Menangislah, Ketika Membaca al-Quran



Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak bersenandung dengan al-Qur’an, demikian kata Nabi

Berbeda dengan Kitab Suci lain, al-Quran adalah firman Allah yang tidak mengandung kebatilan sedikit pun. Ia memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat.

Untuk itu tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari al-Quran. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Karena begitu mulianya kedudukan al-Qur’an, maka ketika membaca al-Quran seseorang perlu memperhatikan adab-adabnya agar mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Nya:

Pertama, ihlas dan menuluskan niat karena Allah semata. Ini merupakan adab yang paling penting di mana suatu amal selalu terkait dengan niat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya semua amalan itu tergantung niat-niatnya dan setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya…” (HR.al-Bukhari, kitab Bad’ul Wahyi, Jld.I, hal.9)

Karena itu, wajib mengihlaskan niat dan memperbaiki tujuan serta menjadikan hafalan dan perhatian terhadap al-Qur’an demi-Nya, menggapai surga-Nya dan mendapat ridla-Nya.

Siapa saja yang menghafal al-Qur’an atau membacanya karena riya’, maka ia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa. Nabi SAW bersabda, “Tiga orang yang pertama kali menjalani penyidangan pada hari Kiamat nanti…[Rasulullah SAW kemudian menyebutkan di antaranya]…dan seorang laki-laki yang belajar ilmu lalu mengajarkannya, membaca al-Qur’an lalu ia dibawa menghadap, lalu Allah mengenalkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka ia pun mengetahuinya, lalu Dia SWT berkata, ‘Untuk apa kamu amalkan itu.?” Ia menjawab, ‘Aku belajar ilmu untuk-Mu, mengajarkannya dan membaca al-Qur’an.’ Lalu Allah berkata, ‘Kamu telah berbohong akan tetapi hal itu karena ingin dikatakan, ‘ia seorang Qari (pembaca ayat al-Qur’an).’ Dan memang ia dikatakan demikian. Kemudian ia dibawa lalu wajahnya ditarik hingga dicampakkan ke dalam api neraka.”(HR.Muslim, Jld.VI, hal.47)

Manakala seorang Muslim menghafal dan membaca al-Qur’an semata karena mengharapkan keridlaan Allah, maka ia akan merasakan kebahagian yang tidak dapat ditandingi oleh kebahagiaan apa pun di dunia.

Kedua, menghadirkan hati (konsentrasi penuh) ketika membaca dan berupaya menghalau bisikan-bisikan syetan dan kata hati, tidak sibuk dengan memain-mainkan tangan, menoleh ke kanan dan ke kiri dan menyibukkan pandangan dengan selain al-Qur’an.

Ketiga, mentadabburi (merenungi) dan memahami apa yang dibaca, merasakan bahwa setiap pesan di dalam al-Qur’an itu ditujukan kepadanya dan merenungi makna-makna Asma Allah dan sifat-Nya.

Keempat, tersentuh dengan bacaan. Imam as-Suyuthi RAH berkata, “Dianjurkan menangis ketika membaca al-Qur’an dan berupaya untuk menangis bagi yang tidak mampu (melakukan yang pertama-red.,), merasa sedih dan khusyu’.” (al-Itqan, Jld.I, hal.302)

Kelima, bersuci. Maksudnya dari hadats besar, yaitu jinabah dan haidh atau nifas bagi wanita.

Al-Qur’an merupakan zikir paling utama. Ia adalah kalam Rabb Ta’ala. Karena itu, di antara adab membacanya, si pembaca harus suci dari hadats besar dan kecil. Ia dianjurkan untuk berwudhu sebelum membaca. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (Shahih al-Jaami’, no.7657)

Perlu diketahui, bahwa seseorang boleh membaca al-Qur’an asalkan tidak sedang berhadats besar, demikian pula disunnahkan baginya untuk mencuci mulut (menggosok gigi-red.,) dengan siwak sebab ia membersihkan mulut sedangkan mulut merupakan ‘jalan’ al-Qur’an.

Keenam, sebaiknya, ketika membaca al-Qur’an, menghadap Qiblat sebab ia merupakan arah yang paling mulia, apalagi sedang berada di masjid atau di rumah. Tetapi bila tidak memungkinkan, baik karena ia berada di kios, mobil atau sedang bekerja, maka tidak apa membaca al-Qur’an sakali pun tidak menghadap Qiblat.

Ketujuh, disunnahkan bagi seseorang untuk ber-ta’awwudz (berlindung) kepada Allah dari syaithan yang terkutuk. Allah Ta’ala berfirman, “Maka apabila kamu membaca al-Qur’an, berlindunglah kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.” (an-Nahl:98)

kedelapan, memperindah suaranya ketika membaca al-Qur’an sedapat mungkin.

Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah al-Qur’an dengan suara-suara kamu sebab suara yang bagus membuatnya bertambah bagus.” (dinilai shahih oleh al-Albani, Shahih al-Jaami’, no.358)

“Disunnahkan memperbagus dan menghiasi suara dengan al-Qur’an. Terdapat banyak hadits yang shahih mengenai hal itu. Jika seseorang suaranya tidak bagus, maka ia boleh memperbagus semampunya asalkan jangan keluar hingga seperti karet (dilakukan secara tidak semestinya dan menyalahi kaidah tajwid-red.,).” (al-Itqaan, Jld.I, hal.302)

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak bersenandung dengan al-Qur’an (melantunkannya dengan bagus).” (Shahih al-Bukhari, Jld.XIII, hal.501, bab at-Tauhid, no.7527)

Hendaknya pembaca al-Qur’an membaca sesuai dengan karakternya, tidak menyusah-nyusahkan diri (dibuat-buat) dengan cara menaklid salah seorang Qari’ atau dengan intonasi-intonasi tertentu sebab hal itu dapat menyibukkan dirinya dari mentadabburi dan memahaminya serta menjadikan seluruh keinginannya hanya pada mengikuti orang lain (taqlid) saja.

Kesembilan, membaca dengan menggunakan mushaf. Hal ini dikatakan oleh as-Suyuthi, “Membaca dengan menggunakan mushaf lebih baik dari pada membaca dari hafalan sebab melihatnya merupakan suatu ibadah yang dituntut.” (al-Itqaan, Jld.I, hal.304)

Hanya saja, Imam an-Nawawi dalam hal ini melihat dari aspek kekhusyu’an; bila membaca dengan menggunakan mushaf dapat menambah kekhusyu’an si pembaca, maka itu lebih baik. Demikian pula, bila bagi seseorang yang tingkat kekhusyu’an dan tadabburnya sama dalam kondisi membaca dan menghafal; ia boleh memilih membaca dari hafalan bila hal itu menambah kekhusyu’annya.

Di antara hal yang perlu diperhatikan di sini, hendaknya seorang pembaca, khususnya bagi siapa saja yang ingin menghafal, untuk memilih satu jenis cetakan saja sehingga hafalannya lebih kuat dan mantap.

Demikian pula, hendaknya ia menghormati mushaf dan tidak meletakkannya di tanah/lantai, tidak pula dengan cara melempar kepada pemiliknya bila ingin memberinya. Tidak boleh menyentuhnya kecuali ia seorang yang suci.

Sepuluh, membaca di tempat yang layak (kondusif) seperti di masjid sebab ia merupakan tempat paling afdhal di muka bumi, atau di satu tempat di rumah yang jauh dari penghalang, kesibukan dan suara-suara yang dapat mengganggu untuk melakukan tadabbur dan memahaminya. Karena itu, ia tidak seharusnya membacakan al-Qur’an di komunitas yang tidak menghormati al-Qur’an.

Demikianlah adab-adab membaca firmal Allah, yang tiada duanya, dibanding dengan kitab-kitab suci agama lain. [SUMBER: Silsilah Manaahij Dauraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah –fi’ah an-Naasyi’ah- al-Hadits karya Dr Ibrahim bin Sulaiman al-Huwaimil, hal.21-25/hidayatullah.com]
/@cwi

selengkapnya...

Jalan Terang “Arsitek” Jihad Palestina



Syeikh Izzudin Al Qassam
Syeikh Izzudin Al Qassam
dakwatuna.com – “Wahai kaum muslimin, kalian sudah sangat tahu urusan agama kalian, sampai tak ada satu pun di antara kalian yang tak mengetahuinya. Kalian juga tahu persoalan negeri ini hingga telah sampai kewajiban jihad kepada kalian semua. Atau apakah belum sampai juga pada kalian? Ya Allah, maka saksikanlah!! Berjihadlah wahai umat Islam!! Berjihadlah wahai kaum muslimin!!” Tegas Izzuddin Al-Qossam, imamnya syuhada Palestina, saat khutbah terakhir menjelang syahidnya.
Cahaya matahari menjadi saksi atas syahidnya seorang ulama mujahid. Syekh Al-Qossam, namun semangatnya masih tetap membakar jiwa seluruh rakyat Palestina. Sampai sekarang, namanya bahkan masih bisa membuat pasukan Israel terkencing-kencing, karena ia menjelma menjadi sekelompok ksatria yang mewarisi semangatnya: Brigade Syahid Izzuddin Al-Qossam.
Subuh adalah sepenggal waktu yang nyaman untuk dinikmati. Karena oksigen masih fresh seperti siraman embun yang jatuh ringan menutupi permukaan bumi. Subuh adalah sebening anak pra aqil baligh yang belum berdosa.Tapi perasaan nyaman terhadap subuh tidak terjadi di Akhros sebuah desa di dataran rendah seputar Haifa.
Sungguh, tiba-tiba subuh tidak lagi bening dan hening. Tikar sajadah baru saja dilipat. Lidah masih basah dengan wirid shabah. Tak ada teh panas yang dapat dinikmati, apalagi roti sebagai penganan pagi. Tidak perduli dengan segala burung yang bernyanyi merayakan datangnya matahari yang membagi sinarnya ke bumi. Pagi itu tepat 20 September 1935, Syekh Al-Qossam dan para sahabatnya harus berhadapan langsung dengan para penyerang yang datang tiba-tiba dari tiga penjuru sekaligus.
Dentuman senjata berat dan ledakan-ledakan terdengar mengusik keindahan pagi dan menyapu hawa dingin dengan panas mesiu. Kilatan senjata pembunuh itu merobek keceriaannya dan menggantinya dengan kepulan awan hitam yang meringis. Serangan membabi buta itu tidak meninggalkan sepenggal rasa kemanusiaan sedikitpun. Inggris dan Yahudi membumi hanguskan pemukiman Syekh Al-Qossam untuk mengakhiri perlawanannya.
Setelah beberapa jam membombardir, serangan itu terhenti tetapi serentetan tembakan sporadis masih terdengar, kemudian sepi. Sebuah ledakan mengguncang, kemudian sunyi kembali. Alam menjadi saksi atas pertempuran yang tak seimbang itu. Inggris mengerahkan 400 tentaranya demi menumpas puluhan pengikut Syekh Al-Qossam.
Di ufuk timur deretan awan lengkung seperti alis yang menyiratkan suasana kelam. Serentetan tembakan kembali terdengar, horison pun kini senyap seperti mata yang pejam. Sebuah ledakkan kembali berguncang, namun tiba-tiba langit seolah mengangkat pelupuknya, dan nyalang terbuka. Dipandanglah matahari, muram dan merah. Dengan berat ditataplah bumi, para pejuang tersungkur, tubuh-tubuhnya hancur, tanah bersimbah darah… Mentari yang baru muncul tak menemukan keceriaan pagi selamanya.
“Pasukan kami telah memasuki permukiman itu, dan sekarang mereka telah menguasai. Sekarang tidak ada konfrontasi, siapapun yang membawa senjata akan ditangkap,” kata komandan operasi Kerajaan Inggris.
“Kami sedang mengejar para buronan dan menahan mereka. Dalam beberapa jam ke depan operasi ini akan membawa hasil penuh.”
Sebelum peristiwa penyerbuan tentara Inggris dan sekutunya itu, sebenarnya Syekh telah mengambil ancang-ancang menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dengan melatih para petani dan masyarakat untuk memegang senjata di dataran tinggi Junein. Namun sebelum revolusi sempat dikobarkan, Inggris dan Yahudi lebih dulu menyapu mereka dengan memperalat tentara Arab dan Palestina..
Syekh Al-Qossam bersama para sahabatnya bisa saja meloloskan diri, namun pantang baginya melarikan diri dari medan pertempuran. Pada waktu itu pasukannya berada pada tempat yang tidak menguntungkan untuk mengadakan perlawanan. Saat itu pasukannya berada di dataran rendah sedangkan musuh berada di balik perbukitan.
Inggris yang licik berhasil memperalat badan keamanan Arab Palestina untuk melancarkan aksinya membungkam perlawanan Syekh dengan meletakkan mereka di 3 barisan pertama. Siasat licik ini dijalankan setelah sebelumnya Inggris menuduh Izzuddin dan lainnya adalah perampok yang selalu membajak pedagang yang sering melewati kawasan tersebut.
Sebelum perlawanan dimulai, Syekh mengingatkan agar jangan melukai pasukan Arab karena mereka cuma diperalat dan tidak tahu apa-apa. Lalu ia mengumandangkan syiar: “Hadzaa jihadun fi sabilillah wal wathon, wa man kaana hadza jihaduhu la yastaslim lighoirillah” dan menyerukan: “muutuu syuhada’….!”
Penyerbuan atau lebih tepat sebagai pembantaian itu dimulai pukul 05.30 pagi dan berlangsung selama 4,5 jam. Setelah melakukan perlawanan keras, akhirnya Al-Qassam, Yusuf Al-Zaibari, Muhammad hanafi Al-Misri menemui Syahadah dan 4 orang tertangkap yaitu Arobi Badawi, Muhammad Yusuf, Ahmad Jabir, Hasan Al-Bari dan 2 orang tertangkap karena terluka, Namar bin As- Sa’adi dan As’ad Al-Muflih.
Mendung menyelimuti Haifa, mengiringi kepergian sang mujahid sejati yang dikenal sangat peduli dengan rakyat kecil. Jasadnya dimakamkan di kampung halamannya dekat Haifa.
Muhammad Izzuddin bin Abdul Qodir Mushthofa Al-Qosam, lahir di daerah pegunungan Qadha Al-Ladziqiyyah, Syria pada tahun 1882. Belajar di Al-Azhar dan ketika kembali di kampung halaman, ia langsung terjun ke medan da’wah. Ia sangat lihai berpidato. Kelihaiannya itu ia manfaatkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang banyak. Sampai akhirnya menjadi khatib tetap di Masjid Raya Al-Manshur, Jabalah.
Keindahan gaya bahasa yang digunakannya sangat menyentuh hati para hadirin. Muhadharahnya disenangi dan ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin. Kepiawaiannya memilih kata-kata bisa membangkitkan kesadaran hadirin untuk kembali berpegang teguh dengan ajaran agama Islam.
Ia selalu menekankan sifat tawadhu’, akhlak mulia, kecerdasan berinteraksi, istiqomah, pengendalian diri, meluaskan cara pandang, zuhud, sederhana, ikhlas serta siap berkorban tenaga, waktu dan istirahat demi Islam dalam setiap muhadharah yang disampaikannya. Hal-hal yang didakwahkannya ini senantiasa diusahakan agar dapat teraplikasi dalam keseharian dan benar-benar menjadi qudwah yang dicintai masyarakatnya.
Satu hal yang tak pernah lepas dari kehidupannya adalah kepeduliannya terhadap orang miskin dan dhuafa. Para petani diziarahinya sampai ke ladang-ladang tempat mereka bekerja. Para buruh tak lupa disapa dan diajaknya berbincang walaupun hanya sebentar. Ia tak segan-segan menemani mereka di meja makan atau membantu menyelesaikan pekerjaan mereka sekalipun hanya sesaat.
Menjalin ukhuwah dan gemar bermu’ayasah (berinteraksi di tengah-tengah masyarakat) benar-benar dihayati dan diterapkan dalam kehidupannya. Karena melalui jalan inilah seorang da’i mengerti dan memahami kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Inilah salah satu kunci keberhasilan Syekh Izzuddin dalam da’wahnya mengenalkan Islam kepada masyarakat di sekitarnya yang patut diteladani.
Beliau juga adalah salah seorang pemimpin gerakan revolusi Syria saat melawan Prancis antara 1918-1920, dan pindah ke Palestina setelah revolusi berakhir dan tinggal di Haifa.
Al-Syekh dikenal juga sebagai seorang pemberani. Beliaulah ulama yang paling banyak bersentuhan dengan jihad, suatu hari ia berkata di atas mimbar “Saya melihat seorang pemuda membawa sapu untuk menyapu jalan dan ia di tuduh membawa senapan, dan saya melihat seorang membawa sikat untuk menyemir sepatu dan ia di tuduh membawa pistol untuk membunuh orang asing”.
Tahun 1925 Al-Syekh mulai mendirikan gerakan jihad yang diyakininya sebagai satu-satunya sarana untuk membebaskan Palestina. Amil Al Ghouri berpendapat bahwa, “Gerakan ini merupakan gerakan yang paling berbahaya dalam sejarah gerakan perlawanan bangsa Palestina, bahkan sejarah arab secara keseluruhan.” Gerakan ini mendapat sebutan Organisasi jihad (Al Munazhamah Al-Jjihadiyyah). Tetapi sepeninggal Al-Qassam organisasi ini lebih terkenal dengan sebutan “Jamaah Al-Qassam atau Al-Qassamiyyun” dan slogan dari jihad mereka adalah: ini adalah jihad kemenangan atau mati syahid.
Jamaah ini tidak menerima keanggotaan kecuali setelah disaring dengat sangat ketat. Dan tidak menjadi anggota Jamaah kecuali sebagai seorang mukmin yang siap untuk mati demi membela tanah airnya yaitu seorang yang beragama dan berakidah yang benar.
Al-Qassam diangkat menjadi imam masjid Al-Istiqlal di Haifa, hal ini semakin memperkokoh kedekatannya untuk berhubungan langsung dengan masyarakat dan mencari unsur-unsur pendukung dalam masyarakat. Pada kesempatan yang sama beliau ditunjuk menjadi ketua organisasi pemuda muslim di Haifa. Maka gerakannya semakin meluas ke daerah-daerah dengan mendirikan cabang-cabang bagi organisasi yang pada akhirnya menjadi tempat berlindung bagi anggota-anggota jamaah Al-Qassam di daerah masing-masing.
Kepemimpinan jamaah ini baru tebentuk pada tahun 1928, dan diantara pendukungnya adalah Al Abdu’a, Mahmud Za’rurah, Muhammah Al-Shalih, Khalil Muhammad Isa. Dan pusat pergerakan ini adalah di Haifa. Dan ketua jamaah bertanggung jawab untuk mengatur dan menentukan kebijakan dan keputusan yang penting. Pada tahun 1935 jumlah anggota ini telah mencapai 200 orang yang kebanyakan adalah para juru dakwah yang memilik basis sampai 800 orang.
Gerakan ini terbagi menjadi lima bidang yaitu; bidang pembelian senjata, bidang pelatihan, bidang mata-mata kepada Yahudi dan Inggris ( kebanyakan dari anggotanya adalah mereka yang berada di militer dan birokrasi), bidang propaganda revolusi dan hubungan politik. Pendanaan diambil dari anggota dan para donatur,
Diantara metodenya adalah setiap anggota wajib belajar menggunakan senjata, dan siap untuk melakukan peperangan dalam kondisi apapun di saat telah di umumkan jihad, setiap anggota wajib mempersiapkan sendiri perbekalan dan persenjataannya. Walau mereka kesulitan dan tidak mampu mempersiapkan itu, namun banyak diantara mereka yang rela tidak makan demi untuk membeli senjata dan demi persiapan perang itu sendiri.
Fase perpindahan kepada perlawanan bersenjata, pada akhir tahun 1928, pada bulan agustus 1929 tejadi revolusi kilat (Al-Barraq) sebagai langkah permulaan untuk menguatkan mentalitas para anggota, dan yang bertindak sebagai Pemimpin adalah Al-Qassam sendiri. Ketika genderang perang ditabuh pada tahun 1935 menurut Subhi Shalih –salah seorang anggota-Al- Qassam telah memiliki 1000 pucuk senjata dan basis pertahanan di Al-Ladziqiyyah.
Meskipun Jamaah ini baru mengumumkan perang pada tahun terakhir, tetapi ia telah melakukan berbagai penyerangan-penyerangan antara 1930-1932 sebagai sarana untuk menghilangkan rasa takut dalam diri anggota, mengadakan presure atas pemerintah Arab, Inggris dan Yahudi.
Pada bulan november 1935 Jamaah Al-Qassam ‘Al-Jihadiyyah’ mengumumkan perang! Dan pada akhir bulan oktober, setelah beliau menjual rumahnya di Haifa, kemudian diikuti oleh beberapa anggota yang lain menjual perhiasan milik istrinya, dan menjual sebagian perabot rumah tangga mereka untuk mendapatkan persenjataaan.
Al-Qassam telah mempelopori munculnya revolusi besar 1936-1939. di daeran Nur Al Syams 15 april 1936 yang dipimpin oleh Al Syekh Farhan As-Sa’adi. Sebagaimana mereka juga mempelopori timbulnya gerakan perlawanan 26 september 1937 dengan terbunuhnya seorang gubernur Inggris untuk wilayah Al Jalil “Andrus”.
Lagi-lagi Al-Qassam memiliki andil dalam mengatur dan memimpin revolusi (tiga dari enam pemimpinnya berasal dar Al-Qassam) yang di pilih pada 2 september 1936 dengan Fauzy Al-Qawqaji sebagai pemimpin umum yang berlangsung sampai berakhirnya revolusi 12 oktober 1936.
Di wilayah selatan Palestina yang menjadi pemimpin adalah Abu Ibrahim Al Kabir Al-Qassami, dan kebanyakan dari para pemimpin di daerah ini adalah anggota Al-Qassam (Abu Muhammad al Shofuri, Sulaiman Abdul Jabbar, Abdullah Al Asbah, Taufik Ibrahim, abdullah Al Syair). Di daerah Nablus bendera diusung oleh empat pemimpin, dua diantaranya anggota Al-Qassam, dan masik banyak lagi di tempat-tempat lain. Secara umum Al-Qassam memiliki peran yang sangat strategis dalam revolusi Palestina baik sebagai pemimpin, prajurit, pengambil kebijakan dan strategi perang.
Ketika diumumkan perang besar 1947-1948, tampillah pasukan Al-Qassam di bawah kepemimpinan Al-Hajj Amin Al-Husain sebagai panglima jihad suci (Jihad Al Muqaddass) bersama tentara penyelamat yang dipimpin oleh Fauzi Al-Qawqaji. Di wilayah selatan mereka tetap ikut ambil bagian dalam pertempuran-pertempuran meskipun bukan dari unsur mereka yang menjadi pemimpin. Dan mereka tetap berjihad mengikuti pemimpin tertinggi tersebut.
Al-Qossam hanyalah sebatang busur, dan para sahabatnya laksana anak panah yang meluncur. Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Direntangkan-Nya busur itu dengan kekuasaan-Nya hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat. Meliuk dalam suka cita rentangan tangan Sang Pemanah. Sang Pemanah mengasihi anak panah yang melesat laksana kilat, sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap.
Keteladanan yang bisa ditiru dari perjuangan beliau adalah keikhlasan, pengorbanan dan senantiasa menebarkan kehangatan dengan orang-orang di sekitarnya. Sifat-sifat ini sangat membantu kesuksesan dalam medan da’wah, jalan yang ditempuh oleh para Nabi utusan Allah. Al-Qossam dan para sahabatnya telah menjadi penghuni rumah masa depan yang kini tengah dinikmatinya. Al-Qossam telah menjadi milik zaman dan sejarahnya.  Birruuh…biddaam…nafdika ya Islam… !!!

/@cwi

selengkapnya...

Demi Palestina, Sultan Hidup Merana



Bendera Palestinadakwatuna.com -Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya.
Di depan masjid ini, terlalu banyak kisah yang memilukan hati menimpa diri dan keluarga Sultan. Percobaan pembunuhan dengan meletakkan bom di dalam kereta kuda Sultan. Pengeboman itu terjadi berselang beberapa saat usai shalat Jumat. Allah masih menghendaki Sultan Abdul Hamid tetap bertakhta memimpin umat. Upaya menghabisi nyawa orang nomor satu di dunia Islam itu kandas.
Di depan istana ini, Sultan sering melaksanakan shalat dan keluar menyapa rakyat yang selalu dekat di hatinya.
Di situ juga, Sultan sesekali menunggang kuda ditemani anaknya Aishah, sambil menitahkan arti penting menegakkan syariah bagi muslimah. Sejak saat itu anaknya mutahajibah (berhijab) sempurna, ini menandakan putrinya Aishah Osmanuglu telah memasuki usia aqil baligh.
Istana Yildiz yang terbuat dari kayu ini adalah tempat tinggal pilihan Sultan Abdul Hamid II, setelah beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan kaum keluarganya yang sebelum ini di Istana Dolmabahce.
Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.
Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.
Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta  birokrat-birokrat yang korup.
Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat,  intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).
Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan  kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil  mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.
Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.
Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.
Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.
Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.
Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah.
Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (Menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :
1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.
Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”
Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.
“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka.
“Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun.
Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.
Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.
“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya.
Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.
“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan.
Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.
“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar.
“Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.
Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.
Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu.
Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.
Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah  seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:
“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini  telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi  bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.
Saya tetap dengan tegas  menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”
Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.
Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri  Yahudi  di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada  Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.
Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang  mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah  yang anda bina bisa memaklumi semua itu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
22 September 1909

ttd

Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)
Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.
“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!
Sumber; Harb, Muhammad (1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam, ; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (2003). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar, 403-425
/@cwi

selengkapnya...

/@cw

Perang Istana Besar dan Runtuhnya Imperium Portugis

E-mail Print PDF
Allah Azza wa Jalla membuktikan pertolongan-Nya dalam Perang Istana Besar serta mengenyahkan bendera kufur
oleh: NugraPORTUGIS merupakan imperium yang diperhitungkan dalam kancah internasional pada awal abad ke-16. Penjelajahnya menjadi pioner, bahkan telah mendarat di dunia baru Amerika dan berbagai belahan dunia lain di timur, Hindia. Kejayaannya berkibar dan bersaing dengan negara-negara Eropa Barat lainnya yang sedang berjuang mencari dunia baru paska takluknya Konstantinopel yang membuat Eropa mengalami isolasi ekonomi dari dunia timur.

Hanya separuh abad Portugis menikmati kejayaannya, sampai nasib tragis di Afrika Utara pada tahun 1578 M yang merontokkan kedigdayaannya tanpa pernah bisa berdiri lagi hingga detik ini. Peristiwa Perang Wadil Makhazin atau Perang Istana Besar atau dikenal pula sebagai Perang Tiga Raja (Battle of Three Kings), menjadi kenangan terpahit dalam sejarah Portugis yang mencoba menjajah Maroko, Afrika Utara pada saat itu. Bahkan dalam ensiklopedia Wikipedia tentang sejarah Imperium Portugis (Portuguese Empire), peristiwa besar ini tidak disinggung sedikit pun karena menjadi aib besar takluk di tangan mujahidin.

Geopolitik Laut Tengah

Pada tahun 1578, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah berada pada masa puncak kejayaannya di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Qonuni. Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Turki saat ini hingga di perbatasan Hungaria di sebelah barat, Timur Tengah (Syiria hingga Hijazz), Mesir dan seluruh wilayah Afrika Utara minus Maghrib (Maroko). Laut Timur Tengah berada dalam hegemoni Utsmaniyah. Terjalin persekutuan erat dengan Perancis sehingga Eropa dalam keadaan terpecah belah, namun memiliki semangat yang sama, penjelajahan dan penaklukkan dunia baru.

Kompetisi dalam mencari dunia baru berlangsung begitu cepat dan dipenuhi pertumpahan darah. Kapal-kapal Portugis, Spanyol, Inggris, Perancis, Italia telah melanglang buana sejak tersebarnya penemuan Amerika oleh Colombus pada tahun 1492 M serta penemuan ladang emas Inca-Maya oleh Cortez plus pembantaian bangsa Inca-Maya. Sehingga semakin menambah ambisi Portugis dan negara Eropa lainnya melakukan penjajahan.

Tahun 1578, di Maroko, Afrika Utara, terjadi konflik penguasa antara Abu Abdullah Muhammad Mutawakkil as-Sa’di dengan pamannya, Abdul Malik. Setelah kalah oleh sang paman, as-Sa’di lantas meminta bantuan kepada raja Portugis, Sebastian, untuk mengalahkan Abdul Malik yang beraliansi dengan Turki Utsmani yang saat itu dipimpin Sultan Sulaiman al-Qonuni.

Permintaan as-Sa’di dengan senang hati diterima oleh Sebastian yang juga memiliki misi untuk menaklukkan negeri muslim di Afrika Utara. Didorong oleh fanatik Katolik, perluasan imperium dan misi perang salib untuk menggulung Utsmaniyah, datanglah Sebastian bersama sukarelawan dari Spanyol, tentara bayaran dari Jerman, Italia serta tokoh Inggris berpengaruh, Thomas Stukley. Sejumlah 500 kapal dipergunakan untuk menyeberangkan pasukan Portugis ke Maroko dengan jumlah pasukan 23.000 (sumber Barat), sementara sejarawan muslimin menyebutkan pasukan musuh sejumlah 125.000 orang.

Pengkerucutan jumlah pasukan biasa dilakukan sejarawan Barat untuk membuat pemakluman atas kekalahannya. Untuk besar jumlah pasukan muslimin, baik sumber Barat maupun muslimin menyebutkan jumlah yang sama, yakni 40.000 orang, yang terdiri dari 35.000 pasukan Abdul Malik dan 15.000 pasukan bantuan Utsmaniyah.

Pasukan Portugis mendarat tanggal 24 Juni 1578 di Arzila, Maroko. Seruan jihad segera berkumandang di seluruh penjuru Maroko,  “Pergilah kalian ke Wadil Makhazin untuk berjihad di jalan Allah!”

Berdatanganlah dari berbagai pelosok Maroko para mujahidin di bawah pimpinan Abdul Malik al-Mu’tashim Billah. Sementara itu, as-Sa’di melancarkan perang opini dan fatwa dengan berupaya memecah belah muslimin melalui pengiriman surat kepada penduduk Maroko yang berbunyi,

 “Saya tidak pernah meminta bantuan pada orang-orang Kristen, kecuali saat tidak dapat bantuan lagi dari muslimin. Bukankah para ulama mengatakan, ‘Boleh saja bagi manusia meminta bantuan pada siapa saja atas orang yang merampas haknya dengan semua cara yang bisa dia lakukan.’ Dengarkanlah ancaman Allah, “Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (al-Baqarah : 279).”

Opini yang dilancarkan as-Sa’di segera mendapatkan jawaban keras dari ulama-ulama Maroko, setelah pembukaan surat tahmid dan sholawat,

 “… Adapun perkataanmu bahwa kau kembali kepada mereka tatkala tidak ada lagi pertolongan dari muslimin, maka di dalamnya ada larangan yang akan mendatangkan kemurkaan Rabb-Mu. Salah satunya adalah karena engkau meyakini bahwa sesungguhnya semua kaum muslimin berada dalam kesesatan, dan sesungguhnya kebenaran tidak bisa ditegakkan kecuali dengan bantuan orang-orang Kristen. Kita berlindung kepada Allah. Kedua, sesungguhnya kamu meminta pertolongan kepada orang-orang kafir untuk memerangi muslimin.

Padahal Rasululllah bersabda, “Sesungguhnya saya tidak pernah meminta pertolongan pada orang-orang yang menyekutukan Allah.”

Engkau sendiri telah membanggakan diri dalam suratmu bersama gerombolan orang-orang Romawi yang kini berada bersamamu. Dan kau merasa terangkat dengan datangnya raja itu dengan tentaranya. Lalu bagaimana posisimu dengan firman Allah berikut,

 “Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah : 32)

Amir Abdul Malik juga mengirimkan surat kepada Sebastian, “Sesungguhnya pengaruhmu telah nampak sejak engkau pertama kali keluar dari negerimu, sedangkan engkau membawa permusuhan. Maka janganlah engkau bergerak dulu sebelum kami datang kepadamu. Jika itu yang engkau lakukan, maka engkau benar-benar seorang Kristen yang pemberani. Dan jika tidak, maka engkau tak lebih dari anak anjing. Bukanlah sikap pemberani dan bukan pula ksatria jika seseorang datang pada penduduk yang tidak terlindungi dan dia tidak menanti orang-orang yang siap perang.”

Surat ini membuat marah Sebastian namun berhasil membuatnya memutuskan untuk menunggu meskipun penasihat dan komandan perangnya meminta untuk tetap segera melakukan pendudukan. Strategi Abdul Malik berhasil.

Bertemulah 125.000 pasukan Portugis dan 40.000 pasukan muslimin di sebuah daerah yang bernama Istana Besar (Ksar al-Kabir), lebih 100 km di sebelah selatan Tangier dan 20 km jauhnya dari pantai. Kecerdasan taktik Abdul Malik berhasil memancing dan mengisolasi pasukan Sebastian dari pasukan artileri armada kapalnya di pantai. Pasukan kavaleri juga dikirimkan untuk menghancurkan jembatan di belakang Sebastian sehingga memutus jalur bantuan dan pelarian musuh.

Abdul Malik mengatur meriam artileri di bagian depan kemudian pasukan infantri dan pemanah di tengah memanjang serta kavaleri kudanya di sayap kanan dan kiri. Sebenarnya Abdul Malik dalam kondisi menderita sakit, namun semangat jihadnya yang menggelora membuatnya tegar.

 “Sejak kapan seseorang yang sakit mendapat pengecualian dalam jihad di jalan Allah?” Jawabnya ketika diminta untuk tidak terjun di medan perang.

Hari Bersejarah

Senin tanggal 30 Jumadil Akhir 986 H atau 4 Agustus 1578 M menjadi hari bersejarah, baik bagi Portugis maupun Maroko dan khususnya dunia Islam. Pagi itu Sultan Abdul Malik berdiri di depan pasukannya menyampaikan khutbah jihad menjelang perang.

Ia membacakan ayat-ayat Allah yang menggelorakan jihad,  “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hajj : 40).

 “Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(al-Anfal : 10).

 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (al-Anfal : 15).

Sultan Abdul Malik terus membakar semangat muslimin untuk mati syahid. Di seberang mereka, para kardinal Portugis pun melakukan hal yang sama, membakar semangat pasukannya yang dipimpin Sebastian. Pasukan Portugis menjadikan perang ini sebagai bagian dari Perang Salib.

Perang ditandai dengan 10 letusan meriam dari kedua belah pihak. Takbir menggema dari muslimin menggetarkan siapa pun yang mendengarnya. Majulah kedua pasukan saling merangsek. Sultan Abdul Malik maju di barisan depan menyerang pasukan tengah musuh. Namun penyakitnya yang parah membuatnya harus dibawa kembali ke dalam tenda. Di tenda ini, hanya ditemani saudaranya Ahmad al-Manshur serta pengawalnya Ridwan al-Alaj, Sultan memberikan intruksi perang dan meminta kematiannya disembunyikan dari mujahidin hingga akhirnya Sultan Abdul Malik pun wafat.

Gelora jihad yang besar disertai taktik perang yang jitu berhasil menekan pasukan Sebastian baik di barisan tengah maupun sayapnya. Muslimin yang dibantu kavaleri elit Janisari Utsmaniyah yang merupakan momok menakutkan bagi Eropa, berhasil menggulung pasukan sayap Portugis. Seluruh pasukan Portugis lari mundur ke jembatan Sungai Wadil Makhazin. Sayangnya jembatan harapan itu telah dihancurkan, aroma kematian menghinggapi pasukan Kristen Portugis, banyak yang mati tercebur ke sungai, termasuk as-Sa’di dan Sebastian yang mayatnya tidak pernah ditemukan, sisanya tertawan dan terbunuh oleh pedang tombak tentara Allah. Selama 4 jam 20 menit, Allah menunjukkan pertolongan-Nya dengan menghinakan pasukan Portugis di negeri muslimin.

Paska perang Istana Besar ini, naiklah Ahmad al-Manshur sebagai Sultan di Maroko. Kabar kemenangan segera tersebar di seluruh negeri muslimin dan disambut dengan suka cita. Wibawa muslimin khususnya Maroko meningkat sehingga datanglah utusan-utusan dari berbagai negeri Eropa mengirimkan hadiah dan hubungan dagang.

Di sisi lain, Portugis mengalami masa-masa kegelapan, di mana imperiumnya di beberapa belahan dunia runtuh dan dicaplok oleh negara-negara Eropa lainnya, hanya tersisa Timor Leste yang tersisa hingga abad ke-20. Kerajaan Portugis sendiri dikuasai dan berada dalam genggaman Spanyol berabad-abad lamanya.

Allah Azza wa Jalla membuktikan pertolongan-Nya dalam Perang Istana Besar serta mengenyahkan bendera kufur yang hendak menjajah negeri muslimin. Allah mengilhamkan kemampuan strategi dan taktik cerdas kepada Sultan Abdul Malik sehingga musuh yang tiga kali lipat jumlahnya dapat dihancurkan total. Semoga menjadi cambuk bagi perjuangan muslimin di seluruh bumi-Nya.[www.hidayatullah.com]
Nugra adalah penulis buku "Panglima Surga"
Sumber :


1.      Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyyah oleh Ali Muhammad As Shalabi.

2.      www.wikipedia.org, Battle of Three Kings.
i

selengkapnya...

/@cwi

Seberapa Jahiliyahkah Zaman Kita?

E-mail Print PDF
Apakah yang berbeda pada masa jahiliyah dengan zaman sekarang ini?

Oleh: Syahrul Efendi D

Istilah jahiliyah bagi sebagian orang masih enggan untuk diperbincangkan. Bukan karena apa. Tapi orang maklum bahwa istilah itu berkonotasi keras dan tidak toleran. Seolah-olah dalam kesadaran orang tumbuh mesin detektor penyeleksi bagi segala pikiran yang dianggap tidak toleran. Orang amat merasa sial kalau dituduh tidak toleran.

Orang lebih memilih pura-pura toleran dengan mengerem segala wacana yang tidak toleran daripada menjadi jujur apa adanya.

Tapi ini bukan soal toleran atau tidak. Ini soal kemauan untuk membuka masalah secara jujur: apa benar kita jahiliyah atau tidak. Dan sejauh mana kejahiliyahan kita apabila dibandingkan dengan masa sebelum Muhammad. Sebab munculnya istilah jahiliyah untuk menggambarkan situasi masyarakat pra Islam di Mekkah. Disebut jahiliyah karena memang acuan nilai masyarakat pra Islam sungguh amat bodoh. Benar-benar berada di luar akal sehat.

Sekedar mengambil gambaran singkat sejahiliyah apakah situasi ketika itu, kita dapat menilainya dari puisi-puisi yang diciptakan di masa itu. Puisi-puisi itu amat berguna mendeskripsikan situasinya. Hal ini  misalnya tergambar oleh rangkaian syair Zuheir bin Abi Salma, seorang penyair terkenal di zaman jahiliyah:

“Siapa saja yang tidak menjaga kehormatan diri dan kebebasannya dengan pedang dan senjatanya, Akan dimusnahkan orang, begitu juga siapa yang tidak melakukan kezaliman terhadap orang lain, akan menerima kezaliman orang lain ke atas dirinya.”

Juga digambarkan oleh pepatah Arab zaman jahiliyah yang berbunyi:

“Bantulah saudaramu baik dia seorang zalim atau seorang yang dizalimi.”


Minuman keras dan judi merupakan kebiasaan sehari-hari yang sangat meluas di masyarakat. Bahkan merupakan suatu kebanggaan masyarakat.

Gambaran masyarakat itu dilukiskan oleh penyair Tarfah bin Al-Abd: “Seandainya tiada tiga syarat kebanggaan pemuda, hidupku takkan meriah dan aku tak akan menjamu teman sebaya: Bujukan manis si genit jelita berwajah ayu, hidangan arak membuih, si genit pembuka selera, kepingan uang gemerincing menjamu teman seiring, uang baru dan sisa peninggalan lama, semuanya ku hamburkan seenak rasa. Aku ingin disanjung dipuja. Akulah pemuda gagah perkasa…”
Pelacuran dalam berbagai bentuknya sudah menjadi tradisi kebanggaan masyarakat jahiliyah, seperti yang tergambar dalam hadis riwayat Aisyah RA:

"Perkawinan di zaman jahiliyah ada empat jenis: Pertama: Perkawinan seperti yang berlaku di zaman kita, yaitu seorang lelaki meminang seorang anak perempuan orang lain yang halal dinikahinya, atau seorang perempuan yang di bawah jagaan orang lain yang menjadi walinya; manakala pihak kedua itu menerima pinangan itu, maka terjadilah perkawinan.

Kedua: Seorang suami berkata kepada isterinya ketika si isteri itu suci dari haidnya: pergilah kau menemui si anu itu dan ambillah keturunannya, lalu si suami itu tidak menyetubuhi isterinya itu hingga didapatinya si isteri itu mengandung hasil hubungan jenis dengan orang yang disuruh ambil keturunannya itu. Dan bila jelas si isteri telah benar-benar mengandung, barulah si suami itu menyetubuhi isterinya kalau dia mau.

Sang suami menyuruh isterinya berbuat demikian karena dia menginginkan seorang anak yang pintar. Perkawinan jenis ini dinamakan “kawin mencari anak pintar.”

Ketiga:
Sekumpulan laki-laki, kira-kira tak sampai sepuluh orang, bersepakat menyetubuhi seorang perempuan tertentu. Semua mereka melakukan persetubuhan itu (sesuai giliran masing-masing). Bila si perempuan hamil dan melahirkan, setelah berlalu beberapa waktu setelah kelahiran anak itu, maka perempuan tadi pun menjemput setiap orang yang terlibat dalam kesepakatan menyetubuhinya itu dahulu, dan dalam hal ini tidak seorang pun yang bisa mengelak dan melepaskan diri.

Setelah peserta kesepakatan itu berkumpul, maka perempuan itu pun berkata: “Wahai lelaki sekalian, kamu semua tentunya telah maklum tentang apa yang telah kalian lakukan. Nah ini dia, aku telah melahirkan anak kalian. Ini anakmu wahai si fulan...., beri namalah anakmu ini sesuka hatimu,” lalu diserahkannya anak itu kepada orang yang dipilihnya itu, dan orang itu tidak boleh menolak.

Keempat: Beberapa orang berkumpul untuk menyetubuhi seorang perempuan secara bergiliran (tanpa kesepakatan apa pun) dan perempuan itu tidak boleh menolak siapa saja yang ingin menyetubuhinya. Perempuan itu akan meletakkan selembar kain sebagai tanda di pintu rumahnya kalau ada seseorang yang sedang menyetubuhinya (siapa saja yang suka boleh menyetubuhinya).

Bila perempuan lacur itu mengandung dan melahirkan anak, seluruh lelaki tadi akan berkumpul dan membuat kesepakatan dan persetujuan sesama mereka tentang siapakah di antara mereka yang patut menjadi bapak anak itu; dan orang yang dipilih itu tidak boleh menolak keputusan bersama itu dan mesti sanggup menerima tanggungjawab sebagai ayah si anak itu. (HR Bukhari di dalam Bab Al-Nikah)

Lalu apakah yang berbeda dengan ungkapan yang sering kita dengar di zaman ini? Ada ungkapan zaman ini, “Sekarang yang haram saja susah, boro-boro yang halal.”

Budaya pop yang mengalir deras dewasa ini, mulai dari lirik-lirik lagu yang amat rendah secara moral, ketidakpedulian masyarakat terhadap perzinahan, hingga bumbu-bumbu setiap even baik konser musik maupun launching produk yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda birahi, seakan suatu menu wajib yang pasti ada. Apakah ini tidak mirip dengan situasi jahiliyah di masa pra Islam?

Mari kita beralih ke masalah yang menimpa zaman kita dewasa ini dengan sebuah kebodohan yang nyaris tiada bandingannya dalam sejarah umat manusia di muka bumi. Perhatikanlah masalah ini.

Dewasa ini kita semua dihantui oleh soal hancurnya tempat kita berhuni: Bumi! Anehnya semua tahu bahwa masalah ini akibat kerakusan manusia sendiri: industrialisasi dan over konsumsi. Industrialisasi menciptakan cerobong-cerobong pabrik di berbagai penjuru bumi. Over konsumsi menghanguskan energi-energi fosil, seperti minyak bumi dan batu bara. Semuanya menyumbang pemanasan global. Global warming, kata mereka.

Dalam beberapa abad atau mungkin tidak sampai beberapa abad, bumi akan hancur. Setidaknya separuh daratan tempat manusia tinggal akan tenggelam akibat gunung salju di kutub mencair.

Orang yang waras tentu menjawab selamatkan bumi dengan mengurangi konsumsi dan menghindari industrialisasi yang menghasilkan CO2. Tapi rupanya tidak banyak yang waras. Sebab kalau itu solusinya akan mengancam supremasi Negara-negara industri. Kalau demikian adanya, berarti hal ini sudah lain. Ini soal nafsu setan sebagian negara itu.

Anehnya banyak orang menerima ketidakwarasan ini. Solusi dengan penghutanan besar-besaran yang diusulkan negara-negara industri tersebut diterima secara wajar, meskipun tetap dihantui momok global warming. Apakah jenis keadaan mutakhir semacam ini bukan bentuk jahiliyah?

Jahiliyah kuno sifatnya tetaplah sama dengan jahiliyah mutakhir. Dalam hati kecil tahu bahwa hal itu tidak masuk akal, tetapi tetap dibiarkan karena menyangkut masalah kepentingan para pembesar dan kebiasaan yang sudah mengakar.

Membongkar dan memusnahkan kejahiliyahan semacam ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berpikir murni dan lurus. Orang semacam ini baru bisa lahir dari rahim Islam yang murni yang tunduk sepenuhnya kepada Allah, bukan kepada manusia.

Penulis adalah mantan Ketua Umum PB HMI MPO

selengkapnya...

/@cw

Tujuh Kiat Tinggalkan Maksiat

E-mail Print PDF
Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat

“Tiada hari tanpa maksiat”, kata ini mungkin lebih tepat untuk suasana hidup di zaman ini. Di kantor, di kampus, di jalan, bahkan di rumah sendiri, fasilitas maksiat tersedia.

Di kantor, godaan maksiat ada di mana-mana. Teman, orang luar, bahkan diri sendiri. Jika tidak karena iman, bukan mustahil akan mudah bermaksiat di hadapan Allah baik dengan terang-terangan atau tersembunyi. Kesempatan terbuka luas. Jadi kasis kita bisa memanipulasi uang, jadi pemasaran kita bisa memanipulasi dan korupsi waktu.  

Televisi kita 24 jam menyediakan tontonan penuh fitnah dan umbar aurat. Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat.

Memang, meninggalkan maksiat adalah pekerjaan yang tidak ringan. Ia lebih berat daripada mengerjakan taat (menjalankan yang diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya), karena mengerjakan taat disukai oleh setiap orang, tetapi meninggalkan syahwat (maksiat) hanya dapat dilaksanakan oleh para siddiqin (orang-orang yang benar, orang-orang yang terbimbing hatinya).

Terkait dengan hal tersebut Rasulullah Sallallahu aalaihi wa sallam. bersabda: "Orang yang berhijrah dengan sebenarnya ialah orang yang berhijrah dari kejahatan. Dan mujahid yang sebenarnya ialah orang yang memerangi hawa nafsunya."

Apabila seseorang menjalankan sesuatu tindak maksiat, maka sebenarnya ia melakukan maksiat itu dengan menggunakan anggota badannya. Orang yang seperti ini sejatinya telah menyalahgunakan nikmat anggota tubuh  yang telah dianugerahkan Allah pada dirinya. Dalam bahasa lain dapat dikatakan, ia telah berkhianat atas amanah yang telah diberikan kepadanya.

Setiap kita berkuasa penuh atas anggota tubuh kita, pikiran dan jiwa kita. Akan tetapi, terkadang, kita begitu susah menggendalikan apa yang menjadi ‘milik kita’ itu. Tangan, mata, kaki dan anggota tubuh yang lain, kerap bergerak diluar kendali diri, yang tak jarang bertentangan dengan idealisme atau nilai-nilai keyakinan  yang kita anut dan kita yakini. Padahal, rekuk relung kalbu  kita bersaksi bahwa semua anggota tubuh itu, kelak  akan menjadi saksi atas segala perbuatan kita di Padang Mahsyar.

Firman Allah SWT : "Pada hari ini (Kiamat) Kami tutup mulut-mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian lah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka lakukan (di dunia dahulu)." (Yassin:  65).

Bagaimana agar kita selamat dari maksiat?

Di bawah ini beberapa ikhtiar, yang bila dijalankan secara sungguh-sungguh, insya Allah membawa faedah.

1. Menjaga Mata

Peliharalah mata dari menyaksikan pemandangan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti  melihat perempuan yang bukan mahram. Hindari, atau minimal kurangi-- untuk pelan-pelan tinggalkan sejauh-jauhnya--  melihat gambar-gambar yang dapat membangkitkan hawa nafsu. Termasuk menjaga mata, janganlah memandang orang lain dengan pandangan yang rendah(sebelah mata/menghina) dan melihat keaiban orang lain.

2. Menjaga Telinga

Menjaga telinga dari mendengar perkataan yang tidak berguna seperti: ungkapan-ungkapan mesum/kotor/jahat. Poin kesatu dan kedua ini menjadi tidak mudah di saat di mana gosip telah menjadi komuditas ekonomi. Gosip telah menjadi kejahatan berjamaah yang dianggap hal yang lumrah dilakukan, dan wajib ditonton dan disimak. Kehadirannya disokong dana yang tidak sedikit, dimanajeri, ada penulis skenarionya, ada kepala produksinya, ada reporternya dan seterusnya.

Rasulullah S.A.W. bersabda : "Sesungguhnya orang yang mendengar (seseorang yang mengumpat orang lain) adalah bersekutu (di dalam dosa)dengan orang yang berkata itu. Dan dia juga dikira salah seorang daripada dua orang yang mengumpat."

Oleh karenanya, menjaga mata-telinga adalah pekerjaan yang memerlukan energi dan kesungguhan yang kuat dan gigih.

3.Menjaga Lidah

Lidah adalah anggota tubuh tanpa tulang yang kerap mengantarkan pada perkara-perkara besar. Kehancuran rumah tangga, pertengkaran sahabat karib, hingga peperangan antar negara, dapat dipicu dari sepotong daging kecil di celah mulut kita ini.

Rasulullah Saw. bersabda : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya.” (Riwayat Athabrani dan Al Baihaqi)

Jagalah lidah dari perkara-perkara seperti berbohong, ingkar janji, mengumpat, bertengkar / berdebat / membantah perkataan orang lain, memuji diri sendiri, melaknat(mncela) makhluk Allah, mendoakan celaka bagi orang lain dan bergurau( yang mengandung memperolok atau mengejek) orang lain.

4. Menjaga Perut

Yang hendaknya selalu di ingat:  perut kita bukan tong sampah! Input yang masuk ke dalam perut akan berpengaruh langsung/tidak langsung terhadap tingkah laku/sikap/tindakan kita. Karenanya, peliharalah perut dari makanan yang haram atau yang syubahat. Sekalipun halal, hindari memakannya secara berlebihan. Sebab hal itu akan menumpulkan pikiran dan hati nurani. Obesitas (kelebihan berat badan) adalah penyakit modern sebagai akibat lain dari tidak terkontrolnya urusan perut. 

5. Menjaga Kemaluan

Kendalikan sekuat daya dorongan melakukan apa-apa yang diharam kan oleh Allah SWT. Firman Allah-Nya:"Dan mereka yang selalu menjaga kemaluan mereka, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau apa-apa yang mereka miliki (daripada hamba jariah) maka mereka tidak tercela." (Al Mukminun:  5-6)

6.Menjaga Dua Tangan

Kendalikan kedua tangan dari melukai seseorang (kecuali dengan cara hak seperti berperang, atau melakukan balasan yang setimpal). Katakan “stop”, pada tangan, ketika akan bertindak sesuatu yang diharamkan, atau menyakiti makhluk Allah, atau menulis sesuatu yang diharamkan atau menyakiti perasaan orang lain.

7.Menjaga Dua Kaki

Memelihara kedua kaki dari berjalan ke tempat yang diharamkan atau berjalan menuju kelompok orang atau penguasa yang zalim tanpa ada alasan darurat karena sikap dan tindakan itu dianggap menghormati  kezaliman mereka, sedangkan Allah menyuruh kita berpaling dari orang yang zalim.

Firman Allah SWT. : "Dan jangan kamu cenderung hati kepada orang yang zalim, nanti kamu akan disentuh oleh api neraka." (Hud: 113)

Pintu-pintu bagi masuknya maksiat terbuka lebar pada ketujuh anggota tubuh di atas. Pun kunci-kuncinya ada dalam genggaman tangan kita untuk membendungnya. Jadi, semua kembali kepada manusianya. Tentu hamba Allah yang cerdik, adalah mereka yang  mempergunakan amanah tubuh untuk senantiasa berjalan di atas rel keridhaan-Nya.

Akhirul kalam, ada sebuah hadits Nabi mengatakan, “Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya.” (Riwayat Abu Ya’li). Nah, bagaimana dengan kita?  [Ali Athwa/hidayatullah.com]
 
i

selengkapnya...

/@cw

Mestikah Kita Takut pada Islam?

E-mail Print PDF
Ada penjahat di AS keturunan Afrika tak ditampilkan mewakili sebagai komunitas di berita TV. Tapi mengapa Islam selalu diberitakan secara berlebihan?  
Hidayatullah.com--Pada masa ketika bangsa kita menyaksikan meningkatnya perilaku intoleran, yang melintasi batas-batas budaya, entah berdasarkan ras, agama atau orientasi seksual, pada saat yang sama kita terpaku pada berita media nasional yang dipenuhi konflik dan kontroversi padahal kita sangat membutuhkan media yang melaporkan fakta-fakta secara berimbang. Sebuah acara berita nasional baru-baru ini menguatkan keprihatinan ini. Izinkan saya menerangkan apa yang saya maksud.
 
Bayangkan sebuah acara televisi ternama atau artikel majalah berita dengan judul, Mestikah Orang Amerika Takut pada Orang Kulit Hitam?
 
Bayangkan musik hip-hop stakato mengawali acara itu, dengan klip-klip yang menampilkan anggota geng kulit hitam yang memikul senjata, berkeliaran di kota, dan tampak menyeramkan. Bayangkan sebuah tato di pundak yang gambarnya diperbesar dan tato itu bertuliskan "Jahat sepanjang Hayat" (Thug for Life).
 
Begitu pembawa acara (yang namanya cukup terkenal) membuka acara, bayangkan bahwa pakar kulit putih yang hendak menyampaikan pendapat tentang akar penyebab kerusakan kota adalah orang yang dikenal rasis seperti David Duke, mantan perwakilan dari negara bagian Louisiana dan pemimpin Ku Klux Klan – sebuah gerakan supremasi kulit putih yang pernah meluas. Dengan muka polos, dan tanpa perasaan bersalah, pembawa acara meminta pendapat dari Duke, lalu Duke pun menyatakan, “Ketika orang Amerika melihat kerusuhan Los Angeles, mereka melihat masa depan mereka,” yang merujuk pada kerusuhan pada 1992 yang meletus menyusul pembebasan empat polisi kulit putih yang diadili lantaran memukuli Rodney King, seorang pengendara motor beretnis Afrika-Amerika.
 
Bayangkan kamera-kamera televisi berusaha mencari pendapat orang-orang kulit hitam “yang sebenarnya”. Daerah mana yang para kamerawan itu datangi? Kawasan kumuh tentu! Maksud saya, di mana lagi orang-orang kulit hitam tinggal?
 
Pembawa acara mengundang orang-orang Amerika biasa untuk meminta para pakar menjelaskan patologi orang kulit hitam: "Mengapa musik rap sangat merendahkan perempuan?" tanya Cynthia dari Wyoming. "Mengapa banyak sekali orang kulit hitam yang berada di lapis ekonomi dan pendidikan paling bawah?" tukas Chuck dari New York.
 
Apakah permulaan ini tidak mengenakkan? Tentu ya. Tanya saja Don Imus, seorang pembawa acara radio Amerika yang ditembak pada 2007 lantaran melontarkan ucapan rasis dan seksis, tentang “nikmatnya” membuat stereotipe tentang orang-orang kulit hitam. Tambahkan orang-orang Yahudi, Katolik, kaum gay dan yang lain. Bukan ide yang bagus.
 
Kini gantilah orang kulit hitam dengan Muslim, dan begitulah bagaimana ABC News memperlakukan Islam dan Muslim dalam acara-acaranya, 20/20 dan This Week with Christiane Amanpour.
 
Ada klip-klip video “wajib” tentang kamp pelatihan teroris, pesawat-pesawat yang terbang menuju Menara Kembar WTC, korban-korban “pembunuhan demi kehormatan”. Para pakar Muslim yang tampil – yang terkesan “islami” karena berjenggot panjang dan berpeci – diantaranya adalah satu orang yang menyatakan bahwa suatu saat bendera Islam akan berkibar di atas Gedung Putih. Para pakar non-Muslim yang tampil – Robert Spencer (dedengkot anti-Muslim dalam kontroversi Park51), Ayaan Hirsi Ali (penulis anti-Muslim yang banyak karyanya) dan Franklin Graham (yang mengatakan Islam “adalah agama yang sangat jahat dan keji ") – dikenal, bahkan kondang, dengan lontaran-lontaran kebencian anti-Muslim.
 
Tentu, tokoh-tokoh ini dengan tegas “sepakat” dengan orang-orang yang berjenggot panjang dan berpeci putih itu, dan mengulang propaganda bahwa Islam menuntut para pemeluknya untuk menguasai orang lain. Di antara Muslim “biasa” yang diwawancarai adalah seorang perempuan bercadar (kurang dari satu persen Muslimah di Amerika mengenakan cadar), dan orang-orang Muslim di kota-kota yang dipandang banyak Muslimnya seperti Dearborn, Michigan dan Patterson, New Jersey.
 
Apakah sebagian orang Amerika takut pada orang kulit hitam? Tentu. Tapi kita tidak menguatkan ketakutan-ketakutan itu melalui penggambaran tampang sok polos dalam acara berita terpandang. Tapi mengapa ketakutan pada Muslim diperkuat oleh siaran-siaran televisi?
 
Adakah penjahat di Amerika yang merupakan orang Afrika Amerika? Lagi-lagi, ya. Tapi mereka tidak ditampilkan sebagai mewakili komunitas mereka dalam acara-acara berita ternama. Mengapa acara-acara serupa mencari-cari orang Muslim yang paling menakutkan dan secara berlebihan menampilkan mereka sebagai juru bicara [semua umat] Muslim?
 
Tidak ada jurnalis yang akan meminta orang kulit hitam yang membawa tas kerja di jalanan untuk menjelaskan patologi seorang penjahat Afrika-Amerika hanya karena warna kulitnya sama. Tapi para jurnalis meminta Muslim Amerika biasa untuk menerangkan perilaku orang-orang yang senang membunuh dan para ekstremis, dan dengan begitu menghubung-hubungkan antara orang-orang yang “gila” dan komunitas kebanyakan.
 
Adakah orang-orang yang ingin mengungkapkan teori rasis tentang kejahatan orang kulit hitam, dari masalah dalam gen orang kulit hitam hingga berbagai kekurangan dalam budaya orang kulit hitam? Banyak. Tapi mereka muncul di acara berita hanya sebagai contoh rasisme, bukan sebagai pakar tentang ras.
 
Kita sedang di tengah perbincangan nasional tentang rasa memiliki. Ancaman pembakaran al-Qur’an di Florida dan kontroversi seputar pusat kegiatan Islam di pinggiran Manhattan adalah contoh dari perbincangan nasional tentang apakah Amerika bisa membentangkan tangan lebar-lebar untuk juga merengkuh kaum Muslim. Penggambaran yang sensasional dan tak bertanggung jawab tentang Muslim dalam media populer memang bukan penyebab Islamofobia, tapi bisa memperparah. Acara berita dan laporan media belakangan tidak turut menerangkan ataupun memahami perbincangan nasional ini; sungguh disayangkan.
 
Tapi perbincangan ini harus berlanjut. Dan saya harap perbincangan ini berlanjut di masjid-masjid, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan tempat-tempat suci yang lain, dan orang Amerika dari semua agama bicara bertatap muka tentang perbedaan dan tentang kemanusiaan kita bersama – bebas dari stereotipe yang belakangan sangat mencolok dalam acara televisi dan majalah kita. [ditulis  Keith Ellison (D-MN) di newsweek.washingtonpost.com, Ellison adalah Muslim pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres AS. Artikel ini disebarluaskan oleh Kantor Berita Common Ground (CGNews) seizin pengarang] i

selengkapnya...

Ulama-ulama Nusantara yang Sudah Mendunia


E-mail Print PDF
Mereka umumnya menghabiskan hidupnya dengan mengajar di Mekah, sebagian lagi pulang ke Indonesia

Hidayatullah.com--
Sejarah mencatat beberapa ulama Indonesia pada masa lalu pernah berkiprah hingga namanya dikenal dunia. Mereka pada umumnya berguru ke Mekah dan Madinah. Sebagian menghabiskan hidupnya dengan mengajar di sana, sebagian lagi pulang ke Indonesia. Berikut di antara mereka:

Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Namanya tak hanya dikenal oleh masyarkaat Nusantara, tapi juga kaum muslimin di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India. Lahir di Banjar tanggal 15 Safar 1122 (17 Mei 1710). Selama hampir 35 tahun berguru pada ulama-ulama terkenal di Mekah dan Madinah seperti Syeikh Ataillah bin Ahmad Al-Misriy, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdiy, Syeikh Ahmad bin Abd Mun'im Syeikh, dan Muhammad bin Abd Karim Al-Qadiri.

Selepas berguru di Mekah dan Madinah, Al-Banjari kembali ke tanah air. Ia membuka pusat-pusat studi Islam untuk membantu masyarakat menimba ilmu pengetahuan.

Al-Banjari berhasil menulis berpuluh-puluh karya. Salah satu yang termasyhur adalah kitab Sabilal Muhtadin, yang kerap menjadi referensi para penulis buku fikih.

Pada 6 Syawal 1227 (3 Oktober 1812), Al-Banjari wafat. Untuk mengenang karya dan jasanya, masyarakat Banjarmasin mendirikan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi

Ia seangkatan dengan Hasyim Asyhari, pendiri Nahdlatul Ulama. Lahir di Candan, Sumatera Barat, pada tahun 1871.

Sulaiman menuntut ilmu agama di Mekah dan antara lain berguru pada ulama Minang yang tinggal di Tanah Suci, Syeikh Ahmad Khatib Abdul Lathif Al-Minangkabawi. Sekembali ke tanah air, ia menyebarkan ajaran Islam dengan sistem lesehan (duduk bersila). Baru pada tahun 1928, Al-Minangkabawi menggunakan bangku.

Pada tahun 1928 juga, Al-Minangkabawi bersama Syeikh Abbas Ladang Lawas dan Syeikh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya organisasi yang sempat menjadi partai politik, yaitu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Syeikh Sayyid Utsman Betawi

Nama lengkapnya Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi, namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 (2 Desember 1822).

Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Mekah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syeikh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Rahmatullah.

Semasa hidupnya, Mufti Betawi berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Dalam memutuskan suatu perkara ia dikenal sangat tegas. Tak heran kalau ulama-ulama asli Jakarta yang ada sekarang sangat mengagumi sosok Mufti Betawi dan menjadikannya guru teladan.

Syeikh Muhammad Khalil Al-Maduri

Lahir pada 11 Jamadil Akhir 1235 (27 Januari 1820) di Bangkalan, Madura. Al-Maduri berasal dari keluarga ulama. Ia sempat berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Al-Maduri semasa mudanya berhasil menghafal Al-Qur'an (hafizh). Juga mampu menguasai qiraah tujuh (tujuh cara membaca Al-Qur'an).

Tahun 1859 Al-Maduri menuju ke Mekah. Ia bersahabat dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Sekembalinya ke tanah air, Al-Maduri mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan, 1 kilometer dari tanah kelahirannya.

Pada masa penjajahan Belanda, ia sudah sepuh dan tak lagi mampu terlibat langsung dalam kontak fisik. Namun ia sangat aktif menumbuhkan sikap perlawanan kepada para pemuda di pondok pesantrennya. Akibatnya, Al-Maduri ditahan Belanda karena dituduh melindungi para pemberontak.

Muhammad Khalil Al-Maduri wafat pada usia 106 tahun (29 Ramadan 1341 atau 14 Mei 1923). Semasa hidup telah membina kader-kader ulama untuk generasi setelahnya, seperti KH Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang).

Syeikh Nawawi Al-Bantani


Al-Bantani kerap disebut sebagai “Imam Nawawi Kedua”. Gelar ini diberikan oleh Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.

Lahir pada penghujung abad ke-18 di Banten. Ia memiliki nama lengkap Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali Al-Jawi Al-Bantani.

Selama di Mekah, Nawawi Al-Bantani belajar pada beberapa ulama terkenal seperti Syeikh Ahmad An-Nahrawi, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki, Syeikh Ahmad Ad-Dumyati, Syeikh Muhammad Khathib Duma Al-Hanbali, Syeikh Zainuddin Aceh, dan Syeikh Ahmad Khathib Sambas.

Setiap kali mengajar di Masjidil Haram, ia selalu dikelilingi sekitar 200-an orang. Pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir, untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara khusus.

Syeikh Muhammad Mukhtar Al-Bughri
Lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Sya'ban 1278 (14 Februari 1862). Nama lengkapnya Muhammad Mukhtar bin Atharid Al-Bughri Al-Batawi Al-Jawi. Pendidikan agamanya didapat langsung dari orang tuanya. Semasa muda, ia telah mampu menghafal Al-Qur'an.

Tahun 1299 hijrah ke Betawi (Jakarta) untuk menimba ilmu kepada Sayyid Utsman. Tidak puas juga, ia kemudian menuju ke Mekah.

Selama di Mekah, Mukhtar Al-Bughri belajar kepada ulama termasyhur, Syeikh Ahmad Al-Fathani. Ia juga diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil-Haram selama 28 tahun.

Setiap kesempatan mengajar, ia selalu dikelilingi sekitar 400-an muridnya. Semasa hidupnya telah menulis berpuluh-puluh karya. Mukhtar Al-Bughri wafat di Mekah pada 17 Shafar 1349 (13 Juli 1930).

Syeikh Abdul Hamid Asahan

Nama lengkapnya Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Lahir di  Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, tahun 1298 H (1880).

Sejak kecil ia belajar kepada saudara iparnya yang bernama Haji Zainuddin. Setelah itu belajar kepada ulama termasyhur di Asahan bernama Syeikh Muhammad Isa, mufti Kerajaan Asahan.

Syeikh Muhammad Isa menganjurkan Abdul Hamid untuk menimba ilmu ke Mekah. Pasalnya, Abdul Hamid memiliki talenta untuk menjadi ulama.

Sampai di Mekah, Abdul Hamid Asahan langsung diterima belajar di halaqah Syeikh Ahmad Al-Fathani. Sayang, dua tahun kemudian Syeikh Ahmad Al-Fathani meninggal dunia (1325 H/1908). Walau berinteraksi hanya sekitar dua tahun, rasa kasih sayang Syeikh Ahmad Al-Fathani begitu kuat.

Abdul Hamid Asahan kemudian berguru pada Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabawi. Proses belajar ini sempat terganggu karena meletusnya Perang Dunia I (1914 - 1918). Ia terpaksa pulang ke Tanjung Balai Asahan.

Abdul Hamid kemudian mendirikan Madrasah 'Ulumil 'Arabiyah. Seiring berjalannya waktu, madrasah ini berkembang pesat dan menjadi termasyhur di Sumatera Utara.

Abdul Hamid Asahan melengkapi hidupnya dengan menulis berpuluh-puluh buku. Ia wafat pada 10 Rabiul Akhir 1370 (18 Februari 1951). [syahid/hid/hidayatullah.com]
  /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |