-orang Palestina melakukan aksi meledakkan dirinya (bom syahid) dalam aksi-aksi syahid ke komunitas-komunitas Zionis Israel, karena tidak ada pilihan lain. Dan terbukti aksi ini dapat menciptakan keseimbangan perlawanan menghadapi kebiadaban Israel.

Hingga 15 September 2001, data yang ada menunjukkan jumlah korban yang gugur mencapai 700 syuhada’ dan lebih 35 ribu lainnya terluka. Menurut data, dari korban yang terluka, 9500 di antaranya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sementara itu ada 2500 orang yang mengalami cacat permanent di antaranya adalah 537 anak.168 Data lain yang dikeluarkan departemen kesehatan Palestina pada awal Agustus 2001 menyebutkan bahwa di antara korban syahid yang jumlahnya 634 ada 153 anak.169

(Data terakhir hingga Februari 2005, menurut laporan Dinas Penerangan Umum Palestina, lembaga resmi di bawah Pemerintahan Palestina, menunjukkan jumlah syuhada yang gugur mencapai 4007 orang, ditambah 82 syahid lainnya yang belum teridentifikasi. Sementara itu lebih 52882 lainnya terluka sebagian besar menderita cacat permanent, pentj./www.infopalestina.com).

Keganasan Zionis Israel untuk menghabisi intifadhah terus bertambah. Pada bulan Maret dan April 2002, mereka melakukan serangkaian pembantaian secara biadab. Yang terkenal adalah pembantaian di kamp pengungsi Jenin, di mana sejumlah laporan menyebutkan korban yang syahid dalam pembantaian ini berjumlah lebih 500 orang Palestina. Itu terjadi selama paruh pertama bulan April 2002. Pihak militer Zionis Israel melakukan penghancuran bangunan-bangunan dan rumah-rumah warga Palestina di kamp Jenin di atas kepala-kepala pemiliknya. Pada saat yang sama pihak penjajah Zionis Israel melarang media untuk mendekati lokasi, agar dunia tidak bisa menyaksikan hakikat sebenarnya yang terjadi di kamp pengungsi Jenin kala itu. Dan dalam waktu yang sama, pembantaian serupa juga terjadi di Nablus. Lebih dari 70 orang Palestina gugur syahid. Pada saat militer Zionis Israel melakukan aksinya di kota-kota dan desa-desa di Tepi Barat, kala itu, mereka menghancurkan sebagian besar infrastruktur Palestina termasuk di dalamnya adalah institusi-institusi pemerintah Palestina, mulai di bidang pendidikan pengajaran, kesehatan hingga keamanan sambil merampas dan mencuri apa saja yang ada di dalamnya.

Mereka juga menduduki dan menguasai kantor Yaser Arafat di Ramallah, yang dikepung dengan sejumlah pembantunya di salah satu kamar di kantornya. Mereka menghancurkan mobil-mobil ambulance dan bahkan mereka gunakan untuk memburu orang-orang Palestina. Mereka melarang tim medis mendekati dan mengevakuasi para korban, sementara darah bercucuran dari tubuh mereka hingga kehabisan darah dan meninggal. Mereka juga melarang, berhari-hari, pemakaman korban yang gugur. Utusan khusus PBB di Palestina, Tery Rod Larsen mengecam keras rezim penjajah Israel. Dia menyebut kehancuran yang dilakukan Israel di kamp pengungsi Jenin – setelah melihat dan berkeliling sendiri di kamp pada 18 April 2002 – sebagai kebiadaban yang sulit untuk dibenarkan. Dia menyebut kamp pengungsi Jenin sebagai “dihancurkan total, seakan gempa dahsyat telah menghantam kawasan”. Larsen juga mengecam keras rezim penjajah Israel yang melarang tim penolong masuk ke Jenin selama 11 hari.170

Dan begitulah, teror adalah bagian alami dari ideology Zionis Israel serta logika komunitas koloni Yahudi dan para pemimpin yang berkuasa di entitas Zionis Israel. []

TAMAT

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

150 Lihat misalnya seputar terorisme Zionis dan pembersihan Arab di al mausu’ah al filistiniyah 1/113 – 115 dan 185 – 192.

151 Lihat seputar pembantaian Deir Yasin, ibid. 2/432 – 435.

152 Seputar kisah hidup al Balbisi, al Haj Ismail, Shaleheya dan yang lainnya, lihat buku Ashim al Jundi: Deir Yasin.

153 al mausu’ah al filistiniyah 2/435.

154 Lihat: Jawad al Hamd, al Majazir al Shahyuniyah Didh al Sya’ba al Filistini 1948 – 2000, ct.2 (Aman: Markaz Dirasat al Syarq al Awsath, 2000) hlm. 17.

155 Ibid. hlm. 24.

156 Ibid. hlm. 27 – 31.

157 Ibid. hlm. 83.

158 Ibid.

159 Ghazi al Sa’di, Ahadits al Ghuzah, hlm. 63.

160 Dalil Israil al ‘Am, hlm. 526.

161 www.passia.org/indez-pfacts

162 Ghazi al Sa’di, al Majazir al Shahyuniyah, hlm. 87.

163 Jawad al Hamd, al Majazir al Shahyuniyah, hlm. 35 – 47.

164 Lihat harian Shaut al Sya’b, 8 desember 1993 dan harian al Aswaq (Yordania), 25 Maret 1996.

165 Jawad al Hamd, al Majazir al Shahyuniyah, hlm. 54.

166 Ibid. hlm. 63 – 75.

167 Lihat harian al Ra’yu, al Quds al Arabi dan al Khalij edisi 25 – 29 September 1999 dan www.passia.org/indez-pfacts

168 www.islam-online.net, 23 Sep. 2003

169 www.palestine-info.net, 8 Aug. 2001

170 Seluruh media massa membicarakan apa yang terjadi di Jenin dan kamp kamp pengungsi-nya dan menukil pernyataan wakil PBB Larzen. Lihat misalnya harian al Khalij edisi 19 April 2002.
/@cwi

selengkapnya...

Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-8): Al Quds dan Keberadaannya Saat Ini





Masjidil Aqsa di Al Quds

Masjidil Aqsha di Al Quds

dakwatuna.com - Yahudi Israel menduduki wilayah al Quds Barat pada perang tahun 1948, luas wilayah ini sekitar 84,1% dari keseluruhan luas wilayah al Quds. Selanjutnya mereka melakukan yahudisasi terhadap wilayah ini – yang 85% pemiliknya adalah orang Arab Palestina – dan membangun kompleks-kompleks perkampungan Yahudi di atas tanah al Quds Barat dan tanah-tanah yang mereka gusur di sekitarnya. Seperti desa Lafna – yang dibangun di atasnya kantor parlemen Israel Knesset dan sejumlah kantor departemen Israel – kemudian desa Ain Karim, Deir Yasin, Maliha dan yang lainnya.74

Pada tahun 1967 penjajah Zionis Israel menyempurnakan penjajahannya terhadap kota suci al Quds dengan menduduki wilayah al Quds Timur, yang juga merupakan bagian dari wilayah Tepi Barat sungai Yordan dan di dalamnya adalah bangunan suci umat Islam masjid al Aqsha yang diberkati. Sejak saat itu mulailah serangan yahudisasi yang menghancurkan wilayah al Quds Timur. Maka dimaklumatkan penyatuan dua wilayah al Quds (al Quds Barat dan al Quds Timur) di bawah administrasi “Israel” pada 27 Juni 1967. Kemudian dimaklumatkan secara resmi pada 20 Juli 1980 bahwa al Quds adalah ibukota abadi tunggal untuk entitas ‘Israel”.75


Sentralisasi di al Quds adalah masalah utama dalam pemikiran Zionis Yahudi, sebagai realisasi tujuan-tujuan agama dan sejarah. Bahkan 50 tahun sebelum pendirian entitas negara “Israel”, pendiri organisasi Zionisme internasional Theodore Hertzel sudah mengatakan, “Jika kita berhasil mendapatkan kota suci al Quds sedang saya masih hidup dan mampu melakukan sesuatu, maka saya akan menghapus segala sesuatu yang tidak suci bagi Yahudi di dalamnya. Dan saya akan membakar semua peninggalan yang telah berlalu berabad-abad.”76 Sedang pendiri entitas negara Yahudi dan sekaligus perdana menteri pertama bagi entitas Yahudi di Palestina David Ben Gurion mengatakan, “Bahwasanya tidak ada artinya bagi Israel tanpa al Quds dan tidak ada artinya bagi al Quds tanpa Haikal.”

Secara bertahap entitas Zionis Yahudi melakukan perluasan kota al Quds, agar berhasil mencaplok lebih wilayah-wilayah Tepi Barat secara total ke dalam wilayahnya, dan agar dapat melakukan aktivitas yahudisasi al Quds secara sistematis dan ekspansif. Maka diperluaslah wilayah kota al Quds dari 6,5 kilometer persegi pada tahun 1967 menjadi 123 kilometer persegi pada tahun 1990. Adapun rencana yang mereka sebut dengan al Quds Raya yang hendak mereka realisasikan seluas 840 kilometer persegi atau sekitar 15% dari total wilayah Tepi Barat. Di zona area kota timur al Quds Zionis Yahudi membangun kendali berupa 11 perkampungan Yahudi yang dihuni 190 ribu Yahudi di seputar kota Baldah Qadimah di mana masjid al Aqsha berada, kendali yang lebih besar lagi juga dibangun di seputar al Quds berupa 17 kompleks permukiman Yahudi, sebagai upaya untuk memutus al Quds dari wilayah Arab Islam sekitarnya. Untuk selanjutnya memutus jalan apapun untuk kompromi damai yang memungkinkan mengembalikan al Quds atau wilayah timur al Quds kepada Palestina.77

Menurut kalkulasi pada tahun 2000 wilayah al Quds, timur dan barat, dihuni sekitar 650 ribu jiwa (450 ribu orang Yahudi dan 200 ribu Arab Palestina yang hampir seluruhnya tinggal di al Quds Timur). Karena aktivitas penggusuran dan pemaksaan Zionis Yahudi menguasai 86% wilayah al Quds dan hanya 4% saja yang tersisa bagi orang Arab Palestina, sedang yang 10% sisanya orang-orang Palestina dilarang menggunakannya karena disediakan untuk proyek-proyek Yahudi. Data ini mengisyaratkan betapa bahayanya proyek yahudisasi terhadap kota al Quds. Padahal pada awal penjajahan Inggris di Palestina pada tahun 1918 orang-orang Palestina memiliki 90% wilayah al Quds.78

Adapun Baitul Maqdis “Masjid al Aqsha” maka dia memiliki kisah penderitaan yang sangat menyakitkan. Provokasi mobilisasi Yahudi nampak jelas dan terang-terangan ke arah ini sejak tahun 20-an abad ke 20. Pada mulanya orang-orang Yahudi memfokuskan tuntutannya pada sisi barat tembok masjid al Aqsha “Tembok Buraq” yang mereka namakan dengan “tembok ratapan”. Tembok dan daerah sekitarnya pada hakikatnya adalah tanah wakaf Islam tetap yang memiliki nota dan dokumen, dan itu diakui bahkan oleh tim investigasi internasional. Beberapa hari setelah pendudukan al Quds Zionis Yahudi menghancurkan kampong al Mugharabah yang berhadapan dengan tembok barat masjid al Aqsha (Tembok Buraq atau yang mereka sebut dengan tembok ratapan). Kampung ini terdiri dari 135 rumah dan dua masjid, kampung ini habis rata dengan tanah untuk kemudian dijadikan area terbuka yang digunakan orang-orang untuk ibadah mereka, meskipun tanah ini adalah wakaf Islam.

Mulailah Yahudi melancarkan operasi penggalian di bawah masjid al Aqsha dan daerah sekitarnya, mereka memfokuskan operasi ini di daerah barat dan selatan masjid, sebagai upaya untuk mewujudkan bukti apapun bagi “haikal” yang mereka klaim. Namun justru yang mereka dapatkan sebagian besar adalah peninggalan-peninggalan Islam yang mendukung kedudukan dan identitas keislaman al Quds. Sejak tahun 1967 hingga tahun 2000 operasi penggalian ini telah melewati 10 periode (tahap), yang dilakukan dengan giat namun tenang dan diam-diam. Selama itu mereka memfokuskan penggalian pada sisi barat dan selatan masjid al Aqsha, untuk itu pula mereka melakukan penggusuran dan penghancuran banyak masjid bangunan-bangunan bersejarah Islam. Misalnya, pada 14 – 20 Juni 1969 mereka menghancurkan 31 bangunan bersejarah Islam dan mengusir warganya, serta penggalian terowongan di bawah masjid al Aqsha. Tapi yang mereka dapatkan adalah peninggalan Islam yang mendukung kedudukan dan identitas keislaman al Quds, hal ini semakin menambah kedengkian dan hasad mereka. Penggalian ini mencapai tahap yang sangat membahayakan ketika mereka mengosongkan tanah dan batu dari bawah masjid al Aqsha dan masjid Qubatus Shakhra’, mereka menggunakan bahan kimia untuk meleburkan batu-batu tersebut, yang menjadikan masjid al Aqsha siap runtuh kapan saja oleh topan yang kuat atau dengan gempa ringan (baik itu buatan atau alami).

Adapun serangan-serangan permusuhan terhadap masjid al Aqsha, maka selama tahun 1967 – 1990 telah terjadi 40 kali serangan. Berbagai kompromi damai dan perjanjian Oslo tidak juga dapat menghentikan penyerangan-penyerangan yang mereka lakukan. Bahkan selama tahun 1993 – 1998 tercatat ada 72 kali aksi serangan. Sebuah data yang menunjukkan meningkatnya aksi-aksi biadab mereka terhadap salah satu tempat suci kaum muslimin. Serangan yang paling menonjol adalah aksi pembakaran masjid al Aqsha pada 21 Agustus tahun 1869 dengan tertuduh seorang Nasrani fanatic bernama Denis Mikel Rohan yang berafiliasi ke Gereja Allah. Akibat aksi ini api membakar seluruh isi dan tembok masjid, juga membakar mimbar agung masjid yang dibuat oleh Nuruddin Zinki dan diletakkan oleh Shalahuddin di dalam masjid paska pembebasan al Aqsha dari tangan kaum salib pada tahun 1187. Setelah dilakukan pengadilan simbolik, Zionis Yahudi membebaskan Rohan dengan vonis dia tidak bertanggung jawab melakukan tindak pidana karena dia gila. Kala itu pihak rezim penjajah Israel sengaja terlambat memberikan bantuan untuk memadamkan kebakaran, bahkan menghalangi upaya ribuan kaum muslimin yang berbondong-bondong memadamkan api.

Sebulan setelah aksi pembakaran ini didirikan Organisasi Konferensi Negara-negara Islam (OKI), ketika para pemimpin dunia Islam menyerukan untuk melakukan diskusi membahas cara melindungi masjid al Aqsha dan al Quds. Hanya saja kelemahan negara-negara Islam, kerancuan loyalitas dan ideologinya serta tidak diadopsinya kerja yang sungguh-sungguh sebelumnya, telah menjadikan organisasi ini sebagai lembaga yang hampir tidak memiliki tujuan. Kerja-kerjanya tidak lebih dari melakukan pertemuan-pertemuan, mengeluarkan pernyataan-pernyataan dan penghampaan perasaan.

Pada 30 Januari 1976 sebuah pengadilan Israel memutuskan hak bagi Yahudi untuk melakukan ibadah di area masjid al Aqsha, kapanpun mereka mau di waktu siang. Pada awal Mei tahun 1980 terungkap adanya upaya penghancuran masjid al Aqsha ketika ditemukan di dekat masjid lebih dari 1000 kilogram bahan peledak jenis T.N.T. Pada April 1982 seorang serdadu Yahudi bernama Alan Godman melancarkan serangan menyerbu masjid al Aqsha menembak penjaga gerbang masjid. Kemudian dia lari menuju ke arah masjid Qubatus Shakhra’ sambil melancarkan serangan membabi buta hingga menciderai sejumlah jamaah shalat. Aksi ini diikuti oleh sejumlah serdadu Yahudi yang berkonsentrasi di atap-atap rumah terdekat sambil melancarkan tembakan ke arah masjid Qubatus Shakhra’. Maka kaum muslimin segera berbondong-bondong menuju masjid untuk melindunginya hingga mengakibatkan sedikitnya 100 muslim terluka dan perlawanan ini. Pada waktu yang sama, Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk mengganjal resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam peristiwa ini pada 20 April 1984. Pada 17 Oktober tahun 1989 kelompok Yahudi Umana’ Haikal (penjaga haikal) meletakkan batu fondasi bagi pembangunan haikal ketiga dengan gerbang masjid al Aqsha.79

Meski kaum muslimin dan Palestina mengalami penderitaan akibat penjajahan dan kekerasan paksa namun mereka terus terjaga melindungi masjid al Aqsha. Mereka selalu bangun dan bergerak membela kehormatan masjid al Aqsha dengan tubuh dan batu-batu intifadhah, setelah mereka kehilangan pertolongan Arab dan dunia Islam. Segala serangan permusuhan Zionis Yahudi tidak pernah luput dari aksi perlawanan kaum muslimin meski hal itu berakibat pada pembantaian atas diri mereka sendiri. Seperti yang terjadi pada 8 Oktober tahun 1990 yang mengakibatkan 34 orang gugur syahid dan 115 lainnya luka-luka, ketika kelompok Yahudi melakukan peletakan batu fondasi haikal di dalam masjid al Aqsha. Seperti yang terjadi juga pada 25 – 27 September 1996 saat kaum muslimin bangkit melakukan intifadhah akibat pembukaan penggalian oleh Yahudi di bawah tembok barat masjid al Aqsha. Aksi ini mengakibatkan 62 orang gugur syahid dan 1600 lainnya luka-luka. Aksi ini kemudian memicu campur tangan polisi Palestina di pihak orang-orang Palestina hingga mengakibatkan 14 serdadu Israel tewas dan 50 lainnya terluka.80

Puluhan resolusi internasional telah dikeluarkan dari PBB dan Dewan Keamanan PBB sendiri yang menolak penggabungan al Quds Timur ke dalam wilayah Israel, juga menolak terhadap langkah-langkah apapun baik materiil, administratif, ataupun undang-undang yang merubah realita al Quds, bila hal itu dilakukan maka dianggap tidak sah. Resolusi-resolusi ini menganggap entitas Zionis Yahudi sebagai kekuatan penjajah yang harus keluar dari al Quds (juga dari Tepi Barat dan Jalur Gaza secara keseluruhan). Resolusi yang pertama kali keluar pada 4 Juli tahun 1967 dari Majelis Umum PBB no. 2253 yang selanjutnya disusul dengan resolusi-resolusi lainnya silih berganti hingga entitas Zionis Yahudi mencaplok (menggabungkan) secara resmi al Quds Timur ke dalam wilayahnya. Maka Majelis Umum PBB membuat resolusi ES 712 pada 29 Juli tahun 1980 yang didukung mayoritas anggota sebanyak 112 suara melawan 7 suara sementara 24 suara abstain. Resolusi ini menyerukan kepada Zionis Israel menarik diri secara total tanpa syarat dari seluruh wilayah Arab yang mereka duduki termasuk di dalamnya adalah al Quds.

Pada 30 Juli tahun 1980, dengan 14 suara mayoritas dan satu negara abstain yaitu Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan tidak sahnya semua langkah yang diambil Zionis Israel merubah realita al Quds, sekaligus menegaskan diakhirinya pendudukan “Israel”. Secara berkesinambungan resolusi-resolusi internasional dikeluarkan hingga sekarang, meski semuanya mengakui hak-hak Palestina, namun semua itu miskin kesungguhan dan kekuatan yang lazim untuk memaksa entitas Zionis Yahudi menghormati resolusi-resolusi internasional tersebut.81

TAMAT

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

74 Lihat: Rafiq al Netsha dan Ismail Baghi, Tarikh Madinah al Quds (Aman: Darul Karmel, 1984) hlm. 94 dan Hanry Katn, Filistin fii Dhau’ al Hak wal ‘Adl (Beirut: 1970) hlm.40

75 Lihat al mausu’ah al filistiniyah 3/522

76 Netsha, Ibid, hlm. 157

77 Seputar masa ini tentang yahudisasi kota al Quds, lihat: al mausu’ah al filistiniyah 3/521 – 527, Ibrahim Abu Jabir dkk. “Issu al Quds dan Masa Depannya dalam al Madkhal fii al Qadhiyah al Filistiniyah (Aman: Markaz Dirasat as Syarqil Awsath, 1997) hlm. 544 – 568 dan harian al Dustur edisi 18 Juli 1997.

78 Seputar asal kepemilihan di al Quds, lihat: Ibrahim Abu Jabir dkk., ibid. hlm. 541 dan 557. Dan Rafiq Netsha, Ibid. hlm. 98.

79 Ada banyak sumber rujukan yang membahas masalah aksi-aksi yahudisasi kawasan al Aqsha dan penggalian-penggalian di bawahnya serta aksi-aksi serangan permusuhan terhadap al Aqsha. Lihat seputar dua paragraph sebelumnya di: Ibrahim Abu Jabir, Ibid. hlm. 564 – 568; al mausu’ah al filistiniyah 3/522 -523. Lihat juga di berita-beria harian seperti di harian al Khalij edisi 13 Februari 2000, edisi 27 Juli 2000, edisi 9 September 2000, edisi 8 dan 17 Januari 2001; al markaz al filistini lil i’lam (http://www.palestine-info.org) tanggal 23 Maret 2000 dan tanggal 2, 6 April 2000.

80 Koran-koran harian meliput peristiwa-peristiwa tersebut, berita-berita pada hari-hari berikutnya dapat dilihat misalnya di harian al Ra’ru dan al Dustur.

81 Seputar al Quds dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), lihat misalnya di al mausu’ah al filistiniyah 3/548 – 553.

/@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |