Masjid Agung Lumpur Bersahaja Kota Djenne

Djenne, itu nama sebuah kota tertua di sub-Sahara Afrika. Terletak di kawasan lahan banjir yang dilintasi dua sungai, yakni Niger dan Bani. Namun bagi yang belum pernah bertandang ke kota berjarak 354 kilometer di barat daya Timbuktu, terutama muslim, tentu tak mengira ada sebuah masjid dengan arsitektur indah namun tak lazim, yakni Masjid Agung Djene.

Mengapa tak lazim? Bentuknya tak seperti masjid-masjid lain yang cenderung mengacu ke bentuk masjid atau bangunan di timur-tengah abad pertengahan hingga masa Kaisar Ottoman. Polos dan minim ornamen, namun justru menunjukkan jika sang ahli bangunan paham benar bagaimana menghadirkan masjid dengan nafas lokal, rendah hati, namun tidak mengurangi aura sakral dan monumental sebuah masjid agung.

Djene, selain terkenal sebagai kota perdagangan, juga dikenal sebagai kota peziarah dan pusat studi Islam. Masjid Agung itu sendiri dari awal dibangun hingga kini mendominasi alun-alun pasar utama di kota tersebut. Tradisi menuturkan, penduduk Djene memiliki masjidnya pertama kali pada tahun 1240, yang dibangun oleh Sultan Koi setelah memeluk Islam dan mengubah istananya menjadi masjid.

Sangat sedikit yang tahu dan berhasil melacak bentuk serta tampilan masjid pertama itu. Namun Sheikh Amadou, pemimpin kota Djene di awal abad ke-19, menganggap masjid itu terlalu mewah dan berlebihan. Sheikh pun membangun masjid kedua pada tahun 1830, dan memerintahkan merubuhkan masjid pertama begitu masjid kedua rampung. Sementara masjid agung dari lumpur yang tak lazim itu dibangun pada tahun 1906

Masjid yang dikonstruksi di bawah pengawasan ahli bangunan bernama Ismaila Traore ini terbuat dari batu bata lumpur yang dikeringkan dengan sinar matahari (ferey), semen berbahan dasar semen. Sementara lapisan luar menggunakan plester juga berbahan dasar lumpur sehingga memberi tampilan halus berkelok, layaknya patung.

Dinding memiliki ketebalan antara 40 - 60 cm. Ketebalan ini sangat beragantung pada tinggi tembok. Dinding lebih tinggi akan dibuat lebih tebal karena harus menopang struktur lebih berat. Selama pagi hingga sore, dinding-dinding itu secara perlahan menghangat dari luar ke dalam. Di malam hari mereka mendingin lagi. Namun radiasi panas yang dihantarkan dinding membuat suhu udara dalam masjid tetap hangat dan sejuk meski udara di luar mendingin drastis--khas udara gurun.

Ruang utama masjid dengan sembilan puluh pilar kayu menopang langit-langit dapat menampung hingga 3.000 orang. Sifat dingin kayu ikut membantu interior masjid tetap sejuk di waktu siang hingga sore. Masjid agung itu juga memiliki ventilasi udara dengan penutup keramik. Penutup yang dibuat oleh perajin wanita setempat itu dapat dipindahkan di malam hari untuk ventilasi udara dalam masjid.

Saat membangun, dan merencanakan konstruksi, kerusakan akibat air bah menjadi perhatian utama Traore. Apalagi banjir akibat sungai Bani meluap terjadi rutin tiap tahun. Untuk mengatasi itu, Traore pun mendesain pulau buatan, yakni landasan yang ditinggikan dengan permukaan seluas 5635 m² sebagai tempat berdirinya masjid. Landasan tersebut sejauh ini mampu melindungi masjid bahkan dari banjir mengerikan sekalipun.

Selain bahan alam lumpur yang bersahaja, terdapat pula struktur rangka kayu dari batang palem. Kayu-kayu itu tidak berfungsi sebagai balok, melainkan pendukung dan penguat.

Struktur ini dibutuhkan untuk mengikat tanah liat dan mengurangi pecahan lumpur yang diakibatkan perubahan suhu dan kelembaban yang sangat tajam area itu. Selain sebagai penguat kayu-kayu itu berfungsi sebagai penopang otomatis yang berguna saat perbaikan tahunan.

Kayu-kayu itu memang memiliki alasan fungsi kuat, namun batangnya yang mencuat dari dinding-dinding lumpur polos membuat kesan kontras sekaligus memberi aksen estetika bangunan.

Tak lupa pada bagian bangunan di sisi kiblat, Traore menandai dengan tiga menara lumpur yang dominan. Setiap menara itu memiliki tangga spiral menuju atap, dan di setiap atap berbentuk kerucut spiral, diletakkan telur burung unta perlambang kesuburan dan kemurnian.

Setiap tahun, saat musim panas masjid tersebut dirawat atau diperbaiki ulang dengan pengawasan 80 ahli bangunan senior. Acara itu menjadi festival menarik bagi warga Djene. Banyak warga terlibat dalam pekerjaan mempersiapkan banco (campuran lumpur dengan gabah) untuk acara itu. Menurut para pengunjung yang menyaksikan di tahun 1987, acara itu bisa dikatakan upacara masyarakat dengan banyak pengunjung dan orang tertawa.

Berikut adalah penuturan seorang turis tahun 1987 yang dikutip di situs Sacred Sites "Setiap musim panas masjid agung diplaster ulang. Itu menjadi festival yang menarik, riuh, kacau, menyenangkan, namun juga penuh kehati-hatian. Selama beberapa minggu lumpur dituangkan. Ember-ember penuh dengan larutan kental diaduk dan diratakan dengan kaki telanjang anak-anak lelaki.

Lalu malam sebelum memlaster, muncul pertunjukkan jalanan penuh nyanyian, tetabuhan drum, siulan flute. Tak lama tiupan peluit keras terdengar tiga kali berturut. Masuk tiupan keempat, ratusan suara bergema dan bergalon-galon lumpur dituangkan. Saat fajar proses pemlasteran sesungguhnya telah berjalan. Kerumunan wanita dengan ember berisi air di atas kepala mendekati masjid. Tim yang lain membawa lumpur. Orang-orang berkomunikasi dengan yang lain sambil berteriak di area persegi raksasa itu sambil mengoles dan bekerja. Kerja dan bermain menjadi satu, anak-anak muda dimana-mana, membuat kue dari lumpur dari kepala hingga ibu jari,"

Hanya saja festival tahunan itu terancam punah. Para ahli bangunan kini sulit mencari dukungan anak-anak muda dalam festival memoles ulang. Banyak pemuda memilih mencari uang sebagai pemandu turis meninggalkan Djene menuju Kota Bamako yang lebih menjajikan. Pada tahun 1988, kota tua Djenne dan masjid agungnya diresmikan menjadi situs bersejarah oleh UNESCO

Kini bangunan tersebut masih menjulang dan menampung para jamaah muslim kota Djenne saat tiba waktu sholat. Fasad atau tampang bangunan, menara, serta simbol telur burung unta itu sebenarnya adalah elemen sama yang bisa ditemukan di bentuk rumah-rumah penduduk Djene. Desain yang membuat masjid agung terlihat rendah hati dan menyatu dengan lingkungan lokal. Jauh sebelum gagasan arsitektur ramah lingkungan yang tanggap iklim setempat, menjadi salah satu isu, terutama terkait pemanasan global, Masjid Agung Djenne telah menerapkan dengan bersahaja.(republika) /@cwi

selengkapnya...

Kisah Pembunuh 99 Orang

Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang.

Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber­pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab­kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.

Sesungguhnya para raja pun
bila budak-budaknya telah beruban dalam perbudakannya
mereka pasti akan memerdekakannya
dengan pembebasan yang baik
Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih murah daripada itu
Sekarang sungguh aku telah beruban dalam penghambaan diri
maka bebaskanlah diriku dari neraka



Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-­jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?”

Orang-orang berkata kepadanya: “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.”

Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-­masalah agama. Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari’at maupun agama.

Perhatikan QS. AL-HADJlD (57): 27, yang artinya:

“Dan mereka mengada-adakan kerahiban, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-­adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak meme­liharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. “


Sesungguhnya agama itu bila tidak dibarengi dengan cahaya hidayah dan ilmu, sama dengan kesesatan dan bid’ah yang bertumpang-tindih antara yang satu dan yang lainnya.

Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.

Rahib tersebut mengharamkan kepada dirinya sendiri: daging, makanan yang baik, pakaian yang baik, dan kawin, padahal Allah tidak mengharamkan semuanya itu atas dirinya. Dia lakukan hal tersebut karena kejahilannya tentang maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun keluar menyambutnya.

Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”

Sambutan ini jelas bukan tata cara yang biasa digunakan oleh para ulama dan para da’i yang menghendaki hidayah bagi manusia, karena pintu Allah selalu terbuka; pemberiannya senantiasa datang dan pergi; pahala-Nya dianugerahkan; tangan kekuasaan­Nya senantiasa terbuka pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa pada siang harinya, dan senantiasa terbuka pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdo’a pada malam harinya, hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya (hari Kiamat).

Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem­bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”

Rahib yang jahil itu spontan menjawab: “Tiada taubat bagimu!”
Mahasuci Allah, apakah engkau menutup pintu yang selalu dibuka oleh Allah? Apakah engkau memutuskan tali yang telah dijulurkan oleh Allah? Apakah engkau mencegah hujan yang telah diturunkan oleh Allah? Apakah engkau menutup jalan masuk yang telah dibuat oleh Allah?

Padahal Allahlah yang menciptakan; Allahlah yang telah menetapkan; Allahlah yang memberikan ampunan; Allahlah yang menghisab; dan Allahlah yang berbisik kepada seorang hamba pada hari yang tiada bermanfaat lagi harta benda dan anak-anak, kecuali orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih, lalu Allah menyuruhnya mengakui dosa-dosanya, kemu­dian Allah mengampuninya jika Dia menghendaki. Maka apakah urusanmu, hai rahib, sehingga engkau ikut campur dalam urusan antara para hamba dan Tuhannya?

Apakah engkau memang seorang yang ahli untuk memberi fatwa dalam masalah ini? Bukan, engkau bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini. Hal ini hanya bisa ditangani oleh para ulama yang mengamalkan ilmunya lagi mengetahui tujuan syari’at-Nya.

Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.

Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya­kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.

Ia bertanya kepada mereka: “Masih adakah jalan untuk ber­taubat bagiku?”

Mereka menjawab: “Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan.”

Sehubungan dengan pengertian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan­nya melalui ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Dalam QS. AZ-ZUMAR (39): 9, yang artinya:

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”


Dalam QS. AL-­MUJAADALAH (58): 11, yang artinya:

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. “


Dalam QS. AL-ANKABUUT (29): 49

“Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. “


Dalam QS. ALI ‘IMRAN (3): 18, yang artinya:

”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). “


Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajari generasi dan mendidik umat.

Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: “Apakah keperluanmu datang kemari?”

Ia menjawab: “Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?”

Orang alim itu balik bertanya: “Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus.”

Ia berkata: “Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.”

Orang alim berkata: “Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu.”

Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen­tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya­rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba.”

“Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat.”

Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.

Dalam QS. QAAF (50): 19, yang artinya:

“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”


Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallooh, lalu meninggal dunia. Dia belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, tetapi dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.

Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: “Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami.”

Malaikat adzab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami.”

Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.

Malaikat yang baru berkata kepada mereka: ”Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik.”

Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin­tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.

Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

/@cwi

selengkapnya...

Kedermawanan Si Faqir, Faidah dari Siroh Sahabat Ulbah bin Zaid

Tersebutlah kisah salah seorang sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, dia adalah Ulbah bin Zaid. Dia bukanlah termasuk sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang terkenal sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Pada kisah hidupnya kita akan melihat potret kedermawanan si faqir. Bagaimana seorang faqir bisa disebut dermawan ? bukankah biasanya kata dermawan disematkan kepada orang yang cukup hartanya lalu dia bersedekah dan berinfaq dengan hartanya itu ? Simak kisah berikut ini...

Sekitar bulan Sya’ban di tahun 9 H, ketika itu musim paceklik sedang melanda kota Madinah dan sekitarnya, perekonomian kaum muslimin juga sedang sulit-sulitnya, musim panas sedang berada di puncaknya, angin di musim itu juga membawa hawa panas, debu-debu beterbangan mengotori atap-atap dan halaman rumah penduduk kota Madinah. Kulit serasa diiris, mata perih seperti perihnya luka yang diteteskan dengan air cuka. Di musim panas sepert itu biasanya penduduk kota Madinah lebih suka menetap di rumah, atau tinggal di kebun-kebun mereka sambil memetik kurma muda yang memang sedang ranum-ranumnya, karena pohon kurma berbuahnya justru pada musim panas.
Akan tetapi kondisi politik Islam pada saat itu keadaannya sangat luar biasa, sebagai dampak kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh pasukan Islam terutama setelah Fathul Makkah dan perang Hunain. Disamping juga setelah itu Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengirimkan surat kepada seluruh raja di dunia ini untuk masuk Islam atau harus membayar pajak, atau diperangi. Hal ini semakin menambah panas keadaan. Karena pada saat itu tersebar berita bahwa bangsa Romawi yang merupakan bangsa dan kerajaan terkuat dan tebesar pada masa itu, sedang melakukan persiapan besar-besaran akibat ketidakpuasan mereka akan hasil Perang Mu’tah yang mana pasukan Islam yang jumlahnya hanya 3000 pasukan berhasil menahan gempuran 200.000 pasukan gabungan Romawi dan beberapa kabilah yang musyrik. Dimana Khalid bin Walid sebagai panglima perang kaum muslimin melakukan trik jitu, yaitu menukar pasukan yang di belakang menjadi di depan, yang kiri menjadi ke kanan dan sebaliknya sehingga pasukan Romawi menjadi gentar. Mereka mengira ada tambahan pasukan kaum muslimin. Dalam benak mereka, pasukan sejumlah 3000 orang tadi saja mampu menahan gempuran mereka, apalagi ditambah 2x lipatnya tentu Romawi akan kalah. Karena trik jitu ini pasukan muslimin bisa mundur secara perlahan tanpa dikejar oleh pasukan Romawi karena pasukan Romawi mengira ini adalah siasat untuk menjebak mereka. Akhirnya kaum muslimin kembali ke Madinah dengan selamat dan hanya jatuh korban sebanyak 12 orang.

Kasak-kusuk pun merebak di kalangan kaum muslimin akan adanya pembalasan pasukan Romawi yang akan menyerang daerah yang telah dikuasai kaum muslimin dan bahkan menuju kota Madinah. Disinilah letak kisah seorang sahabat Ulbah bin Zaid, dia diselipkan oleh catatan sejarah didalam peperangan Tabuk yang nantinya perang ini merupakan peperangan terbesar antara kaum muslimin dengan kaisar Romawi. Tidak biasanya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengumumkan secara langsung akan kemana tujuan peperangannya, biasanya kalau berperang ke arah timur maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya kepada sahabatnya tentang arah barat dan seterusnya. Akan tetapi keberangkatan perang kali ini sangat jelas tujuannya yaitu Tabuk, suatu daerah yang nun sangat jauh bagi bangsa Arab untuk ditempuh ketika itu.

Coba lihat apa yang dilakukan oleh orang-orang munafiq pada saat itu, mereka merasa bimbang, gelisah, dan gundah karena membayangkan perjalanan yang sangat jauh. Diantara mereka saling mengatakan seharusnya keberangkatan tidak pada musim panas ini, maka Alloh Ta’ala turunkan ayat yang berkaitan dengan mereka :

وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

“…dan berkatalah orang-orang munafiq: ‘janganlah pergi berperang di musim panas ini’. Katakanlah (ya Muhammad) api neraka jahannam lebih panas, jika saja mereka mau mengerti ” (QS. At Taubah 81)

Suatu kali Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam ingin menguji salah seorang dari mereka yaitu Jaad bin Qois, beliau berkata “wahai Jaad, bagaimana menurutmu jika kita pergi berperang melawan Bani Ashfar (orang romawi)..?”
Dia pun menjawab,” izinkanlah aku untuk tidak berangkat perang dan jangan jatuhkan aku ke dalam fitnah (ujian). Demi Alloh ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, kaumku sangat tahu bahwa aku adalah orang yang paling mudah tergoda dengan wanita diantara mereka. Dan aku takut kalau nanti aku melihat wanita romawi aku tidak tahan.., aku tidak bisa menahan nafsuku..”
Beliau pun berpaling dan berkata, “engkau aku izinkan untuk tidak berperang wahai Jaad..”

Padahal Jaad bin Qois hanya beralasan agar dia tidak berangkat perang, lalu beralasan takut tergoda oleh wanita-wanita putih Romawi, padahal tujuan sebenarnya adalah supaya dirinya tidak berangkat perang pada musim panas tersebut. Maka Alloh Ta’ala turunkan ayat

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ

“ Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir ”(QS. At Taubah : 49)

Berbeda keadaannya dengan kaum muslimin, begitu mendengar seruan jihad di jalan Alloh Ta’ala mereka berbondong-bondong memenuhi kota Madinah dari seluruh penjuru negeri. Bagaimana tidak mereka berbondong-bondong berjihad di jalan Alloh sedangkan gerbang surga yang luasnya seluas langit dan bumi akan dibukakan untuk mereka. Alloh berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ”(QS. Ali Imron : 133-134)

Bagaimana mereka tidak berhasrat untuk berangkat jihad, sementara mereka tahu bahwasanya jalan tercepat masuk surga adalah dengan jihad, lalu badan mereka tertusuk, tercabik, memuncratkan darah, lalu mereka gugur sebagai syahid, lantas para malaikat berebut menaikkan ruhnya ke langit..?!

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallamNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” (QS. Ash Shaaf : 10-11)

Terngiang-ngiang di telinga mereka ayat-ayat yang berhubungan dengan jihad, ayat-ayat jihad, bukan ayat-ayat cinta,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh… ” (QS. At Taubah : 111)

Ayat-ayat ini benar-benar hadir di dalam hati mereka, kenapa hadir di hati mereka ? bukankah ayat yang sama juga kita dengar sebagaimana mereka mendengarnya dahulu, akan tetapi berbeda efeknya..? yang membedakan antara kita dan mereka adalah telah ada dan hadir kehidupan akhirat didalam kehidupan duniawi mereka, sedangkan kita...kabut tebal tentang terlalu cinta kepada dunia menyelemuti hati kita. Memang kaki mereka masih menyentuh tanah, badan mereka pun masih bersentuhan dengan alam nyata dunia, akan tetapi ruh mereka sudah bersiap-siap menjejaki surga, alam pikiran mereka telah terasa sujud di bawah ‘Arsy Alloh Ta’ala..Allohu Akbar..!!

Berbondong-bondong mereka ke kota Madinah, tahu mereka bahwa Nabi mereka meminta bantuan ummatnya. Maka beliau mengajak para dermawan untuk menginfakkan hartanya demi keberangkatan pasukan prihatin ini (Jaisyul Usroh). Kenapa disebut pasukan prihatin ? bagaimana tidak, keadaan mereka sangat miskin, di saat musim paceklik, satu onta harus bergantian untuk delapan belas orang pasukan perang, makanan mereka adalah dedaunan agar sekalian dapat airnya, bahkan terkadang harus memotong seekor unta agar dapat air dan makanan sekaligus.

Bahkan orang-orang yang tidak mampu, tidak memiliki apa-apa dan miskin juga datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, berharap dirinya diikutsertakan dalam peperangan Tabuk, meminta kepada beliau bekal peperangan agar dia bisa ikut perang, termasuk juga Ulbah. Alloh berfirman :

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan ” (QS. At Taubah : 92)

Coba lihat diri kita...hidup memiliki segalanya, hidup di rumah dengan AC atau kipas angin, punya kendaraan bagus, makanan tercukupi bahkan turah-turah, tidak ada yang dikeluhkan, ketenangan ada, tidak dalam keadaan perang berkecamuk seperti di Irak, tidak kepanasan sebagaimana panas yang dirasakan oleh orang-orang yang mengungsi di Palestina.., tetapi mengapa bersamaan dengan itu kenapa kita juga masih memilukan hidup.?

Maka pada saat itu tersebutlah Ulbah bin Zaid Al Haritsi, seorang yang sangat faqir, tidak memiliki apa-apa diatas dunia ini, seorang dari golongan Anshor dari kabilah Aus, tatkala dia menyaksikan kesibukan kaum muslimin dalam persiapan jihad ke Tabuk, melihat seluruh kaum muslimin dari berbagai pelosok negeri tinggal dan menetap di tanah kelahirannya Madinah, datang berbodong-bondong kemudian memancang kemah, sambil membawa apa yang mereka miliki dari senjata dan kendaraan, memancang kemahnya menunggu hari keberangkatan. Dia juga melihat transaksi di pasar-pasar Madinah banyak transaksi yang terjadi dialog berhubungan dengan persiapan perang, dari mulai kuda, unta, panah, pedang, tameng besi dsb. Dia menyaksikan itu semua dengan kesedihan yang sangat mendalam. Semua orang telah membeli perlengkapan perangnya, sedangkan dirinya... apa yang dia mau persiapkan..? kalau hendak membeli, mau beli pakai apa? Uang satu dirham pun ia tidak punya. Apalagi pagi itu dia mendengar Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengatakan : man jahhaza jaisyul usroh falahul jannah

من جهز جيش العسرة غفر الله له فله الجنة
Maka semakin terbenamlah serasa dirinya ke dalam bumi, hancur luluh serasa hatinya, sedih hatinya, semua orang mendapatkan surga kecuali dirinya. Semakin panas dingin badannya mendengar sabda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam demi melihat kefaqiran dirinya, ditambah lagi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mensyaratkan siapa yang mau ikut berperang harus membawa alat dan kendaraan perang sendiri. Dilihat juga oleh Ulbah bin Zaid ketika dia duduk di masjid Nabawi, dia melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dikelilingi para sahabat, tiba-tiba datang Abu Bakar sambil membawa semua harta yang dia punya sejumlah 4000 dirham.

Ketika ditanya oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, “ Ya Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Alloh dan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Nya”.
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda,” Tidak ada harta yang paling bermanfaat bagiku sebagaimana bermanfaatnya harta Abu Bakar”.

Umar pun datang dengan membawa setengah hartanya. Utsman bin Affan membawa seribu dinar dalam pakaiannya, bahkan kafilah dagangnya yang hendak berangkat ke Syam sejumlah dua ratus ekor unta lengkap dengan barang-barangnya dia keluarkan sedekahnya, ditambah lagi dengan seratus ekor unta, lalu ditambahnya lagi seribu dinar uang kontan. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun bersabda

اللهم ارض عن عثمان فإنى عنه راض
“Ya Alloh, (aku mohon padaMu) ridhoilah Utsman, sesungguhnya aku telah ridho padanya ”

Tak lama setelah itu sampailah perniagaannya yang baru datang dari Syam sejumlah 1000 ekor unta beserta isinya. Tiba-tiba datanglah tengkulak-tengkulak hendak membeli perniagaan tersebut. Salah seorang dari mereka berkata:
“Ya Utsman,kami beli 2x lipat..!!”
“Tidak..tidak..!! karena ada yang berani membeli lebih tinggi dari penawaran kalian” jawab Utsman
“Kami beli 3x lipat dari harga yang kamu dapatkan” kata si tengkulak
“Tidak..belum cukup kalau cuma 3x lipat..!!” jawab Utsman
Akhirnya tawar menawar “kami beli 10x lipat Ya Utsman..!!”
Utsman pun berkata, “tuan-tuan sekalian, ada diantara tuan-tuan yang hendak membelinya 700x lipat..??!!”
Apa kata mereka,”gila engkau Utsman..!! siapa pula yang sampai menawar hingga 700x lipat ?!”
Utsman pun menjawab,”akan tetapi Alloh telah menawarnya lebih dari 700x lipat.!!”
Allohu Akbar saudaraku…Utsman pun membacakan ayat


مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.” (QS. Al Baqoroh : 261)

“Saksikanlah wahai para tengkulak…semua barang perniagaan yang ada ini, seluruhnya aku infaqkan di jalan Alloh Ta’ala” seru Utsman.

Subhanalloh..Allohu Akbar..dari generasi mana mereka ini muncul, dari makhluk mana mereka ini saudaraku..dari planet mana mereka datang..?? apakah mereka diciptakan dari daging yang penuh dengan nafsu dunia dan ketamakan, yang penuh dengan kebakhilan dan ketakutan akan miskin karena berinfaq dan bersedekah..?! bukan saudaraku…tapi mereka adalah para sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam.

Tidak lama kemudian datang pula Abdurahman bin Auf sang dermawan, membawa 200 uqiyah perak, datang pula ‘Abbas bin Abdul Mutholib paman Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, Tholhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah, yang mereka semua berinfaq di depan mata Ulbah bin Zaid. Dia juga melihat kedatangan orang-orang yang kurang berada membawa infaq semampunya, dimulai oleh ‘Ashim bin Adiy mebawa 70 wasaq kurma, ada yang membawa dua mud bahkan satu mud kurma, tidak satu pun kaum muslimin yang tidak memberi kecuali kaum munafiqin. Alloh pun menyindir mereka

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. ” (QS. At Taubah 79)

Apa yang dirasakan oleh Ulbah selain kesedihan yang sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal itu pulanglah Ulbah membawa semua kesedihannya. Di zaman sekarang ribuan jutaan orang membawa kesedihan dunia, Ulbah pulang membawa kesedihan karena teringat akhirat. Adakah di zaman sekarang ini sosok seperti Ulbah..?? Memikirkan kemana nanti hendak dia di tempatkan di akhirat, apakah di surga ataukah neraka, kalau ternyata di surga di tempat yang mana, di tingkatan ke berapa dan bersama-sama siapa ??

Ketika senja telah beralu dan malam pun tiba, Ulbah berusaha memejamkan matanya, tapi bagaimana mau dipejamkan matanya sementara hati masih berdebar-debar, pikiran masih galau, apa yang bisa dilakukannya selain membolak-balikkan badannya di atas tikar yang lusuh hingga tengah malam. Akhirnya dia bangkit, timbul sebuah ide, sebuah pemikiran dalam dirinya, yang kiranya apabila dia melaksanakan idenya ini mudah-mudahan dapat mengurangi kegundahan hatinya. Lantas Ulbah berwudhu dan melaksanakan sholat malam, apalagi yang bisa dilakukan oleh orang yang sengsara dan bersedih hati selain bermunajat kepada Alloh Yang Maha Pemurah..?? bagi orang yang mendapatkan kesusahan kecuali dia mengadukan kepada Sang Khaliq…(do’a Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam Ya’qub, sebagaimana surat Yusuf : 86)

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Di dalam sholatnya dia pun menangis, adakah anda pernah melihat seorang yang gundah mengadukan semua keluhan dan kegundahannya dengan menangis kepada Rabb Yang Memiliki isi langit dan bumi..? dia sebutkan kefaqirannya, dia sebutkan kelemahannya, dia sebutkan ketidakberdayaannya, dia minta kepada Alloh jangan sampai kefaqirannya dan ketidakmampuannya berinfaq pada persiapan perang Tabuk ini menggeser kedudukannya dibanding sahabat-sahabatnya kelak di surga, jikalau aku Engkau buat susah di dunia, janganlah pula Engkau jauhkan aku dari surgamu. Diantara doanya adalah:

“Ya Alloh, engkau perintahkan kami untuk berjihad, engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Mu, maka malam ini saksikanlah ya Alloh...sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku aku infaqkan di jalan-Mu, jika ada seorang muslim menghinakan dan merendahkan diriku, maka aku infaqkan itu semua di jalanMu Ya Alloh..tidak ada yang dapat aku infaqkan sebagaimana orang lain telah berinfaq, kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya akan aku infaqkan untukMu, maka yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang muslim, kalau engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untukMu malam ini…”

Alangkah jernihnya doa tersebut…keluar dari hati seseorang yang tidak punya apapun di dunia ini melainkan kehormatan, alangkah teduhnya ucapan di malam hari yang gelap, terangkat doanya ke langit ke tujuh, menggetarkan Arsy Alloh Ta’ala, semua sedekah tidak sehebat sedekahnya. Esok shubuh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memimpin sholat berjama’ah, hadir pula Ulbah bin Zaid. Telah ia lupakan air mata yang tumpah bercucuran di tikar lusuhnya tadi malam, ia lupakan karena telah dibasuh oleh air wudhu yang baru. Akan tetapi Aloh tidak pernah lupa, Alloh tidak pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Kejadian di tempat yang sepi tersebut dikabarkan oleh Alloh kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Selesai sholat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun berdiri kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya

من يتصدق بصدقة مقبولة في هذه الليلة ؟
Ternyata tidak ada yang berdiri, karena merasa tidak bersedekah tadi malam, atau merasa yakin betul sedekahnya diterima oleh Alloh Ta’ala. Ulbah bin Zaid pun tidak merasa bahwa dirinya telah bersedekah.
Akan tetapi Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendekati Ulbah dan berkata, “sungguh ya Ulbah, sedekahmu malam tadi telah diterima oleh Allah Ta’ala sebagai sedekah yang maqbul..!!”

Bagaikan aliran listrik yang langsung mengalir ke jantung Ulbah bin Zaid, laksana halilintar dahsyat menghantam dirinya, karena dia sama sekali tidak mengira, cahaya kebahagiaan langsung memancar dari dirinya.

“Benarkah ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam..benarkah sedekahku yang tadi malam yang tidak ada apa-apanya itu diterima Alloh...??” tanyanya penasaran seolah-olah tidak percaya.

Maka Nabi pun menyerahkan 6 ekor unta kepada Ulbah bin Ziad dan tujuh orang temannya untuk berangkat ke medan jihad, peperangan Tabuk…peperangan yang atas izin Alloh dimenangkan oleh kaum muslimin, ditandai dengan menyerahnya negara-negara boneka Romawi, dan semakin berkurangnya daerah kekuasaan kerajaan Romawi.

Disadurkan dari kajian Ust. Armen rahimahulloh
“Kedermawanan si Faqir, ibroh dari sahabat Ulbah bin Zaid Al Haritsi” /@cwi

selengkapnya...

Sejarah Masuknya Islam ke Cina

http://www.historyofjihad.org/china.html
JIHAD DI CHINA
Banyak orang heran mendengar ttg Jihad Muslim di Cina. Tetapi ini jelas terjadi.

Dawat-ul-Islam (undangan utk memeluk Islam) yg dikirim ke negara2 spt Persia yg Zoroastrian, Bizantin yg Kristen dan raja2 Kerala Hindu, juga dikirim ke kaisar Cina. Cuma kaisar Cina tidak mengerti ultimatum itu dan menyangka bahwa para ini merupakan pesan spiritual. Satu abad kemudian pd thn 751, baru orang Cina bertatapan muka dgn bahaya Islam.

Selama thn 700-an, dibawah dinasti T'ang kekaisaran Cina sukses dlm politik luar negerinya. Mereka merebut kembali wilayah2 mereka dan menstabilisasi frontier Tibet. Mereka mengamankan rute dagang melewati Asia Tengah dan membungkam ancaman2 dari orang2 Khitan dan Hsi. Akhir th 740an, pasukan Cina menyatakan kepemilikan atas Kabul dan Kashmir di India. Tetapi kemenangan ini tidak berlangsung lama.


Mereka harus berhadapan dgn agresi Islam yg datang dari Persia. Kedua kekuatan ekspansionis itu akhirnya bertatapan di Asia Tengah dan pecahlah perang di Sungai Talas, satu2nya perang antara pasukan Muslim Arab dgn tentara Kekaisaran Cina. Cina dipimpin Kao Hsien-chih dgn pasukan 100,000 orang Cina, Muslim dipimpin Ziyad ibn Salih, wakil Abu Muslim (orang Persia yg memeluk Islam), dgn gerombolan 40,000 Ghazi (orang2 yg haus akan janji2 Islam berupa kekayaan rampasan perang, wanita ataupun ke 72 huri di surga nanti).

Tgl 10 Juli 751M, tentara2 Arab dan Cina mengambil tempat di Aulie-Ata di belakang sungai Talas. Kavalri Cina nampak lebih besar dari kavalri Arab, tetapi pihak Arab diam2 bersekongkol dgn kontingen Turki (kaum Qarluq) dalam tentara Cina, dgn menjanjikan mereka kekayaan dan kebebasan kalau memeluk Islam dan mengelabui jendral Cina mereka. Pihak Qarluq yg memang tidak suka dgn majikan Cina mereka, menganggapnya sbg kesempatan utk mengalahkan Cina sambil merencanakan utk nantinya mendepak Arab juga.

Pada perang Sungai Talas, kaum Qarluq memfitnah rakyat mereka sendiri dan membelot ke pihak Arab. Ini meningkatkan kekuatan tentara Arab, alhasil mereka mengepung tentara infanteri Cina dgn mudah dan membantai mereka sampai tidak ada lagi tentara Cina yg bernafas.

Para pemanah Qarluq mengepung Jendral Cina, Kao, dan menembakinya dgn panah berkali2. Dan pihak Arabpun melanjutkan tradisi mereka dgn memotong kepala musuh dan mempertontonkannya didepan tentara musuh. Pihak Cina yg tidak biasa dgn taktik perang biadab macam ini
morat marit dan bingung, tidak tahu siapa yg memerangkap mereka.

Pihak Arab menawan puluhan ribu Cina dan sekutu2 non-Qarluq Turki mereka dan membawa mereka ke Samarqand dan kemudian ke Baghdad dan Damaskus utk dijual sbg budak. Salah seorang tawanan Cina menyebut perlakuan di kamp2 penjara Arab mirip perlakuan terhdp ternak. Abu Muslim dan Ziyad mendapatkan kekayaan besar dari perdagangan budak ini dan menggunakannya utk membayar tentara mereka. Lebih penting lagi, Arab memaksa tawanan Turki dan Cina utk mengajarkan mereka seni membuat mesin2 katapul dan kereta2 penyerang, yg oleh Muslim2 Turki dimanfaatkan secara sukses dlm serangan melawan kota2 Bizantin.

Kaum Qarluq Turki menginginkan kemerdekaan dari Cina shg mereka berpura2 memeluk Islam agar mendapatkan dukungan Arab. Namun mereka tidak sadar bahwa sekali mereka memeluk Islam, mereka tidak boleh meninggalkannya. Pihak Qarluq dipaksa utk tetap memeluk Islam dan mereka yg menolak dihukum mati atau diperbudak.

Sejarah kaum Qarluq kemudian menunjukkan bahwa setelah bebas dari Cina mereka tetap sbg satelit Arab tanpa kemungkinan membebasakan diri dari Islam. Konversi licik terhdp kaum Qarluq ini mengakibatkan konversi bangsa2 Turki kedlm Islam dlm abad 750 sampai 1050. Perjanjian ini mengakibatkan Turki diperbudak Islam selama2nya.

Dampak pertempuran ini sangat penting. Arab kehilangan kesempatan utk mengIslamkan Cina, sementara itu, dinasti T'ang kehilangan kekuasaan karena ekspansi ke wilayah barat terhenti. Walau Muslim menang dlm pertempuran ini, mereka mendptkan lebih banyak musuh. Kebencian dari pihak Turki-Mongol-Cina --yg semakin besar sejak serangan Muslim pertama terhdp wilayah2 Turki di pertengahan abad 7, yg dibawa ke perbatasan Cina th 751 di Pertempuran Sungai Talas-- memprovokasi balasan keras Mongol melawan Muslim. Setelah kemenangan di Talas, perlawanan Cina dan sekutu2 Turko-Mongol mereka terhdp Muslim semakin meningkat. Akhirnya Muslim memutuskan utk berkonsentrasi bagi pemusatan kekuatan di Asia Tengah dan memaksa orang Turki memeluk Islam.

Oleh karena itu mereka menunda invasi mereka ke Cina. Keputusan inilah yg melindungi Cina dari Islam. Di abad2 berikutnya, pihak Mongol mengumpulkan kekuatan utk membalas serangan Muslim yg akhirnya berakibat pd penjarahan dan penghancuran Baghdad oleh Hulagu Khan, pemimpin Mongol.

Namun kemenangan Muslim di sungai Talas sayangnya berakibat pemaksaan Islam terhdp kaum Qarluq Turki, yg kemudian disusul dng kaum Ughir dan Hui (saudara kaum Han). Orang Cina yg memeluk Islam secara bertahap meninggalkan warisan budaya kaya Cina mereka dan mengalami Arabisasi, walaupun tetap berwajah Mongoloid.

Kini, keturunan Hui, Ughir, dan Qarluq menduduki provinsi Cina paling barat, Xinjiang dan menginginkan negara Islam terpisah bernama Turkestan, yg sejauh ini berhasil dibendung Cina. Banyak dari mereka mendukung Al Qaeda. /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |