Bahaya!!! Bekasi Di Ambang Perang Agama

Oleh M. Fachry JUM'AT pagi (14/5/2010) beredar sms di kalangan kaum muslimin Bekasi yang mengabarkan bahwa Pemkot Bekasi telah menyewa Densus 88 untuk menghadang aksi umat Islam Bekasi di kantor Walikota.



Bukan hanya itu, dikabarkan juga bahwa pihak Kristen telah menyiapkan Laskar Kristus lengkap dengan senjata tajam yang dikumpulkan di sebuah gereja. Tentu saja hari itu kecemasan dan kegeraman merebak di seantero umat Islam Bekasi. "Wah, bisa meletus perang agama", ujar seorang muslim Bekasi.

Seusai shalat Jum'at, umat Islam telah berkumpul di Islamic Center Bekasi. Tak kurang dari 6.000 kaum Muslim kemudian bergerak ke Kantor Pemkot Bekasi. Di bagian depan, sebuah mobil bak terbuka sebagai komando aksi yang dikoordinir oleh Front Anti Pemurtadan Bekasi (FAPB), kemudian ribuan sepeda motor dan mobil dibelakangnya. Ribuan umat Islam lainnya berjalan kaki.

Aksi unjuk rasa yang berlangsung tertib itu diikuti oleh berbagai ormas Islam Bekasi Raya, antara lain: Persatuan Islam (PERSIS), Front Pembela Islam (FPI), Dewan Dakwah Islamiyah (DDII), Forum Umat Islam (FUI), Hizb Dakwah Islam (HDI), Gerakan Pemuda Islam (GPI), Gabungan Remaja Islam (GARIS) Bekasi, Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami (HASMI), Majelis Rasulullah, dan elemen ormas Islam lainnya. Mereka mengusung spanduk bertuliskan pesan damai, "Hargai Pluralitas, Runtuhkan Tirani Minoritas."

Para pengunjuk rasa juga membawa ratusan poster Walikota Bekasi Mochtar Mohammad yang dicerca karena diduga Walikota telah berkongkalikong dengan kelompok Kristen. "Mochtar Mohammad Makelar Gereja," "Mochtar Mohammad Pendukung Salibis.", demikian antara lain bunyi poster-poster itu. Poster Benny Tunggul (koordinator pawai Hardiknas yang melecehkan Islam di Masjid Al-Barkah ) juga dibawa demonstran, "Benny Tunggul Halal Darahnya", „Penjarakan Benny Tunggul", demikian antara lain tuntutan aksi massa umat Islam Bekasi.

Aksi damai sudah ditunggu ribuan aparat polisi dan Densus 88 di kantor Pemkot Bekasi. Tak terjadi apa-apa, sampai seluruh massa masuk ke halaman Pemkot. Beberapa tokoh perwakilan ormas Islam melakukan orasi meminta Walikota keluar untuk menerima Deklarasi Umat Islam. Namun, rupanya Walikota sedang tidak berada di tempat. "Walikota sedang tugas dinas ke Gorontalo", ujar Sekda Kota Bekasi Chandra Utama.

Chandra mempersilahkan 15 perwakilan Ormas untuk masuk ke dalam ruang Pemkot. Namun tokoh-tokoh Islam tak bersedia masuk. Malah oleh tokoh-tokoh Islam, Chandra didesak untuk membacakan Deklarasi Umat Islam dan menandatanganinya. Dengan didampingi Kapolresta Bekasi AKBP Imam Sugianto, Chandra menyampaikan kabar bahwa Mochtar Mohammad sudah kembali hari Senin 17 Mei dan bersedia menerima perwakilan ormas-ormas Islam.

Massa umat Islam kemudian keluar dari kantor Pemda Bekasi. Tak terjadi insiden apa-apa, juga tak ditemui Laskar Kristus bersenjata yang semula ramai diisukan itu. Tokoh Islam Bekasi Sulaeman Zachawerus kepada Suara Islam menandaskan: "Kalau sampai terjadi konflik antar kelompok agama, akibatnya akan parah sekali. Kita punya pengalaman di Ambon, Poso dan daerah-daerah lain. Itu cukup menjadi pelajaran kita", ujarnya.

Massa kemudian bergerak menuju lokasi Patung 3 Mojang (juga disebut Patung 3 Diva) di Kompleks Perumahan Harapan Indah. Patung 3 perempuan yang menurut bentuknya menyerupai patung-patung simbol Kristiani, berdiri diatas lingkaran batu-batu berair berdiameter 50-an meter dengan konstruksi besi-baja hitam menjulang tinggi ke angkasa.

Murharli Barda, Ketua FPI Bekasi yang menjadi penanggungjawab aksi damai umat Islam Bekasi, menjelaskan mengapa patung 3 Diva menjadi target demonstran. Pertama, pembuatan patung ini tanpa ada ijin. Kedua, di lokasi patung ini ditandai oleh umat Islam Bekasi sebagai simbol kemenangan tokoh Islam pendiri Bekasi, yakni KH. Noer Ali yang dulunya berhasil menghadang tentara Belanda. "Ada upaya sistematis untuk mengaburkan sejarah dan menghilangkan ciri-ciri Islam yang melekat pada Kota Bakasi", ujar Murharli kepada para wartawan.

Massa hampir tak terkendalikan untuk menghancurkan patung tersebut. Namun Murharli berhasil menenangkan massanya, mengingatkan demonstran untuk shalat Ashar. Sempat terjadi insiden kecil namun bisa diatasi. Karena masjid dan musholla jauh dari lokasi, banyak pendemo yang bertayamum kemudian shalat di aspal jalan dengan sajadah seadanya.

Adanya upaya menghilangkan identitas Islam bagi Kota Bekasi, dibenarkan oleh Sulaeman Zachawerus. "Dulu Bekasi terkenal dengan sebutan kota Beriman, Kota Ihsan, dan sebagainya. Kini sudah berganti dengan istilah Kota Patriot, dan konon akan diganti lagi dengan sebutan Kota Pancasila, yang sudah mulai didengung-dengungkan. Ini upaya sistematis menghilangkan ciri Islam di Kota Bekasi", paparnya.

Sebelumnya, pada hari Ahad (5/5/2010), umat Islam Bekasi juga telah menggelar Tabligh Akbar dan Apel Siaga Umat Islam Bekasi di Masjid Al Barkah Bekasi.

Alumni Bellamirnus Lecehkan Al Quran

Serangkaian aksi umat Islam Bekasi, mulai dari Tabligh Akbar dan Apel Siaga Umat Islam hingga Aksi Unjuk Rasa pada hari jumat (14/5) lalu itu merupakan respon terhadap serangkaian pelecehan terhadap Al-Qur'an dan Islam yang dilakukan oleh oknum penganut agama Kristen.Tindakan pelecehan terhadap Al Quran dilakukan oleh alumnus SMP Bellarminus bernama Felix di SMAN 5 Bekasi dengan foto menginjak Al-Qur'an dan pose "Al-Qur'an Fuck You."

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bekasi menemukan foto-foto berisi seorang pelajar menginjak Al Quran. Kasus tersebut terakhirnya dilaporkan ke Polres setempat. Polisi kemudian menyita sejumlah bukti-bukti berupa foto, sepatu untuk menginjak Al Quran tersebut, dan kamera. Pelajar bernama Felix itu pun akhirnya ditahan Polres Bekasi.

"Sudah ditahan di Polres. Dia dipanggil terus datang. Kita tetapkan sebagai tersangka penistaan agama," kata Kapolres Bekasi Kombes Pol Imam Sugianto, Jumat (14/5/2010).

Apa motif pelajar SMA itu melecehkan Al Quran?. "Nggak tahu apa dia bercanda atau tidak. Yang pasti dia sudah menghina salah satu agama. Menghina umat Islam," jelas Imam. Felix kemudian dijerat dengan pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.

Blog Santo Bellamirnus

Belum usai kasus pelecehan Al-Qur'an di SMAN 5 Bekasi, muncul lagi penodaan yang lebih dahsyat dalam 'Blog Santo Bellarminus' pada tanggal 21 April 2010 yang menamakan diri Gerakan Membasmi Islam (GMI). Dalam postingan berjudul "Habisi Islam di Indonesia," ditulis berbagai hujatan terhadap Islam dengan mengejek Allah dan Rasulullah sebagai oknum Homoseks (gay). Penodaan lainnya, Al-Qur'an dihujat sebagai kitab sesat dan kitab seksual, Islam dilecehkan sebagai agama setan, dan lainnya.Dalam blog bertitel "habisi Islam di Indonesia" ini diposting tulisan-tulisan yang ditujukan untuk membangkitkan amarah umat Islam.

Hari Rabu, 21 April 2010 pukul 02:05 diposting foto kitab suci Al-Qur'an dengan sampul warna hijau yang dimasukkan ke dalam WC. Foto penghinaan ini diberi komentar sarkasme sebagai berikut:

"AL-Kooran, sebuah Buku pedoman untuk kesesatan.. yang biasa di tempatkan oleh orang Islam di tempat yang seperti di gambar di atas. AL-Kooran itu adalah sebuah singkatan: AL = Allah (tuhan hayalan mereka); K= Ko##ol; oo = Orang-orang; r = rusuh; a = a##ing; n = neraka.

JADI "ALLAH KO##OL ORANG-ORANG RUSUH (A##ING NERAKA) ." Itulah maksud mereka. ISLAMpun juga begitu. "I#il, Setan, Lintah, A##ing, M##ek" itu Islam."

Dalam kalimat yang disamarkan redaksi di atas, maksud kata "ko##ol," kata "I#il" dan "m##ek" adalah kata-kata jorok yang berhubungan dengan alat kelamin pria dan wanita.

Blog Bellarminus memelesetkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan kata-kata yang hina. Ayat basmalah (bismillahirahman) diartikan sebagai kemaluan laki-laki, lalu ayat hamdalah (alhamdulillah) diartikan sebagai Kemaluan perempuan. Astagfirullah.

Tak puas memaki Al-Qur'an sebagai kitab yang banyak memuat kata-kata kotor dan tidak pantas, penulis blog Santo Bellarminus menuding bahwa, semua itu disebabkan karena Nabi Muhammad adalah orang yang -astagfirullah- kurang waras, gila, setan, dan suka berhayal.

"Karena Muhamat itu adalah orang yang kurang waras, ia mencoba membuat sensasi dengan membuat kepercayaan bahwa tuhannya Allah. Muhamat adalah seorang laki-laki setan.. Muhamat itu orang gila yang suka berhayal," maki blog Bellarminus. "Azan itu adalah teriakan orang-orang gila," tulisnya.

Selain Al-Qur'an dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, objek penghujatan blog Bellarminus adalah rukun Islam. Blog Bellarminus membuat rukun Islam menjadi lima, yang semuanya berhubungan dengan persetubuhan beserta organ intim laki-laki dan perempuan, semuanya dipilih dengan kata-kata yang sangat jorok.

Dalam blog provokatif itu, penulisnya berterusterang bahwa dirinya adalah seorang Katolik yang pernah sekolah di Perguruan St Bellarminus.

Formasi Pedang Salib Di Masjid Al Barkah

Kasus pelecehan Al Quran di SMAN 5 dan Blog Santo Bellarminus belum usai, muncul lagi penodaan yang tak kalah dahsyatnya. Alih-alih memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), umat Kristen mengadakan pawai mencatut Badan Narkotika Kota (BNK) Bekasi. Dengan klaim telah mendapat izin dari Walikota Mochtar Mohammad, dua puluhan peserta pawai berkostum Kristiani memasuki pelataran Masjid Agung Bekasi. Mereka menari-nari membuat formasi Pedang Salib.

Ceritanya, pada hari itu dengan Korlap Benny Tunggul, Badan Narkotika Kota (BNK) Bekasi menyelenggarakan Karnaval antinarkoba yang dimulai dari GOR Bekasi menuju alun-alun, melewati Masjid Agung Al-Barkah, lalu finish di Kantor PMI Bekasi. Masalahnya, ketika mereka telah sampai di depan masjid kebanggan umat Islam Bekasi itu, dengan sangat berani dan menantang sejumlah orang peserta karnaval tersebut membuat formasi pedang salib dan mahkota paus bertempat di depan Masjid Al Barkah Bekasi. Padahal masjid terbesar di Bekasi ini adalah simbol kewibawaan umat Islam se-Bekasi.

Sejumlah orang lainnya membawa tas sambil membagi-bagikan souvenir berupa gantungan kuci, cincin dan gelang karet bertanda mahkota salib dengan tulisan "Joel Generation." Sementara di trotoar dekat pagar masjid, para peserta karnaval membagi-bagikan souvenir dan kue kepada siapa saja yang ditemuinya. Mereka mengucapkan "Semoga Bekasi sejahtera, Yesus baik." Peserta pawai lainnya membawa ember warna emas berisi air. Wanita muda itu memercikkan air kepada orang-orang yang menonton pawai di pinggir jalan.
Bahkan ada juga seorang petugas masjid yang diperciki air dari kepala sampai kaki, seolah sedang melakukan ritual 'baptis percik.' Sejurus kemudian, petugas masjid yang tidak melakukan perlawanan itu dipeluk dan didoakan oleh tiga orang.

"Seakan-akan mereka ingin membabtis gitu. Teman saya dicipratkan air di kepala, badan sampai kaki gitu. Lalu dipeluk sambil didoakan ama dia," kisah seorang petugas masjid.

Tak ingin terjadi sesuatu yang melanggar akidah, maka para petugas masjid lainnya segera bertindak dengan menarik sang petugas sembari mengusir tiga orang Kristen yang dicurigai sebagai penginjil itu. Belakangan diketahui bahwa karnaval Hardiknas yang mengatasnamakan BNK Bekasi itu ternyata ilegal. BNK dicatut oleh oknum bernama Benny Tunggul. Kasus ini juga telah dilaporkan ke sejumlah pihak di Bekasi, mulai dari kepolisian hingga Walikota. Tetapi tanggapan para pejabat itu tidak memuaskan umat Islam Bekasi. Padahal peristiwa itu jelas terjadi, saksi-saksi juga banyak. "Cuman tidak ada bukti foto mas", ungkap seorang perwira intel kepada Suara Islam.
Kristenisasi Bekasi

Selain melakukan pelecehan dan penistaan agama secara ugal-ugalan, kaum palangis juga aktif melakukan apa yang disebut Kristenisasi, upaya membujuk umat lain masuk agama Kristen. Seperti dilansir situs Suara Islam Online, Ketua Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA) Bekasi, Abu Deedat Syihab mengatakan bahwa kegiatan Kristenisasi di Indonesia, terutama di daerah Bekasi, Jawa Barat bukanlah sekedar isu melainkan fakta dan realita.

Misi Kristenisasi dengan berbagai modus baru dikatakan oleh Abu Deedat sebagai hasil dari kongres para penginjil di Jepang pada tahun 2003. "Kongres itu memutuskan agar Kristenisasi dilakukan dengan cara yang cerdas seperti ular dan tulus seperti merpati", ungkapnya.

Buktinya, menurut pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini, Kristenisasi sudah dilakukan dengan modus kerjasama dengan pemerintah daerah dan kota. Bahkan kejadian terakhir di Bekasi dilakukan dengan mencatut nama Badan Narkotika Kota (BNK) Bekasi.

"Pada tahun 2008 mereka mengadakan Bekasi Berbagi Bahagia (BBB) dengan mencantumkan logo pemerintah kota dan Yayasan Mahanaim. Pada tahun yang sama mereka juga melakukan upaya Kristenisasi dengan memanfaatkan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Monas", paparnya. Menurut Abu Deedat, ada tiga point strategi kristenisasi, pertama, menjauhkan kaum Muslimin dari ajarannya. Kedua, menguasai dunia dengan menguasai ekonomi, politik, budaya dan media, dan ketiga, melatih dan mengutus missionaris.

Sementara Direktur Irena Center Hj. Irena Handono menegaskan bahwa Kristenisasi tak pernah padam. Berbagai cara dilakukan untuk menggerogoti akidah umat Islam dan membuatnya murtad. Kaum Kristen yang mendapat dukungan Barat berusaha agar umat Islam tidak lagi terikat dengan agamanya. Mereka ingin agar seluruh dunia menjadi Kristen.

Selaras degan itu, Majalah Time edisi 26 April 2010 melaporkan bahwa Kristen di kawasan Asia mengalami lonjakan luar biasa. Mengutip penelitian Pew Forum berbasis Washington, Kristen di Asia yang pada tahun 1971 hanya berjumlah 101 Juta, pada tahun 2005 sudah berjumlah 351.000.000.

Time juga melaporkan peningkatan luar biasa agama Kristen di Indonesia. Gereja tumbuh subur dimana-mana. Secara prosentase, perkiaraan jumlah umat Kristiani 10% dari jumlah penduduk, terlalu kecil. Kenyataannya bisa jauh lebih banyak dari itu. Sebagian besar pertumbuhan berasal dari Pentakosta dan konversi Injili, yang telah menyebarkan agama Kristen karismatik di seluruh dunia dan merupakan suatu alasan besar untuk memperkirakan bahwa pada tahun 2050 mayoritas Kristen akan tinggal di negara berkembang.

Umat Islam harus segera bertindak. Jika tidak, Bekasi akan menjadi kota Kristen. Bila para perusuh agama itu tidak segera ditangkap dan diadili, maka di Bekasi bisa terjadi perang agama. Mau?. [msa/suara islam]

Source : voa-islam.com /@cwi

selengkapnya...

Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai Proses Akad Nikah

 Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “Coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang. Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:

1. Mengenal calon pasangan hidup

Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.

Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.

Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:

- Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

-Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ

“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)

-Wanita tersebut masih gadis1, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika memberitakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟

“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya, bahwa ia memiliki banyak saudara perempuan yang masih belia, sehingga ia enggan mendatangkan di tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak bisa mengurusi mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya, “Benar apa yang engkau lakukan.” (HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan Muslim no. 3622, 3624)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ

“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)

2. Nazhar (Melihat calon pasangan hidup)

Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:

ياَ رَسُوْلَ اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رًأْسَهُ

“Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)

Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)

Oleh karena itu, ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatinya:

انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي الصِّغَرَ

“Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab Al-Mughirah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).” (HR. An-Nasa`i no. 3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 96)

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18)

Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)

Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا

“Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi walaupun si wanita tidak mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً، فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ

‘Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah 1/200)

Pembolehan melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan dan tanpa seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.

Adapun Al-Imam Malik rahimahullahu dalam satu riwayat darinya menyatakan, “Aku tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena khawatir pandangan kepada si wanita terarah kepada aurat.” Dan dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi istrinya. (Al-Hawil Kabir 9/35, Syarhul Ma’anil Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)

Haramnya berduaan dan bersepi-sepi tanpa mahram ketika nazhar (melihat calon)

Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)

Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau ayahnya. (Fiqhun Nisa` fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus seorang wanita yang tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi Hassatil Bashar, Ibnul Qaththan Al-Fasi hal. 394, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/280)

Batasan yang boleh dilihat dari seorang wanita

Ketika nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَي مَا يَدْعُوهُ إِلىَ نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

“Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 99)

Di samping itu, dilihat dari adat kebiasaan masyarakat, melihat bagian-bagian itu bukanlah sesuatu yang dianggap memberatkan atau aib. Juga dilihat dari pengamalan yang ada pada para sahabat. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika melamar seorang perempuan, ia pun bersembunyi untuk melihatnya hingga ia dapat melihat apa yang mendorongnya untuk menikahi si gadis, karena mengamalkan hadits tersebut. Demikian juga Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana telah disinggung di atas. Sehingga cukuplah hadits-hadits ini dan pemahaman sahabat sebagai hujjah untuk membolehkan seorang lelaki untuk melihat lebih dari sekadar wajah dan dua telapak tangan2.

Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata, “Sisi kebolehan melihat bagian tubuh si wanita yang biasa tampak adalah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan melihat wanita yang hendak dipinang dengan tanpa sepengetahuannya. Dengan demikian diketahui bahwa beliau mengizinkan melihat bagian tubuh si wanita yang memang biasa terlihat karena tidak mungkin yang dibolehkan hanya melihat wajah saja padahal ketika itu tampak pula bagian tubuhnya yang lain, tidak hanya wajahnya. Karena bagian tubuh tersebut memang biasa terlihat. Dengan demikian dibolehkan melihatnya sebagaimana dibolehkan melihat wajah. Dan juga karena si wanita boleh dilihat dengan perintah penetap syariat berarti dibolehkan melihat bagian tubuhnya sebagaimana yang dibolehkan kepada mahram-mahram si wanita.” (Al-Mughni, fashl Ibahatun Nazhar Ila Wajhil Makhthubah)

Memang dalam masalah batasan yang boleh dilihat ketika nazhar ini didapatkan adanya perselisihan pendapat di kalangan ulama3.

3. Khithbah (peminangan)

Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.

Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)

Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:

الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ

“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”

Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak wanita meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai peminang kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama membatalkan pinangannya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)

Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Jangankan duduk bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih dapat mendatangkan fitnah. Karenanya, ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang seorang lelaki yang telah meminang seorang wanita, kemudian di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i. Berbincanglah si lelaki dengan si wanita. Namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur`an. Lalu apa jawaban Syaikh rahimahullahu? Beliau ternyata berfatwa, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena, perasaan pria bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah haram. Sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, hukumnya haram pula.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, 2/748)

Yang perlu diperhatikan oleh wali

Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:

-Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

-Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.

Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)

4. Akad nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.

Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (آل عمران: 102)

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. (النساء: 1)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. (الأحزاب: 70-71)

5. Walimatul ‘urs

Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ

“Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no. 3489)

Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dan beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 74: “Diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih Al-Bukhari secara makna.”)

Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)

Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara gemerincing-, ed.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ

“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus Sunnah 9/47,48)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha yang mengisahkan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkannya. (HR. Al-Bukhari no. 5148)

Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik, karena semua itu hukumnya haram.

Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

6. Setelah akad

Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut ini:

Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no. 590).

Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)

Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيُسَمِّ اللهَ عز وجل وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ وَلْيَقُلْ: اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu ‘anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah rad..

3 Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu sampai memiliki beberapa riwayat dalam masalah ini, di antaranya:

Pertama: Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja.

Kedua: Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah.

Ketiga: Boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti bagian dada, punggung, dan semisal keduanya.

Keempat: Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat ini dari Dawud Azh-Zhahiri.

Kelima: Boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula oleh Ibnu Hazm dan dicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari Dawud Azh-Zhahiri.

PERHATIAN: Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata, yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: “Ada pun sau`atan (yakni qubul dan dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, saya sendiri tidak pernah melihat pendapatnya secara langsung dalam buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayini. Dan telah saya kemukakan dalil-dalil yang melarang melihat aurat.”

Sulaiman At-Taimi berkata: “Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”

Ibnu Abdilbarr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: “Ini adalah ijma’ (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini.” (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359)

Selain itu ada pula pendapat berikutnya yang bukan merupakan pendapat Al-Imam Ahmad:

Keenam: Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita, demikian pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya.

Ketujuh: Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya, demikian kata Al-Auza’i. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar hal. 392,393, Fiqhun Nazhar hal. 77,78)

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati zahir hadits dan mencocoki apa yang dilakukan oleh para sahabat. (Ash-Shahihah, membahas hadits no. 99)

4 Bagi orang yang punya kelapangan tentunya, sehingga jangan dipahami bahwa walimah harus dengan memotong kambing. Setiap orang punya kemampuan yang berbeda. (Syarhus Sunnah 9/135)

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam walimah atas pernikahannya dengan Shafiyyah, yang terhidang hanyalah makanan yang terbuat dari tepung dicampur dengan minyak samin dan keju (HR. Al-Bukhari no. 5169).

Sehingga hal ini menunjukkan boleh walimah tanpa memotong sembelihan. Wallahu ‘alam bish-shawab.

Dikutip dari http://Asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim, Judul: Proses Syar’i Sebuah Pernikahan
/@cwi

selengkapnya...

Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing

Dahulu Rasulullah pernah mewasiatkan umatnya agar berpegang dengan kuat pada ajaran (Sunnah) beliau. Namun kini umatnya lebih banyak yang meninggalkan ajaran nabinya, meski di sana menanti adzab yang keras dari Allah.

Sunnah Nabi, sebuah istilah yang kerap kita mendengarnya. Bahkan sering pula mengucapkan karena Sunnah (petunjuk/ajaran Nabi) adalah sesuatu yang menjadi landasan hidup kita sebagai penganut ajaran Islam. Kita semua sepakat untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan Sunnah dan bersepakat pula bahwa yang merendahkannya berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi.

Namun jika kita menengok realita yang ada, apa yang dilakukan kaum muslimin dalam mengagungkan Sunnah Nabi nampaknya sudah jauh dari yang semestinya. Bahkan keadaannya sangat parah. Tidak tanggung-tanggung, di antara mereka ada yang menolak dengan terus-terang Sunnah yang tidak mutawatir1 dan mengatakan hadits ahad bukan hujjah (dalil) dalam masalah akidah.

Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi secara total dengan berkedok mengikuti Al Qur’an saja. Padahal Al Qur’an tidak mungkin dipisahkan dari Sunnah. Al Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi yaitu Sunnahnya.

Bentuk yang lebih parah dari ‘sekedar’ menolak adalah mengolok-olok Sunnah dan orang-orang yang mencoba berjalan di atasnya. Ada pula yang dengan terang-terangan menolak hadits Nabi karena dinilai tidak sesuai dengan akal.

Sangat disayangkan sikap-sikap seperti ini justru sering dimiliki oleh orang-orang yang terjun ke kancah dakwah. Padahal lisan mereka juga mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan Sunnah.

Mengagungkan Sunnah adalah perkara yang besar dan bukan sekedar isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktek dalam kehidupan. Namun kini keadaannya justru sebaliknya, banyak orang menolaknya.

Nabi telah mengisyaratkan akan datangnya keadaan ini:

“Sungguh-sungguh aku akan dapati salah seorang dari kalian bertelekan (tiduran? leyeh-leyeh?) di atas dipannya, (lalu) datang kepadanya sebuah perintah dari perintahku atau larangan dari laranganku lalu dia mangatakan: ‘Saya tidak tahu itu, apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah yang kami ikuti.’”(Shahih HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dari Abu Rafi’, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, 7172]

Makna Sunnah Nabi

Yang dimaksud dengan Sunnah Nabi adalah petunjuk dan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ?. Di dalamnya mencakup perkara-perkara yang hukumnya wajib maupun sunnah, yang berkaitan dengan akidah maupun ibadah dan yang berkaitan dengan muamalah maupun akhlak.

Para ulama Salaf mengatakan bahwa Sunnah artinya mengamalkan Al Qur’an dan hadits serta mengikuti para pendahulu yang shalih serta ber-ittiba’ (berteladan) dengan jejak mereka. (Al Hujjah fii Bayanil Mahajjah, 2/428, Ta’dhimus Sunnah, 18)

Ibnu Rajab menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan yang ditempuh dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh Nabi dan para khalifahnya baik keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hadits no. 28)

Itulah yang kami maksud dalam pembahasan ini sehingga kami tidak terpaku pada istilah Sunnah menurut ahli fikih atau sunnah menurut ahli ushul fikih atau Sunnah dalam arti akidah, tetapi mencakup itu semua.

Sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi:

“Wajib atas kalian berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa Ar Rasyidin…”(Shahih, HR Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, 2549]

Perintah Memuliakan Sunnah

Allah berfirman:

“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka ambillah sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.” (Al Hasyr: 7)

Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di mengatakan: “Perintah ini mencakup prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya baik lahir maupun batin dan bahwa yang dibawa oleh Rasul maka setiap hamba harus menerimanya dan tidak halal menyelisihinya. Apa saja yang disebut oleh Rasul seperti apa yang disebut oleh Allah, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk meninggalkannya dan tidak boleh mendahulukan ucapan siapapun atas ucapan Rasul.” (Taisir Al Karimirrahman, 851)

“Barangsiapa yang mentaati Rasul berarti ia mentaati Allah.” (An Nisa’: 80)

Maksudnya, setiap orang yang taat kepada Rasul dalam perintah dan larangan berarti ia taat kepada Allah karena Nabi tidak memerintah atau melarang kecuali dengan perintah dari Allah. Ini berarti pula terlindunginya Nabi dari kesalahan karena Allah memerintahkan kita untuk taat kepadanya secara mutlak. Kalau seandainya beliau tidak ma’shum (terjaga dari salah) pada apa yang beliau sampaikan dari Allah, tentu Allah tidak akan memerintahkan taat kepadanya secara mutlak dan tidak memujinya. (Taisir Al Karimirrahman, 189 dan Tafsir Ibnu Katsir, 2/541)

“Dan tidaklah ada pilihan bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara pada urusan mereka.” (Al Ahzab: 36)

Ibnu Katsir mengatakan: “Ayat ini umum pada seluruh perkara yaitu jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukum sebuah perkara maka tidak boleh bagi seorangpun untuk menyelisihinya. Tidak ada peluang pilihan, ide atau pendapat bagi siapapun di sini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/498)

Ketiga ayat ini menunjukkan secara jelas bagaimana semestinya kita menempatkan Sunnah Nabi, yakni wajib mengambilnya dan merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan Sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah melakukan ketaatan kepada Allah. Hal itu karena Allah jadikan Nabi-Nya sebagai penjelas Al Qur’an sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)

Selanjutnya kita lihat bagaimana hadits-hadits yang memerintahkan untuk mengikuti Sunnah, di antaranya:

Dari Al Irbadh bin Sariyah ia berkata: “Rasulullah memberikan sebuah nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat mengena, hati menjadi gemetar dan matapun menderaikan air mata karenanya, maka kami katakan:’ Wahai Rasullullah seolah-olah ini nasehat perpisahan maka berikan wasiat kepada kami’, lalu beliau katakan: ‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa Ar Rasyidin, gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Shahih, HR Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, 2549)

Demikian Nabi mewasiatkan kepada para sahabat beberapa wasiat penting di antaranya perintah untuk berpegang teguh dengan Sunnahnya dan Sunnah para Khulafa Ar Rasyidin. Bahkan beliau menyuruh untuk menggigitnya dengan gigi kita yang paling kuat. Di masa sahabat saja Rasulullah telah berwasiat demikian, lebih-lebih di zaman sepeninggal beliau di mana kondisi masyarakat dari sisi keagamaan semakin buruk dengan munculnya berbagai perselisihan dan bid’ah pada perkara-perkara yang prinsipil.

Datang beberapa orang kepada istri Nabi menanyakan amalan yang dilakukan oleh Nabi di saat sendirian. Setelah mendengar jawabannya merekapun menganggap diri mereka sangat jauh dari apa yang dilakukan oleh Nabi sehingga masing-masing menetapkan azamnya.

Salah satu dari mereka berkata: “Saya tidak akan menikahi wanita.” Yang lain mengatakan: “Saya tidak akan makan daging,” dan yang lain mengatakan: “Saya tidak akan tidur di kasur.” Sampailah berita itu kepada Nabi maka beliaupun berpidato dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya lantas berkata:

“Mengapa ada orang–orang yang mengatakan demikian dan demikian, (padahal) saya bangun shalat malam dan saya juga tidur, saya puasa dan saya terkadang tidak berpuasa, dan saya juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan Sunnahku, dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR Muslim, 9/179)

Coba kita amati kisah ini. Beberapa sahabat datang dengan maksud baik, lalu mereka berazam (berkeinginan kuat) untuk meninggalkan beberapa kenikmatan dengan tujuan memperbanyak ibadah sehingga bisa mendekati amalan Nabi. Namun pada niatan itu mengakibatkan ditinggalkannya beberapa Sunnah, petunjuk dan jalan Nabi yaitu menikah, memberikan hak jasmani dengan tidak puasa setiap hari dan tidak bangun sepanjang malam walaupun untuk ibadah.

Maka Nabi menganggap hal itu tidak baik sehingga mengatakan: “Barangsiapa yng benci terhadap Sunnahku maka bukan dari golonganku.”

Sekedar niat baik saja tidak cukup bila tanpa disertai cara yang baik pula. Kalau keadaan mereka saja seperti ini lalu bagaimana dengan yang sengaja meninggalkan Sunnah Nabi dengan niat jelek? Lalu bagaimana lagi yang menghina Sunnah Nabi atau bahkan mengingkarinya?!

Demikian ayat dan hadits mendudukkan Sunnah Nabi yaitu pada tinggkat yang sangat tinggi. Oleh karenanya kita dapati para sahabat Nabi benar-benar menghargai dan menjadikannya sebagai panutan hidup bahkan sangat takut jikalau mereka menyelisihi Sunnah sehingga menyebabkan sesatnya mereka dari jalan yang lurus.

Kita dapati Abu Bakar Ash Shiddiq mengatakan: “Saya tidak meninggalkan sesuatu yang Rasulullah melakukannya kecuali aku pasti melakukannya juga dan saya takut jika saya tinggalkan sesuatu darinya lalu saya sesat.”

Wahai saudaraku…orang yang paling jujur (Abu Bakar) khawatir terhadap dirinya untuk tersesat jika menyelisihi sesuatu dari jalan Nabi. Maka bagaimana jadinya dengan sebuah jaman yang penduduknya mengolok-olok Nabi mereka dan perintah-perintahnya bahkan berbangga dengan menyelisihi dan mengolok-oloknya.

Kami memohon kepada Allah perlindungan dari perbuatan salah dan memohon keselamatan dari amal yang jelek. Demikian dikatakan oleh Ibnu Baththah, seorang ulama akidah yang hidup pada abad keempat hijriyah dalam kitab Al Ibanah,1/246, dan Ta’dhimus Sunnah, 24. Lalu bagaimana jika beliau hidup di jaman kita? Apa yang kira-kira akan beliau katakan?

Seorang tabi’in bernama Abu Qilabah mengatakan: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan Sunnah lalu dia mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari ini dan datangkan Kitabullah.’ Maka ketahuilah bahwa dia sesat.”(Tabaqat Ibni Sa’ad, 7/184, Ta’dhimus Sunnah, 25)

Demikian pula yang enggan menerima Sunnah Nabi karena lebih cenderung kepada pendapat seseorang maka dia berada dalam bahaya besar. Seperti dikatakan Abdullah bin Abas ketika datang kepadanya seseorang yang yang seolah-olah mengadu Sunnah Nabi dengan pendapat Abu Bakar dan Umar maka Abdulllah bin Abbas mengatakan: “Hampir-hampir turun kepada kalian bebatuan dari langit, aku katakan Rasullullah berkata demikian dan kalian katakan berkata Abu Bakar dan Umar demikian?!” (Shahih, riwayat Al Bukhari)

Maka sangat mengherankan kalau seseorang tahu Sunnah lalu meninggalkannya dan mengambil pendapat yang lain sebagaimana dialami oleh Imam Ahmad: “Saya merasa heran dari sebuah kaum yang tahu sanad hadits dan keshahihannya lalu pergi kepada pendapat Sufyan (maksudnya Sufyan Ats Tsauri-red) padahal Allah berfirman: Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah syirik.” (Fathul Majid, 466).

Demikian pula suatu saat Imam Syafi’i ditanya tentang sebuah masalah maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini diriwayatkan demikian dan demikian dari Nabi. Maka si penanya mengatakan: “Wahai Imam Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai dengan hadits itu?” Maka beliau langsung gemetar lalu mengatakan: “Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan langit mana yang akan menaungiku, jika aku riwayatkan hadits dari Nabi kemudian aku tidak memakainya?! Tentu, hadits itu di atas pendengaran dan penglihatanku.” (Shifatus Shafwah, 2/256, Ta’dhimus Sunnah, 28).

Dalam kesempatan lain beliau ditanya dengan pertanyaan yang mirip lalu beliau gemetar dan menjawab: “Apakah engkau melihat aku seorang Nasrani? Apakah kau melihat aku keluar dari gereja? Ataukah engkau melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani memakainya-red)? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak mengambilnya sebagai pendapat saya?!” (Miftahul Jannah, 6)

Demikian tinggi nilai Sunnah Nabi dalam dada mereka sehingga rasanya sangat mustahil mereka meninggalkannya. Bahkan tidak terbayang ada seorang muslim yang berani meninggalkan Sunnah Nabi yang telah diketahui.

Pahala bagi Orang yang Berpegang dengan Sunnah Nabi

Karena pentingnya mengagungkan Sunnah Nabi sekaligus beratnya tantangan bagi yang mengagungkannya maka Allah sediakan pahala yang besar bagi mereka yang berpegang teguh dengannya dan menjunjungnya tinggi-tinggi. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang bertanya: “Limapuluh dari mereka wahai Rasulullah” Rasulullah menjawab: “Pahala limapuluh dari kalian.” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi lihat Silsilah Ash Shahihah no. 494)

Dalam hadits yang lain Nabi bersabda:

“Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)

Demikian pula Allah menjamin hidayah bagi orang-orang yang mengikuti Nabi dalam firman-Nya:

“Dan jika kalian mentaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An-Nur: 54)

Hidayah untuk menempuh jalan yang lurus baik dengan ucapan atau perbuatan, di mana tidak ada jalan menuju kepada hidayah kecuali dengan taat kepada Rasulullah. Adapun tanpa itu maka tidak mungkin, bahkan mustahil (Taisir Al Karimirrahman, 572-573).

Semakna dengan ayat itu hadits Nabi yang berbunyi:

“Sesungguhnya setiap amalan itu ada masa giatnya dan setiap giat itu ada masa jenuhnya maka barangsiapa yang jenuhnya itu kepada Sunnahku berarti ia mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang masa jenuhnya itu kepada selainnya maka ia binasa.” (Shahih, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Amr, lihat Shahihul Jami’ no: 2152)

Selama seseorang berada di atas Sunnah Nabi maka dia tetap berada di atas istiqamah. Sebaliknya, jika tidak demikian berarti ia telah melenceng dari jalan yang lurus sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar: “Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” ( Riwayat Al Baihaqi, lihat Miftahul Jannah no.197).

‘Urwah mengatakan: “Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (Riwayat Al Baihaqi, Miftahul Jannah no: 198)

Seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi maka dia berada di atas jalan yang lurus.” (Riwayat Al Baihaqi, Miftahul Jannah no. 200)

1) Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang banyak dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta atau kebetulan sama-sama berdusta sedang hadits ahad adalah yang selain itu. Ahlussunnah berpendapat bahwa hadits ahad yang shahih harus diterima dan diamalkan. (lihat An Nukat ‘Ala Nudzhatinnadhar, 53-57)

Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis : Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc Judul : Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing

Diarsipkan pada: http://qurandansunnah.wordpress.com/
/@cwi

selengkapnya...

Tips dan Nasihat untuk Menikah Menurut Islam

Umumnya setiap orang yang dewasa pasti ingin menikah untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah war rahmah atau keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat. Apalagi nikah adalah satu perintah agama:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [An Nuur:32]

Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi. (HR. Al Hakim dan Ath-Thahawi)

Hadis riwayat Anas ra.:

Bahwa beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam kepada istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka ada yang mengatakan: Aku tidak akan menikah dengan wanita. Yang lain berkata: Aku tidak akan memakan daging. Dan yang lain lagi mengatakan: Aku tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu, Nabi saw. memuji Allah dan bersabda: Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini, begini! Padahal aku sendiri salat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta menikahi wanita! Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku. (Shahih Muslim No.2487)

Hadis riwayat Sa`ad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:

Rasulullah saw. melarang Usman bin Mazh`un hidup mengurung diri untuk beribadah dan menjauhi wanita (istri) dan seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri. (Shahih Muslim No.2488)

Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.

Nah bagaimana caranya agar kita bisa memiliki keluarga yang bahagia?

Itu semua tak lepas dari usaha, doa, dan tawakkal kita kepada Allah SWT. Allah dan RasulNya sudah memberi petunjuk di Al Qur’an dan Hadits.

Melihat dan berkenalan

Sebelum memutuskan untuk menikah, kita harus melihat dulu calon pasangan kita. Ini agar tidak seperti membeli kucing dalam karung:

Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: “Apakah engkau telah melihatnya?” Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: “Pergi dan lihatlah dia.”

Jangan Berpacaran

Meski kita harus ta’aruf atau mengenal, tapi pacaran dalam Islam adalah hal yang terlarang.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al Israa’:32]

Ada orang yang berpacaran sampai bertahun-tahun lebih. Bahkan ada pula yang sampai kumpul kebo dengan alasan agar bisa mengenal calon pasangannya. Itu adalah haram. Toh begitu menikah, banyak juga yang cerai.

Sebab bagaimana pun juga orang pacaran itu selalu menutupi kekurangannya dan hanya menampilkan yang baik-baik saja. Banyak ulama mengatakan, kalau pacaran itu tidak pernah kita mendengar suara kentut dari pasangan kita. Tapi begitu menikah, sering sekali kedengaran. Jadi pacaran itu bukanlah hal yang yang tepat untuk mengenal pasangan.

Untuk mengenal pasangan anda, carilah informasi dari orang dekatnya entah itu saudara, teman, atau tetangganya. Minta juga penilaian dari orang tua dan keluarga anda. Sebab orang yang jatuh cinta itu banyak yang “buta.” Tidak dapat melihat kekurangan orang yang dia cinta.

Dari statistik Ohio University dijelaskan bahwa 1 dari 3 wanita di AS pernah diperkosa. Kemudian dari Ensiklopedi MS Encarta juga dijelaskan 80% pelaku adalah pacar dari si korban.
Hanya 16% kasus perkosaan yang dilaporkan.

Banyak kasus perzinahan mungkin sebetulnya adalah perkosaan di mana si pacar mendesak untuk diberi jatah.

Jadi pacaran itu dampak negatifnya cukup banyak.

Sulit Mencari Jodoh?

Ada juga orang yang sulit mencari jodoh. Kemungkinan orang ini terlalu pilih-pilih atau selektif. Yang penting itu sebenarnya akhlak dan agamanya. Tampang itu yang biasa-biasa saja, begitu pula yang lainnya.

Selain itu seringlah bersilaturrahim ke tempat saudara a
mengikuti pengajian. Makin luas silaturrahim anda, makin mudah pula anda mencari jodoh. Jangan lupa untuk senantiasa senyum sehingga orang tidak kabur ketika melihat anda…

Jangan Melamar Wanita yang Sedang Dilamar Orang Lain

Ada pepatah Perancis: “Cherchez la Femme” Artinya, (jika ada keributan) carilah wanitanya. Ini karena sering terjadi perkelahian untuk memperebutkan wanita. Tak jarang berakhir dengan maut. Oleh karena itu, Islam melarang seseorang untuk melamar wanita lain yang sedang dilamar pria lain.

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Memilih Pasangan Hidup

Pertama-tama kita harus mencari pasangan hidup yang baik menurut agama. Mungkin banyak orang mengeluh karena dia sulit mendapat jodoh. Tidak ada pria/wanita yang mendekati dirinya. Nah orang itu harus introspeksi diri.

 
Pertama apakah penampilannya kucel dan semrawut? Jika ya, jangan heran jika banyak orang tidak menengok dirinya. Kita harus berpenampilan bersih, rapi, dengan wajah yang ceria. Jika wajah murung atau cemberut tentu orang juga enggan mendekat. Itulah sebabnya Nabi berkata “Senyum itu sedekah”

Kemudian lihat pergaulan atau jaringan teman dan keluarga anda. Apakah anda sehari-hari hanya berkurung diri di kamar saja? Tentu saja anda tidak harus melakukan dugem di diskotik yang akhirnya paling hanya dapat pecandu narkoba/alkohol sebagai suami/istri. Tapi anda bisa mengikuti pengajian di lingkungan rumah anda.

Bagaimana pun juga keluarga dan teman bisa jadi mak comblang/perantara yang ampuh untuk mencari jodoh.

Jangan pasang kriteria terlalu tinggi, misalnya harus ganteng/cantik, harus cerdas lulus S3, kaya, dan beriman. Sulit mencari orang yang sempurna. Jika pun anda bisa menemukan orang yang seperti itu, belum tentu dia mau dengan anda.

Pilihlah wanita yang beriman dan saleh untuk jadi pasangan anda:

Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang sholehah. (HR. Muslim)

Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)


Wanita yang baik akan senantiasa menjaga auratnya. Dia tidak akan menerima tamu pria yang bukan muhrimnya jika anda pergi bekerja.

Sebaliknya, jangan pilih wanita yang mengumbar auratnya/sexy untuk menggoda para pria. Banyak terjadi wanita seperti ini ketika suaminya pergi, maka dia selingkuh dengan pria lain. Bahkan tidak jarang akhirnya membunuh suaminya agar bisa tetap bersama pacarnya. Semoga hal ini tidak menimpa kita semua.

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin” [An Nuur:3]

Pilih wanita yang beriman. Bukan yang musyrik/beda agama:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al Baqarah:221]
Sebelum anda jatuh cinta dengan seseorang, teliti dulu agamanya. Islam apa bukan?
Jika Islam, perhatikan lagi, sholat apa tidak? Jika tidak sholat, sebaiknya tinggalkan karena sholat adalah pembeda antara orang yang beriman dengan orang kafir.

Seganteng atau secantik apa pun orang yang membuat anda jatuh hati, jika dia kafir niscaya akan dibakar dengan api neraka sehingga wujudnya akan jadi mengerikan. Jika anda pernah menyaksikan mayat yang hangus hitam terbakar, ingatlah itu. Seganteng apa pun orang itu misalnya seganteng Primus atau Keanu Reves, tapi jika dia kafir maka wajahnya akan mengerikan bukan hanya di neraka. Tapi juga di kubur. Ingatlah hal ini agar anda tidak tertarik dengan orang kafir yang ganteng atau cantik.

Meski mungkin sudah banyak yang tahu, ada baiknya kita baca ayat di bawah tentang siapa yang tidak boleh kita nikahi:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An Nisaa’:23]

Amati Bagaimana Amarahnya

Setiap orang pasti pernah marah. Cuma ada yang melampiaskan kemarahannya dengan perbuatan yang menyakitkan, ada juga yang sekedar mengeluarkan kata-kata kotor, ada pula yang sekedar diam saja.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi akibat pasangan tidak mampu mengontrol amarahnya. Kadang bukan sekedar melukai, tapi juga bisa membunuh pasangan atau anaknya. Oleh karena itu anda harus bisa mengetahui bagaimana sifat calon pasangan anda jika marah agar tidak menyesal nantinya. Jangan sampai, terutama kaum wanita, jadi sansak hidup yang selalu dipukul oleh suaminya.

Ada wanita yang baru tahu suaminya kasar setelah menikah. Sering memukul hingga membuat dia berdarah. Sebelum menikah, katanya calon suaminya sangat baik. Oleh karena itu tak ada salahnya jika anda sekali dua kali mencoba membuat pasangan anda marah agar hal semacam itu bisa dideteksi secara dini. Jika anda terlanjur menikahi orang seperti ini, sebaiknya segera mencari perlindungan dan bercerai. Memang setelah marah mereka sangat baik dan sangat cepat menjadi baik lagi karena seluruh kemarahannya mereka keluarkan kepada anda. Tapi pasti mereka akan mengulanginya lagi.

Sebaik-baik orang adalah yang diam jika dia marah. Jika pun berkata, dia sekedar mengungkapkan hal yang dia tidak suka tanpa menyebut anda dengan sebutan yang buruk.

Paling dekat dengan aku kedudukannya pada had kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. (HR. Ar-Ridha)

Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam. (HR. Ahmad)


Selama menikah, Nabi belum pernah memukul istri atau pun anak-anaknya.

Pada saat anda sudah menikah, sebaiknya hanya ada 1 pihak saja yang marah. Yang lain sebaiknya mengalah. Ketika marah, jangan sekali-kali mengucapkan kata “Cerai.” Sebab itu bukanlah kata yang bisa diucapkan secara main-main atau untuk mengancam.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang bila dikatakan dengan sungguh akan jadi dan bila dikatakan dengan main-main akan jadi, yaitu: nikah, talak dan rujuk (kembali ke istri lagi).” Riwayat Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim.
Jangan pula anda mengeluarkan kata-kata dari “Kebun Binatang” atau pun sebutan menyakitkan lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri (sesama Muslim) dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat:11]

Jangan Mencintai Pasangan Anda Secara Berlebihan

Menurut pepatah Inggris: “Love me little, love me long”. Cintai aku sedikit, tapi abadi. Biasanya pasangan yang cintanya berlebihan, sehingga di depan umum pun tampil sangat mesra, dalam beberapa tahun saja pasti bercerai. Ini karena rasa cintanya terlalu diumbar sehingga dalam waktu singkat sudah “habis.”

Dalam Islam, kita tidak boleh berlebihan. Kita harus mengutamakan cinta kita kepada Allah dan Rasulnya. Jika pun kita mencintai sesama atau pasangan kita, itu karena Allah.

Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Jika kita mencintai pasangan kita lebih daripada Allah, niscaya hati kita akan hancur dan putus asa jika pasangan kita meninggalkan kita baik karena cerai atau pun karena mati.

Sebaliknya jika kita mencintai Allah di atas segalanya, niscaya kita akan selalu tegar dan tabah karena kita yakin bahwa Allah itu Maha Hidup dan Abadi serta selalu bersama dengan hambanya yang Saleh.

Menikahlah Karena Cinta

Seharusnya kita menikah karena cinta. Bukan karena paksaan. Oleh karena itu, sebetulnya kisah kawin paksa antara Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih itu bertentangan dalam Islam.

Dari Zakwan ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak? Beliau menjawab: Ya, harus dimintai persetujuan! Lalu Aisyah berkata: Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah saw. bersabda: Itulah tanda setujunya bila ia diam. (Shahih Muslim No.2544)

Syiarkanlah Pernikahan

Dalam Islam, pernikahan itu meski itu adalah pernikahan kedua, ketiga, atau keempat (poligami) harus disiarkan ke masyarakat luas agar nanti tidak terjadi fitnah.

Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sebarkanlah berita pernikahan.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.

Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:

Bahwa Nabi saw. melihat warna bekas wangian pengantin di tubuh Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bertanya: Apakah ini? Abdurrahman menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar seharga lima dirham emas. Rasulullah saw. lalu bersabda: Semoga Allah memberkahimu dan rayakanlah walaupun dengan seekor kambing. (Shahih Muslim No.2556)

Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau bersabda: “Apa ini?”. Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah (resepsi) walaupun hanya dengan seekor kambing.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.


Sering orang melakukan pernikahan secara diam-diam atau nikah siri sehingga orang banyak tidak tahu apakah mereka berdua menikah atau tidak. Itu jelas tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Jika yang dilakukan pernikahan siri adalah istri kedua sementara istri pertama dirayakan, maka itu adalah ketidak-adilan yang tidak bisa ditolerir.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa memiliki dua orang istri dan ia condong kepada salah satunya (tidak adil), ia akan datang pada hari kiamat dengan tubuh miring.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat, dan sanadnya shahih.
Jangan Bercerai

Perceraian adalah hal yang halal tapi dibenci Allah:

Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.” Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah
Kenapa begitu?

Karena perceraian bukan hanya menyakitkan pihak yang bercerai, tapi juga anak-anaknya.

Agar tidak bercerai, maka suami harus bertanggung-jawab memberi nafkah lahir dan batin pada istrinya dan keluarganya serta memperlakukan mereka dengan baik.

Istri juga harus paham bahwa suami adalah pemimpin keluarga dan menghormatinya.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)..” [An Nisaa’:34]

Sediakanlah makan dan minuman bagi suami dan keluarganya. Karena wanita bertanggung-jawab mengatur hal itu. Masing-masing punya tugas dan tanggung–jawab.

Jika marah, sebaiknya diam. Jangan melontarkan kata-kata yang menyakitkan. Apalagi sampai main tangan. Jika ada satu yang marah, yang lain hendaknya mengalah. Sebab kalau keduanya sama-sama marah bisa berakibat “fatal.”

Istri juga harus menghargai orang tua suami, begitu pula sebaliknya karena kedua orang tua tersebut seolah-olah sudah jadi orang tua mereka semua.

Sering perceraian terjadi karena faktor ekonomi, misalnya suami penghasilannya kurang atau bahkan diPHK. Istri hendaknya tidak diam atau justru merongrong suaminya. Sebaliknya coba bantu suaminya mencari nafkah.

Meski wanita tidak wajib mencari nafkah, toh Khadijah yang merupakan wanita yang paling utama, membantu Nabi dengan harta kekayaannya.

Saya lihat juga para istri yang langgeng menikah dengan suaminya, aktif membantu suaminya mencari uang dengan membuka katering atau berdagang di rumah sehingga mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga kuliah.

Rajinlah berolahraga agar anda bisa memberi nafkah lahir dan batin. Bagaimana pun juga menurut Nabi Kesehatan adalah nikmat terbaik setelah iman. Karena itu peliharalah dengan berolahraga.

Seringlah berdoa: “Robbana hablana min azwaajina wa dzurriyatina qurrota a’yuun. Waj’alna lil muttaqiina imaama” (Ya Allah, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami sebagai penghibur hati. Dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang takwa).

Media Islam – Belajar Islam sesuai Al Qur’an dan Hadits

www.media-islam.or.id /@cwi

selengkapnya...

Pedoman ‘Aqiqah untuk Anak Menurut Islam


Pengertian ‘Aqiqah

Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong. Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.

Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.

Dalil-dalil Pelaksanaan

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]

Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]

Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama.” [HR Ahmad]

Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Riwayat Bukhari]

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [HR Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad]


Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber ‘aqiqah untuk Hasan dan Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)”. [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4, hal. 264]

Keterangan : Hasan dan Husain adalah cucu Rasulullah SAW.

Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.” [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]

Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).

Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).

Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)

“Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)

Perkataan: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).

Perkataan: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunnah.

Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi’iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.

Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Gantilah darah itu dengan minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]

Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).

Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)

Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan ke dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.

Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya, wallahu ‘Alam.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.

Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.

Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.

Jumlah Hewan

Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: “Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Kita harus ingat bahwa Hasan dan Husain adalah anak kembar. Jadi pada satu kelahiran itu disembelih 2 ekor kambing.

Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan berdasarkan hadits-hadits berikut ini:

Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)

Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)


Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah

Yang berhubungan dengan sang anak

1. Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari iahirnya. Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.

2. Bagi anak laki-laki disunnatkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak perempuan 1 ekor.

3. ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).

4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.


Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak

Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)

Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.

Yang berhubungan dengan binatang sembelihan

1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang yang boleh dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah kambing, tanpa memandang apakah jantan atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:

Dari Ummu Kurz AI-Ka’biyah, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘aqiqah. Maka sabda beliau SAW, “Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina”. [HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar 5 : 149]

Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya binatang selain kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.

2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7 semenjak kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas]

Pembagian daging Aqiqah

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.

Pemberian Nama Anak

Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.

Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)

Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:

Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)

Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Untuk mengetahui cara pemberian nama yang baik menurut ajaran Islam, silahkan klik:

http://media-islam.or.id/2008/02/01/memberi-nama-bayi-anak-secara-islami

Mencukur Rambut

Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.

Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).

Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.

Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya.

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah

Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)

Doa bayi baru dilahirkan
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin

Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)

Hikmah Aqiqah

Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :

1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.

2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.

3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.

4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.

5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.

6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.

Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.

Sumber Rujukan

* Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)

* Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)

* Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600

* Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47

* Al Muntaqaa 5/195-196

* Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318

* Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)

* Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437

http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |