Metodologi Riset Ilmiah Mukjizat Alquran

Oleh Dr. Abdul Hafizh Al-Haddad





Membuat penelitian dalam bidang mukjizat ilmiah membutuhkan pengalaman dan kepiawaian peneliti untuk mencapai hasil yang akurat. Pengalaman dan kepiawaian ini pada dasarnya bertumpu pada bekal yang cukup dalam bidang ilmu tafsir, serta memiliki fondasi yang kuat dalam memahami ilmu-ilmu alam. Dengan demikian, peneliti menjadi kompeten untuk menangani suatu masalah dalam bidang mukjizat ilmiah. Tetapi, apabila ia ingin menulis sebuah kajian yang bisa dipahami dalam bidang ini dan bisa diterima oleh para ilmuwan, maka ia harus melengkapi diri dengan metodologi riset, dan pada kelanjutnya menguasai dasar-dasar metodologis penulisan penelitian, baik yang bersifat umum atau khusus.

Pertama: Berbagai kaidah dan prinsip yang harus dipegang saat menafsirkan Al Qur’an Al Karim yang disebut dengan metodologi tafsir sebagai berikut:



1. Wajib mengetahui setiap hal yang terkait dengan nash, baik dari segi tanda baca, korelasi, dan selainnya, seperti sababun-nuzul dan wajhul-qira’ah.

2. Wajib mengetahui apakah ada nash dari Al Qur’an yang dapat dijadikan sebagai penafsir nash yang tengah kita teliti, karena ayat-ayat Al Qur’an itu saling menafsirkan satu sama lain. Penafsiran ini lebih dikedepankan daripada jenis-jenis penafsiran lainnya.

3. Wajib meneliti apakah ada hadits yang bisa dijadikan penafsir ayat, karena Rasulullah SAW adalah orang yang paling mengetahui maksud Allah, karena kepada beliau-lah Al Qur’an diturunkan.

4. Meneliti pendapat yang bersumber dari para sahabat karena mereka lebih mengetahui makna-makna Al Qur’an, dan karena dimungkinkan mereka mendengar informasi khusus dari Rasulullah SAW terkait ayat yang sedang dikaji.

5. Memerhatikan makna bahasa yang berlaku pada saat turunnya Al Qur’an, bukan makna lain yang dikenal manusia sesudahnya.

6. Memerhatikan kaidah I’rab dan kaitan-kaitannya yang menjelaskan makna yang sebenarnya dari nash Al Qur’an.

7. Menerapkan kaidah Balaghah dan Bayan, karena ia membantu untuk mengungkapkan indikasi nash.

8. Memerhatikan pula alur dan konteks nash, serta situasi dan kondisi yang melingkupi nash.

9. Sebelum kita menetapkan makna nash, maka harus memastikan bahwa ada kalimat atau isyarat yang membantu untuk menetapkan makna yang kita inginkan, karena klarifikasi adalah tuntutan syari‘ah, terlebih lagi dalam penelitian mukjizat ilmiah Al Qur’an.

10. Mengamati indikasi lafazh dan kalimat nash; apakah mengandung sesuatu yang menunjukkan makna-makna tambahan seperti batasan terhadap yang umum, pengkhususan terhadap yang mutlak, atau ada unsur majaz di dalamnya? Tujuan dari langkah ini adalah mengetahui pertimbangan prioritas untuk meletakkan nash pada tempat yang sesuai.

11. Wajib menjadikan makna yang pertama sebagai pegangan. Karena itu, makna yang muhkam lebih kuat daripada makna tekstual; makna tekstual lebih kuat daripada makna yang disimpulkan melalui takwil ketika ada faktor takwil, tetapi harus tetap diperhatikan kriteria-kriteria takwil. Demikian pula, makna eksplisit lebih didahulukan daripada makna implisit. Bahkan di antara sesama makna implisit tersebut, sebagiannya lebih didahulukan daripada sebagian yang lain.

12. Keharusan mengetahui kondisi terkaitnya dengan kemungkinan makna dengan nash. Pertama, terkait khusus dengan fakta syari‘ah. Kedua, terkait dengan fakta tradisi. Kita mendahulukan aspek syari‘ah di atas aspek tradisi. Dan demikian pula kita mendahulukan aspek tradisi di atas aspek bahasa, kecuali ada indikasi yang valid.

13. Ada beberapa kalimat yang terdiri dari satu huruf dan ada yang lebih banyak, yang diistilahkan dengan huruf bermakna. Para ahli bahasa telah mengistilahkan makna-maknanya ketika kata tersebut berada dalam satu kalimat, dan itu harus dipertimbangkan.

14. Ada beberapa kaidah ushuliyyah yang makna-maknanya juga dijadikan pegangan oleh para ahli tafsir. Karena itu, kaidah-kaidah tersebut harus diperhatikan dan diterapkan dalam menafsirkan ayat dan Sunnah. Di antaranya adalah: “Yang berlaku adalah sifat umum lafazh, bukan sebab khusus.” Juga seperti kaidah, “Dugaan yang tidak bersumber dari dalil itu tidak berlaku.”

15. Tidak menyelami nash-nash mutasyabih, dan masalah-masalah yang disebut ulama dengan istilah sam’iyyat.

16. Menghindari isra’iliyyat, serta tidak bersandar pada nash-nash yang lemah atau tidak valid ketika diteliti.

17. Menghindari pernyataan negatif terhadap perkataan ulama salaf meskipun telah jelas kesalahan mereka. Sebaliknya, kita wajib bersikap santun dalam menolak kesalahan itu dengan mengambil inti pelajaran bahwa barangkali ada satu aspek yang membuat pernyataan mereka itu diterima. Betapa banyak orang mencela orang lain, padahal sebenarnya aib itu ada pada dirinya sendiri karena kurang memahami.

18. Tidak boleh terlepas dari kita keyakinan akan kebenaran janji Allah dan berita-Nya bahwa Dia akan menunjukkan kebenaran ayat-ayatnya di alam semesta, tetapi pada waktu yang telah ditetapkan-Nya. Karena itu, tidak boleh mengedepankan sesuatu yang kita dengar di atas Kalam Allah, karena apa yang kita dengar itu tidak terlepas dari kekeliruan.

19. Apabila kita tidak menemukan kemantapan setelah melakukan langkah-langkah di atas, dan kita terpaksa untuk menakwili nash, maka kita harus berpegang pada apa digariskan ulama salaf dalam bidang ini. Di antaranya adalah memastikan kebenaran indikasi yang kita simpulkan, dan bahwa kesimpulan ini tidak boleh keluar dari batas moderat dan menyimpang dari suatu hakikat agama. Sebaliknya, kita harus mendekatkan antara berbagai kosa kata nash, begitu juga natara nash dengan nash yang lain, karena tidak ada kesenjangan antara ayat-ayat Al Qur’an selama-lamanya.

20. Tidak menyeret ayat ke arah makna yang diinginkan peneliti, dengan berpegang pada asumsi-asumsi yang lemah dan memaksakan. Kalamullah seyogianya dihindarkan dari hal-hal semacam ini.

21. Untuk memahami metodologi penelitian lebih dalam, silakan baca kitab Al-Itqan karya as-Suyuthi (jld. IV, hlm. 200 dst.), kitab at-Tafsir wal-Mufassirun karya Adz-Dzahabi (jld. I, hlm. 265-284), dan kitab-kitab lain di bidang Ulumul Qur’an.

Dan yang kedua adalah memahami prinsip ilmiah yang harus menjadi patokan dalam melaporkan fakta-fakta ilmiah, sebagaimana yang digariskan oleh pakar spesialis di bidang masing-masing.


/@cwi

selengkapnya...

Tasawuf di Abad Modern




Kaum sufi yang merupakan kaum elit dan kaum terdepan. Merupakan roda penggerak utama islam pada masanya.Sepanjang abad ke-18, ke-19 dan awal abad ke-20, gerakan-gerakan sufi besar di Afrika dan Asia sering dihubungkan dengan gerakan-gerakan Islam umumnya.

Kaum sufi adalah kaum elit masyarakatnya, dan sering memimpin gerakan pembaruan, atau perlawanan terhadap penindasan dan dominasi asing atau kolonial. Maka, misalnya, mereka terlibat jauh dalam gerakan politik seperti kebangkitan di Maroko dan Aljazair melawan Prancis, dan pembangunan kembali masyarakat dan pemerintahan Islam di Libya, yang sebagian besar dilakukan oleh para anggota tarekat Sanusi. Di Nigeria utara, Syekh 'Utsman dan Fobio (m. 1817), seorang anggota Tarekat Qadiriyah, memimpin jihad melawan para penguasa Habe yang telah gagal memerintah menurut syariat Islam, yang telah mengadakan pembebanan pajak yang dibuat-buat, korupsi umum, penindasan, dari menjatuhkan moralitas Islam pada tingkat rakyat maupun istana. Lebih jauh ke timur, Syekh Muhammad Ahmad al-Mahdi (m. 1885), anggota tarekat Tsemaniyah, berhasil menentang pemerintahan kolonial Inggris di Sudan. Fenomena serupa terjadi pula di Timur. Misalnya, kaum sufi Naqsabandiyyah dan Syah Waliyullah menentang kekuasaan kolonial Inggris di India.




Demikianlah kaum sufi beraksi di banyak negara di masa penjajahan, menentang usaha kolonial untuk menjungkirkan pemerintahan Islam, dan berusaha menghidupkan kembali serta mempertahankan Islam yang asli. Mereka sering membentuk atau berada di jantung kelompok-kelompok sosial yang kuat, dan mempunyai banyak pengikut di banyak bagian dunia. Yang membuat gerakan-gerakan ini tetap berhubungan dan kuat ialah kenyataan bahwa selama abad ke-19 rakyat tidak aktif, dan kendali atas pemilikan tanah, bersama dengan pengaruh tradisi kultural yang telah lama mapan, memainkan peranan penting dalam stabilitas masyarakat. Namun, di abad ke-20 situasi ini mulai berubah secara cepat dan radikal

Penjajahan Barat atas kebanyakan negeri Muslim hampir sempurna menjelang akhir Perang Dunia Pertama. Setelah itu, kedatangan para penguasa sekuler dan sering "klien", yang ditunjuk atau disetujui oleh Barat, menentukan suasana. Kepentingan serta pengaruh agama dan kaum sufi menjadi nomor dua, karena erosi yang cepat dalam nilai-nilai dan gaya hidup masa lalu dan tradisional, dan menjadi bertambah sulit dan berbahaya untuk mengikuti jalan Islam yang asli secara utuh di negeri-negeri Muslim. Berlawanan dengan apa yang terjadi di Timur, banyak organisasi dan masyarakat spiritual muncul di Barat, sering dimulai oleh para pencari pengetahuan Barat.

Kenyataan bahwa banyak orang dari masyarakat Barat mengikuti gerakan-gerakan agama semu (psendo-religions), seperti gerakan Bahai dan Subud, maupun berbagai cabang Budhisme, Hinduisme, dan agama-agama baru minor lainnya, atau versi-versi agama lama yang dihidupkan kembali, menunjukkan kehausan dan minat akan pengetahuan spiritual di Barat, dimana berbagai versi agama Kristen yang lebih berdasarkan pikiran atau emosi ketimbang berdasarkan "hati", telah gagal memberikan santapan rohani yang sesungguhnya selama beberapa abad. Lebih berpengaruh dari berbagai gerakan ini adalah gerakan kaum Teosofi dan Mason. Menjelang awal abad ke-20 kita dapati perhatian yang amat besar pada spiritualisme di Eropa maupun Amerika Utara.

Karya para orientalis yang berusaha menggali dimensi spiritual agama-agama Timur --sekalipun dalam kerangka konseptual mereka yang khas, termasuk Islam, turut memperbesar minat terhadap spiritualisme dan pencarian pengalaman mistik di Barat, melalui tulisan dan terjemahan mereka atas karya-karya asli tentang tradisi-tradisi, kesenian, kultur, falsafah dan agama-agama Timur. Tasawuf mulai tiba di Barat bersama dengan gerakan spiritual semu atau gerakan spiritual sesungguhnya.

Kedatangan banyak guru India dan ahli kebatinan Budha bertepatan dengan lahirnya perhatian terhadap tasawuf. Di pertengahan abad ke-20, cukup banyak masyarakat dan gerakan sufi muncul di Eropa dan Amerika Utara, sebagian didirikan oleh orang sufi yang sesungguhnya dan sebagian oleh sufi semu. Dengan berjalannya waktu, lebih banyak informasi tentang tasawuf dan Islam yang lengkap dapat diperoleh di Barat. Krisis minyak di Barat dan ledakan minyak di sejumlah negara Timur Tengah juga membantu meningkatkan kontak dengan Timur Tengah dan bahasa Arab serta informasi tentang Islam. Kemudian datang Revolusi Islam Iran di tahun 1979 yang menyebabkan bangkitnya perhatian dunia kepada tradisi Islam. Tidaklah lepas dari konteks apabila dikatakan di sini bahwa kediaman Imam Khomeini sebelumnya, dan tempat di mana ia menyambut tamu-tamu rakyatnya di utara Teheran, adalah masjid dan tempat suci sufi. Sebenarnya Imam Khomeini berkonsentrasi pada ilmu tasawuf dan 'irfaan (gnosil), pada tahun-tahun awal di sekolah agama di Qum. dan tulisan-tulisannya yang awal terutama mengenai makna batin dari berjaga malam (qiyamul-lail), shalat malam dan kebangunan-diri.

Perlu diperhatikan bahwa kita jangan merancukan kualitas spiritual dari seorang individu dengan kejadian lahiriah. Imam 'Ali, guru semua sufi, hanya mengurusi peperangan selama bertahun-tahun sebagai pemimpin umat Islam. Kejadian-kejadian lahiriah kadang membingungkan penonton dan menyembunyikan cahaya orang-orang semacam itu. Tentang keadaan tasawuf di Barat di masa lalu yang lebih belakangan ini, kami mengamati dan menyimpulkan bahwa banyak kelompok yang menerima tasawuf untuk mengambil manfaat dari beberapa disiplin, doktrin, praktik atau pengalamannya, telah mulai terpecah belah.

Kelompok-kelompok gerakan zaman baru ini yang mengikuti sejumlah gagasan yang diambil dari tasawuf sedang terpecah-pecah karena jalan hidup mereka tidak selaras dengan garis umum Islam yang asli, dan oleh karena itu mereka tidak mendapat perlindungan lahiriah yang diperlukan untuk melindungi dan menjamin keselamatan gerakan batinnya. Maka selama beberapa dasawarsa terakhir abad ini, kita lihat bahwa kebanyakan gerakan sufi di Barat telah menguat karena berpegang pada amal-amal lahiriah Islam, atau melemah dan merosot karena tidak berlaku demikian.


/@cwi

selengkapnya...

Ma`rifatullah sebagai Pondasi Kehidupan





Ma`rifatullah sebagai Pondasi Kehidupan
Secara fitrah, manusia memiliki kebutuhan standar. Dalam salah satu bukunya, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderunagn untuk mencintai dirinya, mencintai kesempurnaannya, serta mencintai eksistensinya. Dan sebaliknya, manusia cenderung memberi hala-hal yang dapat menghancurkan, meniadakan, mengurangi atau menghancurkan kesempurnaan itu.

Orang besar tekenal banyak dipuji-puji, memiliki pengaruh dan kekayaan yang melimpah, pengikutnya beribu-ribu, akan takut setengah mati jika takdir mendadak merubahnya menjadi miskin, lemah, bangkrut, terasing atau ditinggalkan manusia. Begitulah tabiat manusia. Padahal, kecintaan kita kepada selain Allah sampai begitu banyak, maka cinta itu pasti akan musnah.



Seharusnya kebutuhan kita akan kebahagiaan duniawi, membuat kita berpikir bahwa Alalahlah satu-satunya yang memiliki semua itu. Adapun kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita, mestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan mengamalkan apa-apa yang disukainya. Jadi, kebutuhan pada diri kita itu seharusnya menjadi jalan supaya kita mencintai Allah.

Seorang muslim selayaknya memahami, bahwa keindahan cinta yang paling hakiki adalah kita mencintai Allah SWT. Dan pondasi utama yang harus dibangun oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan cinta tersebut adalah dengan mengenal Allah (ma\'rifatullah). Bagi seorang muslim ma\'rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya, tanpa ma\'rifatullah seorang muslim memiliki keyakinana dan keteguhan hidup.

Ma\'rifatullah adalah pengarah yang akan meluruskan orientasi hidup seorang muslim. Dari sinilah dia menyadari bahwa hidupnya bukan untuk siapa pun kecuali hanya untuk Allah SWT. Jika seorang hidup dengan menegakkan prinsip-prinsip ma\'rifatullah ini, maka insya Allah, alam semesta ini akan Allah tundukkan untuk melayaninya. Dengan fasilitas itulah, dia kemudian akan memperoleh kemudahan dalam setiap urusan yang dihadapinya.

Maka berbahagialah orang yang senantiasa berusaha mengenal Allah, sehingga kedekatannya dengan Allah senantiasa dipisah oleh tabir yang semakin tipis. Bagi orang yang dekat dengan Allah, dia akan dianugrahi ru\'yah shadiqah (penglihatan hati yang benar).

Di sisi lain, ma\'rifatullah juga menjadi sangat penting dalan merevolusi pribadi seseorang untuk berubah ke arah kebaikan. Dengan kata lain, perubahan yang dahsyat dan hakiki itu bisa terjadi ketika seseorang mempunyai keyakinan pribadi yang sangat kuat kepada sang Khalik.

Dengan kekuatan iman, seorang pengecut seketika berubah menjadi seorang pemberani. Seorang pemalas tiba-tiba berubah menjadi bersemangat. Sehingga siapa pun yang menginginkan perubahan positif yang cepat dalam dirinya kuncinya adalah membangun kayakinan yang kuat kepada Allah SWT. Banyak contoh berbicara tentang betapa kuatnya peran keyakinan dalam merubah pribadi seseorang.

Umar bin Khatab ra. yang sebelumnya begitu pemarah dan berwatak keras, bahkan anaknya sendiri dikubur hidup-hidup. Namun berkat tumbuhnya tauhid dalam dirinya, beliau berubah menjadi begitu bermurah hati dan penyantun. Bukan hanya individu, kota Makkah yang sebelumnya tidak dikenal, hanya sebuah dusun kecil yang penuh keterbatasan, berkat da\'wah dan kekuatan iman yang disemai melalui dakwah Rasulullah SAW, akhirnya berubah menjadi bangsa yang besar dan sangat disegani.

Kisah lain dapat disebut, yaitu kisah seorang shahabiyah yang bernama Khansa. Wanita mukminah yang hidup di zaman sahabat ini ketika kerabatnya wafat, emosi kesedihannya begitu luar biasa. Dia menangis begitu pilu, meratap, merobek-robek baju, memukul dada. Tapi sesudah mendapat hidayah, emosinya dapat terkontrol.

Bahkan dalam sebuah pertempuran, ia berseru pada keempat anak laki-lakinya. "Hai anak-anakku, ini kesempatan besar. Kalau engkau mengalahkan mereka, engkau dapat pahala di sisi Allah. Kalau engkau menjadi syuhada, engkau mendapat kemuliaan di sisi Allah. Bertempurlah dengan semangat membara!"

Lalu anak-anaknya bertempur luar biasa, hingga satu persatu gugur menjadi syuhada. Namun kala itu bukan ratapan yang ia berikan, malah ungkapan syukur. Padahal dulu, hanya saudaranya saja yang meninggal dunia ratapannya sangat luar biasa, sampai hendak bunuh diri karena putus asa. Namun di kemudian hari, dia malah mengantar syahid anak-anaknya dengan penuh ketabahan dan keikhlasan.

Oleh karenanya, siapa pun yang tidak mempunyai pondasi ma\'rifatullah dalam dirinya, maka ia akan sulit untk memperoleh ketenangan, kedamaian, kabahagiaan, dan kesuksesan hakiki. Jika kita makin mengenal siapa Allah, maka akan terasa semakin kecil nilai makhluk. Ketika kita semakin mengerti penghargaan dari Allah maka kian tidak berarti penghargaan yang kita terima dari makhluk.




/@cwi

selengkapnya...

Penampilan "Sempurna"?





Gals, pernah keluar malem kan? Pastinya pernah dong. Ga mungkin lah kalo kita cuma keluar di siang hari, emang bangau…hehe. By the way gals, sewaktu kita mutusin untuk keluar di saat rembulan muncul, pasti kita pengen tampil elok nan kinclong. Absolutely. Demikian juga ama rekan-rekan kita. Ada yang berlomba untuk tampil secantik dan se-sempurna mungkin setiap mau keluar rumah. Mulai dari memakai baju “modern” yang kekecilan, biar seksi katanya (astaghfirullah). Menempel kosmetik yang mempertebal kulit wajah, dan pernak-pernik cewek lain yang konon bakal menambah PD-nya. Duuh…sampe segitunya.

Memang gals, kelihatannya keluar malam untuk hal yang ga penting-penting amat, semisal shopping, kumpul-kumpul ama teman, atau sekedar ngeceng di mall, seakan sudah menjadi kebiasaan cewek zaman sekarang. Katanya sich, hal tersebut menyenangkan, bahkan bisa disebut upaya melepas lelah (emang jalan kaki di mall ga capek apa…hehe). Apalagi plus penampilan “sempurna”. Bener ga sih, gals? Wah, kalau mau tahu lebih lanjut, pantengin terus tulisan ini. Ga bakalan rugi deh.

Nah gals, kita tidak bisa pungkiri bahwa hidup di zaman yang serba modern, akan membuat remaja cewek berusaha untuk ngerubah apapun dari dirinya menjadi “yang lebih baik”. Lebih girly, modis, pokoknya harus ngikuti trend masa kini. Beneran tu?!



Gals, fenomena di atas membuat kita harus teliti lebih jauh lagi. Apakah dengan berpenampilan menarik menjadi sebuah impian “wajib” bagi cewek? Ternyata gals, hal ini ngga sekonyong-konyong muncul gitu aja. Ada beberapa pihak yang punya andil sampe para cewek setengah mati ngejar impian itu. Salah satunya adalah media, termasuk berbagai iklan yang mempropagandakan bahwa wanita “sempurna” adalah wanita yang cantik, putih dan modern. Konsep inilah yang diagung-agungkan oleh berbagai majalah dan tabloid kecantikan dan fashion. Bahkan sudah dihembuskan pada anak-anak remaja melalui rubrik seputar fashion, gaya hidup dll. Wah, parah dong!

Trus, kalo kita lebih dalem lagi ngebahas hal ini, melalui media tadi para cewek diarahkan agar memiliki life style yang mendewakan kecantikan, konsumtif dan materialis. Lihat saja, sebuah survey di Amerika menunjukkan bahwa para perempuan telah menyediakan anggaran khusus untuk “memelihara kecantikan” hingga sepertiga dari seluruh pendapatan mereka. Duile gals, mbok ya sadar! Nah, gambaran seperti inipun terjadi di negeri kita yang kita tinggali ini lho. Mereka seakan tidak perduli dengan kejadian di sekitar, yang ada di benak mereka hanya gimana caranya agar mereka terlihat “sempurna”.

Dari sini, siapa sih yang diuntungin? Yup, tentu aja industri-industri alat kecantikan, kosmetik dan fashion-lah yang meraup keuntungan sangat besar dari bisnis ini. Bagaimana tidak, semakin banyak konsumen yang membeli produknya pasti menambah pundi-pundi keuntungan baginya. So jangan heran, berbagai image dan impian itu akhirnya terus dipelihara dan dikembangkan dari waktu ke waktu.

Sesungguhnya gals, apa yang terjadi jelas adalah bentuk-bentuk keburukan di era jahiliyah yang dikemas dalam baju modernitas. Kita bisa ambil contoh pada zaman Yunani dulu, cewek-cewek dibalut dengan pakaian yang memamerkan sebagian besar auratnya. Sedangkan perbedaan antara zaman jahiliyah dari berbagai peradaban dengan zaman sekarang hanya terletak pada bahan pakaiannya saja. Dulu dari besi atau daun, sekarang dari sutera atau katun. Iya kan.
Konon, pada peradaban Romawi dan Yunani, wanita dipandang sebagai alat pemuas nafsu dan komoditas yang diperjualbelikan. Sementara, peradaban Yahudi memandang kaum wanita sebagai warga kelas dua. Penindasan dan diskriminasi banyak dialami oleh cewek-cewek Yahudi. Kondisi perempuan pada masa Peradaban Arab pra-Islam juga sangat memprihatinkan. Mereka dianggap sebagai harta benda yang diwariskan. Bahkan, mereka rela mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru aja lahir. Sedangkan, masyarakat Eropa pada abad ke-19 memandang kaum perempuan sebagai sesuatu yang terpinggirkan. Ya, begitulah peradaban jahiliyah dalam memandang kaum perempuan. Mereka hanya dianggap sebagai pemuas nafsu syahwat dan barang yang dapat diperjualbelikan dengan harga murah. Ngeri banget!!!

Di saat peradaban-peradaban lain menempatkan wanita menjadi kelas dua, Islam datang membawa ajaran yang luhur dan agung. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Islam juga memberi kesempatan yang sama untuk meraih pahala tanpa memandang jenis kelamin. Sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,…Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (TQS. Al-Ahzab: 35).

Kehormatan wanita dalam Islam benar-benar dilindungi. Mengapa? Karena wanita adalah perhiasan berharga yang harusnya dipelihara, bukan dieksploitasi dan diekspos tanpa batasan. Sebagaimana Rasul bersabda “Dunia dan segala isinya adalah perhiasan, tetapi sebaik-baik perhiasan di dunia adalah perempuan shalihah”.

Gals, memang ga salah kalo kita pengen tampil sempurna, namun sewajarnya saja. Jangan berlebihan. Rasulullah SAW melarang seorang wanita untuk bersolek atau berdandan dengan berlebihan. Dan seorang wanita yang udah baligh, ga diperbolehkan untuk memperlihatkan auratnya (yaitu seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan). Kepada orang yang bukan mahramnya (keluarga) atau suaminya. Selain itu gals, jangan sampe deh kita ikut-ikutan terhadap segala hal yang ga baik menurut Islam. Dengan alasan pengen tahu, penasaran dll. Jangan deh. Soalnya Allah SWT udah ngasih warning, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (TQS. Al-Israa’ : 36). Rasul juga bersabda: “Siapa saja yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai tuntutanku, maka perbuatan itu tertolak.” (HR. Bukhari)
Jadi gals, budaya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam maka wajib untuk kita tolak. Walaupun budaya itu sedang tren. Jangan takut dibilang gak trendy. Itu sih pendapat manusia. Sedangkan pahala Allah dan pujian dari-Nya lebih menggiurkan daripada dunia seisinya. Betul nggak gals?

So, pastikan kita sebagai barisan terdepan untuk. berpenampilan sempurna dengan mentaati segala yang diperintahkan Allah. En, jadikan syariat Islam sebagai acuan kita dalam mengarungi kehidupan ini hanya untuk meraih RidhoNya. Amin. (ra)


/@cwi

selengkapnya...

Jeritan Hati Seorang Wanita Biasa




oleh: bungarevolusi

Gerimis ini mengiringi tangisan seorang wanita cantik, wanita yang tegar hatinya, wanita yang selalu bersahaja, wanita yang selalu menundukkan pandangannya, wanita yang sempurna dimataku. Tapi Allah Maha dari segala Maha, dia hanya wanita biasa yang bisa sakit hatinya, yang bisa mengeluarkan air mata ketika bersedih. Suci, begitulah nama wanita yang sedang kupandang ini. Air matanya tak bisa diajak berkompromi lagi, tak tertahan selalu mengalir, terisak dan terasa sesak. Aku dan Suci sudah seperti adik dan kakak, sejak lulus SMA diPadang aku hijrah untuk kuliah disalah satu Universitas Negeri di Jakarta, ayah mencarikanku tempat Kost yang tepat, yaitu dirumah Uni. Sejak saat itulah kami begitu akrab dan melekat sampai sekarang.

“Uni sudah ngga tahan lagi La!”
Sudah sembilan kali wanita yang kupanggil Uni mengeluarkan kalimat itu. Aku sebagai gadis yang belum berpengalaman dan masih labil jiwannya hanya bisa menguatkan dirinya tanpa bisa memberi solusi.

“Uni, Allah itu Maha Penyayang, tidak akan Allah memberikan Uni ujian sebesar ini kalau Uni tak kuat, Dibalik semua ini ada hikmahnya Uni. Mungkin saja Allah ingin menguji kecintaan Uni terhadap-Nya”



Air matanya semakin deras saja mengalir, tak tertahan dan tak bisa terbendung lagi. Ya Allah, kuatkanlah aku untuk bisa menguatkannya. Tiba-tiba Uni memelukku dengan sangat erat. Isak tangisnya berhenti, nafas panjang dikeluarkannya, aturan nafasnya mulai tertaur, bibirnya berkemit memulai bertasbih, kubiarkan bahu ini menjadi sandarannya dan menjadi wadah air matanya.

Aku jadi teringat dua tahun yang lalu, ketika Uni menikah dengan seorang pria bernama Fahri, dengan wajah berpoleskan sederhana Uni terlihat cantik dan sangat anggun, wajahnya yang jelita membuat semua orang terpaku melihatnya termasuk aku,
“Subhanallah, cantik sekali Uni. Aku bak melihat bidadari yang Allah turunkan tiba-tiba dari langit” Candaku saat itu. Uni hanya tersenyum tersipu malu, wajahnya pun sampai merah merona. Pria bernama Fahri itupun terpesona melihatnya, lalu tunduk kembali menjaga pandangannya. Setelah pernikahan itu berlalu, Uni pun diboyong ke Solo dari Jakarta, satu tahun kemudian Uni pulang dalam rangka ‘Ied. Saat kami bertemu kembali dan bercakap-cakap, wajahnya begitu berseri dan bahagia.

“La…”
Mulutnya mulai terbuka memulai pembicaraan.
“Bang Fahri begitu mencintai Uni, Uni begitu beruntung mendapatkan suami seperti dia”
“Subhanallah!”
“Bang Fahri akan setia sampai kapanpun walau apapun yang terjadi sama kami”
. Setelah itu Uni pulang lagi bersama suami tercintanya

Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang, masih melekat dan terekam bagus didalam otakku. Namun sampai saat ini Allah belum memberikan seorang buah hati dalam pernikahhannya. Sehingga satu bulan yang lalu Bang Fahri memutuskan untuk berpoligami. Terasa di tusuk sembilu hati ini ketika mendengar kabar itu. Awalnya Uni menolak, tapi dengan dalih yang disertai dalil Uni tak bisa mengelak lagi, Uni mencoba Ikhlas dan lebih mencintai Dia dari pada dia. Bang Fahri menikahi seorang gadis yang usianya satu tahun lebih muda dari Uni wanita itu bernama Khomsa. Cantik dan menarik memang parasnya, Subhanallah, Maha Sempurna Allah yang menciptakan hambaNya dengan sempurna. Bang Fahri janji pada Uni kalau akan bersikap adil. Karena itu Uni dan mba Khomsa disatukan dalam satu atap. Padahal setahuku Rasul tidak mencontohkan itu, ya walaupun tak ada larangannya.

Satu bulan berjalan, rumah itu bagai nereka bagi Uni, Uni tak kuat lagi ketika suaminya harus bergilir berganti kamar, Uni tak sanggup lagi ketika pakaian kerja suaminya disiapkan oleh wanita lain, sarapan yang biasanya ia masak sendiri dan sekarang disediakan oleh wanita lain. Walau dengan hari bergilir Uni tetap saja tak kuat. Akupun akan merasakan hal yang sama jika aku berada diposisinya. Astagfirullah……! Kenapa bang Fahri setega itu, ketika Uni mencoba mengkomunikasikan permasalahn hatinya pada bang Fahri, bang Fahri malah menyuruh Uni untuk mencontoh Khomsa. Sakitnya hati Uni sakit juga hatiku. Sampai akhirnya kesedihan Uni membawanya bertemuku diLaut sunda ini secara rahasia Dihadapan Uni aku coba untuk tegar, sehingga mata ini mampu membendung berjuta juta tetesan air mata. Dan Ibu tak pernah tahu akan hal ini. Begitulah hidup, tak ada yang bisa menebak. Kadang menjadi cahaya yang terang benderang dan kadang menjadi kegelapan yang menakutkan. Hm….akupun sama, hanya wanita biasa.

Senja sudah tiba……

Kerudung* dan Jilbab** ini sudah basah disinggahi gerimis yang sedari tadi tak kunjung berhenti. Uni membuka kedua matanya, dihapusnya air mata yang sedari tadi mengalir, menghela nafas, dan bangkit dari bahuku.

“Aila, percayalah! Allah tidak pernah tidur, Allah selalu memberikan yang terbaik, berupa senang atau sedih. Semua itu adalah ujian. Tapi Aila, ketahuilah, aku hanya wanita biasa, wajar jika aku seperti ini. Terima kasih sudah meminjamkan waktu dan bahumu serta memberikan kasih sayangmu padaku. Tolong sampaikan kepada ibu, 3 hari lagi aku akan pulang”

Entah, kekuatan apa yang mendorong Uni tegar kembali. Kami bangkit dan berpelukkan lagi lalu berpisah. Aku bergegas pulang.

Hari-haripun berlalu, dan ini hari ketiga dimana aku bertemu Uni terakhir kalinya. Pesan Uni untuk ibu sudah kusampaikan, Ibu dan aku menunggu Uni dipelataran rumah. Pelataran yang menjadi saksi pertemuanku dengan Uni empat tahun lalu, saat aku masih sangat remaja dan berpakaian ala kadarnya. Polos, tidak berkerudung juga tidak berjilbab, tapi setelah aku mengenal Uni, akupun mengenal siapa aku, dari mana, mau apa, dan akan kembali kemana. Semua pertanyaan itu sudah terjawab dalam Islam. Dan Uni lah yang menghantarkan ku pada-Nya.

Sebuah Taksi berhenti didepan pelataran rumah Uni yang menjadi Kost-an ku selama 55 bulan ini. Seorang wanita anggun turun dari taksi itu, wanita itu adalah Uni. Dengan wajah berseri dan semakin cantik Uni pulang.

“Subhanallah….Alhamdulillah, kurasa permasalahannya sudah selesai” ujar hatiku
“Assalamu’alaikum bu, La”
“Wa’alaikumsalam”
“Lho, Fahri ngga ikut Ci? “ Tanya Ibu, hatiku gemetar.
“Fahri ya diSolo bu, dia kan harus kerja. Kalau ngga kerja istrinya makan apa donk bu?” dengan wajah tenang dan canda Uni menjawab pertanyaan ibu. Aku semakin bingung dibuatnya. Ibu dan aku menyambut Uni secara suka cita, kami senang sekali Uni pulang kerumah. Semua mengalir seperti air, ibu bahagia, begitu pun aku. Walau didalam isi kepala ku ini tersimpan berjuta tanya.

Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Cerita-cerita memecahkan waktu-waktu yang biasanya sunyi sepi, hanya ada Ibu, aku dan beberapa anak kost yang mempunyai kegiatan padat masing-masingnya. Apalagi setelah bapak wafat, semakin kesepian saja Ibu. Makan malam yang hangatpun sudah berlalu. Bahkan Uni sempat meledek kapan aku akan memenuhi separuh Dien ini. Ah…Uni, Skripsi aku saja masih dalam hayalan apalagi memiliki suami.

“Bu, La, aku pamit tidur ya. Rasanya tulang-tulang ini mau rontok. Hehehe”
“Ya sudah, selamat istirhat ya na’ “ kecupan Ibu yang melayang didahi Unipun melayang didahiku. Ibu sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri.

Malampun gelisah, hatikupun gundah. Ada apakah dengan Uni ? sudah selesaikah masalah diantara mereka? mengapa bang Fahri tiduk turut serta bersama Uni? Sedang apa bang Fahri ssehingga membiarkan Uni pulang sendiri ?........ Ah…..lebih baik aku tidur saja agar nanti bisa bangun sholat malam.
“Tok…Tok….”
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku, kutengok jam yang menggantung dihiasan lampu kamarku, rasanya baru lima menit aku memejamkan mata. Ternyata sudah jam dua. Segera ku membuka pintu kamarku.

“Uni?”
“Iyalah, masa Hantu! Hehehe, segera ambil wudhu sana. Setelah tahajud kekamar Ibu yah!”
“ada apa Uni?”
“datang sajalah!”
“OK!”
Sholat dan berdo’a khusyu kuhantarkan malam ini untuk-Nya, Allah yang Maha dari segala Maha. Segera kubergegas kekamar Ibu.
“Assalamu’alaikum…Tok…Tok…”
“Wa’alaikumsalam, masuk La!”
Jawab Uni dari balik pintu kamar Ibu.
“Sini La, duduk sini!”
Ibu menyuruhku lembut untuk duduk disisinya.
“ada apa bu? “ Tanyaku penasaran.
“Ga tau nih Suci, ada apa nak?”
Senyum lembut, itulah yang dimulai oleh Uni.
“Ibu, aku sangat menyayangi Ibu. Ibu bagaikan debaran jantungku. Dan Aila akupun menyayangi kamu sebagai adikku. Apapun yang akan kalian dengar ini adalah sebuah jalan yang sudah aku tempuh!”
Air mata Uni mulai turun satu persatu.
“ada apa na’? “ dengan bijaksana Ibu bertanya “Kabar apapun yang akan Suci beritahukan kepada Ibu, Ibu akan tetap tegar dan bersama Suci”

“Bu, setelah dua tahun aku berumah tangga dengan Fahri, aku merasa sangat bahagia, aku merasa menjadi wanita yang paling sempurna didunia ini, memiliki Ibu dan Bapak yang begitu menyayangiku dan menemukan Fahri suami yang sangat aku cintai serta Aila yang sudah menjadi adikku”
Sesaat hening… Ibu melebarkan bibirnya. Memeluk Uni. Subhanallah…Ibu sangat Bijaksana.

“Bu, aku bercerai dengan Fahri!”
Aku kaget bak disambar petir. Tapi Ibu??? Dia masih tersenyum dengan lembutnya.
“Memangnya kenapa nak ?” Sikap Ibu masih Bijaksana dan sangat lembut. Sumpah, aku tak pernah bertemu dengan wanita-wanita setegar ini.

“fahri menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih sempurna dari aku, wanita yang bisa memberikan Fahri keturunan. Wanita yang lebih baik dariku. Awalnya aku bisa menerima, tapi sebatu-batunya hati manusia dia juga akan bisa pecah bu. Aku tidak kuat lagi untuk bertahan dengan keadaan ini. Jadi kuputuskan untuk berpisah”

Isak dan raungan tangisan Uni pun mulai terdengar. Dan aku hanya bisa terdiam.
“Apa kamu sudah memikirkan ini matang-matang nak? Bukan perasaan emosi semata?”
“Aku sudah beberepa kali memikirkan ini bahkan ribuan kali bu, sepanjang malam akupun beristikharah dan jawabannya adalah diterimanya aku menjadi mahasiswi diJepang. Setelah itu aku kuat untuk meninggalkan Fahri dan membiarkan dia bersama Khomsa”

Allahu Akbar, entah rasa apa yang ada pada saat ini. Aku hanya bisa bertasbih padaMu ya Allah. Maha Sempurna Engkau yang menciptakan Langit dan Bumi. Maka Fasiklah orang-orang yang tidak mau menjalankan dan memperjuangkan Hukum-hukum Mu.

Setelah malam itu, nterlihat tak ada beban diwajah Uni. Dia sibuk menyiapkan diri untuk mengejar cita-citanya menjadi ahli Sains diJepang.

“Berapa lama Ni disana?” tanyaku saat membantu mengepak barang-barangnya
“Hanya dua tahun, jangan nakal yah kamu! Kalau Nikah harus kabari aku. Hehehe”
“Ah, Uni! Aku belum kefikiran ke arah sana. Dan rasanya aku Trauma terhadap laki-laki”
“Eh, pria itu berbeda-beda La. Nasib pun berbeda-beda. Jangan pernah takut untuk menjalankan hidup ini. Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Jika hanya dengan hal semacam ini saja kita mundur apalagi menhadapi musuh-musuh Allah pembuat makar?”
“Tapi itukan berbeda, ini masalah HATI!”

“semua masalah itu punya solusi, yaitu ISLAM. Tak ada jalan lain! Ya kan?” Uni tertawa kecil.

8 tahun kemudian…..

Uni sudah mendapatkan cita-citanya menjadi seorang Ahli Sains, dia menjadi dosen dari beberapa Universitas Negeri. Ibu pun wafat setahun setelah Uni pulng dari Jepang. Uni berkeluarga lagi setelah empat tahun bercerai dari bang Fahri. Dan kini ia memiliki buah hati yang begitu tampan bernama Akbar. Sedangkan aku, sudah beranjak 32 tahun umurku ini. Tapi Allah belum mendatangkan kekasih hatiu. Entahlah, Allah sedang menguji kesabaranku. Pria datang silih berganti, tak satupun yang berhasil mengisi kehidupan abadiku. Ada yang tak cocok dengan umurku, ada yang orang tuanya tak setuju denganku, ada ada sajalah. Tapi Subhanallah, Maha suci Allah yang Maha berkehendak. Kun Fa Ya Kun.

“Insya Allah kamu bisa, dia wanita yang berbeda. Dia lebih sempurna dariku!”

Dengan berpakain pengantin berwaran putih anggun, sekarang aku berdiri. Penantian ini telah usai. Allah menjodohkanku dengan seorang pria beristri. Dan kini aku menjadi istri kedua dari seorang Pria yang Allah pilih. Sekarang aku berada diposisi Khomsa. Apakah kalian mendengar jeritan hati seorang wanita biasa ???!!!

* kerudung (QS. An- Nur : 31)
** Jilbab (QS.Al Ahzab 59)



/@cwi

selengkapnya...

The Great Mother





oleh: Yuni Astuti

Kata “mother”, “bunda”, “ibu”, “mama”, “emak”, “simbok” dan sebagainya terdengar sederhana dan sangat sering kita dengar. Semuanya sama saja, berarti “ibu”. Yakni, seorang wanita yang telah melahirkan kita. Dalam perkembangannya, tak semua ibu bisa merawat dan mendidik anak-anaknya. Kenyataannya, kini banyak wanita yang lebih banyak beraktivitas di luar rumah, dengan atau tanpa meninggalkan peran utamanya di rumah.

Kata “the great”, membuatnya menjadi luar biasa. The Great Mother adalah sebuah predikat istimewa yang dimiliki oleh seorang wanita setelah ia memberanikan diri menjabat sebagai istri. Menjadi ibu adalah konsekuensi logis ketika kita mengizinkan seorang lelaki asing mengucapkan qabul sambil menjabat erat tangan wali kita. Manusia hebat, terlahir dari ibu yang hebat dan mendidiknya dengan penuh kesabaran. Seorang ibu yang hebat akan mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjadikan anak-anaknya berkualitas. Ia tak pernah mengeluh terhadap banyaknya jumlah anak (misal tiap tahun lahir satu anak), kerepotan dalam mengurusnya, serta beratnya mendidik mereka 24 jam nonstop. Ibu tangguh akan senantiasa sabar dan qonaah pada apapun yang terjadi padanya karena itu semua adalah konsekuensi yang harus ia terima sebagai ummu wa robbatul bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga).

Setidaknya, The Great Mother harus memiliki enam peran, antara lain:



1. Sebagai hamba Allah. Dalam kehidupannya, laki-laki dan perempuan dituntut untuk menjalankan kewajiban yang sama yakni menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan menikah, tak membuat kewajiban-kewajibannya sebelum menikah menjadi lenyap. Ia tetap harus menjaga amal-amal baiknya sejak sebelum menikah.

2. Sebagai Best Wife. The Great Mother haruslah bisa menjadi istri terbaik yang dibanggakan oleh suaminya. Selalu menaati segala perintahnya selama bukan perintah pada kemaksiatan, dan selalu menyenangkan suaminya, menjaga kehormatan suami ketika suaminya tak berada di rumah, menjaga hartanya, mencari keridloannya, qonaah pada setiap yang diberikan suaminya sebagai rizki yang halal. Menjadi motivator dan tempat bersandar kapanpun dan di manapun suaminya butuhkan. Menjadi sahabat yang asyik diajak bercanda dan tidak menampakkan muka yang masam di depan suaminya. Juga ketika suami baru pulang bekerja, ia selalu menyambutnya dengan wajah ceria.

3. Sebagai Ibu Tangguh. Ini jabatan terberat yang disandang seorang wanita setelah ia berikrar menjadi istri. Sebagian orang berpendapat bahwa belumlah wanita itu menjadi sempurna sebelum ia menjadi ibu dan mengabdi pada suaminya. Wallahu a’lam. Ia akan rela bersakit-sakit demi kebahagiaan keluarganya. Ketika sedang nikmat-nikmatnya tidur, ia ikhlas bangun ketika mendengar tangis anaknya yang lapar atau sakit. Ketika sedang enak-enaknya makan, ia tak mengeluh membersihkan kotoran anaknya yang tiba-tiba buang air. Begitu pula, ia ikhlas untuk mendahulukan keperluan anak-anaknya dibanding kepentingan pribadinya. Jelasnya, ibu tangguh itu bisa melakukan apa saja. Cerdas dalam segala bidang sehingga bisa mengajari anak-anaknya banyak hal dari segi keilmuan maupun keterampilan. Ia pun bisa menjadikan anak-anaknya berjiwa militan dengan selalu mengajarinya tentang keislaman. Menjadikan Rasulullah saw sebagai teladan yang patut dicontoh.

4. Sebagai anggota masyarakat. Peran ini takkan hilang setelah menikah, justru perannya semakin bertambah karena harus mencerdaskan masyarakatnya dengan Islam. Ia harus bisa membagi waktu antara keluarga dan dakwah. Tidak berat sebelah antara tugas yang satu dengan tugas lainnya. Ia selalu ingat peran utamanya sebagai ummu wa robbatul bayt dan dia juga tidak melalaikan kewajiban dakwahnya karena keduanya adalah sama-sama kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslimin.

5. Sebagai Anak yang Berbakti. Meskipun setelah menikah, suaminya yang menjadi walinya bukan berarti ia meninggalkan perannya sebagai anak dari orangtuanya. Ia tetap harus berbakti dan selalu mendoakan mereka, berbuat baik dan memuliakan mereka.

6. Sebagai Menantu Dambaan. Terkadang menantu diversuskan dengan mertua, padahal andai saja semua menantu menyadari bahwa mertua adalah orangtua kita juga tentu tidak akan terjadi “perang dingin” antara mereka. kita harus ingat bahwa mertua adalah orangtua dari suami kita, mengasuhnya sejak kecil tanpa lelah hingga menjadi sedemikian sempurna kita melihatnya. Adalah tidak tahu dirinya kita, sudah mengambil anak orang, kita berbuat tidak baik kepada mertua.

Demikianlah, seorang Great Mother mampu menjadi basis perjuangan Islam. Wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya tangguh maka negara juga akan tangguh. Anak-anak yang tangguh adalah hasil didikan ibu tangguh. Imam Syafi’i bisa menghafal al-Qur’an pada usia sembilan tahun, Ibnu Sina pada usia sepuluh tahun, ath-Thabari pada usia tujuh tahun, adalah contoh pribadi yang dididik oleh seorang ibu tangguh. Bahkan Albert Einstein yang dikeluarkan dari sekolah dasar karena dicap bodoh, siapa sangka ia bisa menciptakan bom atom. Itu karena ibunya selalu memotivasi dan mendidiknya tanpa lelah.

Setidaknya, ada empat hal yang diperlukan orangtua dalam mendidik anak-anaknya: 1. Menerima yang sedikit darinya; tidak memaksanya agar menjadi juara satu di sekolahnya, kalaupun anaknya dikatakan bodoh sekalipun oleh lingkungannya, ibu harus bisa menerima dan terus memotivasinya bahwa kepintaran manusia itu tidak bisa dinilai dengan bilangan angka, melainkan lebih luas dari itu.
2. Memaafkan yang menyulitkannya; jika anak-anak melakukan kesalahan, kita bersabar dan tidak lekas marah.
3. Tidak membebaninya; jangan menyuruhnya melakukan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakannya.
4. Tidak pula memakinya; anak jangan dicap “bodoh”, “nakal”, dsb sebab itu akan melekat pada diri anak dan sulit untuk menciptakan citra baru bagi dirinya bahwa dirinya “baik”.

The Great Mother, singkatnya, adalah ibu yang tahu akan segala yang dibutuhkan suami, anak-anak dan masyarakatnya. Ia bisa menjadi teman yang menyenangkan di setiap waktu, serta menjadi guru yang mendidik anak-anaknya dengan kesabaran. Semoga kita semua bisa menjadi The Great Mother, sehingga bisa menjadi lingkup kecil perjuangan Islam, melahirkan para mujahid-mujahidah militan yang akan memperjuangkan kemuliaan Islam.[yN]

Allahumma amin…. wallahu a’lam bish shawab….


/@cwi

selengkapnya...

Power of Perception: Reason Synthetically or Analytically There are fifty who can reason synthetically for one who can reason analytically (Sherlock





oleh : Felix Siauw

Geli rasanya ketika kita melihat banyak sekali pejuang-pejuang Islam yang membenarkan tindakannya bukan mencari sesuatu yang benar, dan sepertinya ini sudah menjadi sebuah sindrom yang mewabah akibat daripada salahnya persepsi seseorang terhadap suatu masalah. Saya tidak menulis hal ini untuk dijadikan sebagai suatu pembahasan yang tak kunjung habis dengan perdebatan yang panjang, tetapi hanya sebagai nasehat yang kalau dirasa benar silahkan diterapkan dan bila salah mohon diabaikan saja.Betul kata tokoh imajinatif Sherlock Holmes, “There are fifty who can reason synthetically for one who can reason analytically” Kira-kira terjemahan bebas versi Felix Siauw “Ada 50 orang yang dapat membuat alasan, dan hanya satu yang berbuat beralasan”. Kebanyakan dari kaum muslim tanpa sadar ternyata bukan berbuat karena mereka memiliki alasan (dalil) tetapi sebaliknya mereka mencari alasan atas perbuatannya. Coba kita analisis pola-nya:

1. Suatu hari Nada berkonsultasi dengan kedua orangtuanya tentang pernikahan, dan Nada memberitahukan bahwa Ahmad calon suaminya adalah orang yang sedikit kekurangan dalam masalah materi, dasar kedua orangtuanya tidak menyukai Ahmad karena keadaan materinya lalu berbicara

“Sekarang aja dia nggak bisa menghidupi dirinya sendiri, apalagi nanti setelah nikah?! nggak usah deh!”


Nada yang kecewa lalu menasihati agar Ahmad mau memperbaiki keadaan ekonominya, lalu setahun lagi Ahmad datang dengan mobil pribadi kerumah sang calon, tetapi dasar kedua orangtuanya sudah punya persepsi negatif tentang Ahmad lalu mereka mengatakan:

“Sekarang dia memang mungkin bisa menghidupi dirinya sendiri, tapi nanti ketika menikah belum tentu!!” (capeee deh -red-)

2. Suatu hari Dewi mengajak calonnya Dewa untuk berkenalan dengan orangtuanya, dan Dewa sangat menunjukkan kesopanan dan kebaikan sebagai seprang pria, tetapi karena orangtuanya tidak suka pada Dewa orangtuanya berkata:

“Sekarang aja dia sopan, karena belum nikah, nanti kalau sudah nikah pasti keliatan sifat aslinya!”

seandainya kalo Dewa seorang pria yang urakan dan sembarangan, kira-kitra beginilah komentar orangtuanya:

“Sekarang aja udah begitu urakannya, apalagi nanti?!!!” (capeee deh -red-)

3. Berbeda dengan Keluarga Fatih yang begitu memahami Islam dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup, maka ketika Aisyah mengenalkan calonnya yaitu Mahmud kepada orangtuanya, dan memperkenalkan tentang Mahmud dan aktivitas dakwahnya, serta menyampaikan pula kekurangan Mahmud dalam hal materi, maka kedua orangtuanya segera berkomentar:

“Nggak apa-apa Aisyah, lebih baik segera menikah supaya bertambah ibadahnya dan dijauhkan dari maksiat, masalah materi insya Allah akan dicukupkan oleh Allah, wong bapak-ibu nikah juga kere kok!”

ketika seminggu sebelum nikah, Mahmud berhasil dalam usahanya sehingga mendadak punya mobil pribadi, maka orangtua Aisyah berkata:

“Alhamdulillah, kamu beruntung Aisyah, Allah memudahkan calon suamimu sekarang bisa berkecukupan, apalagi nanti setelah menikah”

Inilah kekuatan persepsi, Persepsilah yang menentukan perbuatan seorang manusia dan caranya menanggapi suatu peristiwa. Persepsi bisa jadi baik, bisa jadi buruk, tergantung apa yang menjadi penyusunnya. Bila penyusunnya baik, insya Allah persepsinya juga baik. Sebaliknya, bila penyusunnya salah, maka persepsinya juga terimbas kurang baik.

Terkadang saya sering bingung dan geli melihat hamba Allah yang insya Allah pejuang Islam, tetapi persepsi yang dibangun bukanlah persepsi yang benar, yaitu persepsi yang dibangun berdasarkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Kebanyakan persepsinya berasal dari retorika akal belaka minus dalil. Beberapa waktu yang lalu saya pernah membahas tentang kebobrokan demokrasi, eh malah ada yang menimpali dengan kata-kata untuk melegitimasi bobroknya demokrasi:

“wajarlah mas, kita ini masih dalam proses pembelajaran demokrasi, nggak ada yang sempurna, kita masih proses belajar” (belajar sih belajar, tapi ini mah belajar terus! demokrasi gagal ancur dipertahanin padahal kalo Islam salah dikit aja pasti protesnya dari pagi ampe malem -red-)

Pernah juga saya mengkritik pernyataan seorang tokoh muslim yang mengatakan “jilbab nggak penting, pake jilbab juga nggak bisa menyelesaikan masalah ekonomi, politik dll”, dan saya sampaikan tidak pantas seorang muslim, tokoh lagi, berkata semacam ini, tetapi ternyata ada yang protes dan melegitimasi tindakan tokoh tadi dengan mengatakan:

“sesama muslim sebaiknya jangan saling menyalahkan, saya heran kenapa kita ini suka menyalahkan yang lain, orang yahudi seneng liat kita, kita hargai dong, itu kan cuma strategi, orangnya juga sering tahajud dan dzikir kok!” (loh-loh-loh, capee deh!, blame the victim nih, wong tokohnya yang omong secara sadar, kok malah gue yang disalahin hehehe.. padahal kita aja yang nggak salah jadi disalah-salahin -red-)

Ketika saya menjelaskan kembali bahwa ada beberapa yang salah dalam perbuatan seseorang, dan dalilnya sudah saya kemukakan secara jelas, tetap saja ada alasan yang bisa dibuat untuk melegitimasi perbuatannya. Benar sekali, ternyata persepsilah yang mengendalikan semuanya. Alasannya selalu akal-akal dan akal, padahal imam Ali sudah mengingatkan kepada kita bahwa pembentuk persepsi adalah dalil bukan akal

لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ

Seandainya agama itu dengan akal niscaya yang lebih pantas diusap adalah bagian bawah khuf daripada bagian atasnya (HR. Abu Dawud)

Masih banyak contoh lain yang kita bisa lihat bahwa seseorang menyandarkan persepsinya bukan dari al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi dari “katanya”, “kata syaikh saya”, “kata dewan syuro saya”, “pokoknya” dan lain lain, padahal sudah jelas sekali fakta yang ada. Dan jangan-jangan kita termasuk salah satu yang sering membuat-buat alasan dengan perbuatan kita yang salah, padahal telah jelas firman Allah

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ

yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS az-Zumar [39]: 18)

Pilihannya selalu ada dua:
apakah kita adalah orang yang membuat-buat alasan (dalil)
atau kita adalah orang yang berbuat karena ada alasan (dalil)


/@cwi

selengkapnya...

Jeritan Hati Seorang Wanita Biasa






oleh: bungarevolusi

Gerimis ini mengiringi tangisan seorang wanita cantik, wanita yang tegar hatinya, wanita yang selalu bersahaja, wanita yang selalu menundukkan pandangannya, wanita yang sempurna dimataku. Tapi Allah Maha dari segala Maha, dia hanya wanita biasa yang bisa sakit hatinya, yang bisa mengeluarkan air mata ketika bersedih. Suci, begitulah nama wanita yang sedang kupandang ini. Air matanya tak bisa diajak berkompromi lagi, tak tertahan selalu mengalir, terisak dan terasa sesak. Aku dan Suci sudah seperti adik dan kakak, sejak lulus SMA diPadang aku hijrah untuk kuliah disalah satu Universitas Negeri di Jakarta, ayah mencarikanku tempat Kost yang tepat, yaitu dirumah Uni. Sejak saat itulah kami begitu akrab dan melekat sampai sekarang.

“Uni sudah ngga tahan lagi La!”
Sudah sembilan kali wanita yang kupanggil Uni mengeluarkan kalimat itu. Aku sebagai gadis yang belum berpengalaman dan masih labil jiwannya hanya bisa menguatkan dirinya tanpa bisa memberi solusi.


“Uni, Allah itu Maha Penyayang, tidak akan Allah memberikan Uni ujian sebesar ini kalau Uni tak kuat, Dibalik semua ini ada hikmahnya Uni. Mungkin saja Allah ingin menguji kecintaan Uni terhadap-Nya”

Air matanya semakin deras saja mengalir, tak tertahan dan tak bisa terbendung lagi. Ya Allah, kuatkanlah aku untuk bisa menguatkannya. Tiba-tiba Uni memelukku dengan sangat erat. Isak tangisnya berhenti, nafas panjang dikeluarkannya, aturan nafasnya mulai tertaur, bibirnya berkemit memulai bertasbih, kubiarkan bahu ini menjadi sandarannya dan menjadi wadah air matanya.

Aku jadi teringat dua tahun yang lalu, ketika Uni menikah dengan seorang pria bernama Fahri, dengan wajah berpoleskan sederhana Uni terlihat cantik dan sangat anggun, wajahnya yang jelita membuat semua orang terpaku melihatnya termasuk aku,
“Subhanallah, cantik sekali Uni. Aku bak melihat bidadari yang Allah turunkan tiba-tiba dari langit” Candaku saat itu. Uni hanya tersenyum tersipu malu, wajahnya pun sampai merah merona. Pria bernama Fahri itupun terpesona melihatnya, lalu tunduk kembali menjaga pandangannya. Setelah pernikahan itu berlalu, Uni pun diboyong ke Solo dari Jakarta, satu tahun kemudian Uni pulang dalam rangka ‘Ied. Saat kami bertemu kembali dan bercakap-cakap, wajahnya begitu berseri dan bahagia.

“La…”
Mulutnya mulai terbuka memulai pembicaraan.
“Bang Fahri begitu mencintai Uni, Uni begitu beruntung mendapatkan suami seperti dia”
“Subhanallah!”
“Bang Fahri akan setia sampai kapanpun walau apapun yang terjadi sama kami”
. Setelah itu Uni pulang lagi bersama suami tercintanya

Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang, masih melekat dan terekam bagus didalam otakku. Namun sampai saat ini Allah belum memberikan seorang buah hati dalam pernikahhannya. Sehingga satu bulan yang lalu Bang Fahri memutuskan untuk berpoligami. Terasa di tusuk sembilu hati ini ketika mendengar kabar itu. Awalnya Uni menolak, tapi dengan dalih yang disertai dalil Uni tak bisa mengelak lagi, Uni mencoba Ikhlas dan lebih mencintai Dia dari pada dia. Bang Fahri menikahi seorang gadis yang usianya satu tahun lebih muda dari Uni wanita itu bernama Khomsa. Cantik dan menarik memang parasnya, Subhanallah, Maha Sempurna Allah yang menciptakan hambaNya dengan sempurna. Bang Fahri janji pada Uni kalau akan bersikap adil. Karena itu Uni dan mba Khomsa disatukan dalam satu atap. Padahal setahuku Rasul tidak mencontohkan itu, ya walaupun tak ada larangannya.

Satu bulan berjalan, rumah itu bagai nereka bagi Uni, Uni tak kuat lagi ketika suaminya harus bergilir berganti kamar, Uni tak sanggup lagi ketika pakaian kerja suaminya disiapkan oleh wanita lain, sarapan yang biasanya ia masak sendiri dan sekarang disediakan oleh wanita lain. Walau dengan hari bergilir Uni tetap saja tak kuat. Akupun akan merasakan hal yang sama jika aku berada diposisinya. Astagfirullah……! Kenapa bang Fahri setega itu, ketika Uni mencoba mengkomunikasikan permasalahn hatinya pada bang Fahri, bang Fahri malah menyuruh Uni untuk mencontoh Khomsa. Sakitnya hati Uni sakit juga hatiku. Sampai akhirnya kesedihan Uni membawanya bertemuku diLaut sunda ini secara rahasia Dihadapan Uni aku coba untuk tegar, sehingga mata ini mampu membendung berjuta juta tetesan air mata. Dan Ibu tak pernah tahu akan hal ini. Begitulah hidup, tak ada yang bisa menebak. Kadang menjadi cahaya yang terang benderang dan kadang menjadi kegelapan yang menakutkan. Hm….akupun sama, hanya wanita biasa.

Senja sudah tiba……

Kerudung* dan Jilbab** ini sudah basah disinggahi gerimis yang sedari tadi tak kunjung berhenti. Uni membuka kedua matanya, dihapusnya air mata yang sedari tadi mengalir, menghela nafas, dan bangkit dari bahuku.

“Aila, percayalah! Allah tidak pernah tidur, Allah selalu memberikan yang terbaik, berupa senang atau sedih. Semua itu adalah ujian. Tapi Aila, ketahuilah, aku hanya wanita biasa, wajar jika aku seperti ini. Terima kasih sudah meminjamkan waktu dan bahumu serta memberikan kasih sayangmu padaku. Tolong sampaikan kepada ibu, 3 hari lagi aku akan pulang”

Entah, kekuatan apa yang mendorong Uni tegar kembali. Kami bangkit dan berpelukkan lagi lalu berpisah. Aku bergegas pulang.

Hari-haripun berlalu, dan ini hari ketiga dimana aku bertemu Uni terakhir kalinya. Pesan Uni untuk ibu sudah kusampaikan, Ibu dan aku menunggu Uni dipelataran rumah. Pelataran yang menjadi saksi pertemuanku dengan Uni empat tahun lalu, saat aku masih sangat remaja dan berpakaian ala kadarnya. Polos, tidak berkerudung juga tidak berjilbab, tapi setelah aku mengenal Uni, akupun mengenal siapa aku, dari mana, mau apa, dan akan kembali kemana. Semua pertanyaan itu sudah terjawab dalam Islam. Dan Uni lah yang menghantarkan ku pada-Nya.

Sebuah Taksi berhenti didepan pelataran rumah Uni yang menjadi Kost-an ku selama 55 bulan ini. Seorang wanita anggun turun dari taksi itu, wanita itu adalah Uni. Dengan wajah berseri dan semakin cantik Uni pulang.

“Subhanallah….Alhamdulillah, kurasa permasalahannya sudah selesai” ujar hatiku
“Assalamu’alaikum bu, La”
“Wa’alaikumsalam”
“Lho, Fahri ngga ikut Ci? “ Tanya Ibu, hatiku gemetar.
“Fahri ya diSolo bu, dia kan harus kerja. Kalau ngga kerja istrinya makan apa donk bu?” dengan wajah tenang dan canda Uni menjawab pertanyaan ibu. Aku semakin bingung dibuatnya. Ibu dan aku menyambut Uni secara suka cita, kami senang sekali Uni pulang kerumah. Semua mengalir seperti air, ibu bahagia, begitu pun aku. Walau didalam isi kepala ku ini tersimpan berjuta tanya.

Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Cerita-cerita memecahkan waktu-waktu yang biasanya sunyi sepi, hanya ada Ibu, aku dan beberapa anak kost yang mempunyai kegiatan padat masing-masingnya. Apalagi setelah bapak wafat, semakin kesepian saja Ibu. Makan malam yang hangatpun sudah berlalu. Bahkan Uni sempat meledek kapan aku akan memenuhi separuh Dien ini. Ah…Uni, Skripsi aku saja masih dalam hayalan apalagi memiliki suami.

“Bu, La, aku pamit tidur ya. Rasanya tulang-tulang ini mau rontok. Hehehe”
“Ya sudah, selamat istirhat ya na’ “ kecupan Ibu yang melayang didahi Unipun melayang didahiku. Ibu sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri.

Malampun gelisah, hatikupun gundah. Ada apakah dengan Uni ? sudah selesaikah masalah diantara mereka? mengapa bang Fahri tiduk turut serta bersama Uni? Sedang apa bang Fahri ssehingga membiarkan Uni pulang sendiri ?........ Ah…..lebih baik aku tidur saja agar nanti bisa bangun sholat malam.
“Tok…Tok….”
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku, kutengok jam yang menggantung dihiasan lampu kamarku, rasanya baru lima menit aku memejamkan mata. Ternyata sudah jam dua. Segera ku membuka pintu kamarku.

“Uni?”
“Iyalah, masa Hantu! Hehehe, segera ambil wudhu sana. Setelah tahajud kekamar Ibu yah!”
“ada apa Uni?”
“datang sajalah!”
“OK!”
Sholat dan berdo’a khusyu kuhantarkan malam ini untuk-Nya, Allah yang Maha dari segala Maha. Segera kubergegas kekamar Ibu.
“Assalamu’alaikum…Tok…Tok…”
“Wa’alaikumsalam, masuk La!”
Jawab Uni dari balik pintu kamar Ibu.
“Sini La, duduk sini!”
Ibu menyuruhku lembut untuk duduk disisinya.
“ada apa bu? “ Tanyaku penasaran.
“Ga tau nih Suci, ada apa nak?”
Senyum lembut, itulah yang dimulai oleh Uni.
“Ibu, aku sangat menyayangi Ibu. Ibu bagaikan debaran jantungku. Dan Aila akupun menyayangi kamu sebagai adikku. Apapun yang akan kalian dengar ini adalah sebuah jalan yang sudah aku tempuh!”
Air mata Uni mulai turun satu persatu.
“ada apa na’? “ dengan bijaksana Ibu bertanya “Kabar apapun yang akan Suci beritahukan kepada Ibu, Ibu akan tetap tegar dan bersama Suci”

“Bu, setelah dua tahun aku berumah tangga dengan Fahri, aku merasa sangat bahagia, aku merasa menjadi wanita yang paling sempurna didunia ini, memiliki Ibu dan Bapak yang begitu menyayangiku dan menemukan Fahri suami yang sangat aku cintai serta Aila yang sudah menjadi adikku”
Sesaat hening… Ibu melebarkan bibirnya. Memeluk Uni. Subhanallah…Ibu sangat Bijaksana.

“Bu, aku bercerai dengan Fahri!”
Aku kaget bak disambar petir. Tapi Ibu??? Dia masih tersenyum dengan lembutnya.
“Memangnya kenapa nak ?” Sikap Ibu masih Bijaksana dan sangat lembut. Sumpah, aku tak pernah bertemu dengan wanita-wanita setegar ini.

“fahri menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih sempurna dari aku, wanita yang bisa memberikan Fahri keturunan. Wanita yang lebih baik dariku. Awalnya aku bisa menerima, tapi sebatu-batunya hati manusia dia juga akan bisa pecah bu. Aku tidak kuat lagi untuk bertahan dengan keadaan ini. Jadi kuputuskan untuk berpisah”

Isak dan raungan tangisan Uni pun mulai terdengar. Dan aku hanya bisa terdiam.
“Apa kamu sudah memikirkan ini matang-matang nak? Bukan perasaan emosi semata?”
“Aku sudah beberepa kali memikirkan ini bahkan ribuan kali bu, sepanjang malam akupun beristikharah dan jawabannya adalah diterimanya aku menjadi mahasiswi diJepang. Setelah itu aku kuat untuk meninggalkan Fahri dan membiarkan dia bersama Khomsa”

Allahu Akbar, entah rasa apa yang ada pada saat ini. Aku hanya bisa bertasbih padaMu ya Allah. Maha Sempurna Engkau yang menciptakan Langit dan Bumi. Maka Fasiklah orang-orang yang tidak mau menjalankan dan memperjuangkan Hukum-hukum Mu.

Setelah malam itu, nterlihat tak ada beban diwajah Uni. Dia sibuk menyiapkan diri untuk mengejar cita-citanya menjadi ahli Sains diJepang.

“Berapa lama Ni disana?” tanyaku saat membantu mengepak barang-barangnya
“Hanya dua tahun, jangan nakal yah kamu! Kalau Nikah harus kabari aku. Hehehe”
“Ah, Uni! Aku belum kefikiran ke arah sana. Dan rasanya aku Trauma terhadap laki-laki”
“Eh, pria itu berbeda-beda La. Nasib pun berbeda-beda. Jangan pernah takut untuk menjalankan hidup ini. Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Jika hanya dengan hal semacam ini saja kita mundur apalagi menhadapi musuh-musuh Allah pembuat makar?”
“Tapi itukan berbeda, ini masalah HATI!”

“semua masalah itu punya solusi, yaitu ISLAM. Tak ada jalan lain! Ya kan?” Uni tertawa kecil.

8 tahun kemudian…..

Uni sudah mendapatkan cita-citanya menjadi seorang Ahli Sains, dia menjadi dosen dari beberapa Universitas Negeri. Ibu pun wafat setahun setelah Uni pulng dari Jepang. Uni berkeluarga lagi setelah empat tahun bercerai dari bang Fahri. Dan kini ia memiliki buah hati yang begitu tampan bernama Akbar. Sedangkan aku, sudah beranjak 32 tahun umurku ini. Tapi Allah belum mendatangkan kekasih hatiu. Entahlah, Allah sedang menguji kesabaranku. Pria datang silih berganti, tak satupun yang berhasil mengisi kehidupan abadiku. Ada yang tak cocok dengan umurku, ada yang orang tuanya tak setuju denganku, ada ada sajalah. Tapi Subhanallah, Maha suci Allah yang Maha berkehendak. Kun Fa Ya Kun.

“Insya Allah kamu bisa, dia wanita yang berbeda. Dia lebih sempurna dariku!”

Dengan berpakain pengantin berwaran putih anggun, sekarang aku berdiri. Penantian ini telah usai. Allah menjodohkanku dengan seorang pria beristri. Dan kini aku menjadi istri kedua dari seorang Pria yang Allah pilih. Sekarang aku berada diposisi Khomsa. Apakah kalian mendengar jeritan hati seorang wanita biasa ???!!!

* kerudung (QS. An- Nur : 31)
** Jilbab (QS.Al Ahzab 59)
/@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |