Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqih Ushul Fiqih

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc Di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw. Para sahabat ra menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan turunnya Al-Qur’an dan mengetahui dengan baik sunnah Rasulullah saw, di samping itu mereka adalah para ahli bahasa dan pemilik kecerdasan berpikir serta kebersihan fitrah yang luar biasa, sehingga sepeninggal Rasulullah saw mereka pun tidak memerlukan perangkat teori (kaidah) untuk dapat berijtihad, meskipun kaidah-kaidah secara tidak tertulis telah ada dalam dada-dada mereka yang dapat mereka gunakan di saat memerlukannya. Setelah meluasnya futuhat islamiyah, umat Islam Arab banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain yang berbeda bahasa dan latar belakang peradabannya, hal ini menyebabkan melemahnya kemampuan berbahasa Arab di kalangan sebagian umat, terutama di Irak . Di sisi lain kebutuhan akan ijtihad begitu mendesak, karena banyaknya masalah-masalah baru yang belum pernah terjadi dan memerlukan kejelasan hukum fiqhnya. Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode mereka dalam berijtihad: Madrasah ahlir-ra’yi di Irak dengan pusatnya di Bashrah dan Kufah. Madarasah ahlil-hadits di Hijaz dan berpusat di Mekkah dan Madinah. Perbedaan dua madrasah ini terletak pada banyaknya penggunaan hadits atau qiyas dalam berijtihad. Madrasah ahlir-ra’yi lebih banyak menggunakan qiyas (analogi) dalam berijtihad, hal ini disebabkan oleh: Sedikitnya jumlah hadits yang sampai ke ulama Irak dan ketatnya seleksi hadits yang mereka lakukan, hal ini karena banyaknya hadits-hadits palsu yang beredar di kalangan mereka sehingga mereka tidak mudah menerima riwayat seseorang kecuali melalui proses seleksi yang ketat. Di sisi lain masalah baru yang mereka hadapi dan memerlukan ijtihad begitu banyak, maka mau tidak mau mereka mengandalkan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum. Masalah-masalah baru ini muncul akibat peradaban dan kehidupan masyarakat Irak yang sangat kompleks. Mereka mencontoh guru mereka Abdullah bin Mas’ud ra yang banyak menggunakan qiyas dalam berijtihad menghadapi berbagai masalah. Sedangkan madrasah ahli hadits lebih berhati-hati dalam berfatwa dengan qiyas, karena situasi yang mereka hadapi berbeda, situasi itu adalah: Banyaknya hadits yang berada di tangan mereka dan sedikitnya kasus-kasus baru yang memerlukan ijtihad. Contoh yang mereka dapati dari guru mereka, seperti Abdullah bin Umar ra, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, yang sangat berhati-hati menggunakan logika dalam berfatwa. Perbedaan kedua madrasah ini melahirkan perdebatan sengit, sehingga membuat para ulama merasa perlu untuk membuat kaidah-kaidah tertulis yang dibukukan sebagai undang-undang bersama dalam menyatukan dua madrasah ini. Di antara ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah Al-Imam Abdur Rahman bin Mahdi rahimahullah (135-198 H). Beliau meminta kepada Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip ijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman. Maka lahirlah kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum lahirnya kitab Ar-Risalah prinsip prinsip ushul fiqh tidak ada sama sekali, tetapi ia sudah ada sejak masa sahabat ra dan ulama-ulama sebelum Syafi’i, akan tetapi kaidah-kaidah itu belum disusun dalam sebuah buku atau disiplin ilmu tersendiri dan masih berserakan pada kitab-kitab fiqh para ‘ulama. Imam Syafi’i lah orang pertama yang menulis buku ushul fiqh, sehingga Ar Risalah menjadi rujukan bagi para ulama sesudahnya untuk mengembangkan dan menyempurnakan ilmu ini. Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ra memang pantas untuk memperoleh kemuliaan ini, karena beliau memiliki pengetahuan tentang madrasah ahlil-hadits dan madrasah ahlir-ra’yi. Beliau lahir di Ghaza, pada usia 2 tahun bersama ibunya pergi ke Mekkah untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an serta ilmu fiqh dari ulama Mekkah. Sejak kecil beliau sudah mendapat pendidikan bahasa dari perkampungan Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan berbahasa. Pada usia 15 tahun beliau sudah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanjiy – salah seorang ulama Mekkah – untuk memberi fatwa. Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam penduduk Madinah, Imam Malik bin Anas ra (95-179 H) dalam selang waktu 9 tahun – meskipun tidak berturut-turut – beserta ulama-ulama lainnya, sehingga beliau memiliki pengetahuan yang cukup dalam ilmu hadits dan fiqh Madinah. Lalu beliau pergi ke Irak dan belajar metode fiqh Irak kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani ra (wafat th 187 H), murid Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit ra (80-150 H). Dari latar belakangnya, kita melihat bahwa Imam Syafi’i memiliki pengetahuan tentang kedua madrasah yang berbeda pendapat, maka beliau memang orang yang tepat untuk menjadi orang pertama yang menulis buku dalam ilmu ushul. Selain Ar-Risalah, Imam Syafi’i juga memiliki karya lain dalam ilmu ushul, seperti: kitab Jima’ul-ilmi, Ibthalul-istihsan, dan Ikhtilaful-hadits. Dapat kita simpulkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan munculnya penulisan ilmu ushul fiqh: Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain terutama Persia. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian mendesak. Setelah Ar-Risalah, muncullah berbagai karya para ulama dalam ilmu ushul fiqh, di antaranya: Khabar Al-Wahid, Itsbat Al-Qiyas, dan Ijtihad Ar-Ra’y, ketiganya karya Isa bin Aban bin Shadaqah Al-Hanafi (wafat th 221 H). An-Nasikh Wal-Mansukh karya Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H). Al-Ijma’, Ibthal At-Taqlid, Ibthal Al-Qiyas, dan buku lain karya Dawud bin Ali Az-Zhahiri (200-270 H). Al-Mu’tamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali Al-Bashri Al-mu’taziliy Asy-Syafi’i (wafat th 436H). Al-Burhan karya Abul Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini/Imamul-haramain (410-478 H). Al-Mustashfa karya Imam Al-Ghazali Muhammad bin Muhammad (wafat 505 H). Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar-Razy (wafat 606 H). Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi (wafat 631 H). Ushul Al-Karkhi karya Ubaidullah bin Al-Husain Al-Karkhi (wafat 340 H). Ushul Al-jashash karya Abu Bakar Al-Jashash (wafat 370 H). Ushul as-Sarakhsi karya Muhammad bin Ahmad As-Sarakhsi (wafat 490 H). Kanz Al-Wushul Ila ma’rifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad Al-Bazdawi (wafat 482 H). Badi’un-Nizham karya Muzhaffaruddin Ahmad bin Ali As-Sa’ati Al-hanafi (wafat 694 H). At-Tahrir karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid yang dikenal dengan Ibnul Hammam (wafat 861 H). Jam’ul-jawami’ karya Abdul Wahab bin Ali As Subki (wafat 771 H). Al-Muwafaqat karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Al-gharnathi yang dikenal dengan nama Asy-Syathibi (wafat 790 H). Irsyadul-fuhul Ila Tahqiq ‘Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani (wafat 1255 H). Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/01/46/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/#ixzz1hvdGhQd3 /@cwi

selengkapnya...

Katanya Allah itu Ada, Mana Buktinya? Kenapa Tidak Bisa Kita Lihat? Kisah

Oleh: Asfuri Bahri, Lc
Assalamu’alaikum William… Maaf ya tadi pembicaraan kita terpotong shalat Maghrib. Maaf juga tadi saya janji mau sampaikan jawabannya bukan melalui pesan ke inbox William tapi lewat catatan ini. Selain agar bisa dibaca oleh teman-teman lain, juga kalau ada yang kurang, ada yang menambahkan, atau kalau ada yang salah ada yang meluruskan… Saya lupa William cerita itu dari mana sumber bacaannya, kalau tidak salah dari buku aqidah. Saya juga lupa William di mana saya sampaikan cerita itu, di kelas atau di masjid. Yang jelas kamu waktu itu masih kecil, dan masih di SMP, soalnya di angkatanmu sudah tidak ada SMU-nya di Alka. Kisah ini termasuk kategori ‘Raddus-Syuhubuhat’ (jawaban atas tuduhan) tentang Islam. Musuh-musuh Islam selalu mencari-cari permasalahan dalam agama ini yang sulit dijawab oleh logika kita dan tujuannya agar kaum Muslimin ragu terhadap kebenaran agama mereka, terutama masalah aqidah. Saya juga kurang ingat betul William apakah ketiga pemuda itu beragama Kristen atau Atheis yang anti agama. Intinya ketiga orang pemuda itu ingin menguji pemahaman seorang ulama tentang Islam. Kalau ia tidak bisa menjawab ketiga pertanyaan itu, apalagi orang awam. Dan kalau tidak ada jawaban yang logis dan memuaskan, maka ada kelemahan dalam agama ini. Ketiga pemuda itu menemui sang ulama, dengan penuh yakin bahwa sang ulama tidak bisa menjawab salah satunya mulai berbicara, “Ya syeikh, katanya Allah itu ada, mana buktinya? Kenapa tidak bisa kita lihat?” “Cukup? Ya, ada pertanyaan lagi?” sambut ulama itu. “Ada syeikh, katanya Allah telah menentukan segalanya, termasuk amal perbuatan kita sudah ditentukan dan ditakdirkan. Kalau memang demikian, kenapa musti ada hisab? Dan kenapa musti ada hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan?” pemuda kedua bertanya. “Ya bagus. Ada lagi yang ditanyakan?” tantang syeikh itu. “Ya ada lagi syeikh. Katanya syetan itu diciptakan dari api. Dan kita tahu bahwa syetan nanti akan dimasukkan ke dalam neraka. Apa ada pengaruhnya, api dibakar dengan api?” Tanya pemuda ketiga. “Cukup atau ada lagi?” “Cukup syeikh.” “Ya sebentar ya…” Sang ulama tidak menjawab melainkan mengambil beberapa genggam tanah keras lalu… Pluk… prak…duss… Dilemparkan tanah keras itu ke muka ketiga pemuda itu, dan ketiganya meringis kesakitan. Darah pun bercucuran dari wajah mereka. “Ya syeikh, kami bertanya baik-baik, kenapa Anda melempar kami?” “Itu jawabannya…” jawab ulama itu. Kedua pemuda itu pergi dan langsung membawa kasus ini ke pengadilan. Melaporkan perbuatan ulama itu agar diadili karena kezhalimannya. Pengadilan menerima aduannya dan ulama itu pun dipanggil. Saat sudah berada di atas kursi terdakwa hakim mulai memproses hukumnya dan menanyakan kepada ulama itu perihal dakwaan ketiga pemuda itu. “Ya syeikh,” kata hakim. “Benarkah Anda telah menyakiti ketiga pemuda ini? Bisa Anda jelaskan?” “Ketiga pemuda itu menanyakan tiga hal dan saya telah menjawabnya.” “Jawaban macam syeikh? Lalu kenapa mereka terluka seperti itu?” “Ya, itu jawabannya.” “Saya tidak mengerti, bisa Anda jelaskan?” “Mereka bertanya bahwa Allah itu ada, jika ada, mana buktinya? Kenapa kita tidak bisa melihatnya? Sekarang saya bertanya, bagaimana rasanya saya lempar dengan tanah keras itu? Sakit?” “Jawab wahai pemuda?” minta hakim kepada salah satunya. “Ya sakit.” “Kalau memang sakit, berarti sakit itu ada, kalau memang ada, mana buktinya? Kenapa saya tidak melihat ‘sakit’ itu?” “Ini, darah ini syeikh. Darah ini tanda bahwa sakit itu ada.” “Begitulah pak Hakim, dia tidak bisa membuktikan adanya sakit dan tidak bisa melihat sakit itu, hanya menunjukkan tandanya, darah. Bahwa sesuatu yang ada tidak mesti bisa dilihat. Tapi ada tanda-tandanya. Sakit itu ada dan tidak bisa kita lihat, hanya ada buktinya, darah. Demikian halnya dengan Pencipta kita, Allah Azza wa Jalla. Ia ada, namun keterbatasan akal kita tidak bisa menangkap keberadaan-Nya. Dan seluruh makhluk di jagad raya ini adalah bukti bahwa Allah itu ada.” “Bisa diterima,” sela hakim. “Pertanyaan yang kedua pak hakim, mereka bertanya bahwa Allah telah menentukan segalanya termasuk amal perbuatan manusia dan mentakdirkannya, jika demikian, apa gunanya hisab dan kenapa mesti ada hukuman bagi orang yang berbuat salah?” “Apa jawaban Anda syeikh?” “Sekarang saya bertanya kepada kalian. Kalau Anda berkeyakinan seperti itu, kenapa melaporkan perbuatan saya ke pengadilan? Perbuatan saya kan sudah ditentukan?” “Bisa diterima syeikh, ada lagi? “Yang ketiga bertanya, syetan adalah makhluk yang diciptakan dari api, lalu di akhirat nanti akan masuk neraka dan disiksa dengan api. Dan saya telah melempar mereka dengan tanah, kita tahu bahwa mereka, kita diciptakan dari tanah, kalau memang sama-sama dari tanah kenapa mesti meringis kesakitan?” Hakim pun menerima argumentasinya dan memutuskan bebas untuk sang ulama… Gitu dach William ceritanya. Semoga bermanfaat. Wassalam. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17826/katanya-allah-itu-ada-mana-buktinya-kenapa-tidak-bisa-kita-lihat/#ixzz1hvabpCIY /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |