Tanggapan atas “Salah Kaprah Refleksi Jihad Aceh 2010”


Oleh Prince Muhammad
Sebelum ini, arrahmah.com pernah menampilkan refleksi jihad aceh yang kami ambil dari blog elhakimi. Kami menerima banyak respon yang luarbiasa setelah refleksi tersebut dimuat bahkan setelah kami terjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Pro dan kontra pasti tercipta, mulai dari kritikan sampai kesalahpahaman dalam tulisan tersebut.

Arrahmah.com melihat, untuk menjernihkan suasana dan memberikan kesempatan kepada elhakimi untuk menerangkan seluruh tulisannya, kini kami menampilkan artikel tanggapan yang juga kami ambil dari blog elhakimi. Dalam artikel ini, elhakimi menanggapi sebuah tulisan yang memuat koreksi atas tulisan Refleksi Jihad Aceh 2010.

Berikut tulisan tanggapan tersebut :

Tanggapan atas “Salah Kaprah Refleksi Jihad Aceh 2010”

Saya menemukan tulisan di blog http://www.sjihad.wordpress.com yang memuat koreksian atas apa yang saya tulis dalam Refleksi Jihad Aceh 2010. Menariknya, artikel tersebut merupakan halaman tunggal di blog itu. Saya merasa perlu untuk menanggapi balik karena ada beberapa hal yang perlu diluruskan. Sebagian lain benar. Tanggapan ini saya maksudkan agar kita selalu mengembangkan diskusi sehat dalam rangka memastikan jihad yang kita rencanakan lebih sesuai sunnah, lebih ikhlas, lebih sesuai waqi’ dan lebih merugikan musuh.

Untuk memudahkan, akan saya co-paste tulisan yang ada di sjihad apa adanya, dan saya memberikat tanggapan seperlunya di sela-sela tulisan tersebut. Tanggapan dari saya ditandai kurung dobel seperti ini [[ ……]]

Berikut tulisan sjihad:


Refleksi Jihad Aceh 2010, tulisan berasal dari sebuah blog entah milik siapa (tidak ada identitas jelas dari pemilik yang dicantumkan dalam blog tersebut) yang beralamat di http://elhakimi.wordpress.com itu, kemudian dalam waktu singkat disadur (baca: di copy paste) oleh banyak website dan blogger lain, diposting ke forum-forum Islam sampai facebook hingga kemudian menjadi polemik dan bahan perdebatan, dan terakhir dimuat dalam majalah Ansharut Tauhid di edisi ke-11 sebagai suplemen.

Penulis Refleksi Jihad Aceh, sebagaimana diurai dalam tulisannya, hendak memberikan analisa kritis atas amaliah jihad Aceh dengan catatan-catatan evaluasi, agar menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Sama sekali bukan karena faktor benci atau dengki tuturnya. Tapi semangat saling menasehati dengan cinta. Sebuah tujuan yang sangat mulia menurut kami.

Tapi bukankah suatu nasihat tidak cukup hanya dilandasi maksud baik atau niat yang tulus, namun akan lebih sempurna jika disajikan dengan bahasa yang bijak, uraian yang benar dan pemahaman yang baik terhadap permasalahan atau terhadap obyek yang akan di evaluasi dan dinasehati.

Ada beberapa catatan penting dari kami, berkaitan dengan beberapa poin dalam tulisan Refleksi Jihad Aceh, kami tidak mengatakan semua tulisan tersebut salah, namun beberapa hal yang menjadi catatan kami sangat penting untuk disampaikan, beberapa diantaranya sangat fatal kesalahannya menurut kami, beberapa hal yang lain berpotensi membangun persepsi yang keliru bagi yang membaca jika tidak didudukkan secara proporsional dalam timbangan syariat.

Pilihan Bahasa

Tak bisa dipungkiri, pemilihan bahasa adalah hal terpenting dalam komunikasi apalagi dalam urusan saling menasehati, pilihan bahasa yang kurang bijak justru kerap menimbulkan rasa skeptis bahkan sakit hati pada obyek yang mungkin dalam hal ini adalah para mujahidin yang terlibat langsung dengan Jihad Aceh, para keluarganya dan kaum muslimin yang pro terhadap mereka.

Kami tidak tahu, apakah penulis Refleksi Jihad Aceh khilaf dan tidak hati-hati, atau karena adanya unsur emosional [[Elhakimi: betul, saat saya menulis artikel pertama, ada sedikit nada emosi, karena saya marah mendengar mujahid Aceh melecehkan kegiatan dakwah sedemikian rupa. Dalam video yang mereka rilis, menyebut aktifitas dakwah sebagai aktifitas menipu. Dan jujur saya akui, dorongan terbesar munculnya Refleksi yang saya tulis karena marah ustadz-ustadz di pesantren dilecehkan di video mereka]] hingga kemudian tidak berlaku adil dalam memilih bahasa yang baik pada tulisannya, hingga keluar istilah dan sebutan yang menyakitkan bagi para mujahid, seperti tuduhan bahwa para mujahidin Aceh ini isti’jal, ingin menegakkan Islam laksana sulap. Atau minimal ingin mencapai hasil laksana preman; todongkan senjata, semua urusan akan selesai.

Menyebut para mujahidin Aceh itu sibuk dengan dunianya sendiri seperti hidup di planet lain, bahkan menyamakan mereka dengan pengidap autisme.

[[ Elhakimi: saya mohon maaf atas pilihan bahasa yang kurang bijak. Tapi saya berharap mereka yang tersinggung dengan pilihan kata ini tidak menolak esensinya. ]]

Ketidak adilan lainnya ketika penulis mengungkapkan polisi mengatakan para mujahidin aceh adalah orang-orang yang jahat, tidak ada musuh yang jelas kok ngajak perang, mereka hanya mau membuat onar, jika masyarakat aceh ikut hanya akan membawa kesengsaraan saja. Penulis mengatakan bahwa provokasi semacam ini disebut sebagai keberhasilan dakwah polisi terhadap masyarakat aceh.

Semestinya itu bukan merupakan dakwah, lebih tepat jika menggunakan istilah provokasi jahat terhadap mujahidin. [[Elhakimi: saya kelupaan memberi tanda kutip pada kata dakwah tersebut. Saya berhusnu-dhan bahwa pembaca sudah memahami itu sebagai tanda kutip, bukan dakwah dalam makna syar’i. ]]

Sebagaimana sindiran Allah swt,

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS 9:32)

Apa yang diseru polisi merupakan upaya untuk memadamkan agama Allah, sebagaimana mereka menyebut mujahidin sebagai teroris, seperti halnya sebutan fundamentalis, wahabiyyin (contoh lain istilah-istilah yang disematkan untuk mematikan dan mendiskreditkan upaya kembali kepada dien). Penyebutan teroris bagi mujahidin yang diprakarsai dan diseru oleh George Bush. Apakah penulis juga akan menyebutnya sebagai dakwah?

Tuduhan keji tanpa dasar

Penulis Refleksi Jihad Aceh, disadari atau tidak telah melemparkan tuduhan yang tidak didasari pengujian terhadap realita, paling tidak dengan melakukan tabayyun terhadap para pelaku yang saat ini sebagian berada dalam tahanan thoghut dan sebagian lagi menyandang status sebagai DPO.

Penulis Refleksi Jihad Aceh menuduh bahwa para mujahidin Aceh menihilkan peran dakwah, mereka (mujahidin) menihilkan apa pun kecuali Jihad. Pokoknya jihad. Sebuah tuduhan yang sangat jauh dari realita, [[Elhakimi: Bukti otentik yang tidak bisa dipungkiri adalah rilis video yang mereka keluarkan. Kritik mereka terhadap kegiatan dakwah sangat keterlaluan, bahkan dengan menyebut nama seseorang – Abu Rusydan. Bukannya meminta dukungan dari kegiatan dakwah untuk kesuksesan jihad mereka, tapi malah menghujat dengan sangat pedas. Jangan-jangan penulis artikel di blog sjihad belum nonton video. Atau barangkali sekedar berlagak pilon padahal sudah nonton. ]] sepengetahuan kami justru sebaliknya, tak sedikit diantara mereka yang terlibat dengan Jihad Aceh (terlepas dari sejauh mana kebenaran tuduhan thoghut atas mereka) merupakan para da’i yang getol menyerukan dakwah tauhid di tengah-tengah masyarakat, sebut saja ustadz Ubaid (ditahan) yang aktif dalam dakwah dan menerjemahkan buku-buku Islam, kemudian ustadz Aman Abdurrahman (ditahan) dan beberapa muridnya yang giat melakukan dakwah untuk memahamkan ummat terhadap tauhid, baik melalui penerjemahan serta penyebaran buku dan artikel, berdakwah melalui media website (millahibrahim.wordpress.com), hingga melakukan safari dakwah secara rutin setiap bulannya ke seluruh Indonesia, beberapa orang lain yang terlibat hingga ditahan maupun masih menjadi DPO dalam kasus Aceh juga dikenal sebagai da’i di lingkungannya.

[[Elhakimi: Saya juga heran, kenapa mereka sebelum jadi mujahid di Aceh juga sibuk dengan dakwah, tapi setelah jadi mujahid kemudian menghujat kegiatan dakwah sedemikian rupa. Pesantren, lembaga social untuk layanan umat dan majlis taklim dinihilkan dan dilecehkan. Saya tidak mengada-ada, hanya menyimpulkan dari apa yang dirilis dalam video yang mereka keluarkan.Berarti secara tidak langsung mereka juga menghujat ust Aman dkk karena tidak pergi ke hutan bersama mereka. Saya heran, padahal penulis artikel di sjihad juga aktivis dakwah, kok tidak tersinggung ya. Ada apa ini?]]

Beberapa Catatan Penting

Berikutnya kami mencoba menguraikan beberapa catatan terhadap tulisan Refleksi Jihad Aceh dengan menanggapi beberapa poin dalam tulisan tersebut. Versi tulisan yang kami gunakan dalam catatan ini adalah yang dimuat di Majalah Media Islam Ansharut Tauhid edisi ke-11 terdiri atas 15 halaman.

Kalimat penulis, Jihad membutuhkan “pemicu” sehingga bisa menarik umat Islam dalam jumlah masal untuk bergabung. Jika pemantiknya tidak cukup kuat, masyarakat tak tergerak untuk mendukung jihad. Faktanya, pelaku sama sekali tak memikirkan faktor pemantik ini. Mereka hanya menjadikan fardhu-nya jihad dan kemuliaan mati syahid sebagai pemantik. (Hal. 4)

Sampai pada kalimat …

… yakni hadirnya penjajah asing yang kafir dan sangat kejam. Tiga kata (yang dibold) tersebut menjadi pemicu yang sangat kuat … (Hal. 5)

Pemantik yang digunakan oleh pelaku hanya kosa kata jihad, fardhu ‘ain, Al-Qaeda dan mati syahid. (Hal. 5)

Para mujahid Aceh tampaknya bermazhab bahwa jihad adalah tujuan, bukan cara. Bahkan lebih ekstrim lagi, menjadikan mati syahid sebagai tujuan. (Hal. 5)

Kami menilai tuduhan tersebut tidak sesuai dengan waqi’ hari ini dan tidak sesuai dengan syar’i

Kalau penulis mengatakan dinegri ini tidak ada penjajah asing, kafir dan kejam jelas ini tidak sesuai realita diantara faktanya adalah pembentukan detasemen 88 yang dibentuk oleh pemerintah dengan bantuan dana dari Amerika dan Australia sekaligus dilatih khusus oleh pasukan khusus amerika yaitu FBI dan SWAT yang bertujuan untuk memerangi teroris (mujahidin). Itu hanya salah satu contoh dari berbagai cengkeraman penjajah kafir di negeri yang para pemimpinnya menolak menerapkan syariat Islam ini.

[[ Elhakimi: Persoalannya, meski asing menjajah Indonesia, tapi dilakukan dengan halus; menggunakan komprador lokal yang berbaju Islam. Antum mungkin punya argument untuk menyebut mereka kafir dan musuh Islam, tapi bagaimana dengan umat Islam lebih luas? Berbeda sekali dengan kehadiran AS di Iraq, mereka membawa baju Kristen, berstatus penjajah dan tindakannya zalim lagi brutal. ]]

Kemudian dari tinjauan syar’i kalau orang-orang yang berjihad hari ini yang menjadi pemantik adalah kata-kata jihad fardhu ‘ain dan mati syahid ansich, maka menurut kami itu sudah cukup dan dibenarkan secara syara’ berdasarkan nash-nash syar’i berikut,

[[Elhakimi : Ya, bisa jadi sudah cukup bagi antum, tapi belum cukup untuk menghasilkan dukungan umat Islam. Saya tidak berbicara dalam konteks sah tidaknya amal jihad antum secara syariat, tapi menimbang jihad antum dari segi taktik dan strategi: kemampuan menggerakkan partisipasi umat dan pada gilirannya menghasilkan pukulan yang lebih mematikan buat musuh Allah. Jika asal jihad, cukup dengan baca ayat perintah jihad, asah pedang, cari musuh Allah, dan selesai. Jihad kan bukan sekedar mata rantai sesederhana itu. Allah memberi keringanan dengan perimbangan jumlah 1:2 melawan musuh – misalnya - merupakan isyarat dan bagian dari strategi mencari kemenangan. Sekiranya jihad ansich, tak perlu ada keringanan seperti itu. Sebab mati atau hidup, kalah atau menang, bukan termasuk yang menentukan perintah jihad. Jika tak ada konsep perimbangan komposisi jumlah seperti itu dapat diartikan bahwa semakin banyak kader mujahid yang mati di tangan musuh Allah, semakin baik menurut Allah. Dengan perimbangan itu, ada pesan langit bahwa kemenangan lebih disukai Allah dibanding kematian mujahid di tangan musuh. Sekiranya kematian dan kekalahan mujahid yang lebih disukai Allah, tentu tak perlu ada keringanan komposisi jumlah itu. Satu mujahid berbanding dua musuh itu kan perimbangan ideal. Di satu sisi, mujahid diperintahkan oleh Allah untuk punya kualitas dua kali lipat kualitas musuh, yang dengannya masih mungkin untuk mengalahkannya. Di sisi lain, jika lebih dari dua, peluang menang lebih kecil dan dikhawatirkan kehancuran barisan mujahidin. Perimbangan jumlah yang ditetapkan Allah ini juga senafas dengan ayat “Allah tidak membebani manusia kecuali dalam batas kemampuannya”. Renungkanlah, hal ini penting sekali. ]]

Firman Allah Ta’ala yang artinya:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah 111)

Firman yang lainya adalah,

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS Ash Shaff 10-11)

Kemudian dalam hadist Rasulullah belaiu banyak mengobarkan semangat jihad para sahabat dengan motivasi surga diantaranya ketika perang badar rosulullah mengatakan kepada para sahabat, “Berdirillah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, kemudian salah seorang sahabat yang bernama Umair bin Hammam berdiri dan berkata, ”Wahai Rasulullah, surga yang seluas langit dan bumi?” Benar!” jawab beliau SAW. ”Ck..ck..”, komentar Umair. Rasulullah bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk mengucapkan kalimat Ck..ck ?“ Ia menjawab, ”Tidak wahai Rasulullah, rasanya aku tidak punya harapan untuk menjadi penghuninya.” Tetapi kamu termasuk penghuninya!”, jelas beliau, maka Umair mengeluarkan korma dari kantongnya, ia makan beberapa biji, lalu berkata, ”Jika aku masih hidup untuk menikmati korma-korma ini, sungguh itu adalah kehidupan yang panjang.” Kemudian ia membuang korma yang ada ditanganya, lalu ia maju bertempur sampai terbunuh .(HR Muslim)

Dalam hadist tersebut sahabat Umair langsung menerjang musuh begitu Rasulullah menjajikan surga kepada Umair bin Hammam, apakah kita akan mengatakan sahabat Umair adalah orang yang isti’jal yang hanya berfikir mati syahid sebagaimana dituduhkan penulis kepada orang –orang yang berjihad dengan kata-kata isti’jal (tergesa-tergesa), Rasulullah tidak mengatakan kepada para sahabat pokoknya kalian perang saja, didepan sudah ada orang kafir yang kejam, tapi rasulullah tetap memberikan motivasi syahid dan surga kepada para sahabat, dan masih banyak hadits lain yang serupa yang tidak mungkin kami uraikan di sini. Intinya bahwa motivasi mati syahid, dan jihad sudah menjadi fardhu ‘ain sudah lebih dari cukup untuk mengamalkan Jihad fi Sabilillah.

Kalimat penulis, Padahal jika mujahid hanya merencanakan mati (syahid), ia sedang merancang kekalahan. (Hal. 5)

Bagaimana penulis bisa mengklaim bahwa jika merencanakan mati syahid ia sedang merancang kekalahan , telah kami kemukakan sebelumnya perihal sahabat Umair ra.

[[ Elhakimi: inilah problem antum, tidak mau mengakui kematian mujahidin sebagai kekalahan. Padahal musuh menilai sebagai kekalahan. Sebetulnya kritik antum tidak relevan. Saya berbicara kekalahan menurut kaca mata politik militer yang dipahami dan disepakati manusia sejagat, sementara antum menggunakan istilah kekalahan menurut kaca mata syariat. Memang benar menurut syariat kematian dan penangkapan mujahid bukan kekalahan, karena akan mendapat imbalan surga dan ridha Allah. Tapi secara politik militer, itu adalah kekalahan. Kenapa kalah? Karena perlawanan bisa dipadamkan, pelakunya ditawan, dan umat tetap dalam kehinaannya.

Saya berbicara dari sudut pandang taktik strategi sedangkan antum membela diri dengan paradigm akhirat. Kagak nyambung ! ]]

Kesyahidan merupakan pilihan yang Allah tentukan bagi hamba-Nya. Bermakna, siapa yang Allah pilih untuk bisa mencapai derajat ini berarti telah meraih kesuksesan dan kemenangan. Kesyahidan adalah puncak daripada cita-cita karena kesyahidan merupakan pilihan dari Allah, sampai-sampai Rasulullahpun mengangankan kesyahidan hingga tiga kali di dalam sabdanya:

(وَلَوَدِدْتُ أَنْ أُقْتَلَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ)

Sungguh, aku benar-benar berandai-andai jika untuk terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, ke-mudian terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi, kemudian terbunuh lagi.”

Allah Ta‘ala berfirman untuk menegaskan makna kemenangan ini:

{وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ}

Dan janganlah kalian sangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi rabbnya mendapatkan rezeki.”

Dan berfirman:

{وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ}

“Dan janganlah kalian katakan bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup tetapi kalian tidak menyadari.”

Dalil yang menunjukkan bahwa kesyahidan adalah kemenangan adalah hadis yang terdapat dalam Shohih Bukhori Muslim dari Anas bin Malik ra ia berkata: Ketika Harom bin Milhan ditikam pada peristiwa Bi’ru Ma‘unah –Harom adalah paman daripada Anas—, ia melumurkan darahnya di wajah dan kepalanya sembari mengucapkan: “Fuztu wa robbil Ka‘bah…!” (Demi robb pemilik Ka‘bah, aku telah menang).

Coba, bagaimana mungkin orang yang melihat kematian berada di depan matanya bersumpah bahwa ia telah menang kalau bukan karena ia telah mencium bau surga?

[[ Elhakimi: Lihatlah pembaca, bukti terpampang melalui tulisannya. Selalu ditekankan, mati syahid sama dengan menang. Saya sepakat bahwa mati syahid merupakan kemenangan – bagi pelakunya – tapi bisa bermakna kekalahan bagi umat yang ditinggalkannya. Agar mudah dipahami, saya ilustrasikan begini: sekiranya seluruh mujahidin Badar pada zaman Nabi saw mati syahid tak tersisa satupun termasuk Nabi saw. Mereka semua menang di sisi Allah karena bergelar mati syahid. Tapi bagaimana dengan umat Islam Madinah yang tidak ikut perang Badar, yang menunggu berita dari Badar? Akan dengan mudah diterkam musuh. Bukankah ini bermakna kekalahan? Oleh karenanya Rasulullah saw berdoa dengan sangat mengiba sebelum pecah perang Badar untuk meminta kemenangan, sebab jika saja kalah, resikonya Allah tak lagi disembah. Artinya, dalam persepsi Rasulullah saw, terbunuh dan tertawannya mujahidin sehingga tak mampu melanjutkan peperangan bermakna kekalahan, dan Allah tidak disembah lagi juga sebuah kekalahan]]

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa seorang mujahid sudah cukup disebut menang manakala ia mati sya-hid sangatlah banyak, sudah dije-laskan secara terperinci oleh para ulama dalam bab khusus tentang keutamaan mati syahid di jalan Allah. Silahkan baca juga kitab “masyariqul asywaq ‘’ karya besar syekh Ibnu al Nahhas, di sana akan kita temukan sebuah bab tentang keutamaan seorang yang memilih terbunuh di jalan Allah. Bahkan lebih dari itu ada judul tentang “fii fadhl inghimaasy al rojul alsyujaa’ aw al jamaah alqoliilah fi l ‘aduw al kathiir rogh bata al syahaadah” yakni Keutamaan Seseorang Atau Kelompok Kecil Yang Berani Menceburkan Diri Pada Musuh Yang Kuat dan Banyak Semata-mata Untuk Meraih Syahadah, pada halaman 522 yang sudah di tahqiiq oleh Idris Muhammad Ali dan Muhammad Kholid Islambuly dengan percetakan “daaru l basyiir alislamiah”.

Selanjutnya penulis menjelaskan,

Maka tolok ukur keberhasilan harus kita sepakati sisi keberlangsungan jihadnya, dukungan umat Islam atasnya dan kemampuan melemahkan musuh hingga mengalahkannya.(Hal. 7)

Apa yang dimaksud penulis dengan keberlangsungan jihad ?

Para mujahidin Aceh adalah bagian dari jihad “global”artinya apa yang mereka lakukan justru nampak sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan jihad yang digagas para pendahulunya dan diamalkan mujahidin lain di seluruh dunia, jika penulis bermaksud mengatakan dengan tolak ukur ini kemudian para pelaku Aceh telah ditangkap dan sebagiannya dikejar-kejar sebagai DPO maka keberlangsungan jihad ini terhenti? Maka ini sungguh kesimpulan yang terlalu dini dan sangat sembrono.

[[ Elhakimi: Kalimat keberlangsungan jihad adalah keberlanjutan perlawanan. Seperti petinju, dia bukan hanya mampu memukul sekali lalu sisa waktunya istirahat dan membiarkan dirinya sebagai sansak yang dipukul dengan puas oleh musuh. Tapi, petinju harus mampu melepaskan ribuan pukulan dan tangkisan beruntun untuk membuat musuhnya KO. Kalau kita baru mampu mempersiapkan satu pukulan saja sudah merasa menang, dibunuh masih merasa menang, ditawan juga masih merasa menang, lalu dengan cara apa lagi saya bisa mengajak antum untuk memahami kemenangan umat Islam? Cape deh !]]

Apa yang dimaksud penulis dengan dukungan umat Islam?

Apa yang dimaksud dengan “Umat Islam”? Mari kita sepakati definisi Umat Islam. Jangan-jangan paradigma penulis menganggap semua orang yang ada di jalan-jalan, di pasar-pasar, di mall-mall, adalah umat yang semuanya harus mendukung terhadap jihad fi sabilillah? Sesungguhnya yang disebut sebagai umat Islam tidaklah diukur dengan bilangan jasad manusia. Sedang Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Ibrahim adalah umat ..” (QS 16:120).

[[ Elhakimi: Antum arogan sekali. Bapak, ibu, adik dan kakak antum bukankah termasuk mereka yang ada di jalan-jalan, di pasar-pasar, di mall-mall. Apakah antum menyebut mereka bukan umat Islam? Ya akhi, jihad di Poso dulu salah satu dukungan pertama datang dari preman-preman muslim yang tidak tahu apa-apa tentang Islam. Sedangkan banyak yang lebih paham agama justru lari. Kenapa antum meremehkan dukungan dan kontribusi mereka? Jihad Iraq juga menghasilkan dukungan dari mantan pasukan Saddam yang berbau komunis itu. Bagi saya, semua mereka harus diupayakan berada di barisan mujahidin. Sebab jika tidak, mereka akan dirangkul musuh Islam. Madharatnya akan lebih besar. Maka jangan sok dan sembrono dalam memilah manusia sebagai umat Islam atau bukan. ]]

Sedangkan kalimat penulis, Kemampuan melemahkan musuh hingga mengalahkannya.

Maka kami katakan kalimat ini pun tidak tepat untuk menjadi tolak ukur kegagalan Jihad Aceh, sedikit atau banyak jihad Aceh telah memberikan pukulan kepada musuh, uraian tentang hal ini tidak mungkin kami sampaikan satu per satu di sini, di samping masih memerlukan penelitian dan pengujian yang lebih mendalam. [[ Elhakimi: ya semoga saja benar musuh merasa terpukul. Antum sudah merasa memukulnya, belum tentu musuh merasa terpukul.]]. Adapun mengenai kekalahan musuh, jika kita berfikir jihad secara “global”, maka jihad Aceh merupakan satu bagian dari jihad yang lebih besar, yang pada hari ini telah menampakkan kemenangan, sebagaimana pengakuan banyak pakar intelejen kuffar yang menyatakan bahwa sejak di canangkan “perang terror global” yang dimulai 2001 setelah peristiwa wtc (mubarokah), pemenangnya (menurut bahasa mereka) adalah teroris’. Fakta yang paling jelas Amerika di ambang kehancuran dan kebangkrutan yang tidak di alami sejak beratus-ratus tahun.

Kemudian masalah selanjutnya adalah penulis mengatakan dalam halaman 7

Jihad:tujuan atau sarana

Disini kami kembali mempertanyakan kepada penulis dari mana dasarnya pembagian ini. Menurut kami hari ini jihad adalah sebuah faridoh yang difardhukan kadpada kita dengan tujuan untuk meniggikan kaliamat Allah dimuka bumi dengan sarana yang bisa kita gunakan seperti dalam firman Allah, Yang artinya “dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu milki dan pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah…(Qs Al anfal 60)disini kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan iman dan kekuatan fisik.ini berdasar kepada tahapan disyariatkan jihad yang tahapanya sudah sempurna yaitu kita diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin,sampai mereka masuk islam atau membayar jizyah bagi beberapa golongan yang diperselisihkan para ulama.dalilnya adalah dalam surat at taubah yang artinya”apabila sudah habis bulan –bulan harom itu,maka bunuhlah orang-orang musyrikin dimana saja kamu jumpai mereka,dan tangkaplah mereka,kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat pengintaian. At taubah 5.dan masih banyak nash yang lain karena keterbatasan tempat tidak bisa kami sebutkan semuanya.adapun pembagian jihad menurut kami hari ini adalah jihad tholab( ofensif )danjihad difa’i( defensif),dan kami menyakini hari ini yang ada adalah jihad difa’i( defensif).bukan membagi jihad saran dan tujuan.maka apapun kondisi kita sekarang kita harus berjihad melawan mereka sebagai bentuk mempertahankan diri tentu dengan taktik dan strategi yang jitu untuk melawan mereka,tidak seperti yang dituduhka penulis bahwa orang-orang yang berjihad hari ini prinsipnya POKOKNYA JIHAD,ini tuduhan yang tidak benar. [[ Elhakimi: Bagaimana tidak, baru tahap awal jihad saja sudah menghujat kalangan umat Islam sana sini. Jelas ini strategi keliru dan menjadi bukti kalimat saya: POKOKNYA JIHAD]]

Kemudian dalam halaman 13 penulis menyebutkan

Maka kita harus mengartikan jihad dengan makna perang (war) bukan pertempuran (battle). Dalam bahasa Arab juga dibedakan. Pertempuran atau battle disebut dengan qital, harb atau ma’rakah. Sedangkan perang digunakan istilah jihad.

Kami mempertanyakan dari mana penulis Refleksi Jihad Aceh bisa membedakan antara kata-kata jihad dengan qital?

Penulis mengatakan bahwa kata jihad adalah perang yang bersifat lama sedang qital pertempuran sesaat, sedang yang kami fahami makna jihad adalah qital sebagaimana yang ada dalam al qur’an, dalam alqur’an banyak disebut kata-kata jihad dan qital, dan yang dimaksud jihad disitu adalah qital, seperti firman ALLAH:

Dalam surat at Taubah dalam ayat 41, yang artinya:

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat,dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan ALLAH.yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Juga dalam at taubah ayat 86-88, yang artinya:

Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang-orang munafik itu) berimanlah kamu kepada ALLAH dan berjiahadlah beserta rosulnya, niscaya orang-orang yang sanggup diantara mereka meminta ijin kepadamu(untuk tidak berjihad) DAN MEREKA berkata biarkanlah kami bersama orang-orang yang duduk. (87)mereka rela berada bersama orang orang yang tidak pergi berperang.dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui, tetapi rosul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dua ayat diatas ditafsirkan bahwa makna jihad dalam ayat tersebut adalah qital dalam firman ALLAH yang lain yaitu pada surat ash shoff 4, yang artinya:

Sesungguhnya ALLAH menyukai orang –orang yang berperang dijalanNya dalam barisan yang teratur seaka akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh

disini ALLAH menghasung kata qital untuk menafsirkan 2 ayat sebelumnya yang menggunakan kata jihad.

Kemudian dalam hadits rosululloh juga menafsirkan makna jihad dengan qital yang artinya;

“dari amru bin ‘abasa ra.beliau berkata”.ada orang bertanya kepada rosulullah “wahai rosululloh apakah islam itu ?beliau menjawab”hatimu merasa aman,dan juga orang-orang muslim merasa aman dari gangguan lidah dan tanganmu.orang tersebut bertanya lalu islam bagaimanakah yang paling utama ?beliau menjawab iman “orang tersebut bertanya lagi”apakah iman itu ?beliau menjawab”kamu beriman kepada ALLAH,malaikat-malaikatNya,kitab-kitabNya,rosul-rosulNya dan kebangkitan setelah mati.”orang tersebut bertanya lagi”lalu iman bagaimanakah yang paling utama ?beliau menjawab.”hijroh.”orang tersebut bertanya lagi”apakah hijroh itu ?beliau menjawab “engkau meninggalkan amalan jelek.”orang tersebut bertanya lagi”lalu hijroh bagaimanaka yang paling utama itu ?”beliau menjawab jihad.orang tersebut bertanya lagi apakah jihad itu ?”beliau menjawab “engkau memerangi orang-orang kafir jika kamu bertemu mereka…. (HR Ahmad dengan sanad shohih)

Dalam hadist diatas rosululloh menjawab orang yang bertanya tentang jihad dijawab dengan kata qital.

Kemudian jika penulis mengatakan bahwa jihad itu berlangsung lama dan qital hanya sementara inipun bertentangan dengan dalil syar’I diantaranya:

firman ALLAH yang artinya:

dan perangilah mereka itu sampai tidak ada fitnah,dan agama hanya bagi ALLAH semata.jika mereka berhenti,maka tidak ada lagi permusuhan,kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(al-baqoroh 193)

Dalam ayat diatas ALLAH meyebut dengan kata-kata qital untuk memerangi orang-orang kafir sampai tidak ada lagi fitnah.dan dalam tafsir ibnu katsir disebutkan makna fitnah adalah kekafiran dan kesyirikan.sedang kekafiran dan kesyirikan akan senantiasa ada sampai hari kiamat.itu maknanya qital akan senantiasa ada sampai hari qiyamat.

Kemudian dalam hadits tentang thoifah manshuroh hampir semuanya menggunakan kata-kata qital diantaranya :

hadist jabir bin abdullah yang artinya :

“akan senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang berperang diatas kebenaran sampai hari kiamat.maka pada saat nabi Isa bin maryam turun ke (tengah mereka).pemimpin kelompok tersebut berkata kepada Isa’kemarilah,anadalah yang berhak mengimami kami sholat’.namun nabi isa menjawab, “tidak.sebagian kalian adalah pemimpin sebagian yang lain,sebagai bentuk pemuliaan ALLAH atas umat ini. “ (HR.Muslim)

Kemudian dalam hadist salamah bin nufail al kindiy: yang artinya:

Dari salamh bin nufail al kindi berkata :saya tengah duduk disisi rosululloh,tiba-tiba seorang sahabat berkata, “ wahai nrosululloh, masyarakat telah meninggalkan kuda perang dan meletakkan senjata. Mereka mengatakan ‘tidak ada jihad lagi,perang telah usai”.mendengar pengaduan tersebut,rosululloh menghadapkan wajahnya dan bersabda,”mereka telah berkata dusta!!!sekarang ini, sekarang ini, justru saat berperang telah tiba, akan senantiasa ada dari umatku ini, satu umat (kelompok) yang berperang diatas kebenaran ALLAH menyesatkan hati-hati sebagian manusia (orang-orang kafir)dan memberi rizki satu umat (kaum muslimin yang berjihad)dari mereka yang tersesat tersebut (yaitu harta ghonimah), demikianlah yang akan terus terjadi sampai tegaknya kiamat, dan sampai datangnya urusan (ketetapan)ALLAH.dan kebaikan akan senantiasa tertambat pada ubun-ubun kuda perang sampai hari kiamat… (HR.An nasai dan thobroni Dinyatakan shohih oleh Al bani)

Dalam Hadis ini secara tegas rosululloh menggunakan istilah qital untuk peperangan yang senantiasa ada sampai hari qiyamat, ini sebagian kecil nash yang membantah definisi penulis.

[[ Elhakimi: Pembedaan antara makna jihad dengan qital ada di Al-Qur’an dan Sunnah. Kalau di Al-Qur’an, seperti yang saya tulis di Refleksi, bahwa tak ada rangkaian kata qital bil amwal. Sedangkan dalam Sunnah, ada hadits :

روت عائشة رضي الله عنها , قالت { : يا رسول الله , هل على النساء جهاد ؟ فقال : جهاد لا قتال فيه ; الحج , والعمرة } .رواه أحمد (25361) وابن ماجه ( 2901) وصححه الألباني في صحيح سنن ابن ماجه

Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, apakah ada kewajiban jihad atas wanita? Rasulullah saw menjawab: Ya, jihad tapi tidak ada tempurnya; yaitu haji dan umrah. (HR. Ahmad no. 25361 dan Ibnu Majah no. 2901, dishahihkan Al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah)

Hadits tersebut menjadi bukti, bahwa jihad tidak sama dengan qital. Ada jihad yang tak perlu qital. ]]

Dan terakhir yang menjadi fokus catatan kami adalah kalimat penulis masih dalam halaman 7:

Teori dasarnya; JIHAD PASTI MENGHASILKAN KEMENANGAN jika DILAKUKAN DENGAN BENAR

Maka kami katakana, keberhasilan atau kemenangan sungguh sangat naif manakala itu di ukur dengan materi, maka mari kita sama-sama renungkan apa yang menjadi parameter dan tolak ukur kemenangan?

[[ Elhakimi: Sekali lagi, kemenangan yang saya maksud adalah kemenangan politik militer. Badar menghasilkan kemenangan kemenangan karena dilakukan dengan benar. Sedangkan Uhud antara kalah dengan menang karena ada sttandar yang diabaikan. Taliban menang karena melakukannya dengan benar. Demikian juga Al-Qoidah. Demikian juga perang Salib yang dipimpin Solahuddin Al-Ayyubi. Artinya, jika terjadi kekalahan, kita mesti mengoreksi diri dulu. Kritik saya dalam Refleksi untuk tujuan itu, bukan untuk memperdebatkan kemenangan akhirat]]

Syekh rohimahulloh Yusuf Al Uyairi dalam kitabnya “Tsawabit ‘alaa darbil jihad” menjelaskan dengan gamblang mengenai makna kemenangan, diantaranya:

1. Makna terbesar dari sebuah kemenangan –yang pasti telah dicapai oleh siapa saja yang mau berjihad, baik sendirian atau bersama sama umat— adalah ketika seorang mujahid berhasil mengalahkan nafsunya, mengalahkan syetan yang menggodanya serta mengalahkan ‘delapan perkara yang disukai semua manusia’ dan kesukaan-kesukaan yang menjadi cabangnya, menga-lahkan urusan-urusan duniawi yang menarik dirinya, di mana dalam hal ini banyak sekali kaum muslimin yang gagal, bahkan bisa dibilang hampir seluruh umat gagal untuk mengalahkan perkara-perkara ini. Alloh menyebutkan kedelapan perkara ini dalam firman-Nya:

Katakanlah:”Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Alloh dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS 9:24)

2. Jika seorang hamba keluar untuk berjihad, ia telah mencapai kemena-ngan dan termasuk orang-orang yang disebut Alloh dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang berjihad di (jalan) Kami, pasti akan Kami tun-jukan kepadanya jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Alloh bersama or-ang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS 29:69)

3. Ketika seorang mujahid teguh di atas jalan dan prinsip jihad, apapun yang menimpa dirinya, baik kepaya-han dan kegoncangan dan komentar-komentar yang melemahkannya, pada dasarnya ini sudah merupakan satu kemenangan. Alloh Ta‘ala berfirman:

“Alloh meneguhkan orang-orang beri-man dengan perkataan yang kokoh ketika di dunia maupun di akhirat. Dan Alloh menyesatkan orang-orang dza-lim dan Alloh mengerjakan apa yang Dia kehendaki.” (QS 14:27)

Bukankah orang yang tetap teguh di atas jalan jihad dan terus melak-sanakannya serta menjadi orang-orang yang diteguhkan seperti dalam ayat ini sudah cukup untuk disebut sebagai orang yang mendapatkan ke-menangan?

4. Bentuk kemenangan lain, jihad menjadi penyebab fakirnya orang kafir dan sebab matinya mereka di atas kekufurannya serta terhalanginya me-reka dari memperoleh hidayah. Ini termasuk kemenangan terbesar.

Peperangan dan permusuhan me-reka terhadap agama Islam dan muja-hidin menjadi sebab kesesatan dan terjerumusnya mereka dalam kekafi-ran sampai mati. Inilah permintaan Nabi Musa dan Harun ‘Alaihimas Salam kepada Alloh untuk Firaun dan kaumnya, Alloh berfirman tentang Nabi Musa:

“Dan Musa berkata: Duhai robb kami, sesungguhnya Engkau telah membe-rikan kepada Firaun dan pengikutnya perhiasan dan harta benda di dunia, ya robb kami mereka mengguna-kannya untuk menyesatkan manusia dari jalan-Mu, ya robb kami hancur-kanlah harta mereka dan keraskanlah hati mereka sehingga mereka tidak akan beriman sampai melihat adzab yang pedih.” (QS 10:88)

Permintaan Nabi Musa ‘Alaihis Salam terhadap perkara-perkara ini menunjukkan jika perkara-perkara yang beliau minta tersebut terwujud berarti kemenangan hakiki berada di tangan. Kekalahan apakah yang lebih besar daripada ketika Alloh keraskan hati orang kafir sampai mereka jumpai adzab yang pedih? Ketika kaum mukminin nanti berbahagia dengan posisi yang diceritakan Alloh dalam Al-Quran ketika mereka mengatakan kepada para pemimpin orang-orang kafir:

“Rasakanlah (siksa neraka) sesungguhnya kamu itu maha perkasa lagi maha mulia.” (QS 44:49)

5. Di antara bentuk kemenangan adalah ketika Alloh mengambil seba-gian hamba-Nya sebagai syuhada. Maka setiap hamba yang berjuang dan terluka karena Alloh Ta‘ala semua itu sebenarnya agar ia bisa memperoleh tiket masuk surga. Oleh karena itu, Alloh Ta‘ala berfirman:

“Dan hari-hari itu Kami pergilirkan di antara manusia dan agar Alloh mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman serta mengambil seba-gian dari kalian sebagai syuhada. Dan Alloh tidak menyukai orang-orang yang dzalim.” (QS 3:140)

Kesyahidan merupakan pilihan yang Alloh tentukan bagi hamba-Nya. Bermakna, siapa yang Alloh pilih untuk bisa mencapai derajat ini berarti telah meraih kesuksesan dan kemenangan. Kesyahidan adalah puncak daripada cita-cita karena kesyahidan merupakan pilihan dari Alloh, sampai-sampai Rosulullohpun mengangankan kesyahidan hingga tiga kali di dalam sabdanya:

(وَلَوَدِدْتُ أَنْ أُقْتَلَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ)

“Sungguh, aku benar-benar berandai-andai jika untuk terbunuh di jalan Alloh, kemudian dihidupkan lagi, ke-mudian terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi, kemudian terbunuh lagi.”

Alloh Ta‘ala berfirman untuk menegaskan makna kemenangan ini:

“Dan janganlah kalian sangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Alloh itu mati, bahkan mereka hidup di sisi robbnya mendapatkan rezeki.” (QS 3:169)

Dan berfirman:

“Dan janganlah kalian katakan bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh itu mati, bahkan mereka hidup tetapi kalian tidak menyadari.” (QS 2:154)

6. Bentuk kemenangan lain adalah kemenangan di medan tempur. Inilah makna kemenangan yang difahami oleh hampir seluruh umat manusia. Kebanyakan orang hanya membatasi kemenangan pada makna ini saja. Ini tentu pemahaman yang timpang. Kemenangan di medan tempur tak lain hanya salah satu dari sekian bentuk kemenangan.

Rosululloh SAW sempat bergem-bira dengan kemenangan medan ini dan Alloh tunjukkan kemenangan ini sebelum beliau wafat, kemudian berfirman kepada beliau untuk mengingatkan nikmat tersebut:

“Apabila datang pertolongan dan ke-menangan dari Alloh, dan engkau melihat manusia masuk ke dalam agama Alloh dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji robbmu dan meminta ampun-lah kepada-Nya, sesungguhnya Alloh Maha menerima taubat.” (QS 110:1-3)

Demikianlah beberapa bentuk kemenangan.

Sebenarnya masih banyak bentuk kemenangan lain dan tidak cukup untuk dibahas seluruhnya di sini. Kami cukupkan dengan menyebutkan beberapa contoh di atas yang kesemuanya masuk dalam lingkup janji Alloh SWT yang berfirman:

“Sungguh, Kami pasti menolong (me-menangkan) rosul-rosul Kami dan orang-orang beriman ketika di dunia dan ketika saksi-saksi ditegakkan.” (QS 40:51)

Serta firman Alloh:

“Dan menjadi kewajiban Kami meme-nangkan orang-orang beriman.” (QS 30:47)

Bagi orang yang sempit pemaha-mannya tentang kemenangan, ia akan mengatakan: Bagaimana Alloh menya-takan wajib (pasti) memenangkan para rosul dan orang-orang beriman sementara di antara para rosul itu ada yang terbunuh, ada yang tidak men-dapatkan kekuasaan, bahkan ada yang tidak mendapat seorang pengi-kutpun yang masuk Islam bersama-nya?

[[ Elhakimi: Kemenangan terbaik adalah kemenangan individu dan kemenangan umat. Ada sebagian individu yang mendapatkan syahid, tapi mayoritas yang lain tetap hidup untuk melanjutkan peradaban Islam dan menegakkan syariat. Jangan menganggap hampir seluruh mujahidin Aceh habis diterkam musuh, baik karena terbunuh atau tertawan, masih pula berkoar-koar meraih kemenangan. Ya, kemenangan akhirat, tapi bukan kemenangan politik militer, dan taktik strategi. Antum berbicara di satu lembah, sedang saya berada di lembah lain. Kagak nyambung.]]

Semoga catatan ini bermanfaat dan menambah wacana kita, khususnya dalam dakwah dan jihad.


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/8980/tanggapan-atas-salah-kaprah-refleksi-jihad-aceh-2010#ixzz10sTkv5r5 /@cwi

selengkapnya...

Ternyata Musuh Amerika (Hanya) Sebuah Jamaah

Oleh M. Fachry



Di Makkah Obama menghentak inspirasiku. Sudah lama saya mendengar silang sengkarut hubungan antara dua kata yakni Amerika dan Alqaeda. Persepsi spontan, kedua kata itu bermusuhan hebat. Amerika sangat memusuhi Alqaeda sebagaimana Alqaeda dengan gigih melawan Amerika. Keduanya sedang bertarung di panggung dunia. Semua orang menyaksikannya.

Saat santai di kamar 108 hotel Tiba Makkah sambil nonton televisi Aljazeera, tiba-tiba muncul sosok Obama sang presiden Amerika memberikan pernyataan di depan pers dunia. Tanggal menunjuk angka 10 September 2010, sehari sebelum peringatan sembilan tahun serangan 11 September 2001. Obama menekankan bahwa musuh Amerika adalah Tandhim Alqaeda, bukan agama Islam atau umat Islam.

Karena saya melihat tayangan dalam bahasa Arab, maka sebutan untuk Alqaeda adalah Tandhim, yang dalam bahasa Indonesia biasa digunakan istilah jaringan Alqaeda. Antara kata tandhim dengan jaringan ternyata memiliki konotasi makna yang berbeda. Tandhim bermakna organisasi yang rapi dengan struktur kepemimpinan yang solid sementara jaringan lebih berkonotasi longgar, sekedar saling tukar informasi. Penggunaan istilah tandhim untuk Alqaeda menggugah kesadaran saya, bahwa ternyata musuh Amerika, negara super power nomor wahid, musuhnya hanya sebuah tandhim. Dalam istilah lain, jamaah. Bukan negara atau superpower lain yang sejajar.

Pernyataan ini memang dilontarkan Obama untuk dua tujuan. Pertama, menyindir seruan pendeta Terry Jones yang menyeru untuk melakukan pembakaran Al-Qur'an pada hari peringatan 11 September, sebagai provokasi terhadap masyarakat Amerika agar membenci agama Islam atau umat Islam. Kedua, untuk mengaktualkan terus bahwa setelah sembilan tahun pasca Black September ternyata Alqaeda bukannya terdegradasi dari daftar musuh Amerika karena rapuh, tapi justru Obama tanpa canggung menegaskan bahwa Alqaeda makin eksis sebagai musuh Amerika, bahkan nomor wahid, dan dipandang kian berbahaya.

Siapakah Alqaeda? Sekali lagi, ia hanya sebuah tandhim atau organisasi atau jamaah. Alam bawah sadar saya tersentak, oh ternyata negara superpower tunggal dunia dengan segala cerita kehebatan teknologi tempurnya, musuhnya hanya sekumpulan manusia yang bersatu dalam ikatan jamaah minal muslimin bernama Alqaeda. Mereka seolah makhluq asing yang datang dari dunia lain. Sejenis 'manusia pra sejarah' yang hidup di goa-goa dan tidak pernah mau tunduk kepada Taghut dunia, dari bangsa manapun.

Musuh Amerika hanya sebuah organisasi (tandhim atau jamaah) bukan sebentuk negara yang juga super power dengan senjata canggih dan jumlah tentara yang menggentarkan. Tapi hanya organisasi kecil, dengan senjata ala kadarnya, belum punya tank apalagi pesawat. Andalannya hanya AK-47.

Obama sebagai pemimpin dunia baru (new world order) pasca rubuhnya pesaing kuat, Uni Sovyet, sedang mendefinisikan musuhnya. Musuh Amerika didefinisikan hanyalah 'gerombolan anak-anak kampung dan orang gunung' yang jauh dari bau peradaban Barat. Mengejutkan, imperium sebesar Amerika yang menepuk dada sebagai polisi dunia ternyata tanpa malu mendefinisikan musuhnya hanya sebuah jamaah kecil. Jelas ini merupakan kekalahan moral yang tak bisa dibantah.

Kalaupun pada akhirnya Amerika menang dalam pertarungan ini, tak ada kebanggaan apapun karena memang Amerika lebih banyak tentaranya, lebih canggih senjatanya, lebih kuat ekonominya dan lebih luas dukungan negara-negara lain. Tapi jika kalah, akan menjadi sebuah ending cerita yang heroik, betapa kelompok kecil mampu menumbangkan kekuatan raksasa, super power dunia.

'Makhluq Halus' Bernama Alqaeda

Tak ada yang menyangka, musuh yang paling membuat Amerika panas dingin dan menggigil ketakutan hanyalah sesosok jamaah Alqaeda yang belum punnya kantor, pegawai, apalagi negara. Mereka sejenis manusia nomaden modern yang tidak jelas kewarga-negaraannya. Di mana langit dijunjung, di situ bumi dipijak. Makhluq asing yang tidak jelas suku dan rasnya. Laksana Alien yang datang dari langit menginvasi bumi dalam kisah fiksi ala Hollywood.

Jumlah mereka juga tak banyak, hanya ribuan. Mungkin seribu, sepuluh ribu, seratus ribu atau lebih, tapi yang pasti di bawah satu juta. Susah menebak jumlah mereka, karena mereka memang 'makhluq halus' yang tak terdeteksi meski di tengah keramaian. Tak ada kartu identitas apapun yang bisa menunjukkan mereka sebagai warga Alqaeda. Tak ada kartu anggota, KTP apalagi Pasport.

Karenanya hati mereka juga tak tersekat oleh lembaran kartu identitas tertentu. Identitasnya tunggal: Hamba Allah di muka bumi. Allah ciptakan bumi luas, maka mereka maksimalkan untuk berkelana bebas tanpa pernah merasa asing di tanah manapun. Komitmen mereka hanya untuk umat Islam, apapun warna kulitnya.

Mereka disibukkan dengan pengabdian vertikal kepada Allah, sehingga tak sempat memikirkan untuk rebutan dunia dengan sesama manusia. Pandangan mereka lurus menengadah ke langit, sehingga jiwa dan raganya ringan laksana kapas terbang dari satu jengkal ke jengkal bumi yang lain dengan tujuan tunggal: Memastikan pengabdian kepada Allah semata. Hati mereka sudah digantungkan di langit, obsesinya obsesi langit, pikirannya sudah dengan pola langit. Ruhnya sudah di langit, hanya jasadnya yang masih berpijak di bumi. Oleh karenanya, tak ada lagi tersisa keluhan yang bersifat duniawi; soal harta, musibah, cercaan, intimidasi, penyiksaan, pengusiran bahkan pebunuhan. Semua keluhan duniawi yang bagi manusia dunia (karena mereka manusia langit) terasa berat dan bikin stres, bagi mereka menjadi semacam bumbu penyedap atau sejenis alunan tembang manis yang membuat hidup mereka lebih indah.

Mereka konon terdeteksi di pegunungan Afghanistan dan perbatasan Pakistan, ngumpet di goa-goanya ibarat makhluq pra sejarah, hidup dengan perkakas dari batu. Setidaknya itulah gambaran manusia Alqaeda di benak rakyat Amerika. Juga terlihat di Iraq, Cechnya, Somalia bahkan di Palestina. Tapi bisa tiba-tiba muncul di London meledakkan kereta yang menjadi sensasi luar biasa. Nongol di Madrid yang membuat Spanyol panas dingin karena serangannya yang mematikan. Lalu di Mumbai yang berpenampilan sebagai anak ABG penuh gaya tapi dengan percaya diri mengamuk sejadi-jadinya; memuntahkan peluru laksana permainan Playstation. Bahkan selentingan kabar menyebutkan bahwa mereka juga mampir di Jakarta untuk melakukan beberapa gebrakan mematikan, dan memoles Bali dengan kisah lain bukan hanya soal cerita indah pariwisata.

Jadi berapa sesungguhnya jumlah mereka? Jawabannya gampang; wallahu a'lam!. Apakah mereka sejatinya sedikit yang bisa terbang ke sana kemari sesuka hati, ataukah memang sudah beranak-pinak di berbagai negara, kota bahkan desa? Ataukah mereka bisa ganti kulit; kalau di Afghanistan berpostur Afghan, di Amerika berkulit putih, di Somalia berkulit gelap, dan di Indonesia berkulit sawo matang laksana bunglon?.

Entahlahlah, mereka ini jenis makhluk apa. Amerika bingung, NATO bingung, PBB bingung, Anda juga bingung. Saya? Udah duluan bingung!

Alqaeda Mengajukan Diri Sebagai Musuh Amerika

Kita bicara yang pasti-pasti saja. Bahwa mereka disebut oleh Obama sang presiden Amerika sebagai organisasi yang menjadi musuh Amerika. Hebat nih Amerika, menjadikan makhluq 'halus' sebagai musuh. Sekelas Nabi Sulaiman as yang bisa berinteraksi dengan dunia lain. Berkomunikasi dengan makhluq yang tak kasat mata.

Fakta ini membuka mata saya, untuk menemukan pelajaran penting dari pertarungan antara teri melawan kakap ini. Tandhim Alqaeda 'mendaftarkan diri' sebagai musuh Amerika dengan tidak melengkapi syarat dan ketentuan yang ditetapkan Amerika. 'Berkas' yang diajukan asal-asalan, tanpa dilengkapi akte pendirian organisasi, tak dicantumkan nama pengurusnya, wilayah yang telah dikuasai dan daftar senjata yang dimiliki. Amerika awalnya melihat 'berkas' yang diajukan Alqaeda dengan sebelah mata. Hampir didiskualifikasi dari daftar musuh Amerika karena dianggap tidak memenuhi syarat dan kriteria yang ditetapkan. Sedangkan 'pendaftar' lain, seperti Iran, Kuba, Korea Utara, Rusia, China, Jepang dan lain-lain, seluruh syarat dan ketentuan terpenuhi. Sangat cocok dengan kriteria musuh yang direncanakan Amerika.

Namun ketika masuk pada proses seleksi, semuanya berguguran. Ternyata yang lain hanya ikut-ikutan daftar untuk menjadi musuh Amerika, biar keren. Maklum, kalau kita menjadi musuh dari sosok yang hebat, pasti akan dianggap hebat juga. Pendaftar yang 'tulus ikhlas' hanya Alqaeda, oleh karenanya meski secara kriteria tidak masuk, karena ketulusannya dan semangatnya yang sangat kuat untuk menjadi musuh, Amerika akhirnya mengakui juga. Dan tanggal 10 September 2010 kemarin Obama mengumumkan bahwa pendaftar musuh yang lain dinyatakan tidak lulus, dan yang disahkan sebagai musuh yang sesungguhnya adalah Alqaeda.

Serangan WTC 11 September 2001 menjadi tonggak pengakuan Amerika. Mulai saat itu Alqaeda diperhitungkan namun sekian lama Amerika mencoba untuk menganggap remeh dan kecil. Alqaeda hanya diakui bahwa baunya ada tapi tak jelas sosoknya. Namun kini setelah sembilan tahun berlalu Amerika mulai mengakui eksistensi Alqaeda sebagai musuh yang nyata, melalui pernyataan Obama tersebut.

Meski selama ini Amerika memerangi Alqaeda, tapi ia mengabaikan eksistensinya. Kini setelah sembilan tahun berlalu, melalui bonekanya di Afghanistan, Amerika mulai mengakui eksistensi Alqaeda, meski dengan nama Taliban, karena memang dua nama ini dianggap satu kesatuan. Terbukti, pada tanggal yang sama dengan peryataan Obama, Hamid Karzai - sang boneka - menyeru Taliban untuk mau duduk membicarakan perdamaian. Untuk tujuan ini, Karzai sudah membentuk tim yang khusus untuk memulai melakukan pembicaraan dengan Taliban.

Pengakuan eksistensi ini mengingatkan kita dengan perjanjian Hudaibiyah yang untuk pertama kali pihak Quraisy duduk sederajat dengan umat Islam untuk membicarakan gencatan senjata. Artinya, musuh yang selama ini memerangi umat Islam dan tidak mau pengakui eksistensinya secara de jure, mulai menuliskan eksistensinya di atas lembar perjanjian. Peristiwa ini disebut sebagai fath (kemenangan) oleh Al-Qur'an dengan turunnya surat Al-Fath menyusul peristiwa tersebut.

Akan dibukanya pembicaraan yang melibatkan dua entitas sosial yang bermusuhan (Taliban + Alqaeda Vs Amerika) bermakna pengakuan eksistensinya secara de jure. Apalagi didukung dengan pernyataan Obama bahwa Alqaeda adalah musuh Amerika. Lengkap sudah kemenangan politik dan militer yang diraih Alqaeda dengan ijin Allah.

Menjadi Musuh Amerika yang Tidak Biasa

Sisi menarik dari Alqaeda adalah ia memposisikan diri sebagai musuh Amerika dengan kategori baru. Amerika mempersiapkan diri bertahun-tahun dengan dana nyaris tanpa batas untuk melawan musuh berwujud negara super power yang seimbang dengan dirinya. Inilah kategori tunggal calon musuh di mata Amerika. Oleh karenanya Amerika sibuk menciptakan senjata nuklir dan begitu takut negara lain memilikinya.

Teori kemengan satu-satunya adalah kemenangan teknologi militer. Dia yakin haqqul yaqin bahwa jika Amerika sekian langkah lebih unggul teknologi senjatanya dibanding negara lain, tak akan ada yang bisa mengalahkannya. Dahulu populer istilah perang bintang antara Amerika melawan Uni Sovyet. Konon katanya, tembakannya tidak lagi menggunakan peluru biasa, tapi sinar. Entahlah.

Tapi Alqaeda datang dengan kategori baru yang sama sekali tak diperhitungkan Amerika. Ia hanya sekumpulan anak kampung dan orang gunung yang mahir memainkan AK-47. Habitatnya adalah gunung-gunung terjal dan hutan belantara. Jumlahnya juga tak seberapa. Bukan negara. Tak memiliki dukungan ekonomi, politik dan teknoligi. Mereka hanya sekumpulan hamba Allah yang senjata utamanya adalah iman dan persaudaraan dalam Islam. Tapi memiliki tekad segarang singa. Belum pernah ada dalam teori pertempuran Amerika, sebuah jamaah kecil yang tak kasat mata akan menjadi musuh potensial. Kerangka teoritis untuk mengatasinya belum mereka temukan atau siapkan.

Dalam ilmu militer pertarungan semacam ini disebut sebagai pertempuran asimetris (gak nyambung). Amerika menginginkan musuhnya dalam kategori yang ia inginkan, tapi musuh berada pada kategori yang berbeda. Amerika membidik lurus ke depan, padahal Alqaeda berada di lobang persembunyian di bawah tanah. Amerika laksana petarung pakai pedang tapi dengan mata tertutup. Ia membabat ke kanan dan ke kiri tanpa tahu musuhnya dengan jelas. Akhirnya tenaganya terkuras dan sempoyongan.

Strategi Alqaeda ini membuat milyaran dolar kekayaan Amerika yang dibelanjakan untuk membuat senjata canggih menjadi terasa sia-sia. Karena yang dihadapi Amerika bukan semata pasukan tempur yang diorganisisr sebuah negara dan punya teritorial yang jelas, tapi kekuatan iman dan gagasan yang dengan cepat menyebar laksana virus, apalagi didukung berkembangnya internet. Alqaeda memang kecil jumlah personalnya, tapi ada di mana-mana.

Alqaeda Dipisahkan dari Umat Tapi Makin Mewakili Umat

Pernyataan Obama bahwa musuh Amerika adalah Tandhim Alqaeda dan bukan Islam atau umat Islam, pada sisi lain merupakan strategi untuk memisahkan Alqaeda dari umat Islam. Tapi makar ini lambat laun justru menjadi bumerang bagi Amerika.

Dengan kemenangan politik dan militer yang diraih Alqaeda melawan super power yang arogan semacam Amerika, semua penduduk dunia yang punya pengalaman panjang dizalimi Amerika akan menjadikan Alqaeda sebagai hero. Apalagi umat Islam. Tentu saja dukungan akan terus mengalir, apalagi jika Alqaeda dengan akurat mewakili kegelisahan mereka.

Awalnya Obama, Amerika, Barat dan PBB masih agak rabun untuk membedakan warga Alqaeda dari kerumunan besar umat Islam. Tapi akhirnya mereka berhasil mendeteksi, ada sejumlah perbedaan dan ciri khas yang bisa dijadikan alat untuk membedakan Alqaeda dari umat Islam, meski jelas lebih banyak unsur persamaannya.

Untuk alasan strategi, Amerika saat ini fokus membidik yang punya genetik Alqaeda saja. Amerika akan menghadapi dilema rumit jika umat Islam dinyatakan sama dengan Alqaeda. Jumlahnya sudah terlalu besar, tak mungkin dilawan.

Dengan kemenangan Alqaeda, tinggal menunggu waktu bahwa umat Islam dunia akan merasa menjadi bagian dari Alqaeda. Jika terjadi perang, terminologi yang paling pas saat itu adalah Perang Salib, suatu istilah yang pagi-pagi sekali sudah dikumandangkan oleh George W. Bush meski diralat dengan setengah hati. Cepat atau lambat kalimat ini akan kembali populer jika Alqaeda berhasil mewarnai pemikiran umat Islam sehingga semuanya menjadi Alqaeda.

Saat ini, nyaris tak ada satupun negara yang berani mengklaim bersih dari benih-benih Alqaeda. Ini merupakan bentuk sunnatullah kemenangan Islam gaya baru, bahwa semangat jihad dan iman bisa ditranfer melalui jaringan internet laksana virus yang menular. Sesuatu yang tak pernah terpikir sebagai cara berkembangnya jihad di masa lalu. Bahkan bukan hanya semangat jihad yang bisa ditransfer, tapi juga manual teknis operasi jihad bisa diajarkan melalui internat, sehingga dunia menjadi majlis taklim besar bagi mujahidin dengan sarana internat. Secara fisik di goa, tapi majlis taklim maya dihadiri jutaan pemuda di seluruh dunia.

Amerika jelas makin mati gaya menghadapi kenyataan ini. Manusia Alqaeda ternyata sedang duduk di warnet mempelajari manual bombing atau sekedar ngulik berita jihad. Padahal Amerika belum pernah punya teori mengalahkan musuh seperti ini. Apalagi sekarang sudah meningkat dengan hadirnya akses internet via HP. Terasa sia-sia uang yang dibelanjakan Amerika untuk membuat bom atom jika musuhnya jamaah tak kasat mata seperti Alqaeda.

Berakhirnya Era Terorisme

Penegasan Obama ini juga menandai akan segera berakhirnya era penggunaan istilah teroris dan berobah menjadi Alqaeda. Istilah teroris sudah kehilangan bobot karena sudah lama dan harus diproduksi istilah baru. Ibarat barang dagangan, life cycle product-nya sudah habis. Apalagi ditimpa sikap ekstrim kaum Yahudi dan Nasrani, misalnya seruan pembakaran Al-Qur'an oleh pendeta Amerika, larangan menara masjid di Eropa dan larangan cadar di sana. Semua ini menyebabkan ekstrimisme bukan ciri khas teroris lagi, tapi juga disandang oleh mereka yang dikenal demokratis. Maka istilah teroris sudah kehilangan elan vital.

Era George W. Bush istilah yang sangat ampuh adalah istilah teroris. Tapi era Obama, dipersempit menjadi Alqaeda. Ini jelas sebuah penghargaan tinggi untuk Alqaeda. Kualitas manusia bisa dilihat dari kualitas musuhnya. Kalau musuhnya berkualitas, seseorang dinilai berkualitas. Jika rendahan, begitu pua kualitas seseorang. Sebab, syetan tak pernah salah memilih musuh.

Makanya selalu menarik menyaksikan pertarungan antara Alqaeda melawan Amerika, karena manusia selalu suka menyaksikan pertarungan yang awalnya tak berimbang tapi kemudian endingnya yang lemah menang. Penonton akan merasakan kepuasan yang luar biasa. Sebaliknya, musuh akan terhina sehina-hinanya. Diolok-olok, ditertawakan dan akan ditulis dalam buku sejarah sebagai sebuah pelajaran penting, bahwa ada imperium raksasa dengan segenap kepongahannya hancur lebur oleh musuh kerdil dengan keteguhan imannya. Kisah Daud as melawan Jalut terulang dalam bentuk imperium modern.

Jamaah, Solusi Kelemahan Umat

Mereka yang apriori terhadap konsep jamaah atau tandhim mesti membuka mata lebar-lebar. Bahwa yang mampu melawan Amerika adalah sebuah jamaah yang merupakan lembaga swadaya umat, sama sekali tak disponsori suatu negara, baik kafir atau muslim.

Pernyataan bahwa jamaah pasti melahirkan madharat, tak terbukti. Madharatnya, menurut mereka, karena tak ada jamaah yang tidak melahirkan ta'asshub (fanatisme kelompok). Oleh karena madharat jamaah bersifat melekat tak bisa dipisahkan, maka jamaah menjadi sesuatu yang ditolak secara asas oleh Islam. Bahkan kalangan tertentu menganggapnya sebagai bid'ah.

Kelemahan argumen ini terletak pada anggapan bahwa fanatisme kelompok merupakan dampak melekat dari jamaah. Seandainya kita menerima argumen ini, maka Rasulullah saw menjadi orang pertama yang terkena kritik, karena Rasulullah saw mengelola umat Islam saat itu dengan konsep jamaah. Rasulullah saw berposisi sebagai amir atau imam, dan para Sahabat sebagai anggota.

Kelemahan kedua, ukuran dan bentuk jamaah yang ditolak itu seperti apa tak bisa dijelaskan. Sebab, kehidupan manusia tak bisa lepas dari jamaah. Mengelola sepakbola saja menggunakan konsep jamaah. Semua lembaga yang memiliki pimpinan dan anggota pasti berpola jamaah. Ada komitmen-komitmen yang disepakati olah seluruh anggota.

Zaman modern seperti sekarang teori pengelolaan jamaah makin matang. Ribuan buku dan penelitian dihasilkan para pakar untuk merumuskan manajemen - aspek inti dari jamaah. Bahwa kekuatan ada dalam jamaah, dan kelemahan melekat pada individualisme.

Problem kita sejatinya hanya apakah kita mampu mengambil sisi kekuatan jamaah dan mengikis fanatisme yang ditimbulkan? Siapapun yang mampu melakukannya, maka berjamaah baginya menjadi kebutuhan, dan meninggalkannya menjadi awal kelemahan.

Jihad Mutlak Membutuhkan Jamaah yang Solid

Prestasi Al-Qaeda yang penting untuk dicatat adalah bahwa ia mampu menggabungkan jihad dengan jamaah. Kombinasi ini jarang yang mampu melakukannya. Jihad merupakan amal kolektif sebab musuh yang dihadapi juga kolektif. Titik kelemahan pelaksanaan jihad yang dilakukan umat Islam selama ini terletak pada kelemahan jamaah yang mendukungnya.

Jihad sangat bertumpu pada komitmen kelompok atau jamaah. Komitmen ini bahkan merupakan puncak kemampuan manusia dalam memberikannya. Sebagai contoh, jika ada seorang mujahid yang tertangkap musuh dan disiksa sedemikian rupa untuk membocorkan informasi teman-temannya (jamaahnya), ia harus kuat menanggungnya sehingga temannya tidak terkena bahaya dari musuh. Harga komitmen ini adalah kematian. Artinya, dalam menjaga rahasia temannya ia beresiko menghadapi kematian. Adakah komitmen sesama teman melebihi komitmen yang dibutuhkan ibadah jihad?

Inilah tantangannya. Untuk sukses, jihad harus dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki ikatan komitmen satu sama lain yang sangat kuat hingga nyawa menjadi taruhannya. Komitmen sekuat ini hanya bisa dihasilkan melalui konsep jamaah yang solid. Maka problem berikutnya adalah mengenyahkan dampak fanatisme yang ditimbulkan oleh jamaah.

Jika sebuah jamaah bisa menggabungkan komitmen kuat untuk al-haqq tapi tidak berdampak lahirnya fanatisme kelompok, maka jamaah semacam ini menjadi faktor kekuatan yang amat dahsyat. Negara sekuat Amerika saja tak mampu menjinakkannya. Inilah kelebihan Al-Qaeda yang tak dimiliki jamaah lain.

Jamaah itu rahmat. Jika membawa madharat pasti karena ada kekurangan yang mesti diperbaiki. Bisa jadi karena al-haqq yang dipedomani tidak sepenuhnya al-haqq, tapi masih bercampur dengan batil. Atau karena komitmen yang mengikat unsur jamaah bukan al-haqq, tapi sekedar fanatisme kelompok. Atau karena individu yang ada di dalamnya tidak patuh dengan perintah yang mesti ia lakukan sebagai bentuk komitmen mentaati amir dalam perkara yang makruf. Atau ada yang tergoda untuk berebut dunia dengan sesama anggota jamaah. Atau karena jamaah yang dibentuk hanya karena sakit hati sehingga mengumpulkan orang untuk membalas sakit hati tersebut.

Berjamaah, Langkah Paling Realistis Sebelum Berjihad

Banyak kalangan mengabaikan hubungan yang sangat kuat antara jihad dengan jamaah. Mereka menganggap jihad bisa saja sukses tanpa didukung jamaah yang kuat. Mereka tertipu, karena menganggap ibadah jihad sesederhana ibadah shalat, zakat atau haji yang bisa dilakukan dengan spontan dan tanpa persispan yang matang.

Jihad berbeda sekali. Ibadah ini selain realisasi pengabdian hamba kepada Allah, ia juga realisasi bara' (kebencian dan permusuhan) hamba kepada musuh Allah, sekaligus refleksi wala' (empati, persaudaraan dan pembelaan) hamba terhadap para kekasih Allah - umat Islam.

Oleh karenanya, mutlak dihajatkan persiapan yang matang agar tercapai ketiga agenda tersebut, bukan semata agenda pengabdian kepada Allah. Agenda mengalahkan musuh Allah dan agenda memastikan umat Islam terselamatkan dari kedurjanaan musuh-musuh Allah harus menjadi fokus juga.

Jika jihad dilakukan asal-asalan, agenda yang diraih hanya agenda pengabdian kepada Allah sebagai ibadah sebagaimana shalat dan haji. Dan salah satu yang terpenting agar tidak asal-asalan adalah berjamaah sebelum berjihad.

Dalam aktifitas berjamaah, seseorang akan merasakan gesekan antar anggota jamaah baik dalam persaudaraan atau pelaksanaan perintah bersama. Seseorang akan bertemu dengan berbagai karakter yang akan menguji ketahanan mentalnya dalam kehidupan berjamaah. Kadang tersandung pengkhianatan yang dilakukan sesama anggota jamaah. Kadang ada amanat yang tidak tertunaikan, baik oleh dirinya atau oleh anggota lain. Kadang ada perintah yang terasa berat, tapi dalam lingkup makruf sehingga harus tetap ditaati.

Semua ini adalah dinamika kehidupan berjamaah. Jika kita belum lulus dalam mengarungi kehidupan berjamaah, akan lebih sulit untuk menjadi mujahid yang baik dalam shaff jihad di medan tempur. Di sana juga ada dinamika kelemahan individu, kesalahan memahami komando, pengkhianatan, dan semua persoalan kolektif lain.

Maka pelajaran lain yang bisa kita petik dari Al-Qaeda adalah komitmen mereka dalam berjamaah. Jamaah yang menjadi ruang berkumpul para aktifis jihad, yang saling diikat komitmen bersama dan dipimpin oleh sistem kepemimpinan yang solid. Ikatan persaudaraannya adalah iman dan wala' wal bara'.

Bila kita bisa mengambil pelajaran dari Al-Qaeda, tak harus menamakan kelompok kita dengan Al-Qaeda. Terutama pelajaran berjamaahnya. Apalagi untuk alam Indonesia yang tampaknya masih agak jauh dengan jihad musallah, pastikan kita gunakan waktu untuk belajar berjamaah dengan baik, agar kita bisa meresapi kehidupan kolektif yang sangat membantu kelak saat di medan jihad.

Selamat berjamaah sebelum berjihad !


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/9258/ternyata-musuh-amerika-hanya-sebuah-jamaah#ixzz10sSPxPHU /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |