Risalah Ramadhan #2: Menyulap hidup di bulan penuh berkah

Segala puji bagi Allah SWT. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, shahabat, dan umatnya yang senantiasa mengikuti sunnahnya. Amma Ba'du… Di antara karunia Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah Allah SWT menyediakan musim-musim tertentu yang diramaikan dengan amal-amal kebajikan, jiwa-jiwa manusia pada saat tersebut disiapkan untuk berama shalih, dan hati mereka berkonsentrasi dalam pengabdian diri kepada Allah SWT, semata-mata demi mengharapkan ampunan dan ridha-Nya. Di antara musim panen kebajikan yang paling agung adalah bulan yang mulia, Ramadhan yang penuh berkah ini. Allah telah mewajibkan shaum Ramadhan kepada kita agar kita mampu merubah diri kita ke arah kehidupan yang lebih baik; mampu mencegah diri dari godaan hawa nafsu dan menyapih jiwa dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat. *- Ramadhan adalah saat yang tepat untuk merubah diri bagi orang yang selama ini melalaikan shalat; orang yang sama sekali malas mengerjakan shalat, atau menunda-nunda pelaksanaan shalat dari waktunya, atau tidak menunaikan shalat wajib lima waktu secara berjama'ah di masjid. Ramadhan adalah bulan perubahan diri menuju pribadi muslim yang rutin mengerjakan shalat lima waktu secara berjama'ah di masjid di awal waktunya. Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat; jika shalatnya baik niscaya seluruh amalan lainnya akan baik. Demikian pula, jika shalatnya buruk maka seluruh amalan lainnya akan buruk. *- Ramadhan adalah momen yang tepat untuk memperbaiki diri bagi orang yang biasa mengumbar obrolan. Dengan Ramadhan, ia akan merubah dirinya agar tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang baik. Apa yang ia ucapkan hanyalah perkataan-perkataan yang baik nan bermanfaat. Perkataan yang baik adalah sedekah. Menjaga lisan adalah jalan untuk masuk surga dan selamat dari api neraka. فعن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله لا يلقي لها بالاً يرفعه الله بها درجات وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله لا يلقي لها بالاً يهوي بها في جهنم » Dari Abu Hurairah bahwasanyya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba terkadang mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan ridha Allah SWT tanpa ia sangka-sangka, ternyata dengan kalimat tersebut Allah SWT mengangkatnya beberapa derajat. Dan terkadang seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang mendatangkan murka Allah SWT tanpa ia pikirkan sebelumnya, ternyata dengan ucapan tersebut ia terjatuh ke dalam neraka Jahanam." (HR. Bukhari, kitab ar-riqaq no. 5997) *- Ramadhan adalah saat yang tepat untuk memperbaiki diri bagi orang yang tengah bersengketa dengan orang lain, untuk memberi maaf dan melupakan persengketaan. Allah SWT berfirman: فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ "Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah (2):109) -* Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang-orang yang tenggelam dalam kubangan dosa dan maksiat untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah SWT. Allah SWT berfirman: غَافِرِ الذَّنبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). (QS. Ghafir (40): 3) *- Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang-orang yang biasa tidak membaca, menghafal, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an untuk memperbaiki dirinya dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai rutinitas amalan yang ia jaga setiap hari. *- Ramadhan adalah saat yang tepat bagi orang yang memiliki sifat kikir untuk memperbanyak sedekah di jalan Allah. Allah akan mengembangka harta orang yang bersedekah sehingga sedekah yang kecil bisa berkembang pahalanya sebesar gunung. Allah SWT berfirman: يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah (2): 276) * Ramadhan adalah momen yang tepat bagi orang-orang yang lalai dari dzikir untuk memperbaiki dirinya, dengan memperbanyak dzikir di waktu siang dan malam. Allah SWT berfirman: يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اذْكُرُواْ اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً ، وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab (33): 41-42) Nabi Muhammad SAW telah berwasiat kepada umatnya untuk memperbanyak dzikir. Beliau bersabda, لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ "Hendaklah lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah." (HR. Tirmidzi no. 3702) *- Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi orang yang biasa berdusta, untuk merubah diri dengan meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dan membiasakan diri berkata jujur. Nabi SAW ditanya, "Apakah mungkin seorang mukmin itu menjadi seorang pendusta?" Beliau menjawab, "Tidak." Beliau juga bersabda, "Seseorang akan senantiasa berkata jujur dan berusaha selalu berkata jujur sehingga di sisi Allah dicatat sebagai seorang yang jujur." (Musnad Ahmad no. 3896) *- Ramadhan adalah momen yang tepat bagi orang yang memutus hubungan kekeluargaan, untuk memperbaiki diri dengan menyambung hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya menyambung hubungan kekeluargaan akan menambah rizki dan memanjangkan umur. Barangsiapa menyambung hubungan kekeluargaan, niscaya Allah akan menyambung hubungan dengan-Nya. Saudaraku yang mulia… Agar Anda mampu memperbaiki diri Anda, maka Anda harus mau mengadapi kesalahan-kesalahan dan kemaksiatan-kemaksiatan Anda. Janganlah Anda menghindar darinya dengan mencari-cari alasan pembenaran. Ketahuilah… Sesungguhnya Anda tidak akan mampu memperbaiki keadaan diri Anda kecuali jika Anda memiliki tekad dan sikap yang kuat untuk berubah ke arah kehidupan yang lebih baik. Hendaklah Anda serius berusaha untuk memperbaiki diri Anda sejak sekarang, janganlah Anda menunda-nundanya. Jangan berkata: Darimana aku harus memulai? Ketaatan kepada Allah adalah awal langkahmu... Jangan berkata: Mana jalanku? Syariat Allah adalah jalan yang lurus... Jangan berkata: Mana kenikmatan hidupku? Cukuplah Surga Allah sebagai kenikmatan... Jangan berkata: Besok saja! Boleh jadi kematian tiba-tiba menjemputmu... Ketahuilah… Kewajiban Anda adalah memulai, niscaya Allah akan menyempurnakannya. Allah berfirman: « ابن آدم ، قم إلي أمشي إليك ، امش إلي أهرول أليك » "Wahai anak manusia, bangkit berdirilah kepada-Ku niscaya Aku datang berjalan kepadamu! Berjalanlah dengan pelan kepada-Ku niscaya Aku berjalan cepat kepadamu!" (HR. Ahmad, 3/478, dinyatakan shahih oleh syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 2287) Mintalah pertolongan kepada Allah di awal dan akhir usahamu. Pancangkan niat dan tekad yang kuat dalam jiwamu untuk memperbaiki dirimu ke arah kehidupan yang lebih baik! Ketahuilah… perbaikan diri harus dimulai dari lubuk hatimu yang paling dalam! Ketahuilah… Allah tidak akan merubah keadaan sebuah kaum sehingga kaum tersebut berusaha memperbaiki keadaan diri mereka sendiri! Latihlah dirimu dan biasakan diri untuk melakukan amal ketaatan! Mintalah pertolongan kepada Allah agar senantiasa membimbingmu ke jalan yang Ia cintai dan ridhai. Camkanlah semboyanmu: Kan kuanggap mudah segala kesukaran Sampai kematian menjemputku Cita-cita tak kan tunduk kecuali Kepada orang yang sabar Jika engkau tergelincir dari jalan yang harus ditempuh, maka bersegeralah kembali ke jalan… Bertaubatlah kepada Allah… Bukalah lembaran baru dalam hidupmu… Perbaharuilah selalu niatmu… Ketahuilah… jika kau tidak mampu memperbaiki dirimu di bulan Ramadhan, niscaya selamanya kau tidak akan mampu memperbaiki dirimu… Bahkan, aku menduga sebenarnya engkau tidak ada niat untuk memperbaiki diri… Engkau termasuk orang-orang yang terhalang dari kebaikan dan akhirnya merugi. Rasulullah SAW bersabda: « أَتَانِي جِبْرِيلُ ، فَقَالَ : رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ ، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ » "Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: "Alangkah merugi dan hina seseorang yang mendapati bulan Ramadhan, namun ia tidak mendapat ampunan Allah. Katakanlah: Amin!" Maka Aku (Nabi SAW) menjawab, "Amin." (HR. Al-Bazzar no. 1405) Akhirnya… Engkau harus memiliki target yang jelas yang ingin kau gapai…sebagai tujuan hidupmu…kau konsentrasikan usahamu untuknya… Tidak diragukan lagi…target paling agung dan paling tinggi yang selalu hendak digapai oleh seorang mukmin di bulan yang mulia ini…adalah Allah SWT menyelamatkannya dari api neraka. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan hamba-Mu yang Engkau bebaskan dari neraka dan Engkau terima amal shalihnya di bulan yang mulia ini. Risalah Ramadhan Arrahmah.com #2 Oleh: Abdurrahman bin Jamal Al-Marakibi Diterjemahkan oleh: Muhib Al Majdi http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Risalah Ramadhan #1: Ramai-ramai Keliru Sebelum Ramadhan (Beberapa tradisi yang keliru dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan)

Bulan Ramadhan 1432 H yang penuh berkah akan datang menemui kaum muslimin dalam hitungan beberapa jam lagi. Bulan suci yang penuh dengan limpahan rahmat, ampunan, dan karunia Allah SWt ini merupakan ladang amal shalih yang mampu mengantarkan kaum muslimin kepada derajat ketakwaan. Tentu sangat wajar apabila seluruh kaum muslimin menyambut kedatangan bulan mulia ini dengan sukacita. Persiapan jasmani dan ruhani menjadi bagian penting dalam menyambut kedatangannya. Sayangnya, masih banyak umat Islam di tanah air yang salah persepsi dan salah aksi dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Mereka terjebak dalam arus tradisi yang tidak memiliki landasan syar'i yang shahih. Sebagian besar melakukan tradisi-tradisi tersebut atas dasar warisan budaya orang-orang tua terdahulu, sebagian lainnya melakukannya atas dasar ikut-ikutan biar ramai atau gaul, sebagian lain untuk melampiaskan nafsu syahwat, dan bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Menurut anggapan mereka, amal shalih di bulan Ramadhan kurang afdhal kalau tidak diawali dengan melakukan tradisi-tradisi tersebut. Di antara contoh tradisi penyambutan bulan Ramadhan yang populer di tengah masyarakat padahal tidak memiliki landasan syar'i yang shahih adalah tradisi-tradisi berikut ini: Pertama: Padusan dan Balimau Padusan berasal dari kata dasar adus, yang artinya mandi. Dengan demikian secara sederhana padusan dapat diartikan laku atau tindakan mandi dengan maksud penyucian diri agar dapat menjalani peribadahan di bulan suci Ramadhan dalam kondisi suci. Dengan keadaan suci ini, khususnya suci lahir, diharapkan tujuan peribadahan untuk mencapai ketaqwaan akan lebih terkondisi dengan lebih baik. Padusan dilakukan dengan adus kramas, mandi besar, untuk menghilangkan hadast besar dan kecil. Pada awalnya, padusan dapat dilakukan dimanapun dengan menggunakan air suci dan yang menyucikan. Dengan demikian tidaklah perlu untuk melakukan padusan harus di suatu belik atau sumber air tertentu, harus memakai air tujuh rupa, air tujuh sumber dll. Adapun sebagian besar masyarakat padang menyambut datangnya ramadhan dengan melakukan acara "BALIMAU". Balimau yang dalam bahasa Minang berarti mandi dengan disertai keramas merupakan salah satu tradisi yang selalu hadir mewarnai datangnya bulan puasa. Sebagian besar masyarakat terutama kaum muda-mudi melakukan tradisi ini dengan mandi di pemandian umum, sungai dan danau. Semua berbaur, baik muda maupun mudi, dewasa maupun anak-anak. Salah satu tempat BALIMAU yang paling ramai dikunjungi masyarakat di kota Padang adalah kawasan pemandian Lubuk Minturun Dalam perkembangannya saat ini, tradisi ini telah dilakukan oleh banyak kaum muslimin secara salah kaprah. Terjadi berbagai kemungkaran serius dalam melakukan tradisi ini, antara lain: 1. Meyakini padusan sebagai sebuah kewajiban agama yang harus dilakukan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Padahal tidak ada dalil syar'i dari Al-Qur'an, hadits Nabi SAW, dan contoh dari para shahabat yang menyebutkan tradisi padusan sebagai amal ibadah yang mesti dilakukan di akhir bulan Sya'ban. Hal ini bisa berakibat fatal, menganggap tradisi lokal yang notabenenya bukan ajaran syariat Islam sebagai bagian dari ajaran agama Islam. 2. Meyakini bahwa tanpa melakukan laku padusan, persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadhan tidak sempurna sehingga timbul keragu-raguan dan kekhawatiran yang tidak berdasar dalil dalam menjalani amal shalih di bulan Ramadhan. 3. Banyak orang yang meyakini bahwa padusan harus dilakukan di tempat yang wingit, angker ataupun bertuah. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak bersifat gugon tuhon semata. Akhirnya, tradisi lokal ini dirasuki oleh unsur khurafat dan rawan mengarah kepada syirik. 4. Orientasi materi sangat kuat terasa dalam pelaksanaan tradisi ini, di mana banyak pihak mengembangkannya menjadi obyek wisata dan sumber pendapatan. Banyak pemda, pengusaha dan masyarakat biasa yang melestarikan dan memolesnya lebih cantik untuk menarik wisatawan sebanyak mungkin. Tarif retribusi, sarana angkutan, hotel/tempat penginapan, tempat pemandian, tempat parkir, toko souvenir, atraksi kesenian, dan lainnya membuat mereka menangguk untung besar. Masyarakat yang melakukan tradisi ini rela menghamburkan rejekinya untuk hal itu. Bahkan, banyak sekali wisatawan yang datang dari jauh (Jakarta, Surabaya, Semarang, dan lain-lain) yang rela melakukan padusan di tempat yang sangat jauh lagi memakan biaya, seperti di pantai-pantai Bantul dan Gunung Kidul. Jelas biaya ini adalah tabdzir yang diharamkan, yaitu membelanjakan harta dalam perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh syariat. 5. Masyarakat berbondong-bondong melakukan padusan massal berbau wisata dan maksiat di tempat-tempat umum seperti umbul, telaga, kolam renang, pantai, dan lokasi-lokasi lain yang bisa digunakan umum untuk mandi bersama. Pemandian Pengging di Boyolali dan Cokrotulung di Klaten, pantai Parangtritis dan lokasi-lokasi pemandian di kawasan Bantul, Gunung Kidul, Magelang, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan lain-lain penuh dengan laki-laki dan perempuan, tua dan muda,yang bukan mahram, yang berenang, mandi, telanjang bulat, dan membuka (baca:mempertontonkan aurat) di muka umum. Ini merupakan kemungkaran besar yang melicinkan jalan bagi perzinahan. Dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW bersabda: "Telah ditulis bagi manusia bagian dari dosa zina, dan ia tidak bisa menghindarinya. Zina kedua mata adalah dengan melihat (hal yang diharamkan syariat untuk dilihat). Zina kedua telinga adalah mendengarkan (hal yang diharamkan oleh syariat untuk didengar). Zina lisan adalah dengan berbicara (hal yang diharamkan untuk dibicarakan). Zina tangan adalah dengan memegang (hal yang diharamkan untuk dipegang). Zina kaki adalah dengan melangkah (ke arah yang diharamkan). Zina hati adalah dengan berangan-angan dan menginginkan (hal yang diharamkan). Sedangkan kemaluan akan merealisasikannya atau membatalkannya." (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657, dengan lafal Muslim). Kedua: Meugang atau Megengan Di beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Selatan dikenal luas tradisi megengan, yaitu kendurian dengan memotong ayam atau kambing sehari sebelum masuk bulan Ramadhan dengan tujuan bersyukur kepada Allah SWT dan sedekah kepada kaum fakir miskin. Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab disebut dengan kota "Serambi Mekah", warganya menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini disebut "Meugang", konon kabarnya tradisi "Meugang" sudah ada sejak tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh. Tradisi "meugang" merupakan kegiatan kekeluargaan. Pada hari itu, semua keluarga dekat berkumpul di rumah orangtua sambil menikmati masakan daging yang disediakan. Anak cucu menyisihkan waktu untuk pulang ke rumah orangtua atau mertua di hari 'meugang' seperti ini. Tradisi ini dalam praktiknya juga mengandung beberapa kemungkaran, seperti: 1. Meyakini bahwa tradisi adalah suatu acara selamatan yang harus dikerjakan, sehingga orang yang tidak melakukannya dianggap menentang adat istiadat, meninggalkan tradisi luhur nenek moyang, dan bisa terkena bencana. Tidak jarang orang yang tidak melakukannya dikucilkan oleh masyarakat. Padahal sama sekali syariat Islam tidak menganjurkan apalagi mewajibkan tradisi ini. Bahkan, tradisi ini hanya dikenal di beberapa daerah pesisir selatan Jawa yang kental dengan aliran kejawen dan kebatinannya. Sementara daerah-daerah muslim yang lain tidak mengenalnya. Tidak ada dalil syar'I dari Al-Qur'an, hadits Nabi SAW, atau contoh dari generasi shahabat yang menganjurkan atau mewajibkan tradisi ini. 2. Bersyukur kepada Allah SWT dan bersedekah kepada kaum fakir miskin diperintahkan oleh Islam kapan pun dan di manapun. Namun Islam tidak memberi persyaratan harus menyembelih ayam, kambing, sapi, atau kerbau pada hari terakhir bulan Sya'ban. Persyaratan-persyaratan yang berasal dari tradisi lokal seperti ini justru mempersempit tatacara syukur dan sedekah yang telah diajarkan oleh Islam secara luas sesuai kemampuan kaum muslimin. 3. Pada hari pelaksanaan tradisi ini, semua keluarga menyembelih hewan sembelihan dan mengadakan acara kendurian untuk dibagi-bagikan kepada tetangga, kerabat, dan kaum miskin. Tujuan sedekah untuk memberi santunan kepada orang yang membutuhkan justru tidak tercapai, karena semua keluarga telah memiliki makanan dan lauk pauk yang layak, bahkan mendapat makanan dan lauk pauk serupa dari para tetangga. Banyak makanan dan lauk pauk yang akhirnya terbuang dan tidak termakan karena jumlahnya yang berlebihan. Walhasil, yang terjadi adalah tabdzir, pemborosan yang dilarang oleh agama. 4. Keluarga yang miskin memaksakan diri untuk mengadakan acara kendurian ini, kerabat dan sanak saudara yang miskin dan tinggal di daerah yang jauh juga terpaksa pulang kampung, walau untuk itu harus berhutang kesana-kemari. Ini jelas takalluf, tindakan memaksakan diri di luar kemampuan. Islam melarang umatnya dari melakukan takalluf, terlebih dalam amalan yang tidak ada landasan dalil syar'inya yang shahih. Allah SWT berfirman: "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya." (QS. Al-Isra' (17): 26-27) Ketiga: Bermaaf-maafan Di masyarakat kita berkembang tradisi bermaaf-maafan pada hari terakhir bulan Sya'ban, dengan tujuan memasuki bulan suci Ramadhan dalam keadaan kosong, yaitu bersih dari segala dosa dan kesalahan kepada sesama manusia. "Mohon maaf lahir-batin" atau "sama-sama kosong ya" sudah biasa mereka ucapkan kepada sesama muslim. Meminta maaf dan memberi maaf kepada sesama muslim adalah hal yang diperintahkan dalam Islam. Namun meyakini tradisi maaf-maafan sebagai ritual yang mesti dilakukan sehari sebelum tiba bulan Ramadhan demi menggapai kesempurnaan ibadah di bulan suci Ramadhan adalah keyakinan yang keliru dan mempersempit keluasan ajaran Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk meminta ampunan kepada Allah dan meminta maaf kepada sesama manusia setiap kali melakukan sebuah dosa dan kesalahan. Meminta ampunan Allah adalah dengan istighfar, taubat nashuha, dan shalat taubah. Meminta maaf kepada sesama manusia adalah dengan mengakui kesalahan kita kepadanya, meminta maafnya, dan mengembalikan haknya yang kita ambil secara zalim dan curang. Meminta ampunan Allah dan maaf manusia selayaknya dilakukan setiap kali kita berbuat dosa, tidak perlu ditunda-tunda. Makin cepat makin baik, sebab boleh jadi kita lupa, sakit, atau mati sebelum sempat meminta ampunan dan maaf. Akibatnya, kita mati dengan membawa dosa kezaliman. Maka tidak selayaknya kita menabung dosa dan kesalahan selama satu tahun penuh, lalu baru meminta ampunan Allah dan maaf manusia pada hari terakhir bulan Sya'ban atau hari idul fithri! Allah berfirman, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui." (QS. Ali Imran (3): 135) "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa' (4): 17) Keempat: Nyadran Nyadran, tradisi yang biasa dilakukan menjelang bulan puasa. Tradisi berziarah ke makam leluhur ini sudah dilakukan sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sejak zaman dahulu hingga sekarang.Nyadran atau sadranan berasal dari bahasa Jawa yang artinya berziarah. Pada mulanya nyadran dilakukan ke makam tokoh masyarakat yang sangat dihormati maupun nenek moyang keturunannya. Namun kini, beberapa masyarakat hanya berziarah ke makam famili atau sanak saudaranya. Dalam prosesi nyadran biasanya para peziarah membawa tiga jenis bunga. Bunga kantil, kenanga dan mawar. Setiap bunga memiliki makna tersendiri. Kantil agar hati peziarah terkait dengan orang yang sudah meninggal. Kenanga sebagai tanda agar semua kenangan selalu diingat. Dan terakhir mawar sebagai permohonan agar dosa arwah dihapus. Para peziarah juga membakar kemenyan. Membakar kemenyan dianggap sebuah simbol keagungan. Asap kemenyan yang membumbung ke atas diyakini sebagai sebuah perumpamaan doa peziarah ke atas sehingga menghubungkan diri kepada Tuhan. Itu adalah simbol perjalanan doa peziarah supaya bisa diterima. Selain tiga bunga tadi, biasanya prosesi nyadran diwarnai beberapa makanan sebagai sesajen yakni apem dan ketan. Kedua makanan ini juga memiliki makna tersendiri. Ketan adalah simbol untuk merekatkan hubungan persaudaraan (ketan:ikatan). Semua orang datang bersama-sama dan merapatkan garis sosial. Sementara apem supaya mereka diampuni (apem:afwun;ampunan). Setelah diampuni dosanya kemudian merekatkan hubungan saudara maka peziarah akan ingat kepada Tuhan. Acara Nyadran akan berakhir dengan makan bersama, dengan saling menukarkan makanan yang dibawa setiap keluarga. Budayawan Jawa, Suwardi Endraswara, menambahkan tradisi ini biasa dilakukan oleh orang Jawa yang masih puritan atau asli yang masih menganut paham kejawen. Tak diragukan lagi bahwa berziarah ke kuburan orang tua dan kerabat termasuk ajaran Islam. Islam menganjurkan umatnya untuk banyak-banyak mengingat kematian, dan ziarah kubur merupakan sarana yang efektif untuk mengingat kehidupan akhirat. Meski demikian, tatacara ziarah kubur dalam tradisi nyadran kental dengan nuansa ajaran kebatinan dan kejawen. Perbedaan mendasar ziarah kubur dalam Islam dengan tradisi nyadran adalah sebagai berikut: - Nyadran hanya dilakukan pada bulan Sya'ban, terutama sekali di akhir Sya'ban. Adapun ziarah kubur dalam Islam dianjurkan dalam semua bulan dalam satu tahun, tidak ada pengkhususan atau keutamaan khusus pada bulan Sya'ban semata. * Nyadran dipersyaratkan membawa bunga Kantil, Kenanga, dan Mawar, sesajen berupa apem dan ketan, serta membakar kemenyan. Simbolisasi seperti ini adalah warisan agama Hindu dan kejawen. Adapun Islam sama sekali tidak memerintahkan umatnya membawa bunga, sesajen, dan kemenyan dalam ziarah kubur. Menurut Islam, orang yang telah mati tidak membutuhkan bunga, sesajen atau kemenyan. Kebutuhannya adalah doa dari anak yang shalih dan kaum muslimin. * Proses nyadran meliputi menabur tiga jenis bunga, memberikan sesajen, membakar kemenyan, doa dan makan bersama. Adapun proses ziarah kubur dalam Islam adalah berdoa ketika masuk areal makam (arti doanya:Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian wahai penduduk kuburan, dari kalangan muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan kepada Allah untuk diri kami dan diri kalian), mendoakan orang yang telah mati, dan mengambil pelajaran agar senantiasa ingat dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Tidak ada makan-makan bersama atau tukar-menukar makanan. * Proses nyadran mengaitkan dikabulkannya doa dengan tiga jenis bunga, sesajen, dan kemenyan. Adapun Islam mengaitkan terkabulnya doa dengan waktu-waktu, tempat-tempat, keadaan-keadaan, dan syarat-syarat yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-sunnah. Tiga jenis bunga, dua makanan sesajen, kemenyan, dan kuburan bukanlah unsur-unsur yang menyebabkan terkabulnya doa. * Proses nyadran rawan menimbulkan bid'ah (meyakini doa di kuburan lebih mustajab) dan syirik (meyakini orang yang mati bisa mengabulkan permohonan orang yang hidup), melalaikan dari kehidupan akhirat (ramai-ramai makan dan tukar-menukar makanan, disertai canda-ria, dan campur baur laki-laki dengan wanita yang bukan mahram), dan tabdzir (mengeluarkan biaya tinggi untuk masakan yang sebenarnya kurang dibutuhkan). Hal-hal mungkar seperti ini tidak terdapat dalam ziarah kubur yang sesuai dengan syariat Islam. Akhirnya… Menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan jiwa yang suci, jasmani yang sehat dan bersih, dan perasaan gembira adalah bagian dari keimanan dan keislaman. Sebagaimana firman Allah SWT, "Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (QS. A-Hajj (22): 32) Namun sudah selayaknya tata cara penyambutan Ramadhan dilakukan sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW. Bukan hanya dengan mengikuti tradisi, budaya, atau latah mengikuti prilaku kebanyakan manusia yang sebenarnya tidak mengenal ajaran Islam dengan baik. Beberapa waktu yang lalu, situs arrahmah.com telah menurunkan sebuah tulisan tentang langkah-langkah persiapan menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Semoga kita bisa melaksanakannya sehingga tidak terjebak dalam arus tradisi yang populer namun kurang tepat. Wallahu a'lam bish-shawab. Risalah Ramadhan Arrahmah.com Oleh: Muhib Al Majdi http://arrahmah.com /@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |