Doa Memohon Ridho Di Dalam Hati

Suatu ketika Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan sebuah doa sangat panjang kepada sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu. Lalu Zaid radhiyallahu ’anhu diperintahkan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk membacanya setiap hari, bahkan diharuskan kepadanya untuk menyuruh keluarganya membaca pula. Doa ini sangat panjang, namun ada bagian sangat penting dari doa tersebut yang berkaitan dengan sikap seorang beriman menghadapi berbagai realitas dunia, baik yang menyenangkan maupun yang terasa pahit. Sebab hidup kita di dunia senantiasa diwarnai oleh dinamika yang berubah-ubah. Kadang kita diberi senang, kadang mengalami derita. Kadang sehat kadang sakit. Kadang menang kadang kalah. Kadang lapang, kadang sempit. Ada perjumpaan, ada perpisahan. Ada kelahiran, ada kematian. Itulah dunia. Semua serba fana, tidak ada yang lestari.



Seorang yang beriman dikagumi oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Beliau sedemikian kagum akan karakter mu’min sehingga pernah suatu ketika beliau mengutarakan takjub akan fenomena orang beriman.



عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ



“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)








Saudaraku, berdasarkan hadits di atas berarti perjalanan hidup seorang mu’min adalah suatu rentetan penyesuaian sikap terhadap realitas yang Allah taqdirkan atas dirinya. Bila ia mengalami suatu hal yang menyenangkan, kemenangan, memperoleh karunia, nikmat, anugerah atau rezeki, maka pandai-pandailah ia mensyukurinya. Sebaliknya, bila ia ditimpa mudharat, kekalahan, duka, lara, nestapa atau kehilangan sesuatu atau seseorang, maka hendaklah ia kuat-kuat menyabarkan dirinya. Jadi inilah hakikat hidup seorang mu’min. Nah, agar kita memiliki kemampuan untuk senantiasa istiqomah dalam bersyukur kala senang dan bersabar kala sedih, doa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang diajarkan kepada sahabat Zaid radhiyallahu ’anhu mungkin dapat membantu kita. Doanya adalah sebabgai berikut:





“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)



Pertama, kita memohon kepada Allah agar sikap ridho selalu menghiasi hati kita. Ridho di sini maksudnya menghadapi segala keputusan Allah yang telah ditaqdirkan atas diri kita. Biasanya manusia mudah untuk ridho terhadap taqdir Allah yang menyenangkan. Mana ada orang menyesal ketika Allah kasih dia rezeki? Tapi jangan salah, saudaraku. Maksud ridho di sini ialah agar keridhoan itu tampil dalam bentuk pandai bersyukur ketika nikmat menyapa kita. Sebab tidak sedikit manusia yang ketika memperoleh suatu karunia lalu lupa mengkaitkan dengan taqdir Allah. Ia lupa untuk selalu menyadari bahwa tidak ada satupun kenikmatan yang sampai kepada manusia kecuali atas izin Allah. Nikmat mampir bukan karena kehebatan seseorang. Betapapun hebatnya seseorang, namun nikmat tidak akan bisa ia peroleh jika Allah tidak izinkan nikmat itu sampai kepada dirinya. Ia bisa memperoleh nikmat semata-mata karena Allah akhirnya mengizinkan nikmat itu sampai kepada dirinya.



Orang biasanya sulit ridho bila menyangkut taqdir Allah yang sifatnya pahit atau tidak menyenangkan. Oleh karenanya doa di atas juga kita baca saat ditimpa kekalahan, duka, lara, nestapa, mudharat agar keridhoan itu tampil dalam bentuk kemampuan untuk bersikap sabar menghadapi apapun yang Allah taqdirkan. Dan jika itu menyangkut suatu hal yang menyedihkan alias musibah jangan kita jadikan Allah sebagai –maaf- ”kambing hitam”nya. Salah satu bentuk sabar ialah seseorang sanggup mengambil pelajaran dari setiap musibah yang menimpa dirinya. Ia mendahulukan untuk menyalahkan dirinya sendiri daripada mencari fihak lain sebagai sebab musibah tersebut. Lalu ia selanjutnya mengkoreksi diri agar tidak jatuh kepada kekeliruan langkah seperti yang ia telah lakukan sebelumnya.




مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

”Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS An-Nisa ayat 79)


Kedua, lalu sisa doanya menyangkut perkara di luar dunia. Coba perhatikan:



أَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ وَبَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ

الْمَمَاتِ وَلَذَّةَ نَظَرٍ إِلَى وَجْهِكَ وَشَوْقًا إِلَى لِقَائِكَ



“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)



Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengarahkan Zaid radhiyallahu ’anhu untuk memohon kepada Allah ”...kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajah Allah dan kerinduan berjumpa dengan Allah.” Mengapa demikian? Karena, saudaraku, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mengingatkan Zaid radhiyallahu ’anhu dan kita semua untuk memandang bahwa apapun yang kita alami di dunia ini –senang maupun sedih- pada hakikatnya adalah perkara kecil dan tidak berarti jika dibandingkan dengan mengingat Allah Yang Maha Besar, mengingat kematian, mengingat perjumpaan dengan Allah. Dan tidak ada kenikmatan yang lebih utama bagi penghuni surga selain memperoleh kesempatan memandang wajah Allah...!



إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا

الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا

شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ



“Bila penghuni surga telah masuk surga, maka Allah berfirman (kepada mereka): ”Apakah kalian ingin sesuatu untuk Kutambahkan? ” Maka mereka menjawab: ”Bukankah Engkau telah putihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah masukkan kami ke dalam surga? Dan selamatkan kami dari api neraka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Maka disingkaplah Al-Hijab (tabir). Sehingga ahli surga tidak memperoleh sesuatu yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Rabb mereka Allah’Azza wa Jalla.” (HR Muslim 266)



Subhanallah...! Penghuni surga memperoleh hak untuk memandang wajah Allah. Suatu kenikmatan yang mengalahkan segenap kenikmatan surga lainnya. Suatu kenikmatan yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ”tambahan” alias bonus bagi ahli surga.



لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ



”Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS Yunus ayat 26)



Saudaraku, bagi seorang mu’min yang sibuk berjuang agar kelak di akhirat berhak memandang wajah Allah, tentulah segenap pengalaman hidup di dunia menjadi terasa kecil. Jika ia mendapat nikmat dia tidak akan lupa diri, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan nikmat memandang wajah Allah yang ia idam-idamkan selalu. Jika tertimpa kesulitan ia akan bersabar dengan meyakini bahwa semoga kesabaran itu akan menyebabkan ia berhak memandang wajah Allah disamping diselamatkan dari api neraka. Dan tentulah di antara modal utama untuk berhak memandang wajah Allah ialah ia selalu sibuk memastikan bahwa apapun yang ia kerjakan di dunia ini adalah semata-mata demi memperoleh wajah Allah alias ikhlas dalam berbuat apapun. InsyaALlah.-



“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.”









/@cwi

selengkapnya...

Doa Iftitah Sholat Malam Dan Penegakkan hukum Allah

Dalam sebuah hadits shohih riwayat Imam Muslim terdapat sebuah tanya jawab antara seorang sahabat bernama Abu Salamah ibnu Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ’anhu dengan istri Nabi Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ’anha. Sahabat ini menanyakan soal bacaan doa yang biasa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ucapkan bila membuka sholat malam alias sholat tahajjud. Artinya beliau ingin tahu doa iftitah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ketika mengawali sholat malam. Maka Aisyah radhiyallahu ’anha menjelaskan dengan lengkap. Ternyata jika kita renungkan isinya maka tampak betapa banyak pelajaran dan mutiara hikmah yang bisa kita petik darinya. Adapun lengkap haditsnya adalah sebagai berikut:





Berkata Abu Salamah ibnu Abdurrahman bin Auf: “Aku bertanya kepada Ummul Mu’minin Aisyah: Dengan doa apakah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam membuka sholatnya bila ia bangun malam?” Aisyah menjawab: “Bila Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bangun malam beliau membuka sholatnya dengan: Allahumma Rabba Jibriila wa Mikaaiila wa Iraafiila Faathiros-samawaati wal ardhi ‘aalimal-ghaibi wasy-syahaadati anta tahkumu baina ‘ibaadika fiima kaanuu fiihi yakhtalifuuna ihdinii limakhtulifa fiihi minal-haqqi bi-idznika innaka tahdii man tasyaa-u ilaa shiraatim-mustaqiim (“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui hal-hal yang ghaib dan nyata. Engkau yang menghukumi (memutuskan) di antara hamba-hambaMu dalam perkara yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku, dengan seizinMu, pada kebenaran dalam perkara yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkau menunjukkan jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki.”) (HR Muslim 1289)








Pertama, doa ini diawali dengan menyeru Allah dengan beberapa atribut muliaNya. Mula-mula si hamba menyebut Allah sebagai Rabb dari tiga malaikat mulia yang masing-masing mempunyai tugas-tugas tertentu yang luar biasa. Yaitu malaikat Jibril yang merupakan panglima alias pimpinan segenap malaikat lainnya. Di samping itu malaikat Jibril juga bertugas mengantarkan wahyu kepada para Rasul Allah. Subhaanallah...! Jadi, kita seolah diingatkan bahwa Allah yang kita seru di tengah malam itu ialah Rabb dari malaikat yang telah mengantarkan wahyu Kitabullah Zabur kepada Nabiyullah Daud ’alihis-salaam, Kitabullah Taurat kepada Nabiyullah Musa ’alihis-salaam, Kitabullah Injil kepada Nabiyullah Isa ’alihis-salaam serta Kitabullah Al-Quran Al-Karim kepada Nabi kita Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.



اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ

“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfll...”




Kemudian kita menyeru Allah yang merupakan Rabb malaikat Mikail, yaitu malaikat yang bertugas mengantarkan rizki setiap makhluk ciptaan Allah. Setiap manusia memperoleh rizki, maka malaikat inilah yang bertugas mengantarkan dan memastikan ia sampai kepada manusia tersebut. Bahkan hingga rizki segenap hewan dan tumbuh-tumbuhan.... Semua memperoleh rizkinya berkat izin Allah semata via kurir istimewa malaikat Mikail ini. Subhaanallah...! Jadi, melalui potongan doa ini kita seolah diingatkan bahwa Allah yang kita jadikan tempat mengeluh di tengah malam itu ialah Rabb Pemberi Rizki yang Maha Murah dan bahwa Allah mempunyai malaikat yang bertugas sebagai aparat penyalur rizki yang tidak pernah sesaatpun lalai ataupun malas menjalankan tugasnya...!



Selanjutnya kita memanggil Allah yang merupakan Rabb dari malaikat Israfil, yaitu malaikat yang bertugas meniup sangkakala pada saatnya sebanyak dua kali. Tiupan pertama pertanda dimulainya peristiwa dahsyat hari Kiamat. Selanjutnya begitu Kiamat tegak maka tidak ada satupun makhluk yang akan dibiarkan Allah masih bernyawa selain malaikat Maut pancabut nyawa. Hingga Allah akan mencabut nyawa malaikat Maut itu dengan tanganNya sendiri. Wallahu’a’lam. Selanjutanya malaikat Israfil akan meniup sangkakala kedua kalinya sebagai pertanda dihidupkan dan dibangkitakannya kembali segenap makhluk dari kuburnya.



وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ

إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ



”Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS Az-Zumar ayat 68)



Jadi, melalui potongan doa ini kita diingatkan akan Allah sebagai Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa menetapkan bila akan terjadinya peristiwa dahsyat hari Kiamat. Hari dimana manusia tidak akan sanggup membayangkannya. Hari dimana Allah akan hancurkan segenap alam semesta yang diciptakan dengan tanganNya sendiri atas Kehendaknya sendiri. Kemudian Allah izinkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala sebagai pertanda diawalinya peristiwa dahsyat tersebut. Untuk selanjutnya meniup sangkakala sekali lagi pertanda tegaknya hari berbangkit dimana setiap manusia akan berdiri satu per satu menunggu giliran dirinya diperiksa dan diadili oleh Allah Yang Maha Perkasa, Maha Adil lagi Maha Bijaksana.



Kedua, selanjutnya kita menyeru Allah dalam kaitan sebagai Pencipta langit dan bumi. Artinya, melalui potongan doa ini kita diingatkan betapa kecil dan tidak berdayanya diri ini di hadapan Allah Yang Maha Agung yang telah menciptakan segenap lapisan langit dan bumi beserta segenap isinya. Subhaanallah...! Hal ini diharapkan akan menumbuhkan rasa tunduk dan berserah diri dalam hati menghadapi Allah Dzat yang Maha Kuasa satu-satunya fihak tempat kita menghamba, mengabdi, bergantung dan memohon pertolongan.



فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

.” Wahai Pencipta langit dan bumi.”




Ketiga, kemudian kita menyeru Allah Yang Maha Tahu perkara ghaib maupun nyata dalam kehidupan ini. Artinya, potongan doa ini menumbuhkan dalam diri bahwa fihak yang kita seru di tengah malam adalah Rabb Yang tidak saja mengetahui segenap perkara yang tampak dan bisa diindera, melainkan juga mengetahui segenap perkara tidak tampak bahkan di luar jangkauan panca indera manusia. Allah ialah Dzat Yang Maha Tahu apa yang sudah, sedang dan akan terjadi dengan segenap rincian kejadiannya. Allah ialah Dzat Yang Maha Tahu segenap perkara baik dalam dimensi yang terjangkau oleh fikiran manusia maupun tidak. Allah ialah Dzat Yang Maha Tahu segenap peristiwa yang dialami makhluk kasar manusia maupun makhluk halus, baik jin maupun malaikat. MasyaAllah...!



عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

”Wahai Rabb yang mengetahui hal-hal yang ghaib dan nyata.”



Keempat, kemudian kita bersaksi bahwa Allah merupakan Hakim yang Maha Bijaksana, Maha Adil lagi Maha Baik. Allah memutuskan dengan keputusan terbaik dalam berbagai perkara yang diperselisihkan oleh hamba-hambaNya. Dan kita kaitkan dengan realitas dunia dimana kita saksikan dewasa ini begitu banyak perbedaan pendapat dan perselisihan antara manusia. Baik itu dalam urusan pribadi, perdagangan, politik, sosial, budaya, seni, pendidikan, hukum, militer, antar negara dan lain-lain. Melalui potongan doa ini, kita diingatkan bahwa sebaik-baiknya penyelesaian menghadapi segala perbedaan pendapat dan perselisihan antar sesama manusia ialah dengan mengembalikannya kepada Allah, Wahyu Allah, Kitabullah dan hukum Allah.



أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

”Engkau yang menghukumi (memutuskan) di antara hamba-hambaMu dalam perkara yang mereka perselisihkan.”




Pada hakikatnya kekacauan yang timbul dewasa ini merupakan konsekuensi logis dari kesombongan manusia yang menyangka bisa menghasilkan kebijakan yang adil bagi segenap manusia padahal mereka menyelesaikannya dengan fikiran dan hukum bikinan manusia. Mereka enggan untuk mengembalikan segenap urusan hidup dan perbedaan pendapat kepada Allah Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Sampai kapan manusia akan terus berlaku sombong dengan meninggalkan hukum berdasarkan petunjuk dan wahyu Allah Subhaanahu Wa Ta’aala? Sampai kapan manusia akhirnya akan menyadari bahwa segenap fikiran mereka disatupadukan tidak akan pernah bisa menghasilkan hukum yang adil-bijaksana bagi manusia lainnya? Hanya dengan mengakui bahwa Allah-lah satu-satunya fihak Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana ummat manusia akan menjalani kehidupan yang penuh keadilan hakiki di dunia yang fana ini. Wallahua’lam...!



Kelima, lalu barulah kita mengajukan permohonan dengan rendah diri dan rendah hati di hadapan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Suci. Kita nyatakan ketergantungan kita akan petunjukNya untuk memberikan keputusan yang benar di tengah perselisihan pendapat yang merebak di antara umat manusia. Dan kita tegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya fihak yang menunjuki manusia ke jalan yang lurus. Tidak ada manuisa manapun, sebesar apapun kekuasaan dan pengaruhnya di muka bumi ini, yang dapat mengantarkan dan menunjuki manusia lain ke jalan yang lurus dan terjamin mengantarkan kita ke surga tempat kebahagiaan sejati dan abadi.

اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

”Tunjukkanlah aku, dengan seizinMu, pada kebenaran dalam perkara yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkau menunjukkan jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki.”



Lalu dengan tetap menyerahkan keputusan akhir kepada Allah, kita nyatakan dengan jujur bahwa pada akhirnya Allah saja yang berhak menentukan siapa di antara hamba-hambanya yang berhak mendapat petunjukNya. Namun tentunya kita berharap kepada Allah bahwa diri kita termasuk mereka yang dipilihNya untuk memperoleh petunjukNya di tengah kesemrawutan perselisihan di antara umat manusia.



Oleh karenanya, sebagai bukti bahwa doa yang kita baca bukan sekedar pemanis di bibir sekedar untuk ”menyenangkan” Allah belaka, maka dalam realitas selanjutnya kita berusaha sekuat tenaga merujuk kepada ketentuan-ketentuan Allah melalui kitabNya, Al-Qur’an dan tuntunan RasulNya, hadits-hadits shohih dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam menyelesaikan berbagai urusan hidup di dunia. Sebab kita sangat khawatir bahwa jika segenap masalah –baik kecil apalagi besar- tidak kita selesaikan berdasarkan apa yang Allah telah wahyukan, maka ancaman Allah sangat kita takuti. Kita sangat khawatir bahwa sikap meninggalkan hukumNya adalah sikap dusta dalam mengakui Allah sebagai Hakim yang Maha Bijaksana, Maha Adil lagi Maha Baik.



وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah ayat 44)



وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah ayat 45)



وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah ayat 47)



Ketiga ayat di atas merupakan ancaman bagi setiap orang yang tidak menjalankan penyelesaian perkara dengan kembali kepada Hukum Allah. Bayangkan, ancamannya sampai tiga macam label yang mengerikan..! Manusia yang memutuskan perkara tidak menurut apa yang diturunkan Allah, berarti ia dipandang Allah sebagai kafir, zalim dan fasik...! Lalu dalam ayat lainnya bahkan dengan tegas Allah hanya menawarkan dua pilihan bagi suatu masyarakat dalam kaitan dengan urusan hukum. Atau masyarakat itu mengembalikannya kepada hukum Allah dan bila tidak mau, maka masyarakat itu dipandang Allah sebagai masyarakat yang memilih hukum Jahiliyah.





أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ



”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah ayat 50)



Ya Allah, tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu memang benar adanya dan berilah kami kekuatan untuk mematuhinya. Dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang batil itu memang batil dan berilah kami kekuatan untuk meninggalkannya. Amin ya Rabb.



/@cwi

selengkapnya...

Doa Orang Yang Menderita Kesedihan Mendalam

Kehidupan di dunia merupakan permainan dan senda gurau. Ada kalanya menang ada kalanya kalah. Susah dan senang silih berganti. Senangnya merupakan kesenangan yang menipu, sedihnya merupakan kesengsaraan sementara. Itulah dinamika kehidupan di alam fana. Sungguh berbeda dengan kehidupan sejati dan abadi di akhirat kelak nanti. Barangsiapa senang, maka ia akan selamanya senang (Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan ini). Barangsiapa menderita, maka ia akan menderita selamanya (wa na’udzu billahi min dzalika).



Orang beriman yang benar-benar memahami hakikat kehidupan di dunia tidak akan pernah membiarkan dirinya tenggelam dalam kesenangan sehingga membuat lupa diri. Demikian pula saat mengalami kesedihan, maka ia tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam keputus-asaan.








Di antara ciri khas orang beriman ialah saat ia dirundung malang, maka ia segera kembali kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah Subhaanahu wa ta’aala. Ia segera mengingatNya (dzikrullah) dan memanggil-Nya. Sebab ia tahu bahwa hanya dengan mengingat dan memanggil Allah sajalah hati akan memperoleh ketenteraman. Tidak ada tempat lain yang patut dijadikan muara pengaduan selain kepada Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa kehidupan ini.



الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)



Setiap orang pasti pernah mengalami kondisi hidup yang mendatangkan kesedihan. Bahkan kadangkala bila ujian hidup terasa begitu berat ia menjadi penderitaan yang menimbulkan kesedihan sangat mendalam. Barangkali ada yang anaknya -buah hatinya- baru saja berpulang ke Rahmatullah. Atau barangkali seseorang baru saja bercerai dengan pasangan hidupnya. Atau barangkali baru dapat vonis dokter kalau dirinya mengidap penyakit berat. Atau barangkali anak pertamanya lahir dengan ketidak-sempurnaan fisik alias cacat permanen. Apapun keadaannya, yang jelas semua itu merupakan ujian Allah bagi orang beriman. Bila ia lulus menghadapinya, maka derajat imannya akan naik di sisi Allah.



Alhamdulillah kita punya Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang memberikan tuntunan bagaimana seharusnya kita selaku orang beriman berrespon terhadap keadaan sulit dalam hidup di dunia fana ini. Beliau mengajarkan sebuah do’a bagi siapapun yang menderita kesedihan mendalam.



Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Doa orang yang sedang menderita (kesedihan yang mendalam) ialah:

“Ya Allah, RahmatMu aku harapkan, janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku, tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR Abu Dawud)



Dari do’a ini sekurangnya ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik:



Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengarahkan orang yang menderita kesedihan mendalam agar hanya dan hanya mengharapkan rahmat (kasih-sayang) Allah. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan ummatnya agar senantiasa kembali kepada Allah sebelum segala sesuatunya. Sebab betapapun keadaan sulit yang dihadapi seseorang, namun jika dirinya masih dirahmati Allah berarti ia masih dikategorikan sebagai orang yang beruntung. Alangkah ruginya seseorang yang berhasil meraih berbagai kesuksesan duniawi namun dirinya jauh dari rahmat (kasih-sayang) Allah. Alangkah tertipunya orang yang berhasil mendapat simpati bahkan pujian manusia banyak namun Allah tidak mencurahkan rahmat-Nya kepada dirinya.



Kedua, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan kita untuk selalu bertawakkal hanya kepada Allah semata dalam semua urusan dan situasi kehidupan. Jangan hendaknya seseorang menyerahkan urusan dan persoalan hidupnya kepada dirinya sendiri atau kepada manusia lain. Sebab tidak ada manusia yang menguasai taqdir hidup dirinya sendiri apalagi orang lain. Allah sajalah Yang Maha Kuasa untuk mengubah hidup kita dari suatu keadaan kepada keadaan lainnya. Allah sajalah Yang Maha Kuasa untuk mengubah taqdir seseorang. Oleh karenanya kita disuruh berdo’a kepada Allah. Jika do’a kita diperkenankan oleh Allah, maka sangat mungkin taqdir kita berubah. Mohonlah kepada Allah agar segala urusan kita diperbaiki-Nya.


Ketiga, kita disuruh mengulang kembali ikrar Tauhid Laa ilaaha illa Allah. Sebab dengan kita mengulang kembali komitmen fundamental ini, maka Allah akan memandang kita sebagai seorang mu’min yang memahami sepenuhnya ucapan dalam sholat kita yang berbunyi:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS Al-Fatihah ayat 4)



Saudaraku, marilah kita menghibur diri di kala sedih dengan jalan terbaik, yaitu mengikuti sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Marilah kita biasakan membaca do’a yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ajarkan. Semoga dengan demikian Allah benar-benar akan mendatangkan ketenteraman bagi kita bersama. Selain itu, mudah-mudahan Allah akan memberi solusi terbaik saat kita menghadapi berbagai ujian kehidupan dunia yang fana ini.



Elok kiranya bila dalam rangka mengharapkan agar do’a kita lebih mungkin dikabulkan Allah, maka kita perbanyak membaca do’a pelipur lara ini ketika kita sedang dalam keadaan bersujud, khususnya ketika sujud terakhir dalam sholat-sholat sunnah kita. Sebab Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Sedekat-dekatnya hamba kepada Rabbnya ialah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah do’a.” (HR Muslim)


/@cwi

selengkapnya...

Ketegangan Turki-Israel dan Motto Mossad

Selasa, 20/10/2009 14:33 WIB


Dua pekan belakangan ini, Turki membuat muka para pejabat Israel merah padam menahan marah. Pertama, Turki membatalkan latihan perang karena menolak keikutsertaan Israel dalam latihan rutin tahunan itu.

Pembatalan dilakukan sebagai bentuk protes Turki atas kekejaman dan blokade yang masih terus dilakukan Israel di Jalur Gaza. Kedua, kurang dari seminggu setelah pembatalan itu, televisi pemerintah Turki TRT1 menyiarkan serial acara berjudul "Ayrilik" (Perpisahan) yang menampilkan gambar-gambar operasi genosida (pembantaian massal) tentara-tentara Zionis saat menyerang Gaza bulan Januari 2008.

Israel memang sedang sensitif jika disinggung masalah agresinya ke Jalur Gaza bulan Januari lalu. Karena Israel sedang menghadapi dakwaan kejahatan perang oleh tim pencari fakta PBB yang menyelidiki agresi tersebut.





Dengan dakwaan ini, sejumlah pejabat Israel terancam diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional. Wajar jika sejumlah pejabat Israel dan sebagian besar orang-orang Israel tak suka ketika televisi Turki menayangkan "Ayrilik".

"Serial itu merupakan kasus yang serius berupa penghasutan yang dilakukan oleh negara," kritik Menlu Israel, Avigdor Lieberman yang menyatakan tidak senang melihat tentara-tentara Zionis disebut sebagai pembunuh anak-anak tak berdosa.

Lieberman membantah fakta bahwa hampir 1.500 warga Gaza, mayoritas anak-anak, kaum perempuan dan orang-orang lanjut usia tewas akibat bombardir pesawat-pesawat tempur Israel.

Israel menyerang penduduk Gaza yang tak bersenjata, lemah dan tak berdaya akibat blokade sosial dan ekonomi yang dilakukan rejim Zionis itu. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Operasi "Cast Leads" yang dilakukan Israel ke Gaza tahun 2008 lalu adalah operasi pembersihan etnis dan operasi rasial yang didasarkan pada rasa supremasi kaum Yahudi.

Fakta itu cukup untuk dikaitkan dengan tindakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta membuktikan bahwa Israel memang ingin mendirikan "negara khusus Yahudi" di tanah Palestina yang dirampasnya.

Banyak sudah penulis dan analis yang menguraikan tentang konflik Israel-Palestina. Tapi fakta-fakta di lapangan sebenarnya sangat simpel, yaitu adanya ideologi Zionisme yang dianut oleh sekelompok orang Yahudi, sebuah ideologi yang diklaim berasal dari ajaran kitab perjanjian lama.

Dengan ideologi ini, orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia harus "pulang ke rumah" mereka dan bersatu kembali dalam satu tempat dan tempat itu berada di Palestina. Maka dimulailah penindasan, penjajahan dan perampasan bukan hanya harta benda tapi juga harga diri rakyat Palestina demi mewujudkan ambisi ideologi itu.

Tapi selama berpuluh-puluh tahun, rejim Zionis Israel selalu berhasil berkelit dari jeratan hukum dan tekanan dunia internasional bahkan bisa terus menerus membombardir dan membunuh rakyat Palestina. Mengapa?

Jawaban yang paling tepat adalah karena Israel pandai memanipulasi, berdusta dan memutarbalikkan fakta. Sepekan yang lalu misalnya, PM Israel Benjamin Netanyahu dihadapan anggota PBB menunjukkan Protokol Wannsee. Ia menyebutnya sebagai "bukti dari pembantaian orang-orang Yahudi Eropa oleh Nazi". "Apakah ini sebuah kebohongan?" tanya Netanyahu sambil berharap simpati dari seluruh anggota PBB.

Sesungguhnya, Netanyahu sedang mempermalukan dirinya sendiri karena Protokol Wannsee sendiri sejatinya sudah banyak dimanipulasi oleh orang-orang Zionis atau yang dikenal dengan narasi Shoa Zionis.

Protokol itu sebenarnya mengacu pada pendeportasian orang-orang Yahudi di Jerman dan di wilayah pendudukan Jerman ke kawasan Timur. Tapi dalam narasi Shoa Zionis protokol itu diinterpretasikan sebagai rencana untuk membuang orang-orang Yahudi dengan menjadikan mereka sebagai buruh kasar dalam pengerjaan jalan-jalan.

Sebagai dokumen sejarah, Protokol Wannsee tidak bisa menjadi bukti dari isi narasi Shoa dan rencana penghapusan Yahudi, tapi menunjukkan bahwa rejim Nazi memberlakukan apa yang disebut sebagai ide "Judenreine" (Bebas dari Yahudi). Jadi, Netanyahu memberikan bukti berupa dokumen sejarah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Holocaus yang digembar-gemborkannya di depan anggota PBB.

Tetapi, isi Protokol Wannsee sebenarnya tidak jauh beda dengan rencana yang dirancang Zionis Israel terhadap Palestina dan rakyat Palestina, bahkan apa yang dilakukan Zionis Israel jauh lebih kejam dan tidak berperikemanusiaan. Kenyataannya, rejim Zionis telah membantai banyak rakyat Palestina dan mereka yang bertahan hidup dengan sengaja dibuat kelaparan

Penjajahan, penindasan dan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina, sama dengan motto yang dianut badan intelejen luar negeri Israel, Mossad. Motto Mossad adalah "Kobarkan peperangan dengan cara manipulasi".

Hampir semua proyek "kebangkitan Yahudi" dibuat atas dasar kebohongan. Para Yahudi Zionis menipu kaumnya sendiri sesama Yahudi dengan wacana "kembali ke tanah air", lalu mengembangkan taktiknya denga membuat lebih banyak kebohongan lagi sehingga pada akhirnya, orang-orang Israel sekarang dan kaum Zionis sudah terbiasa hidup dengan kebohongan, mereka tidak bisa lepas dari kebohongan dan manipulasi.

Tapi, meski tahu bahwa Israel berdiri di atas kebohongan dan kerap berbohong dan memanipulasi, cuma sedikit kepala-kepala negara, intelektual dan para ahli sejarah yang berani melawan kelicikan Israel. Termasuk saat Netanyahu menunjukkan Protokol Wannsee di hadapan anggota PBB.

Hanya segelintir pemimpin negara yang berani mengkritik kebohongan Israel dan menentang tindak tanduk kaum Zionis. Diantara pemimpin negara yang berani itu, antara lain Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Venezuela Hugo Chavez dan PM Turki Recep Tayyib Erdogan.

Padahal masalah perikemanusiaan dan kemanusiaan bukan semata-mata tanggung jawab para politisi atau para "pemimpin negara", tapi menjadi tanggung jawab kita sendiri sebagai individu dan bagian dari umat manusia.

Perikemanusiaan dan kemanusiaan lahir dari kebaikan dan aspirasi tentang etika dan kebenaran. Sayangnya, untuk beberapa alasan, kita secara tidak sadar terus ditarik ke dalam perang kaum Zionis yang mengatasnamakan holocaust, demokrasi dan kebebasan.

Saat ini, kita melihat para pemimpin negara-negara Barat yang memilih diam bahkan "terpesona" dengan kebohongan para Zionis. Ini menjadi bukti pengkhianatan ideologi-ideologi Barat, pengkhianatan para politisi dan institusi mereka.

Mereka memilih untuk mengalah pada kaum Zionis dan terperangkap dalam manipulasi yang dilakukan kaum Zionis, sesuai motto Mossad "Korbarkan perang dengan cara manipulasi." (Gilad Atzmon-WB/ln

/@cwi

selengkapnya...

Kemenangan Palestina di Al-Aqsa

Selasa, 20/10/2009 06:16 WIB Cetak

Ketegangan antara pasukan Israel dan rakyat Palestina telah mereda ketika beberapa ratus orang Muslim Palestina terus menduduki Masjid Al-Aqsa dan tak sedetikpun meninggalkannya.

Konfrontasi antara Palestina dan Israel di Yerusalem dan melibatkan Masjid Al Aqsa dimulai ketika Israel menangkap pemimpin Gerakan Islam, Raed Shaleh. Polisi Israel menuduh Salah yang melancarkan "perang agama" dan mengatakan ia bersalah dari "penghasutan dan hasutan".


Raed Salah meminta rakyat Palestina untuk terus berada di dalam dan sekitar Al-Aqsa untuk "melindungi dari makar Yahudi." Selama bentrokan yang sudah terjadi lebih dari seminggu ini, tentara dan polisi Israel telah menangkap ratusan orang Palestina. Puluhan tentara Israel luka-luka. Namun kekejaman tentara Yahudi bukan hanya di Al Aqsa saja, juga merembet ke beberapa kamp pengungsi dan kota-kota di Tepi Barat di mana ribuan orang Arab bergabung solidaritas demonstrasi di Gaza, Suriah, Mesir dan Yordania.



Kemarahan rakyat Palestina dipicu karena ratusan ekstremis Israel mencoba memasuki Haram, di mana Masjid Al-Aqsa berada. Para Yahudi itu merayakan Yom Kippur dan Sukkot . Beberapa ekstremis ingin menghancurkan masjid. Kemarahan ini diperburuk ketika para penduduk Gaza ditolak masuk ke Yerusalem untuk beribadah di mesjid. Hanya perempuan saja yang diperbolehkan masuk.

Keteganan sedikit mereda setelah intervensi Duta Besar Yordania di Tel Aviv. Pemerintah Israel setuju berjanji bahwa umat Islam akan diizinkan masuk dan memiliki akses bebas ke Al-Aqsa. Ehab Jallad, koordinator Komite Populer Perayaan Yerusalem sebagai Ibukota Kebudayaan Arab untuk 2009, yang bekerja sama dengan Waqf Islam yang mengurus Masjid Al-Aqsa, melihat ini sebagai kemenangan.

"Ini adalah pertama kalinya sejak pendudukan Israel pada 1967 Yerusalem Timur bahwa umat Islam tinggal di masjid selama satu minggu dan mencegah Ekstremis Yahudi masuk. Kami berencana untuk mengorganisir rakyat di masa depan untuk mencegah upaya lebih lanjut pengambilalihan, " terang Jallad kepada IPS.

Dalam sebuah wawancara dengan IPS tidak lama sebelum ia ditangkap Israel, Syeikh Raed Salah mengatakan bahwa pemerintah Israel sebelumnya telah memberitahu beberapa rekan-rekannya bahwa masjid akan dibagi. "Ini adalah garis merah. Kami tidak akan membiarkan orang-orang Israel untuk mengambil alih Haram. Jika kita harus memilih antara syahid dan kehilangan Haram, kami memilih yang pertama," tegas Salah.

Arkeolog Israel telah melakukan penggalian ekstensif di masjid Al Aqsa, dan tentu saja penggalian itu mengancam rumah orang Muslim yang tinggal di dekatnya. Penggalian dilakukan di bawah masjid, pertama kali pada tahun 1996. Raphael Greenberg, profesor arkeologi di universitas Tel Aviv, mengatakan penggalian Israel sekarang adalah bermotif politik.

"Seperti biasa selama liburan Yahudi, Israel telah publik kebanjiran dengan laporan 'penemuan yang mengagumkan' dalam penggalian di Yerusalem," katanya. "Sebagian besar penelitian arkeologi di Yerusalem sedang didorong oleh tekanan dari tertarik politik kelompok dan individu dengan tujuan 'membuktikan' hak sejarah kami di kota atau daerah kliring untuk konstruksi. "

Kota Yerusalem memiliki izin bangunan terbatas untuk orang Palestina, sedangkan hampir 200.000 pemukim Yahudi dengan sewenang-wenang mendirikan pemukiman di situ. (sa/uruknet)


/@cwi

selengkapnya...

Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar)

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Sehingga suatu ketika Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu’anha pernah memberi kesaksian.



عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ



Aisyah radhiyallahu’anha berkata: ”Nabi shollallahu ’alaih wa sallam senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan.” (HR Bukhary 558)



Lalu dalam hadits yang lain putera Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma bersaksi bahwa beliau benar-benar menghitung dalam satu kali duduk dalam suatu majelis Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak kurang dari seratus kali memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.








Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)



Kebiasaan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdzikir mengingat Allah dalam setiap keadaan serta memohon ampunan Allah menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam upaya menjalin hubungan dengan Allah Rabbul ‘aalamien. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak ingin melewatkan sesaatpun tanpa mengingat Allah dan memohon ampunanNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menunjukkan kepada para pengikutnya bahwa seorang yang mengaku beriman sudah sepatutnya memperbanyak mengingat Allah. Sebab semakin sering mengingat Allah berarti akan semakin tenteram hati seseorang.



الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ



”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingai Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)



Ketenteraman Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan orang-orang beriman muncul ketika sedang mengingat Allah. Dan Allah menyuruh orang-orang beriman untuk mengingat Allah sebanyak mungkin. Tidak seperti orang-orang munafik yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka tidak merasa perlu untuk sering apalagi banyak mengingat Allah. Mereka mengerjakan sholat dengan kemalasan dan dengan niyat untuk dilihat dan dipuji manusia. Pada hakikatnya orang-orang munafik kalaupun mengingat Allah, maka mereka hanya dzikir dengan jumlah yang sangat sedikit dan tidak berarti.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرً



”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzab ayat 41)



إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى

الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا



”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS AN-Nisa ayat 142)





Lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan hamba Allah yang gemar memohon ampunan Allah dan bertaubat kepadaNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mendidik ummatnya agar selalu menghayati bahwa manusia selalu dalam keadaan banyak berbuat dosa. Sehingga manusia selalu membutuhkan ampunan Allah. Manusia selalu dalam keadaan cenderung menyimpang dari jalan yang lurus. Sehingga manusia perlu untuk selalu bertaubat (kembali) kepada Allah dan jalan Allah.



Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut dengan penuh keyakinan, maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.





Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).” Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)



Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingatMu, gemar memohon ampunanMu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalanMu. Amin ya Rabb.-




/@cwi

selengkapnya...

Keutamaan Menyebarkan As-Salamu ‘Alaikum

Sebagai ajaran Rabbani Islam memang lengkap dan sempurna. Islam mengatur segenap urusan kehidupan manusia dari perkara yang paling kecil hingga perkara yang paling besar. Dari urusan yang bersifat individual hingga urusan sosial.



Salah satu tuntunan Islam ialah perkara bertegur sapa antara seorang beriman dengan Muslim lainnya. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mencontohkan bahwa bila seorang Muslim berjumpa dengan Muslim lainnya, maka hendaklah ia mengucapkan sapaan khas Islam yaitu As-Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, artinya Salam damai untukmu dan semoga Rahmat dan Keberkahan Allah menyertaimu. Subhanallah...! Begitu indahnya tegur-sapa yang diajarkan agama Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman.








Bahkan dalam suatu kesempatan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan tindakan mengucapkan salam sebagai bentuk ajaran Islam yang lebih baik. Menebar salam disetarakan dengan memberi makanan kepada orang yang dalam kesusahan.



أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ

تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Manakah ajaran Islam yang lebih baik?” Rasul shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Hendaklah engkau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak.” (HR Bukhary)



Dalam hadits yang lain Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan korelasi antara mengucapkan salam dengan saling mencinta antara satu Muslim dengan Muslim lainnya. Kemudian korelasi antara saling mencinta dengan keimanan. Kemudian akhirnya korelasi antara beriman dengan izin dari Allah untuk masuk surga, negeri keabadian yang penuh dengan kesenangan abadi.



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا

أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ



Berkata Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak beriman secara sempurna sehingga kalian saling mencinta. Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara bila kalian lakukan akan saling mencinta? Biasakanlah mengucapkan salam di antara kalian (apabila berjumpa).”
(HR Muslim)


Dengan kata lain Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menjelaskan bahwa kumpulan Muslim yang tidak suka saling menebar salam maka tidak akan saling mencinta. Bila atmosfir saling mencinta tidak ada, maka keimanannya diragukan keberadaannya. Dan jika keimanannya diragukan, maka kemungkinan masuk surga-pun menjadi kecil.



Saudaraku, marilah kita berlomba untuk masuk surga dengan jalan senantiasa menebar salam satu sama lain di antara sesama kaum muslimin. Sungguh sederhana, namun sebagian kita enggan melakukannya. Padahal akibat yang ditimbulkannya menjadi idaman setiap Muslim: Masuk surga...! Bukankah ini bentuk kompetisi satu-satunya yang dibenarkan Allah untuk diperebutkan di antara sesama Muslim?



وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا

السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS Ali Imran ayat 133)




Ya Allah, aku mohon kepadaMu akan RidhaMu dan SurgaMu dan aku berlindung kepadaMu dari MurkaMu dan NerakaMu.






/@cwi

selengkapnya...

Hamas dan Tokoh-Tokoh Lembek Palestina

Ada dua hal yang paling menakutkan buat Israel. Pertama, Intifadhah. Kedua, Hamas. Keduanya berhubungan erat, namun nama yang terakhir merupakan mimpi buruk yang tak akan pernah berakhir sampai kapanpun Israel mencoba mengangkangi Palestina.

Perjuangan rakyat Palestina tak akan pernah lepas dari nama Hamas. Apa sebenarnya Hamas? Hamas, atau singkatan dari Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (:حركة المقاومة الاسلامية) , secara harfiah bisa diartikan sebagai "Gerakan Pertahanan Islam." Sejak berdiri pada tahun 1987, Hamas sudah mendeklarasikan sebagai sebuah gerakan dan partai politik Palestina berhaluan Islam untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan dan penjajahan Israel di Palestina.

Pada tahun 2006, partai ini memenangkan pemilu parlemen Palestina. Sejak awal Februari 2007, kelompok ini terlibat konflik dengan kelompok Fatah akibat kekalahan kelompok Fatah di pemilu parlemen 2006.



Tujuan pendirian Hamas sangat jelas dan tegas: "mengibarkan panji-panji Allah di setiap inci bumi Palestina". Dengan kata lain: melenyapkan bangsa Israel dari Palestina dan menggantinya dengan negara Islam. Sepanjang sejarah beridirinya, Hamas selalu dipimpin oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Sebut saja misalnya Abdul Aziz al-Rantissi (dokter spesialis anak), Abdul Fatah Dukhan dan Muhammad Shamaa (keduanya guru), Isa Nashar dan Abu Marzuq (insinyur mesin), Syekh Salah Silada (dosen), dan Ibrahim al-Yazuri (farmakolog).

Sejarah Berdirinya Hamas

Hamas didirikan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap organisasi-organisasi perlawanan Palestina yang lebih dahulu dalam menghadapi Israel. Mereka dinilai lembek dan cenderung kompromistis. Fatah, misalnya, membuka dialog dengan Israel.

Peluncuran Hamas menemukan momentumnya dengan kebangkitan Intifadah I, yang bergolak di sepanjang Jalur Gaza. Anak-anak Palestina tak gentar melawan tentara Israel dengan batu-batu sekepalan tangan. Sejak itu, sayap-sayap militer Hamas beroperasi secara terbuka. Mereka meluncurkan sejumlah serangan balasan—termasuk bom syahid—ke kubu Israel.

Pada Agustus 1993, Yasser Arafat, presiden PLO, duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Deklarasi Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa "memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai". Hamas? Tidak sedetik pun menyetujui perjanjian ini.

Tujuan Hamas: Usir Israel dari Bumi Palestina

Israel AS, dan Uni Eropa menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris. Namun bagi rakyat Palestina, Hamas adalah kekuatan tempur yang sah membela Palestina dari pendudukan militer Israel yang brutal. Karena sangat membumi dengan akar rumput dan hidup-mati Palestina, tidak heran jika Hamas menjadi organisasi Islam terbesar Palestina.

Dalam perjalanannya, Hamas kemudian dibagi menjadi dua bidang utama operasi, yaitu: pertama, Program-program sosial seperti membangun sekolah, rumah sakit dan lembaga-lembaga keagamaan. Kedua: operasi militer yang dilakukan oleh Brigade Izzudin Al Qassam. Perjuangan Tak Kenal Henti

Meskipun berbagai operasi melawan Israel dan sekutu generiknya Yasser Arafat dengan PLO, Hamas merasa memiliki hak veto yang efektif atas proses dengan meluncurkan serangan bom syahid. Dalam hal ini melawan penjajah Israel memang dilakukan dengan berbagai cara.

Di kota-kota dan kamp-kamp pengungsi yang dikepung oleh tentara Israel, Hamas masih sempat mengorganisasi klinik dan sekolah-sekolah yang berfungsi sepenuhnya untuk rakyat Palestina. Ibarat kata, Israel mengakui dan menyebut Hamas sebagai “tak ada matinya.”

Setelah kematian Arafat pada tahun 2004, Otorita Palestina diambil alih oleh Mahmoud Abbas. Abbas berpandangan bahwa serangan roket Hamas sebagai sesuatu yang kontraproduktif, tetapi Abbas—sama seperti Arafat—tak pernah menyinggung sedikitpun serangan dan penindasan Israel yang brutal.

Ketika Hamas meraih kemenangan mutlak dalam pemilu legislatif Palestina pada tahun 2006, panggung politik yang sengit dengan Fatah, meletus.

Hamas menolak segala upaya perjanjian dengan Israel, dan tak akan pernah mengakui legitimasi Israel legitimasi dalam bentuk apapun. Termasuk konsep dan ide dua negara. Khaled Misyaal, ketua biro politik Hamas, mengatakan, “Mengakui ide dua negara berarti mengakui penjajahan Israel terhadap Palestina.”

Pembunuhan Terhadap Tokoh-Tokoh Hamas

Dalam dua dekade terakhir ini, tak ada satupun hal lain yang telah menjadi berita pembunuhan paling banyak daripada Hamas. Selama bertahun-tahun Hamas telah kehilangan banyak anggota karena pembunuhan yang dilakukan Israel.

Syekh Yassin tewas dalam serangan rudal pada 22 Maret 2004. Abdul Aziz al-Rantissi muncul sebagai pemimpin Hamas di Gaza sebelum dia juga dibunuh enam minggu kemudian pada tanggal 17 April. Yahya Ayyash, arsitek terbaik Palestina, dibunuh pada Desember 1995. Pejabat Hamas terkemuka lainnya dibunuh oleh Israel termasuk Ismail Abu Shanab, pada Agustus 2003, dan Izz al-Din pemimpin Brigade Qassam Salah Shehada, pada bulan Juli 2002.

Khaled Meshaal, yang kini berbasis di Suriah, menjadi pemimpin kelompok secara keseluruhan. Namun, tokoh-tokoh politik yang lebih moderat juga muncul sebagai pemain penting dalam gerakan Hamas. Salah satunya adalah Ismail Haniya, mantan asisten Sheikh Yassin, yang ditunjuk untuk sebuah "kepemimpinan kolektif" di wilayah-wilayah tertentu.

Mengikuti Pemilu, Menang dan Diboikot

Pada Januari 2006, Hamas melangkah ke arena politik formal. Secara mengejutkan, Hamas mendulang kemenangan—meraih 76 dari 132 kursi dalam pemilihan anggota parlemen Palestina. Hamas mengalahkan Fatah, partai berkuasa sebelum pemilu saat itu. Kabinet yang didominasi orang Hamas terbentuk.

Namun, akibatnya, dunia internasional—tanpa alasan yang jelas dan masuk akal—beramai-ramai menyatakan pemboikotan akan kemenangan Hamas tersebut. Toh Hamas sama sekali tidak peduli. Tanpa adanya parlemen atau apapun, perjuangan Hamas tetap satu dan tak pernah goyah: mengenyahkan penjajahan Israel di bumi Palestina.

Sekarang, Palestina terus dikepung dan dihabisi sampai titik darah terakhir. Kota-kota dan setiap jengkal bumi Palestina diambil, namun Hamas—seperti yang termaktub dalam cita-citanya: masih dan akan terus berdiri di tanah Palestina. (sa/bbc)


/@cwi

selengkapnya...

Kondisi Objektif Gerakan Dakwah Saat Ini

Penulis: Fathuddin Jafar, MA

Pendahuluan

Besarnya jasa Gerakan-Gerakan Dakwah di berbagai belahan dunia Islam- sebagai gerakan penyadaran umat – dalam mengembalikan umat kepada Islam pascakeruntuhan Khilafah Utsmaniyah 1924 - adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri. Di samping itu, terbukanya peluang yang sangat besar dalam mengembangkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Muslim, termasuk di Indonesia hari ini, baik informal maupun formal juga suatu kenyataan yang bisa dirasakan oleh semua aktivis Gerakan Dakwah Islam. Klaim sebagian Gerakan Dakwah bahwa gerakannyalah yang paling berjasa dalam menciptkaan situasi dan kondisi seperti sekarang ini juga kita lihat indikasinya, baik diucapkan ataupun melalui sikap yang dimunculkan.

Namun, terlepas dari itu semua, berbagai Gerakan Dakwah sedang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan alias sedang dilanda krisi multi dimensi. Itulah yang mengakibatkan Gerakan Dakwah dalam kondisi meprihatinkan. Jika krisis-krisis tersebut tidak segera dicarikan solusinya, tidak mustahil Gerakan Dakwah, khsusnya di negeri ini, dan juga di berbagai negeri Islam lainnya akan berjalan di tempat atau bahkan setback (mundur ke belakang) dan tidak akan mampu memainkan perannya lebih baik dan maksimal di masa mendatang. Di antara krisis tersebut adalah :






1. Krisis Keyakinan Pada Petolongan Allah

Salah satu sisi perbedaan yang paling menyolok antara generasi Islam pertama yang dipimpin langsung Rasulullah Saw. dengan kita yang hidup di akhir zaman ini ialah keyakinan akan pertolongan Allah. Sahabat Rasul Saw. sangat yakin pada janji pertolongan Allah. Saking yakinnya, mereka nyaris tidak pernah membicarakan pertolongan itu. Untuk apa dibahas dan didiskusikan lagi? Saat menghadapi konisi yang amat sulit, sebagai manusia, sebagian sahabat juga atergoda menayakan pada Rasul saw. kapan kemenangan dunia ini dapat tercapai. Namun setiap kalu menyakannhya pada Rasul saw.

Jawaban Beliau ataupun jawaban wahyu dari Allah tetap menggambarkan suatu kepastian asalakan para sahabat mau mengikuti proses yang telah ditentukan Allah dalam keadaan sabar dan istiqomah.
Sautu ketiaka, Rasul saw. sedang berada di dekat Ka’bah. Tiba-tiba datang sahabat bernama Khbbab ibn Irts. Saat itu suasana kehdiupan umat Islam generasi pertam itu sangat sulit dan menderita sebagai akibat tekanan dan boikot kaum Musyrikin Mekkah. Lalu sahabat tersebut datang menghampiri Rasus Saw. sambil menjelasakan keluh kesahnya seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya :


حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا بَيَانٌ وَإِسْمَاعِيلُ قَالَا سَمِعْنَا قَيْسًا يَقُولُ سَمِعْتُ خَبَّابًا يَقُولُ
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً وَهُوَ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ وَقَدْ لَقِينَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ شِدَّةً فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلا تَدْعُو اللَّهَ فَقَعَدَ وَهُوَ مُحْمَرٌّ وَجْهُهُ فَقَالَ لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُوضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلا اللَّهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ (رواه الإمام البخاري)

Al-Humaidi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan pada kami, Bayan dan Ismail mencertakan pada kami sambil berkata : Kami mendengar Qais berkata, Saya mendengar Khabbab becerita : Saya pernah datang kepada Nabi Saw saat dia bernaung di Ka’bah sambil berselimut dengan burdahnya. Kami telah menerima berbagai kesulitan dari kaum Musyrikin. Maka saya berkata : Wahai Rasulullah… Kenapa tidak Engkau doakan kami pada Allah? Lalu Beliau duduk sambil wajahnya merah dan berkata : “Sungguh orang sebelum kamu disisir dengan sisir besi sengingga daging atau uratnya terlepas dari tulang. Namun demikian tidak menyebabkan ia berpaling dari agamanya. Dan diletakkan gergaji di atas kepalanya, lalu digergaji sehingga terbelah dua (bdannya), maka hal itu tidak menyebabkanya berpaling dari agamanya. Pasti Allah akan menyempurnakan urusan ini (dakwah Islam) sehingga pengendara kuda berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Lalu Bayan menambahkan “ dan (kecuali) terhadap serigala atas kambingnya”. (HR. Bukhari)


Berbagai cobaan dan intimidasi yang dihadapi para Sahabat, tidak menjadikan mereka berfikir untuk menempuh jalan pintas, apalagi berpaling dari Islam. Karena berbagai ujian dan tantangan itu sudah menjadi ketetapan Allah. Sebab itu, mereka hanya berkonsentrasi belajar Islam serta menerapkannya semaksimal mungkin. Mreka amat sangat yankin dengan janji Allah seperti yang dijelaskan-Nya :

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. Ghafir / 40 :51))

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. Arrum / 30:47)

وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآَوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (26)

Dan ingatlah (hai para Muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolonganNya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. Al-Anfal/8 : 26)


Generari Sahabat sebagai generasi terbaik selalu mendahulukan Allah dan Rasul-Nya ketimbang akal mereka sendiri, apalagi mendahulukan kepentingan pribadi mereka dari kepentingan umat atau kepentingan duniawi dari kepentingan negeri akhirat. Karena mereka paham betul bahwa pertolongan Allah itu datang pada saat yang dikehendaki-Nya, yakni saat mereka berkomitment sekuat tenaga dengan ketentuan apa saja yang mereka terima dari Allah dan Rasul-Nya.

Komitment yang kuat terhadap arahan dan aturan Allah dan Rasul-Nya merupakan syarat utama yang ditetapkan-Nya dalam memberikan kemenangan pada hamba-Nya. Para Sahabat Rasul Saw. paham betul masalah ini, sehingga mereka yakin betul akan pertolongan Allah, kendati perlengkapan dan fasilitas duniawi mereka jauh di bawah apa yang dimiliki musuh-musuh mereka. Perang Badar adalah salah satu fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Saat itu, baik dari segi jumalah personil maupun perlengakapan perang yang mereka meiliki jauh di bawah apa yang dimiki kaum musyrikin. Merekapun meraih pertollongan Allah.

Di samping itu, ada hal yang sangat menarik untuk dipelajari dari tipologi para Sahabat Rasul Saw yaitu, mereka tidak pernah mendefinisikan kemenangan itu identik dengan kemenangan duniawi dengan segala bentuknya, seperti harta, pangkat, kedudukan, penaklukan, kekuasaan dan sebagainya. Mereka sadar betul hal-hal tersebut hanya akan menyebabkan amal ibadah, dakwah dan jihad mereka menjadi sia-sia dimata Allah. Orientasi mereka terfokus pada mencari karunia dan keridhaan Allah semata.

Apapun bentuk perolehan yang bersifat dunia, sebesar apapun ia, seperti ghaniamah (harta hasil rampasan perang) yang melimpah, penaklukkan demi penaklukan , Makkah, Palestina, kerajaan Persia dan seterusnya, mereka anggap tidak lebih dari karunia atau bonus Allah semata yang nilainya tidak seberapa dibanding dengan kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka di Syurga. Semua itu bukanlah tujuan dakwah dan jihad yang mereka laksanakan, kendati harus mengorbankan apa saja yang mereka miliki berupa harta dan nyawa. Tujuan utama mereka tetap kehidupan akhirat yang abadi. Di sanalah mereka akan menikmati semua bentuk kenikmatan dan kesenangan abadi yang tidak akan pernah dapat dibandingkan dengan apa yang mereka nikmati di dunia. Karena negeri akhirat dan syurga hanya diberikan kepada orang tidak berorientasi kehidupan dunia sebagaimana janji Allah berikut :


تِلْكَ الدَّارُ الآَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Qashash/28:83)

Di sisi lain, mereka paham betul bahwa janji pertolongan Allah di dunia hanya datang dengan syarat komitement yang kuat akan arahan, aturan Allah dan Rasul Saw. Besarnya jumlah personil, kuatnya pasukan yang dimiliki, banyaknya harta dan fasilitas dunia yang didapat tidak akan menjamin turunya pertolongan Allah selama mereka tidak bertaqwa pada Allah (komitment pada taujih robbani dan taujih nabawi). Rumusan ini telah menjadi suatu sunnatullah (sitem Allah) yang berlaku seperti yang terjadi dalam perang Hunain.


لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (26)

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai.(25) Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasas kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-Taubah: 25 & 26)

Lain halnya dengan kita sekarang. Kita selalu berdalih bahwa pertolongan Allah terkait sekali dengan besarnya jumlah pasukan dan perlengkapan senjata yang kita miliki. Atau dengan kata lain, kemenangan itu terkait sekali dengan fasilitas duniawi yang kita miliki, termasuk pangkat dan jabatan yang biasa disebut dengan kekuasaan. Konsepsi tersebut disebabkan beberapa hal mendasar :


1. Kurang memahami sunnatullah dalam percaturan antara al-haq dengan al-bathil, demikian juga tentang sunnatullah dalam kemenagan dan kekalahan.
2. Mendahulukan akal dari taujih Robbani dan taujih Nabawi.
3. Terjangkit penyakit al-wahn (cinta dunia dan takut mati), atau apa yang disebut dengan materialisme.
4. Kecongkakakan dalam diri (‘ujub binnafs) dan dalam jama’ah/kelompok.


/@cwi

selengkapnya...

Intel Mengintai Dakwah

Ironis. Meski Islam adalah agama mayoritas di negeri ini, tapi para pendakwahnya malah dicurigai. Orang-orang yang berusaha mengamalkannya secara kaaffah pun kerap mendapat picingan mata.

Ya, setelah ledakan bom di Mega Kuningan, Jakarta, tengah Juli 2009 lalu, gerakan-gerakan Islam dan para pendakwahnya menjadi sorotan. Sejumlah ajaran dan amalan Islam yang “asing” di masyarakat awam disimbolkan sebagai ciri-ciri pelaku terror, seperti jenggot, jilbab besar plus cadar, celana gantung, baju gamis, surban, dan semboyan hidup mulia atau mati syahid.

Alasannya sederhana, karena katanya para tersangka teroris juga identik dengan hal-hal tadi. Padahal, foto-foto tersangka teroris yang dilansir polisi tidak mirip seperti ciri-ciri yang disebutkan di awal.




Tapi anehnya, wacana itu terus saja bergulir memakan “korban”. Misalnya, entah karena tak tahu atau memang disengaja, Panglima Daerah Militer IV Diponegoro beberapa bulan lalu menghimbau masyarakat agar melapor kepada aparat jika melihat orang asing berciri-ciri seperti di atas.

Sekjen Forum Umat Islam, Muhammad al-Khaththath, menilai sang Pangdam lupa akan sejarah Pangeran Diponegoro. Kata Khaththath, Pangeran Diponegoro adalah pahlawan Islam Tanah Jawa yang gagah berani melawan Belanda bersama para mujahidin. “Pakaian Pangeran Diponegoro jubah dan sorban, bukan topi Belanda!”

Wacana ini belakangan semakin bergulir jauh. Polisi berencana mengawasi kegiatan-kegiatan dakwah selama Ramadhan.

Lantas apa reaksi para ulama atas fenomena ini? Ternyata jawabnya santai saja, ”Silahkan inteli kami, kau akan kudakwahi!” Selamat membaca! *

Intel Beraksi, Dakwah Jalan Terus

Aparat yang mengawasi terkadang diajak diskusi oleh sang dai

Siang selepas Zuhur di awal Ramadhan 1430 hijriyah. KH Cholil Ridwan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, berceramah di sebuah masjid di Jakarta Timur. Ceramah itu dihadiri puluhan jamaah. Sebagian di antaranya berjenggot, berjidat hitam, dan bercelana menggantung di atas mata kaki.

Setelah membaca mukadimah, memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT), dan bersalawat, Cholil berkata, “Kalau ada pihak yang sedang mengawasi, saya persilahkan. Karena kebetulan saya juga berjenggot, celana saya juga digulung ke atas (mata kaki).”

Ucapan ini disambut tawa ringan para jamaah masjid di komplek kantor Badan Kepegawaian Negara, Jakarta , siang itu. Cholil melontarkan hal itu untuk menanggapi pernyataan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Nanan Sukarna, bahwa Polri akan mengawasi kegiatan dakwah selama bulan Ramadhan.

Tepat sehari sebelum Ramadhan lalu, Nanan menggelar jumpa pers di kantornya. Saat itu Nanan mengatakan, operasi yang dinamakannya “Cipta Kondisi” itu bertujuan untuk meminimalisir dakwah yang memprovokasi tindak terorisme.

"Seandainya dakwah berkait dengan provokasi, dengan melanggar hukum, pasti akan ditindak," kata Nanan kepada para wartawan di kantornya kala itu.

Pernyataan Nanan malah menuai kritik. Protes mengalir deras, mulai dari politisi, ulama, tokoh ormas Islam, aktivis dakwah, bahkan aktivis HAM.

Anggota Komisi III DPR-RI, Patrialis Akbar, meminta Polri jangan salah kaprah dan overacting. Dia khawatir upaya itu justru meresahkan masyarakat karena para pendakwah diposisikan sebagai orang yang dicurigai.

Hal senada dikemukakan Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim. Ia berpendapat, sikap Polri itu merupakan langkah mundur ke Orde Baru. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga menyatakan hal yang sama. Katanya, jika dakwah sampai diawasi, itu merupakan kemunduran.

Hujan kritik tersebut memaksa Kapolri, Jendral (Pol) Bambang Hendarso Danuri meralat ucapan sang Kadiv Humas. Tiga hari setelah wacana itu bergulir, Kapolri menggelar jumpa pers bersama Menteri Agama, Maftuh Basyuni dan Menkominfo, Muhammad Nuh. Kapolri mengatakan, polisi tidak akan mengawasi kegiatan dakwah.

"Dakwah itu bukan otoritas Polri. Polri tidak ikut-ikutan. Itu sepenuhnya diserahkan ke Depag (Departemen Agama)," katanya.

Meski demikian, ralat dari sang Kapolri masih belum bisa diterima semua pihak. Menurut Cholil Ridwan, tanpa diumumkan pun, pengawasan terhadap kegiatan dakwah sudah berlangsung sejak lama. Cholil, yang juga menjabat salah satu ketua di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) ini mengatakan, DDII sudah sering bersinggungan dengan hal-hal yang demikian.

Sebenarnya, kata Cholil lagi, jika pengawasan dilakukan secara tertutup atau rahasia, tidak terlalu berbahaya. Yang berbahaya, jika aparat melakukan pengawasan secara terbuka dengan memakai seragam. “Itu membuat masyarakat jadi takut datang ke pengajian.”

Awasi dakwah, salah alamat

Suara Hidayatullah sempat bertanya kepada Dirjen Bimas Islam Depag RI, Nasaruddin Umar, apakah Depag sudah mulai melakukan pegawasan terhadap kegiatan-kegiatan dakwah selama Ramadhan? “Nggak, nggak! Hari gini masih ada pengawasan, nggak lah,” jawabnya.

Nasaruddin mengatakan, Indonesia adalah negara hukum yang taat aturan, tetapi juga kritis. Namun, jangan sampai kekritisan ulama, kiai, dan mubaligh terkurangi dengan adanya pengawasan yang berlebihan.

“Berdakwah secara kritis, no problem. Kita punya ayat asy-syidda u 'alal kuffari ruhama u bainahum (keras terhadap orang kafir, lemah-lembut kepada sesama Muslim),” ujar Nasarudin mengutip ayat terakhir dari surat al-Fath.

Nasaruddin menambahkan, Depag memberikan kebebasan berdakwah sejauh tidak menghasut umat untuk saling menyerang. Materi dakwah pun bebas, termasuk tentang jihad. “Materi jihad itu kan ayat, dan itu harus didakwahkan. Jihad itu betul-betul sangat mulia tujuannya, bukan untuk membuat semacam terorisme. Saya kira umat Islam di Indonesia tidak ada yang sepakat dengan terorisme.”

Namun, Nasaruddin juga mengingatkan, tidak semua mubaligh benar-benar mubaligh. Jadi, pegawasan masih diperlukan, dan Depag akan membantu melakukan pembinaan.

Pengamat dunia intelijen, Suripto, menilai langkah aparat mengawasi dakwah untuk membendung terorisme salah alamat. Sebab, terorisme adalah gerakan asimetris. Suatu gerakan yang membentuk sel, dan sel itu terpencar-pencar.

Proses rekrutmen seorang calon pelaku terorisme, kata Suripto, butuh waktu yang tidak sebentar dan tidak mudah. Seorang target rekrutmen mungkin akan diamati selama setahun. Diselidiki latar belakang sosial dan pendidikannya, punya masalah atau tidak. Setelah dipelajari, baru kemudian direkrut.

“Nah, proses rekrutmen itu tidak mungkin melalui mimbar terbuka,” ujar anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Suripto mengatakan, sebagai negara Pancasila yang mengakui kebebasan beragama, tidak ada satu pun gerakan dakwah di negeri ini yang patut diawasi. “Kecuali kalau ajaran-ajarannya sesat, seperti Ahmadiyah,” katanya.

Suripto menyarankan, sebaiknya polisi melakukan kontra intelijen atau kontra terorisme. Yakni, dengan mengamati dan mengawasi kegiatan-kegiatan yang tertutup.

Dakwah tetap jalan

Meski wacana pengawasan terhadap kegiatan dakwah santer diberitakan, nyatanya kegiatan dakwah di bulan Ramadhan lalu tetap marak. Bahkan, sejumlah juru dakwah yang kerap dilekatkan dengan aksi terorisme dan kekerasan, seperti Ustadz Abu Bakar Baasyir, Ustadz Abu Jibril, dan Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, tetap vokal berdakwah selama Ramadhan.

Ketika mengisi acara pengajian di Surakarta, Jawa Tengah, awal Ramadhan lalu, sesekali Ustadz Abu Bakar Baasyir menyindir polisi yang mengawasi majelisnya.

Pada kesempatan lain, Habib Rizieq bahkan mengatakan siap mengerahkan laskarnya untuk membantu dan membela para juru dakwah dari aksi represif aparat.

Ketua Pos Dai Hidayatullah, Ustadz Akib Junaid, mengatakan hingga saat ini belum ada laporan dari para dai di daerah tentang operasi pengawasan dakwah. Pos Dai Hidayatullah adalah lembaga otonom di bawah DPP Hidayatullah yang salah satu tugasnya mendata dan memonitoring para dai Hidayatullah dan non-Hidayatullah di daerah. “(Sampai saat ini) program dakwah tetap jalan,” kata Ustadz Akib.

Namun, ada cerita lain dari Pesantren Hidayatullah, Kudus, Jawa Tengah. Tanpa sepengetahuan Ustadz Akib, cabang Hidayatullah yang satu ini disatroni aparat.

Kabar ini datang dari Ustadz Sholih Hasyim, salah seorang pengasuh pondok pesantren setempat. Sayangnya Ustadz Hasyim tidak menyebutkan dari unsur mana aparat yang menyambanginya.

Ustadz Hasyim mengatakan, mereka sempat datang mendengarkan ceramah. Isi ceramah adalah himbauan kepada aparat untuk tidak berlebih-lebihan dalam melakukan tugas. ”Jika umat Islam ditekan terus maka itu akan semakin menambah ghiroh (kecemburuan, semangat perlawanan) mereka,” ujar Ust Hasyim yang sempat berdiskusi sekitar satu jam dengan aparat tersebut.

Ia masih menaruh harapan positif kepada para intel itu. Sebab, boleh jadi hidayah Allah SWT turun justru setelah mereka mendengar ceramah atau mengamati sang mubaligh.

Ini pernah terjadi pada dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi hukuman mati Sayyid Quthb, tokoh Ikhwanul Muslimin, yang digantung rezim sekuler Mesir, Jamal Abdul Naser, pada tahun 1966.

Kala itu mereka setiap hari melihat Quthb bersikap ramah, murah senyum dalam sel tahanan. Bahkan, hingga menjelang eksekusi mati pun masih terlihat tenang.

Puncaknya adalah saat eksekusi. Dua polisi tersebut bergetar menyaksikan ketegaran Quthb di tiang gantungan yang menolak tawaran remisi jika dia sudi meminta maaf kepada sang presiden.

Setelah eksekusi, keduanya bertaubat. ”Dua orang inilah yang kemudian menjadi pembela Quthb,” kata Ust. Hasyim. *

* Artilkel dan tulisan lain yang lebih lengkap baca di Majalah Suara Hidayatullah Esisi Oktober 2009.


/@cwi

selengkapnya...

Ilmu Nahwu dan Abu Aswad Ad-Dhuali

Saudaraku yang baik, ketika kita berkunjung ke sebuah toko buku (maktabah) dan berhenti di depan tatanan buku (baca; kitab) gramatikal bahasa Arab (an-Nahwu). Seketika itu juga, kita berdecak kagum pada para ulama yang mampu menulis buku berjilid-jilid, sehingga timbul keinginan kita untuk membeli dan mendalaminya. Namun, ada sutu hal yang terlebih penting sebelum mendalami sebuah buku. Yaitu, mengenal dasar-dasar ilmu yang sepuluh (Al-Mabadi Al-Asyarah) dari buku tersebut. Diantaranya, mengenal siapa pelopor ilmu tersebut. Ilmu Nahwu merupakan ilmu yang pertama kali dibukukan dalam Islam, karena berkaitan dengan memelihara lisan dari kesalahan ketika membaca al-Qur an. Disamping itu, ilmu Nahwu juga termasuk kategori ilmu pembantu dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Misalnya, ilmu Usul Fiqh, Tafsir, Fiqh, Mantiq dan lain-lainnya.




Penamaan Ilmu Nahwu, pengarang dan perkembangannya.



Ketika Islam mampu mengembangkan sayapnya ke belahan dunia. Maka, secara otomatis bahasa arab juga ikut andil dalam hal itu. Karena disamping sebagai bahasa resmi umat islam terutama shalat, juga Negara Arab sebagai tempat turunnya agama Islam, yang ketika itu Makkah sebagai daerahnya. Karena itu, bahasa arab akhirnya banyak yang ingin mempelajarinya sehingga tidak terlepaslah dari percampuran dengan bahasa lain yang secara pasti akan merubah susunan gramatikalnya. Akhirnya, fenomena ini menjadi perhatian penting pencinta dan pemerhati bahasa arab sendiri, karena seringnya mereka menemukan kesalahan (lahn) dalam berbicara dan penulisan. Hal ini terjadi, tidak lepas karena orang non arab (azam) dalam berbicara keseharian masih selalu menggunakan bahasa
negaranya sendiri, sehingga ketika berbicara dengan orang yang berketurunan arab selalu terdapat kesalahan dalam melafalkan kalimat.

Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Abu Al-Aswad Ad-Dhual sebagai pencinta dan pemerhati bahasa arab yang tinggal di negeri Basrah (sekarang, Irak) pernah menemukan seorang qori sedang mentilawahkan al-Qur an. Ketika itu, qori tersebut membaca kata "rasuulihi" yang terdapat dalam ayat "innallaaha bariiun minalmusyrikiin wa rasuuluhu"� dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud meng'athaf kannya kepada kata" al-musyrikiin". Dan dalam riwayat yang lain, suatu malam Abu Al-Aswad Al-Dhual sedang duduk di balkon bersama putri kesayangannya, ketika sang putri melihat bintang-bintang di langit begitu indah sekali dengan menimbulkan cahaya yang gemilang, sehingga timbul kekagumannya dan mengatakan "ma ahsannus sama a" sebagai badal dari kalimat kagum (ta'azzub) yang seharusnya "ma ahsanasama i". Dan telah banyak ia mendengar keselahan-kesalahan masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul kekhawatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa arab dari wujud� aslinya. Kemudian ia pergi mengadukan hal-hal yang pernah ditemukannya, yang berkaitan dengan kerusakan estetika gramatikal bahasa arab kepada Saidina Ali Ra.

Aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah).

Setelah tersusunnya ilmu gramatikal bahasa arab dan banyaknya para ulama yang telah memperjelas ilmu tersebut. Hal ini, mengakibatkan timbulnya aliran-aliran dalam ilmu nahwu, yang disebabkan adanya khilaf dikalangan para ulama nahwu dalam menentukan posisi (mahal) kata dalam suatu kalimat. Beda persepsi ini, tidak luput dari pengaruh daerah para ulama tersebut menetap. Diantara aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah) tersebut: aliran (madrasah) Al-Basrah, Kufah, Baghdad, Andalus dan Mesir. Namun, aliran (madrasah) yang paling terkenal dalam kitab-kitab nahwu hanya dua, Basrah dan Kufah.

Aliran (Madrasah) Basrah.

Aliran (Madrasah) ini berkembang pesat hingga terkenal di kalangan para ulama nahwu (Nahwiyyiin), dikarenakan begitu semangat dan gigihnya para pelajar (thalib) dalam mempelajari ilmu nahwu yang langsung diajar oleh penyusun kitab nahwu pertama kali, Abu Aswad ad-Dhuali. Sebab utama begitu semangatnya mereka dalam mendalami ilmu nahwu, ketika itu Negeri Basrah telah bercampur penduduknya antara pribumi (baca; warga Basrah) dengan non pribumi (azam) yang hidup layaknya seperti penduduk asli. Bahasa arab merupakan bahasa resmi negara pada waktu itu, namun karena adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa arab. Sibawaihi merupakan salah satu produk aliran (madrasah) Basrah, yang telah mengarang buku nahwu yang berjudul "al-Kitab". Diantara ciri khas aliran (madrasah) Basrah selalu berpegang pada pendapat jumhur bahasa (lughoh) bila terdapat khilaf. Jika terdapat yang menyalahi jumhur mereka takwilkan� atau menggolongkannya sebagai kelompok yang ganjil (syaz), dan aliran (madrasah) ini selalu menggunakan sima'i dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa arab. Aliran (Madrasah) Kufah.

Negeri Kufah terkenal sebagai Negerinya para Muhadditsin, Penyair dan Qira ah. Sehingga terdapat di dalamnya tiga ulama yang masyhur dalam qira ah seperti kisai, Ashim Bin Abi Al-Nujud dan Hamzah. Kisaai termasuk pendiri aliran (Madrasah) Kufah. Penadapatnya terhadap suatu masalah dalam gramatikal bahasa arab selalu menjadi acuan, baik pengikutnya maupun yang lainnya. Ciri khas aliran (madrsah) ini, lebih sering menggunakan qiyas dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa� arab. Jadi, begitu indahnya bahasa arab memiliki pemerhati bahasa yang mampu menjaga estetika bahasa itu sendiri. Bagaimana dengan bahasa Indonesia, akankah tetap memiliki estetika bahasa yang tinggi? Semoga!

Tulisan ini disarikan dari kitab Mujaz Tarikh an-Nahwu, Taufiq Amr Balthoh zi,
cetakan I, maktabah Dar al-Syaikh amin kuftaru.

*Penulis adalah sekretaris redaksi bulletin Generasi dan anggota kajian As-Safii HMM
Kairo, Mesir.



/@cwi

selengkapnya...

benarkah Tifatul akan larang facebook?

VIVAnews - Baru beberapa jam menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring sudah dihadapkan pada rumor dia akan melarang situs pertemanan Facebook. Benarkah rumor itu?

"Facebook itu kan tidak bertentangan, tidak akan dilarang," katanya tegas saat ditemui usai dilantik sebagai menteri di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 22 Oktober 2009.

Jadi, tidak akan dilarang? "Tidak akan terjadi kok," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu tersenyum.


Rumor melarang Facebook ini jelas tak benar. Tifatul merupakan salah satu politisi yang dikenal aktif di dunia maya. Tifatul memiliki account sendiri di Facebook, meski juga terdapat beberapa account lain yang menggunakan namanya.

Di Facebook, lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer tercatat memiliki 4.925 teman. Tak banyak informasi di accountnya, kecuali disebutkan aktivitasnya berpartai dan berdakwah. Selain itu disebut minatnya olahraga.
• VIVAnews



/@cwi

selengkapnya...

Runtuhnya Peradaban Eropa (II)

Sebetulnya apa saja yang membuat mereka tidak mau mengindahkan ayat-ayat itu? Peringatan Tuhan kepada suatu bangsa selalu mengenai dua hal, yakni hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Pada dua persoalan ini kaum Nasrani telah menyimpang dari asalnya, dari petunjuk Nabi Isa yang sebenarnya. Hal yang sederhana, misalnya mereka telah mengada-adakan tiga Tuhan: Allah bapak, Allah anak dan Allah ruhul-qudus. Padahal Allah tidak pernah mengatakan bahwa Nabi Isa itu adalah anak-Nya. Tapi kaum Nasrani sendirilah yang mengada-adakan itu, bahkan Nabi Isa seakan-akan Tuhan itu sendiri. Allah selalu memperingatkan bahwa Dia adalah Satu, Esa, Tunggal dan Ahad. Tetapi kaum Nasrani tidak mau mengindahkan peringatan Tuhan itu, hingga lemahlah Tauhid di kalangan mereka, yang akhirnya menimbulkan pertikaian dan permusuhan di antara mereka sendiri.



(Ditulis oleh Bung Karno pada tahun 1940, kemudian dimuat di majalah �Pandji Islam�, yang dimulai dengan mengutip ayat Al-Quran, surat Al-Maidah: 14, menurut gaya bahasa Bung Karno sendiri).


Permusuhan dan pertikaian jelas-jelas ditentang oleh agama. Rum Katolik, Grik Katolik, Protestan, Anglikan, Gerakan Pantekosta, Adventis dan beratus-ratus firqah lainnya, bahkan pernah ada yang mengadakan penelitian hingga mencapai 500 firqah lebih. Golongan-golongan itu saling bersaing-sengit antara yang satu dengan yang lainnya. Dari pertikaian antar agama itu saja sudah jelas apa yang diramalkan Al-Quran tadi, belum lagi perang antar-negara, antar sistem perdagangan, perusahaan dan seterusnya.

Sedangkan mengenai hubungan manusia dengan manusia lainnya, sudah jelas digariskan Tuhan bahwa manusia yang satu tidak boleh merugikan dan menyengsarakan manusia lainnya, dan semua manusia harus saling hidup dalam kemasyarakatan. Dan dalam persoalan yang ini pun agama Nasrani sudah menyimpang dari ajaran aslinya, terutama dalam masalah pencarian rezeki, urusan ekonomi, di sini hukum-hukum kemasyarakatan sudah dilanggar dan diabaikan sama sekali.

Siapa yang pernah membaca buku Karl Kautsky (�De oorsprong van het Christendom�) maka akan tahu betapa jelasnya perbedaan antara Kristen yang asli dengan Kristen yang sekarang ini. Dalam ajaran Kristen asli, jelas-jelas tidak ada pembenaran cara hidup yang ditujukan kepada perbendaan. Dulu tidak ada pembenaran terhadap riba. Menurut penelitian Kautsky, yang kemudian dibenarkan oleh penulis-penulis lain (Muller-Lyer, Warner Sombart, Max Weber dan lain-lain) bahwa pergaulan hidup Christendom asli adalah persaudaraan sejati yang saling tolong-menolong dan bagi-membagi. Tetapi sejak abad ketiga Masehi, berubahlah sendi-sendi pergaulan hidup Christendom itu, terlepas satu-persatu, dan berganti dengan sendi-sendi pergaulan hidup baru, yang tidak lagi menghiraukan paham-paham kemasyarakatan seperti yang dulu lagi.

Dan sewaktu Nabi Muhammad berjuang di negeri Arab, sendi-sendi Christendom asli itu sudah musnah, dan yang �laku� hanyalah sendi-sendi baru yang mengagungkan dunia perbendaan itu. Karena itulah Mauhammad menyabdakan firman Allah yang tadi, �mereka tidak mengindahkan sebagian dari apa-apa yang diperingatkan kepada mereka.� Oleh karena itu maka lambat-laun, melalui proses sejarah yang hingga kini sudah lebih dari tigabelas abad, masyarakat Eropa yang tidak mengindahkan sendi-sendi kemasyarakatan itu, jadilah suatu masyarakat yang kita kenal sekarang ini: masyarakat materialisme yang penuh dengan pertentangan dan persengketaan. Sejak mereka tidak lagi mengindahkan peringatan Allah itu, mereka pun tidak henti-hentinya dilanda oleh peperangan, perebutan dagang, pertikaian industri, keuangan dan seterusnya.

Oleh karena itulah, setiap negeri manapun dan kapanpun, apabila mereka memakai sendi- sendi pergaulan hidup model Eropa itu, mereka pun akan tergoda oleh hantu perkelahian, permusuhan, kebencian, baik Jepang, Amerika dan seterusnya. Bahkan negeri-negeri Islam pun, ketika mereka memakai sendi-sendi yang sama, tidak ada yang menjamin keamanan dan ketentramannya. Karena Allah tidak pernah mengatakan adanya jaminan bagi negeri-negeri Islam bahwa mereka akan selamat dan sentosa, apabila mereka menggunakan cara-cara Eropa itu. Karena itu permusuhan dan kebencian itu tetap menjadi bagian dari orang Islam juga, apabila orang Islam �tidak mengindahkan sebagian dari apa-apa yang diperingatkan kepada mereka.�

***
Saya berharap bahwa hal ini dicamkan kepada seluruh kaum muslimin. Jangan mengira kita punya keistimewaan dengan melanggar perintah-perintah Allah. Buanglah pikiran-pikiran dogmatis semacam itu, dan mulailah berpikir rasional. Dan Allah menjanjikan apabila kaum Nasrani tidak mau mengindahkan peringatan Tuhan, maka mereka akan dilanda oleh permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat, baik dalam soal keberagamaan maupun dalam soal keduniaan.

Tapi seperti yang saya katakan tadi bahwa hukuman yang dikenakan pada suatu umat, bila umat itu melakukan kesalahan, juga akan dikenakan kepada umat Islam, bila kaum muslimin mengerjakan kesalahan yang sama. Orang Nasrani mendapat hukuman �permusuhan� dan kebencian� maka orang Islam pun mendapat hukuman yang sama bila ia menginjak kesalahan yang sama. Dengan ini saya melihat behwa umat Islam sekarang ini sedang terjebak melakukan perbuatan-perbuatan yang sama. Orang Islam banyak yang melapaskan Tauhid, banyak yang menyekutukan Tuhan, dan banyak yang musyrik (istilah yang dipakai oleh Bung Karno sendiri).

Sekarang banyak orang Islam yang dalam urusan pencarian rezeki telah melanggar dari azas-azas kemasyarakatan. Karena itu sekarang � dan sejak dulu pun � kita melihat maraknya permusuhan dan kebencian di kalangan umat Islam sendiri. Umat Islam telah terpecah-belah menjadi berbagai-macam firqah yang saling bersaing-sengit antara yang satu dengan yang lainnya. Orang Islam pun saling bertikai, saling berebut keuntungan dalam urusan perdagangan dan perusahaan, bahkan saling puku-memukul dan bunuh-membunuh dalam perebutan harta kekayaan. Kerajaan-kerajaan Islam pun tak terkecuali, juga saling hantam-hantaman, dan boleh jadi di kemudian hari masih saling bertikai dalam soal perebutan keuntungan dan kekuasaan. Hal ini betul-betul dialami bukan saja oleh kaum Nasrani, tetapi juga oleh kaum muslimin, apabila mereka meninggalkan sendi -sendi kemasyarakatan serta berpaling dari petunjuk agama yang asli: harus berbuat adil, saling tolong-menolong, tidak saling menerkam dan hantam-hantaman (hanya untuk mengenyangkan perutnya sendiri). Camkanlah ini, dan sejarah terus berjalan, bagi siapa yang melakukan kesalahan dan pelanggaran maka dia pun akan merasakan akibatnya juga.

Tetapi sekali lagi, akan binasakah peradaban Eropa itu? Dengan bersandar pada ayat Allah tadi saya berpendapat bahwa Eropa akan berumur panjang, seperti seluruh dunia pun akan berumur panjang juga, kecuali bila kiamat segera menimpa kita (wallahu a�lam). Dan kalau benar bahwa dunia masih berumur panjang, maka di Eropa � saya kira � suatu saat akan mengalami fajar menyingsing. Di Eropa boleh jadi akan muncul suatu masyarakat berperadaban baru, yang kembali kepada sendi-sendi ketauhidan dan kemasyarakatan yang asli, yang dapat mengangkat �kutukan Tuhan� sampai hari kiamat itu dari pundaknya (meskipun saat ini sedang terluka dan berlumuran darah).

Dengan bersandar pada pemikiran ini, maka kita punya alasan yang sah buat membantah dan menyalahkan dugaan Oswald Spengler melalui bukunya itu. Sebab resep baru yang ditawarkan dia ternyata malah membawa Eropa makin dilanda permusuhan dan kebencian, dan bukan membawa Eropa keluar dari kemelut pertikaian dan perang saudara yang semakin merajalela. Kini sejarah Eropa yang sedang berjalan, sudah memberikan bukti tentang kesalahan resep Spenglerisme dengan mata-kepala kita sendiri. (Pandji Islam 1940)


*Disunting oleh Muhammad Thorik (Pengurus Gema Nusa Banten)



/@cwi

selengkapnya...

Metodologi Ekonomi Islam

Konsep Ekonomi Islam Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang memberikan landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-prinsipnya, di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma dan prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi membuat kerangka di mana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat memanfaatkan sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan konsumsi.
Penjelasan

Validitas sistem ekonomi dapat diuji dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh. Karena itu suatu sistem ekonomi tidak dapat diharapkan untuk menyiapkan, misalnya, komposisi khusus barang-barang ekspor di negara tertentu, fungsi produksi yang praktis bermanfaat atau secara matematik dapat dikelola, atau rumusan mengenai bagaimana memperbesar fungsi-fungsi tuntutan individual dalam tuntutan yang berskala nasional. Komponen-komponen teori ekonomi seperti itu tidak dapat diawali dengan sistem tersebut karena komponen-komponen itu timbul dalam aplikasi praktis sistem tersebut dalam tatanan berbagai kondisi yang ada. Dengan melihat kondisi-kondisi ini dan dalam kerangka sistem ekonomi yang berlakulah unsur-unsur teori ekonomi seperti bisa dikembangkan, diuji dan diteorisasikan.




Sebagai konsekuensinya suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan. Berbagai aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya ditentukan secara pasti dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan agar dapat menunjukkan kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian, perbedaan yang nyata, seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang bersumber padanya. Dalam literatur Islam mengenai ekonomi, sedikit perhatian sudah diberikan kepada masalah ini. Sebagai akibatnya, beberapa buku yang dikatakan membahas "sistem ekonomi Islam" sebenarnya hanya berbicara tentang latar belakang hukumnya saja, atau kadang-kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam. Kajian mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai kajian sisterm ekonomi, sama sebagaimana kajian terhadap tatabahasa yang hanya sedikit menyinggung pembentukan keterampilan berpidato saja

Selain itu, suatu pembedaan harus ditarik antara bagian dari Hukum (Fiqh) Islam yang membahas hukum dagang (Fiqhul-Mu'malat) dan ekonomi Islam. Bagian yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang hukum untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut belakangan mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat Muslim Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam, tetapi ini bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh, atau bahkan lebih banyak, terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya.

Tidak adanya pembedaan antara Fiqhul-Mu'amalat dan ekonomi Islam seperti itu merupakan sumber lain dari kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam. Beberapa buah buku menggunakan alat-alat analisis fiqh dalam ekonomi, sedangkan buku-buku lain mengkaji ekonomi Islam dari sudut pandang fiqh. Sebagai contoh, teori konsumsi kadang-kadang berubah menjadi pernyataan kembali hukum Islam mengenai beberapa jenis makanan dan minuman, bukan kajian mengenai perilaku konsumen terhadap sejum1ah barang konsumsi yang tersedia, dan teori produksi diperkecil maknanya sebagai kajian tentang hak pemilikan dalam Islam yang tidak difokuskan pada perilaku perusahaan sebagai unit produktif.

Hal lain yang tidak menguntungkan dalam membahas ekonomi Islam dalam peristilahan Fiqhul-Mu'amalat adalah bahwa ancangan seperti itu, pada dasarnya, terpecah-pecah dan kehilangan keterkaitan menyeluruhnya dengan teori ekonomi. Barangkali hal inilah yang menjadi sebab tidak adanya teori moneter makroekonomik dalam semua literatur mengenai ekonomi Islam.

Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial, perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-eksperimennya dan menurunkan kecenderungan-kecenderungan jangka-jauh dalam berbagai ubahan ekonomiknya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi (itu sendiri).

Baru sedikit yang dilakukan untuk menampilkan sejarah pemikiran ekonomi Islam. Hal ini tidak menguntungkan karena sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin politik muslim sudah mengembangkan gagasan-gagasan ekonomik mereka sedemikian rupa sehingga mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai para pencetus ekonomi Islam yang sebenarnya. Penelitian diperlukan untuk menampilkan pemikiran ekonomi dari para pemikir besar Islam seperti Abu Yusuf (meninggal th. 182 H), Yahya bin Adam (meninggal th. 303 H), al-Gazali (meninggal tahun 505 H), Ibnu Rusyd (meninggal th. 595 H), al-'Izz bin 'Abd al-Salam (meninggal th. 660 H), al-Farabi (meninggal th. 339 H), Ibnu Taimiyyah (meninggal th. 728 H), al-Maqrizi (meninggal th. 845 H), Ibnu Khaldun (meninggal th. 808 H), dan banyak lainnya lagi.

Kajian tentang sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer, di satu pihak dan di pihak lain, akan memberi kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.

Kajian terhadap perkembangan historik ekonomi Islam itu merupakan ujian-ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Ini memiliki arti sangat penting, terutama dalam bidang kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Namun peringatan terhadap adanya dua bahaya perlu dikemukakan bila aspek historik Islam itu diteliti. Pertama, bahaya kejumbuhan antara teori dengan aplikasi-aplikasinya, dan kedua, pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya pertama muncul ketika para pemikir ekonomi Muslim modem tidak membedakan secara jelas antara konsepsi Islam dan aplikasi-aplikasi historiknya.

Hal ini tampak sangat jelas dalam cakupan keuangan negara, karena hampir semua buku mengenai keuangan negara yang ada dalam perpustakaan Islam kontemporer menganggap sumber-sumber negara sebagai sumber-sumber yang ada pada masa negara Islam besar, sejak masa 'Umar bin Khattab sampai masa Harun al-Rasyid. Sedikit sekali perhatian diberikan kepada pengembangan teori tentang keuangan negara yang didasarkan atas Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Hal ini tercermin dalam penampilan histori keuangan negara dalam Islam yang sedikit sekali memberikan ksempatan untuk menguji aplikabilitasnya pada saat sekarang karena karena adanya perubahan suasana di semua negara Islam.

Bahaya kedua muncul ketika para ahli ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan untuk mengancang Al-Qur'an dan Sunnah itu secara langsung, yang pada gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historik dan tidak bersifat ideologik.

Rancangan historik dalam kajian terhadap ekonomi Islam itu kadang-kadang diterapkan dalam kaitannya dengan masyarakat-masyarakat Muslim masa sekarang. Hal ini tercermin dalam ekonomi Islam yang hanya berbicara tentang harta dan penghasilan, konsumsi yang tidak semestinya dan sebagainya, bukan mengenai penanggulangan mekanisme makroekonomik dari sistem ekonomi Islam itu. Tidak diragukan bahwa beberapa persoalan di negara-negara Islam sekarang ternyata serius dan penting, dan bahwa persoalan-persoalan tersebut seharusnya dibahas dalam kerangka ekonomi Islam itu, namun bila sistem ekonomi Islam itu merupakan sistem yang pokok bahasannya, misalnya, nasionalisasi industri dan penataan pemilikan tanah (land reform), lantas apa yang akan terjadi setelah semuanya ini berhasil diraih? Apa yang bisa dilakukan oleh sistem seperti, katakanlah, untuk industri yang telah dirasionalisasi atau tanah yang (pemilikannya) telah ditata kembali itu?

Batas-batas antara sistem ekonomi Islam yang bisa diaplikasikan terhadap perekonomian yang sehat dengan pertumbuhan yang normal, di satu pihak, dan tindakan-tindakan darurat yang dapat diambil oleh para pejabat penanggungjawab bidang perekonomian untuk membahas masalah sementara seperti peran ketidakadilan dalam distribusi barang-barang, atau kemiskinan, di pihak lain, seharusnya diberi demarkasi (juga). Tanpa demarkasi seperti itu, ekonomi Islam akan menjadi kajian parsial terhadap gejala-gejala peralihan yang akan menimbulkan pemborosan setelah pembangunan negara-negara Islam itu, ini tidak berarti bahwa persoalan-persoalan seperti persoalan-persoalan pembangunan itu tidak boleh mendapatkan perhatian langsung dari para ahli ekonomi Islam itu, melainkan harus diartikan bahwa persoalan-persoalan ini harus ditanggulangi dalam kerangka teori umum ekonomi Islam yang mempertahankan relevansinya dengan semua tahap pembangunan ekonomi dan suasana politik.

Diversifikasi literatur Islam modem mengenai ekonomi timbul dari kesulitan inheren dalam jenis kajian ini. Sama sekali tidak ada "Teori Ekonomi Islam" yang tertulis dalam pengertiannya yang ketat. Selain itu, bahkan mungkin banyak orang berkeberatan dengan digunakannya istilah "Teori Ekonomi" itu dengan alasan bahwa bila suatu teori adalah penafsiran terhadap beberapa aspek realitas, berarti bisa terdapat banyak teori yang bernafaskan nilai-nilai filosofik Islam dalam penafsiran terhadap realitas ekonomi. Ketidakjelasan diantara kedua pandangan ini telah mendorong sejumlah penulis untuk menampilkan pandangan yang sangat sempit mengenai filsafat ekonomi Islam dan membingkainya dengan cara sangat terbatas yang tidak sesuai dengan implikasi-implikasi teoretik nilai-nilai filsafat ini. (Upaya pertama untuk menetapkan demarkasi batas-batas antara filsafat ekonomi dalam Islam dan teori-teori ekonomi dari para penulis bidang ekonomi dilakukan oleh as-Sadr pada tahun 1964. Dia diikuti oleh M.N. Siddiqi pada tahun 1971.

Kesulitan tipe kedua dihadapi tidak hanya oleh penelitian di bidang ekonomi Islam tetapi oleh semua kajian yang membahas berbagai aspek sosial Islam, ia muncul dari hakikat sumber-sumber hukum Islam itu sendiri. Al-Qur'an dan Sunnah Al-Qur'an merupakan firman (kalam) Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai petunjuk bagi kehidupan perilaku manusia, Kitab Suci itu tidak tersusun dalam bagian dan bab, yang masing-masing membahas, kehidupan manusia seperti Hukum, Politik, Ekonomi dan sebagainya, dan juga tidak diberi judul-judul di dapat menemukan berbagai aplikasi dan aturan yang bersumber daripadanya. Kadang-kadang ia merupakan rincian yang tepat, misalnya, dalam kaitannya hukum waris. Dalam hal-hal lain ia hanya menyinggung pemecahan secara garis besar, yang menunjukkan bahwa seharusnya para 'ulama' dan pemikir Muslim dapat mengembangkan dan melengkapi rincian-rincian yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip ini dan dengan memperhatikan situasi yang ada.

Mengancang dan mengembangkan teori-teori semacam itu adalah tugas para sarjana Muslim, dan hasil-hasil yang diperoleh dari upaya-upaya ini tidak dapat dikaitkan baik dengan Allah maupun dengan Al-Qur'an. Yang dapat dikemukakan mengenai hal ini bahwa ia adalah pandangan (sarjana-sarjana) Muslim tetapi bukan pandangan Islam, karena berbagai akibat dari situasi mereka terhadap teoretisasi tersebut tidak dapat diingkari. Selain itu mereka tidak memiliki otoritas untuk menafsirkannya.

Memang tidak ada seorang pun memiliki hak istimewa seperti itu. Sumber kedua, yaitu Sunnah, adalah pemahaman dan aplikasi Nabi terhadap Al-Qur'an. Kesulitan yang ditampilkan oleh sumber ini timbul dari kenyataan bahwa Nabi ketika itu, pada saat yang sama, adalah juga kepala negara. Karena itu sangat sulit untuk dibedakan antara sikap-sikapnya terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an yang bersifat permanen dan mengikat untuk selama-lamanya, dan terhadap aturan-aturan yang terkait dengan berbagai situasi di masa hayatnya, disamping kesulitan tersebut di atas. Upaya pertama yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengangkat rincian-rincian yang rumit megenai bidang ekonomi dari dalam Al-Qur'an dan Sunnah itu ke dalam teori dilakukan pada tahun 1964, lagi-lagi, oleh as-Sadr.

Pernyataan terakhir dalam bagian metodologi ini akan membahas alat-alat analisis. Literatur Islam yang ada sekarang nengenai ekonomi mempergunakan dua macam metode. Pertama adalah metode deduksi dan kedua metode pemikiran etrospektif. Metode pertama dikembangkan oleh para ahli hukum Islam, Fl-lqalta', dan sangat dikenal di kalangan mereka, diaplikasikan terhadap ekonomi Islam modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak penulis Muslim kontemporer yang merasakan tekanan: kemiskinan dan keterbelakangan di dunia Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-persoalan ekonomi umat Muslim dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah untuk mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan mengujinya dengan memperhatikan Petunjuk Tuhan.

Kajian dalam pembahasan ini mempergunakan kedua metode tersebut. Namun perlu disadari bahwa kedua metode ini pada dasarnya diaplikasikan dalam kajian terhadap aturan-aturan dan prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam tetapi hanya sedikit bisa diaplikasikan dalam kajian terhadap makroekonomi dan keseimbangan umum dalam sistem ekonomi semacam itu, atau bahkan dalam kajian terhadap teori-teori konsumsi dan matematik tertentu. Karena itu kajian ini akan mengaplikasikan alat-alat analisis matematik yang dikenal dalam teori ekonomi modern kapan saja dirasa perlu atau dianggap bermanfaat. Memang sebenarnya metode yang digunakan para Fuqaha pun sebenarnya bersifat matematik dalam semangat dan kecenderungannya.

/@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |