Sejarah Sembilan Wali / Walisongo








“Walisongo” berarti sembilan orang wali” Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid

Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.


Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.n
Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n
Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n
Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).

Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.

Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.

Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n
Sunan Bonang (4)
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah

yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n
Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n
Sunan Gunung Jati (6)
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.n
Sunan Drajat (7)
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M

Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun

Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.

Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.

Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.n
Sunan Kudus (8)
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina“. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n
Sunan Muria (9)
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.

Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.n

/@cwi

selengkapnya...

Wisata Spiritual Nuansa Islami







Al-Qur’an terbesar di dunia yang berukuran 1,5 x 2 meter.

Museum Al-Qur’an, yang lebih dikenal dengan Bayt Al-Qur’an, adalah pilihan yang tepat untuk dikunjungi pada bulan Ramadan ini. Selain lebih meningkatkan pengetahuan tentang agama, mengunjungi museum ini juga meningkatkan pengetahuan tentang kekayaan budaya Indonesia.

“Setiap Muslim berusaha memelihara, mencintai dan mengamalkan kandungan isinya, menjaga otentisitas, dan menerima pesan yang dikandungnya…” Pesan berbingkai rapi, yang tercetak dengan ukuran satu kali setengah meter itu, langsung menyapa ketika melangkahkan kaki memasuki museum. Pesan itu dipajang di dinding ruang pamer Museum Al-Qur’an.

Museum Al-Qur’an menyimpan materi inti, yang merupakan hasil pemahaman, pengkajian, dan apresiasi umat Islam Indonesia terhadap kitab sucinya. Manuskrip Al-Qur’an adalah seni mushaf Al-Qur’an yang telah lama berkembang di Indonesia, sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, yang disalin indah dengan ragam hias yang khas.


Museum Al-Qur’an itu memamerkan beragam mushaf kuno yang diperoleh dari berbagai daerah. Di antaranya Mushaf La Lino dari Kerajaan Bima, Nusa Tenggara Barat, Mushaf Pusaka (1950) hadiah dari Istana Negara Republik Indonesia, hingga seni mushaf modern di Indonesia, seperti Mushaf Istiqlal (1995), Mushaf Wonosobo (1994), Mushaf Sundawi (1997), Mushaf at-Tin (1999), dan Mushaf Kalimantan Barat (2003).

“Di museum ini terdapat koleksi Al-Qur’an berbagai jenis, bahkan Al-Qur’an terbesar di dunia yang berukuran 1,5 x 2 meter. Koleksi itulah yang menjadi daya tarik, dan banyak pengunjung yang menanyakannya. Al-Qur’an itu ditulis oleh dua santri Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah, yang bernama Abdul Malik dan Hayatuddin,” kata Alfar Firmanto, salah satu staf bagian koleksi pameran Museum Al-Qur’an TMII, awal pekan ini.

Al-Qur’an itu, ia menambahkan, ditulis selama 14 bulan, dari 16 Oktober 1991 hingga 7 Desember 1992. Al-Qur’an terbesar tersebut, ditulis dengan Khat Naskhi, di atas kertas karton manila putih. Selain itu, ada pula Al-Qur’an terkecil yang berukuran 2 x 3 cm, yang dinamakan Al-Qur’an Istanbul, karena awalnya dicetak di Istanbul, Turki.

Koleksi lainnya adalah Al-Qur’an Pusaka yang ditulis atas prakarsa Presiden pertama RI Soekarno. Al-Qur’an itu dianggap sebagai hadiah dari umat Islam untuk kemerdekaan. Al-Qur’an Pusaka ditulis oleh Salim Fachry, dimulai 24 Juli 1948 sampai 15 Maret 1950. Ukuran halamannya 75 x 100 cm, dan ditulis di atas kertas karton manila putih. Tidak ketinggalan, bisa dijumpai Al-Qur’an dalam huruf Braille untuk para penyandang tunanetra.

Sesuai dengan perkembangan teknologi, terdapat pula Al-Qur’an elektronik, yang dikemas dalam bentuk perangkat elektronik dan digital, seperti kaset, CD, VCD, DVD, serta handphone. Koleksi Al-Qur’an tersebut diletakkan di dalam kotak kaca, untuk menjaga keamanannya.

Sementara itu, terdapat Lembaga Lajnah Pentashihan Mustaf Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI yang bertugas meneliti dan menjaga keaslian Al-Qur’an, yang akan dicetak dan disebarluaskan di Indonesia. Setiap mushaf Al-Qur’an yang akan disebarluaskan, harus diperiksa terlebih dahulu agar kebenaran dan keaslian teksnya tetap terjaga.

Koleksi menarik yang lain dari museum tersebut adalah karya seni Qur’ani, yaitu benda-benda budaya yang menjadi ekspresi dan memiliki makna khusus di masyarakat Indonesia, pada masa lalu maupun pada masa kini. Benda-benda itu mengandung simbol-simbol Qur’ani yang terbuat dari kayu, batu, kain, keramik, logam, dan lain-lain. Sebagian besar mengandung unsur kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi.

Di belakang Museum Al-Qur’an, terdapat Museum Istiqlal yang menampilkan hasil-hasil karya seniman Muslim Indonesia dari berbagai daerah. Di tempat tersebut, terdapat karya-karya seni rupa kontemporer dan seni rupa tradisional.

Museum Al-Qur’an terletak di dekat Pintu Keluar Satu Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur. Tepatnya, di belakang Museum Telekomunikasi. Tidak sulit untuk menjangkaunya. Dari arah Cililitan, cukup naik kendaraan umum melewati TMII, begitu juga dari arah Pasar Rebo. Namun, amat disayangkan pada bulan Ramadan seperti ini, museum itu justru sepi pengunjung.

Peti Mushaf Istiqlal untuk menyimpan Al-Qur’an.

Kaligrafi bersulam di atas bludru berukuran 550 x 200 cm asal Sumatera Barat.

Awal Pendirian

Ide awal pendirian Museum Al-Qur’an muncul dari Tarmizi Taher pada 1994, ketika ia menjabat Menteri Agama RI. Museum Al-Qur’an dan Museum Istiqlal didirikan untuk meningkatkan kecintaan, pemahaman, dan pengamalan ajaran-ajaran Al-Qur’an.

Nilai-nilai Al-Qur’an telah mengilhami, mendorong, dan memperkaya budaya bangsa Indonesia. Karena itu, kekayaan budaya Indonesia yang bernapaskan Islam dalam berbagai bentuknya, perlu dilestarikan dan dikembangkan.

Kekayaan budaya Islam yang dimiliki bangsa Indonesia tampak jelas pada Festival Istiqlal yang diselenggarakan pada 1991 dan 1995. Pameran besar tersebut telah membuka mata dunia akan potensi besar kekuatan Islam bangsa Indonesia, terutama dari sisi budaya. Seusai acara tersebut, pembangunan Museum Al-Qur’an merupakan bentuk kristalisasi dari seluruh cita-cita dan pemikiran, untuk menampilkan dan mengaktualisasikan kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya yang bernapaskan Islam.

Museum dibangun pada 1996, dirancang dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Hadis, yang merupakan pegangan hidup umat Islam. Museum Al-Qur’an dan Museum Istiqlal diresmikan Presiden Soeharto pada 20 April 1997, sebagai tonggak perkembangan dan kebesaran Islam di Indonesia.

Selain itu, pembangunan juga tetap mempertahankan kaidah arsitektur yang berusaha mencapai keselarasan antara keindahan dan fungsi. Museum Al-Qur’an dirancang oleh arsitek Achmad Noe’man.

Bentuk Museum Al-Qur’an merupakan suatu citra arsitektur tradisional dengan sentuhan modern. Bentuknya bujur sangkar, dengan atap tumpang limasan, atap susun yang semakin ke atas semakin kecil, dengan jumlah selalu ganjil, yaitu tiga sampai lima tingkat. Pembangunannya mengacu pada Masjid Agung Demak, salah satu masjid tertua dan bersejarah di Pulau Jawa.

Seluruh bangunan Museum Al-Qur’an dan Museum Istiqlal terdiri atas 3,5 lantai dan satu lantai dasar, serta sebuah masjid. Luas keseluruhan bangunan kurang lebih 17.000 meter persegi. Bangunan tersebut terlihat megah, memanjang dengan berorientasi ke arah kiblat. Tempat itu dilengkapi toko cendera mata, kafetaria, dan perpustakaan.

Pada hari-hari biasa, museum dikunjungi 100 hingga 150 orang per hari, dengan jumlah total sekitar 3.000 pengunjung dalam sebulan. Pengunjung dipungut biaya masuk Rp 2.000 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Selama bulan Ramadan ini, jam buka Museum Al-Qur’an pukul 09.00 sampai 15.00 WIB. [Hendro Situmorang]


/@cwi

selengkapnya...

Potensi Wisata Ziarah Islam di DKI Jakarta





A. Latar Belakang Masalah

Dari latar belakang historisnya, daerah Propinsi DKI Jakarta kaya dengan tempat-tempat yang bernuansa historis dan religious. Apalagi Sejak zaman VOC, zaman Hindia Belanda, pendudukan Jepang, Orde Lama, Orde Baru, dan sampai sekarang Jakarta dijadikan ibukota pemerintahan, atau disebut ibukota negara. Begitu pula, daerah ini menyimpan memori historis dan religius yang cukup penting bagi sekitar 90% penduduk Jakarta yang Muslim. Oleh karenanya tidak heran jika sekarang ini banyak ditemui tempat-tempat (sites) bangunan (buildings) tempat ibadah (mosques/churchs/klenteng) yang sudah tua dan bernilai historis tinggi. Karena mayoritas penduduk Jakarta adalah Muslim, maka tidak mengherankan jika banyak mesjid yang dianggap sebagai bangunan bersejarah.

Di sisi lain, ada tradisi sebagian besar masyarakat untuk mengunjungi makam keluarga atau tokoh yang dianggap berperan penting dalam sejarah hidupnya dan sejarah masyarakatnya. Kunjungan yang disebut ziarah ke tempat atau makam tokoh bukan hanya menjadi tradisi umat Islam. Sebagian kecil masyarakat Belanda pun masih suka mengunjungi makam keluaga mereka yang dikuburkan di pekuburan Menteng. Namun ziarah sudah menjadi fenomena tersendiri yang unik bagi masyarakat Muslim. Tidak hanya Muslim Indonesia tetapi di seluruh dunia.


Fenomena ziarah Islam di Jakarta juga cukup besar dan sudah dilakukan secara tradisional dari waktu ke waktu sampai sekarang. Ziarah di sini dimaksudkan bukan dalam arti sempit hanya mengunjungi makam. Akan tetapi mengunjungi Masjid yang bersejarah, dan terkenal memiliki arsitektur bagus atau memiliki kegiatan yang unik, serta mengunjungi lembaga/institusi Islam, seperti pondok pesantren. Ziarah seperti ini sudah sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Memang, biasanya kunjungan ziarah itu dilakukan sekaligus mendatangi beberapa masjid dan makam tokoh serta institusi pendidikan Islam. Fenomena ziarah yang secara tradisional sudah berjalan di DKI Jakarta ini biasanya mengunjungi tempat-tempat dengan kategori yang sudah disebutkan di atas. Namun di beberapa masjid di Jakarta, dalam waktu-waktu tertentu peziarah yang datang sangat banyak. Bahkan pengunjungnya bukan hanya masyarakat dari dalam Jakarta saja, tetapi dari luar daerah, bahkan ada yang dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, dan Yaman serta Hadramaut. Menariknya, siklus ini berjalan secara periodik setiap tahun. Sebagai contoh, siklus ziarah di Masjid Luar Batang dan Kwitang. Pada bulan Maulid atau Rabi’ul Awwal, tentu kita akan terheran-heran menyaksikan ribuan orang datang dan pergi melakukan ziarah di sana. Begitu pula, setiap malam Jum’at, kedua Masjid itu penuh oleh para peziarah yang datang secara bergantian dari sore sampai pagi hari. Para peziarah, yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang, umur dan jenis kelamin itu membuat daerah sekitar komplek ke dua masjid di atas berubah menjadi “pasar kaget”. Dan komplek masjid pun berubah pula menjadi penginapan sementara bagi para peziarah. Fenomena ini terjadi khususnya di lima masjid besar di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi) yang di dalamya terdapat makam tokoh penyebar Islam di Jakarta.

Para tokoh itu berasal dari kalangan habaib atau ‘alawi, yaitu dari keturunan keluarga Nabi Muhammad S.A.W. Waktu kunjungan ziarah yang paling ramai, adalah waktu acara peringatan Maulid Nabi dan acara Haul (peringatan hari kematian). Masjid dan makam-makam di atas terkenal hanya dari cerita mulut-ke-mulut, seperti halnya Masjid Agung Banten dan Masjid Agung Cirebon. Kedua Masjid ini menjadi salah satu objek wisata di daerahnya lebih banyak karena faktor ke-keramat-annya dari pada faktor historis, arsitektur, dan budayanya. Sebenarnya jika dibandingkan dengan tempat-tempat ziarah Islam di luar negeri, faktor penyebab orang berkunjung kelihatannya tidak jauh berbeda. Terlihat bahwa faktor kesucian, sejarah, dan arsitektur suatu bangunan tampaknya menjadi alasan utama mengapa orang berziarah ke sana. Memang, terkesan lebih rasional. Namun karena dikelola secara profesional, kunjungan di tempat-tempat ziarah Islam di luar negeri terkesan lebih prestigious. Bisa disebutkan beberapa tempat, Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi di Makkah dan Madinah, masjid al-Aqsa di Yerusalem, Universitas al-Azhar di Kairo, Mesjid Biru di Turki, dan Istana Al-Hamra di Spanyol.

Obyek-obyek wisata ziarah Islam di luar negeri banyak dikunjungi pada saat bersamaan dengan waktu melakukan ibadah Haji atau Umroh. Dan dari hasil pengelolaan yang profesional di atas, sudah jelas terlihat berapa besar devisa yang didapat oleh negara dari tempat-tempat tersebut. Membandingkan tempat-tempat di luar negeri, tentu banyak hal yang perlu kita pelajari. Namun sebenarnya ada beberapa tempat di Jakarta yang sudah sering dikunjungi karena faktor yang lebih rasional seperti di luar negeri. Seperti Masjid Istiqlal, Masjid Al-Azhar, dan beberapa pesantren modern. Pada hari-hari biasa, masjid Istiqlal menjadi tempat bagi turis asing yang ingin melihat keunikan arsitektur dan sejarahnya. Begitu pula pengunjung-pengunjung domestik datang selain bisa menyaksikan dan mengagumi masjid yang “pernah” menjadi terbesar di Asia Tenggara, juga sekaligus ingin merasakan beribadah di dalamnya. Contoh mudahnya adalah Festifal Istiqlal yang diselenggarakan di Istiqlal. Dari dua kali penyelenggaraan, festifal ini menjadi festifal budaya umat Islam yang terbesar di Indonesia karena “kharisma” mesjid Istiqlal. Begitu pula dengan pesantren-pesantren modern yang ada di Jakarta.

Tamu-tamu yang datang bukan hanya sekup luar propinsi atau pulau tapi juga dari luar negeri. Misalnya Pondok Pesantren Darunnajah, hampir setiap menerima tamu dari Kairo dan Arab Saudi. Sayang sekali jika tempat-tempat wisata religius yang ada di dalam kota Jakarta sendiri terlupakan. Padahal tempat-tempat itu begitu kaya akan potensi, seperti potensi sejarah Islam di Jakarta, potensi kekayaan arsitektur lama, potensi keunikan budaya-budaya lokal yang harus lebih digali untuk pelestariannya. Begitu pula dari fenomena ziarah dapat digali potensi ekonomi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar pula. Dan secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Dari latar belakang di atas, penelitian ini akan berusaha menjawab pertanyaan: mengapa tempat-tempat wisata ziarah Islam ini tidak atau belum berkembang? Nampaknya sektor ini memang belum dikembangkan. Mengapa? Sebenarnya, seberapa potensialkah tempat-tempat wisata ziarah Islam di DKI Jakarta? Mengapa ada tempat yang remai dikunjungi ada pula yang sepi. Sebenarnya apa faktor utama peziarah itu datang? Dan mengapa orang berziarah? Hal itulah yang menarik kami para peneliti Pusat Bahasa dan Budaya IAIN Jakarta tertarik untuk melakukan penelitian. Paling tidak, studi awal ini diharapkan dapat membuka wacana tentang kemungkinan dikembangkannya tempat-tempat wisata ziarah Islam secara profesional.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini akan terfokus pada fenomena Wisata ziarah Islam di wilayah DKI Jakarta. Hal ini berdasarkan pengamatan awal, bahwa sebenarnya tempat-tempat ziarah di Jakarta cukup banyak dan beragam, dan dapat dikatakan potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata alternatif. Beberapa tempat dikunjungi ribuan peziarah, sedangkan yang lain hanya puluhan peziarah. Mengapa berbeda? Mengapa orang berziarah? Dan mengapa ke tempat tertentu? Jika dibandingkan, tempat-tempat wisata ziarah di DKI tidak berkembang sebagaimana tempat-tempat wisata ziarah seperti halnya di Mesir, Saudi Arabia, Turki, Palestina, dan Spanyol, yang dikemas secara profesional sehingga dapat mendatangkan devisa yang sangat besar bagi negara. Begitu pula misalnya jika dibandingkan dengan obyek wisata umum/komersial di Jakarta, maka tempat-tempat wisata ziarah Islam memang belum dikemas untuk kepentingan ziarah dan fasilitasnya sangat jauh dari memadai.

Berdasarkan fenomena di atas, maka permasalahan yang akan dikedepankan dalam penelitian ini adalah: v Mengapa tempat-tempat wisata ziarah Islam di Jakarta tidak berkembang? Faktor pendukung dan penghambat apa yang menyebabkan tempat-tempat wisata ziarah di Jakarta tidak berkembang seperti tempat-tempat wisata ziarah Islam di luar Jakarta atau di luar negeri? v Apakah fenomena ziarah itu? Apa latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan dan keagamaan peziarah? Motivasi dan faktor apa yang mendorong orang melakukan ziarah? Bagaimana pandangan mereka terhadap tempat ziarah? v Tempat-tempat seperti apakah yang potensial dikembangkan menjadi obyek wisata ziarah. Dan bagaimana upaya mengembangkan wisata ziarah Islam di Jakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sebab-sebab yang mengakibatkan tempat-tempat wisata ziarah Islam di Jakarta tidak berkembang. Khususnya, menggali faktor-faktor pendukung dan penghambat yang menyebabkan tempat-tempat wisata ziarah di Jakarta tidak berkembang seperti tempat-tempat wisata ziarah Islam di luar negeri.

2. Melakukan studi tentang fenomena ziarah secara sosial dan keagamaan, termasuk melihat profil peziarah, pandangan peziarah serta motivasi yang mendorong orang melakukan ziarah.

3. Mengklasifikasi tempat-tempat wisata ziarah yang potensial untuk dikembangkan. Dan mencari solusi bagi upaya-upaya untuk mengembangkan tempat-tempat wisata ziarah Islam di Jakarta.



D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah propinsi DKI Jakarta mengenai tempat-tempat wisata ziarah Islam yang potensial untuk dikembangkan.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat bagi pengembangan tempat-tempat wisata ziarah di Jakarta.

3. Memberikan solusi alternatif kepada pemerintah propinsi DKI Jakarta bagi upaya pengembangan tempat-tempat wisata ziarah Islam sebagai upaya menjadikan Jakarta kota wisata yang religius sehingga dapat menarik wisatawan dalam negeri dan luar negeri.

4. Memberikah masukan kepada pemerintah propinsi DKI tentang fenomena ziarah secara sosial dan keagamaan. Secara lebih khusus, memberikan gambaran mengenai potret peziarah dengan motivasi dan latar belakang sosial-ekonomi, budaya dan pendidikan, serta potret latar belakang sosial-budaya, ekonomi, pendidikan dan keagamaan masyarakat di sekeliling obyek wisata.



E. Metodologi Penelitian

1. Definisi Operasional Konsep Yang dimaksud dengan potensi dalam penelitian ini adalah kemungkinan, kemampuan, atau kekuatan. Ada dua potensi di sini, yaitu potensi fisik dan dan potensi market/konsumen. Potensi fisik yaitu kemungkinan pengembangan obyek-obyek yang bernuansa religius di wilayah DKI Jakarta untuk dapat dikembangkan menjadi obyek wisata ziarah Islam. Dan potensi market atau konsumen adalah kemungkinan besarnya market atau dalam hal ini adalah peziarah yang akan datang ke obyek wisata ziarah Islam. Sedangkan pengertian Wisata Ziarah Islam dalam penelitian ini adalah sebuah perjalanan atau kunjungan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok ke tempat-tempat dan institusi-institusi yang berperan penting dalam penyebaran dakwah dan pendidikan Islam di Jakarta. Jakarta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daerah lima wilayah Jakarta, yaitu Jakarta Selatan, Pusat, Timur, Barat, dan Utara. Penelitian tidak mencakup wilayah Bogor dan Tangerang.

2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: - Deskriptif analitis, menjelaskan berbagai informasi dan data yang diperoleh secara kritis dengan didukung oleh analisa-analisa ekonomi, sosial, budaya, dan agama. - Historis, melakukan kajian kesejarahan terhadap obyek-obyek wisata dari mulai didirikan sampai sekarang, dengan melihat setting sosial kemasyarakatan dan politik. - Komparatif, melakukan analisa perbandingan antara obyek wisata ziarah di Jakarta dengan obyek wisata di luar negeri. Dengan melihat kelebihan dan keunggulan obyek-obyek wisata ziarah di luar negeri, maka upaya untuk mengembangkan potensi wisata ziarah Islam di Jakarta, diharapkan bisa berkembang secara signifikan dengan kebutuhan peziarah dan perkembangan globalisasi.

3. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: Pertama adalah sumber bibliografis dan dokumentasi, yaitu data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan, baik berupa ensiklopedi, buku-buku, artikel-artikel karya ilmiah yang dimuat dalam media massa seperti majalah dan surat kabar, serta jurnal ilmiah maupun laporan-laporan hasil penelitian dan data-data yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Kedua adalah data yang berasal dari field-work dan observasi; responden, informan, peristiwa, situasi-kondisi dan fakta yang didapat dari obyek penelitian di lapangan. Data lapangan ini dikumpulkan dengan beberapa instrumen (akan dijelaskan tersendiri), seperti observasi, angket, dan wawancara mendalam (indepht interview). Data jenis ini akan diperlakukan sebagai primary sources (sumber utama) yang mendasari hasil penelitian ini. Dengan dua macam sumber tersebut, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap dan menjelaskan realitas wisata ziarah Islam yang terkini secara obyektif dan komprehensif.

4. Obyek Penelitian Objek wisata ziarah Islam dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: 1. Masjid-masjid tua/kuno dan makam para tokoh ulama yang berperan dalam penyebaran Islam di Jakarta dan sekitarnya. 2. Masjid yang besar dan artistik yang menjadi kebanggaan nasional serta memiliki kegiatan yang unik. 3. Institusi pendidikan dan sosial Islam yang cukup besar, khas dan berperan nasional. Aspek-aspek yang akan dikaji meliputi: No. Aspect Rincian Kisi-kisi Penelitian 01 Sosial dan historis a. Setting sosial kemasyarakatan, sosial-budaya, ekonomi, politik, dan keagamaan.b. Sejarah berdirinya bangunan.c. Profil tokoh pendirid. Sejarah perkembangan obyek wisata sampai kini. 02 Bangunan Fisik a. Lingkungan sosial bangunan/ komplekb. Luas Bangunan/komplekc. Fasilitas 03 Management a. Pengelola/Pengurusb. Jaringan kelembagaanc. Lembaga-lembaga di bawahnyad. Pembiayaan/dana 04 Pengunjung/peziarah a. Latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan dan keagamaan.b. Motif kunjunganc. Waktu kunjungand. Praktek atau amalan keagamaan

5. Sampel dan Responden Sampel penelitian ini dipilih berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Memiliki pengunjung/peziarah yang besar. b. Terkenal dalam skala nasional c. Memiliki segi arsitektur yang menarik d. Memiliki peran yang signifikan dalam sejarah penyebaran dan dakwah Islam di DKI. Obyek wisata ziarah di bawah ini dipilih berdasarkan jenis dan kriteria obyek. Maka sample dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Komplek Masjid dan Makam Kwitang 2. Komplek Masjid dan Makam Luar Batang 3. Masjid dan Makam Pangeran Jayakarta 4. Makam dan Masjid Kampung Bandan 5. Makam dan Masjid Al-Alam Marunda & Rumah si Pitung 6. Makam dan Masjid Angke (Al-Anwar) 7. Masjid an-Nawier 8. Masjid Istiqlal 9. Masjid Al-Tin 10. Bayt al-Qur’an dan Museum Istiqlal 11. Masjid Agung Al-Azhar 12. Pondok Pesantren Darunnajah 13. Pondok Pesantren Ash Shidqiyah Adapun responden terdiri dari para pengurus obyek wisata ziarah, para penduduk sekitar obyek wisata ziarah, para pengunjung atau orang yang berziarah ke obyek tersebut. Responden lain adalah para pengusaha biro perjalanan dan pemerintah yang berkepentingan terhadap obyek-obyek di atas.

6. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Observasi Langsung Untuk memperoleh akses langsung terhadap obyek yang diteliti, tim telah melakukan observasi langsung terhadap obyek wisata ziarah. Observasi dimaksudkan untuk mendapat informasi awal mengenai, profil tokoh, lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya, managemen organisasi, pengunjung dan kegiatan ziarah itu sendiri. Wawancara Mendalam Alat ini akan digunakan untuk mewawancarai sebagian responden. Interview yang pertama ditujukan kepada para pengurus obyek wisata ziarah, penduduk sekitar dan para peziarah, agar diperoleh informasi mendalam mengenai sejarah, kegiatan ziarah, dan pemahaman keagamaan mereka. Interview yang kedua ditujukan kepada pengusaha biro perjalanan wisata untuk mendapat informasi mengenai potensi pengembangan wisata ziarah dan perbandingan obyek wisata ziarah di luar negeri; dan pemerintah propinsi untuk mengetahui kebijakan pemerintah terhadap penanganan obyek dan pengembangan wisata ziarah. Wawancara ini akan dengan terarah dan intensif. Angket Angket berisi pertanyaan mengenai latar belakang peziarah, persepsi dan pemahaman mereka tentang ziarah dan obyek ziarah yang mereka kunjungi, serta hal-hal detail tentang ziarah. Angket ini disebarkan kepada peziarah yang datang ke obyek wisata ziarah seperti yang disebutkan di atas. Angket untuk peziarah ini disebarkan secara purposive berdasarkan rasionalisasi jumlah pengunjung yang biasanya datang ke suatu obyek. Jumlah ini sebanyak kira-kira 1% dari banyaknya pengujung pada hari-hari sibuk/ramai ziarah, seperti di bawah ini: No Obyek Ziarah Jumlah Angket Jumlah Wawancara 1 Masjid Luar Batang 25 3 2 Masjid An-Nawir - 3 3 Masjid Istiqlal 15 3 4 Masjid Kp. Bandan 5 3 5 Masjid Kwitang 20 3 6 Masjid Al-Anwar - 3 7 Makam Pangeran Jayakarta 10 3 8 Masjid At-Tiin 10 1 9 Masjid Al-Azhar 10 1 10 Masjid Al-Alam Cilincing 5 3 11 Baitul Qur’an & M. Istiqlal 10 1 12 Pesantren Darunnajah 8 1 13 Pesantren Ash-Shiddiqiyah 8 1 Jumlah 126 29 Dari 126 angket yang disebarkan, jumlah angket yang kembali dan valid berjumlah 111 angket.

F. Teknik Analisis Data

Data bibliografis dan data wawancara dipilah berdasarkan topik dan dideskripsikan. Data-data ini dipergunakan untuk memperkuat kerangka teoritis pada Bab II dan profil obyek wisata pada Bab III. Angket yang masuk sejumlah 111 buah dioleh menggunakan program pengolahan data SPSS. Data bibliografis dan wawancara pertama akan dianalisis secara deskriptif kemudian dianalisis dengan secara cross check. Data yang diperoleh melalui penyebaran angket setelah diproses melalui entri data akan dianalisa dengan cara deskriptif frequencies untuk melihat angka prosentase. Setelah itu, data-data tertentu akan di cross tab satu variabel dengan variabel lain. Data lapangan dari hasil angket akan dianalisa pada Bab IV. Begitu pula data di maksud akan di cross check dengan data hasil wawancara. VII. Sistematika Penulisan Laporan Laporan ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut sebagaimana di bawah ini: Bab I memuat latar belakang masalah berikut tujuan, manfaat, metodologi penelitian yang dipakai, tehnik analisa data serta sistematikan penulisan laporan. Bab II masuk pada pembahasan teoritis ziarah Islam. Pembahasan diawali dengan flasback pada sejarah penyebaran dan perkembangan Islam di Jakarta, dan deskripsi mengenai obyek wisata ziarah Islam. Sub bab terakhir mendiskusikan mengenai fenomena Ziarah Islam sebagai fenomena sosial kemasyarakatan dan fenomena keagamaan. Profil mengenai obyek-obyek wisata Ziarah Islam di Jakarta akan dideskripsikan secara terinci pada bab III. Sebanyak tiga belas obyek wisata ziarah Islam akan dibahas dari latar belakang pendiriannya, tokoh-tokohnya, serta bangunan fisik dan management organisasinya. Kelengkapan informasi satu obyek dengan yang lainnya cukup berbeda karena ada obyek yang pendokumentasiannya cukup baik, sedang sebagian tidak. Data mengenai profil obyek wisata ziarah Islam ini diambil dari berbagai sumber bibliografis dan dari interview. Sumber informasi yang cukup penting mengenai profil peziarah serta pandangan-pandangan mereka dipaparkan dalam Bab IV. Latar belakang pendidikan, agama, sosial, dan ekonomi para peziarah akan dianalis. Begitu pula asal peziarah, serta apa motivasi dan tujuan ziarah mereka. Pandangan mereka terhadap obyek wisata ziarah juga akan dielaborasi dengan cukup detail. Berangkat dari paparan Bab IV, potensi wisata ziarah Islam dan pola pengembangannya akan dibahas dalam Bab V. Potensi yang dianalisa ada dua, pertama, potensi obyek-obyek wisata itu sendiri untuk dapat dikembangkan menjadi obyek wisata ziarah Islam. Kedua, adalah potensi fenomena wisata ziarah Islam itu sendiri. Laporan ditutup dengan memaparkan kesimpulan hasil penelitian dan temuan-temuan penelitian. Berangkat dari kesimpulan yang diambil, penelitian ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi yang perlu direalisasikan untuk pengembangan program wisata ziarah Islam ini. Bagian akhir laporan penelitian ini dilengkapi dengan bibliografi dan lampiran-lampiran angket, pedoman wawancara, transkrip wawancara, serta foto-foto obyek wisata dan aktivitas ziarah.

/@cwi

selengkapnya...

Sejarah Zionisme






Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْ قَلِبُوا خَاسِرِينَ قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ قَالَ رَجُلانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا هُنَا قَاعِدُونَ قَالَ رَبِّ إِنِّي لا أَمْلِكُ إِلا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Alloh bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya." Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Alloh) yang Alloh telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Alloh hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Robb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." Berkata Musa: "Ya Robbi, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu". Alloh berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu."” (QS. Al Maa’idah: 21-26)




Mendengar penderitaan rakyat Palestina, kita akan mendengar pula kata Zionis. Yahudi dan Zionis memang merupakan dua hal yang tak bisa terpisahkan. Dari Zionismelah sebuah negara yang dinamakan “Israel” terbentuk. Bagaimana sejarah awal Zionisme ini?

Zionisme[1] didefinisikan sebagai gerakan pernyataan umat Yahudi yang tersebar di seluruh dunia dan menempatkan mereka di Palestina. Nama gerakan ini diambil dari Zion, nama bukit dimana orang Yahudi mempercayai bahwa di atas bukit itu dulu pernah berdiri kuil Yerusalem. Istilah Zionisme pertama kali dipakai dalam gerakan ini pada 1890 oleh Nathan Birnbaum, filusuf Yahudi dari Austria.

Dari Nebukadnezar sampai Anti-Semit.

Mengapa sampai timbul Zionisme? Jika dirunut, ideologi Zionisme berpijak pada peristiwa hampir satu setengah milenium yang lalu, tepatnya 586 SM. Waktu itu, orang Yahudi ditangkapi di Babilonia oleh Nebukadnezar. Nabi-nabi mereka memberi harapan bahwa suatu hari nanti Alloh akan mengizinkan mereka kembali ke Palestina atau ernetz Israel, tanah Israel[2]. Seiring berjalannya waktu, harapan kembali ini dihubungkan dengan kedatangan Messiah yang dikirim ALLOH untuk mengantar mereka. Keyakinan ini membuat orang-orang Yahudi pindah ke Palestina walaupun dalam jumlah yang amat sedikit.

Pada abad 18 M, terpengaruh Renaisance Eropa, gerakan pencerahan Yahudi yang disebut haskalah muncul. Gerakan yang diawali oleh filusuf Yahudi Jerman, Moses Mendelssohn, ini mencanangkan sekulerisasi dan nasionalisasi Zionisme. Dengan Haskalah ini, orang Yahudi berasimilasi dengan kebudayaan Eropa. Mereka tak tampak seperti Yahudi lagi, namun seperti kebanyakan orang Eropa. Gerakan ini menyusup dan menyebar ke masyarakat Eropa. Hasilnya antara lain adalah Revolusi Perancis 1791.

Pertengahan abad 19, rabbi Yahudi Ortodoks Eropa, Jehuda Alkalai dan Zevi Hirsch Kalliscer membuat pemikiran baru bahwa Messiah hanya akan datang jika orang-orang Yahudi mau mempersiapkan tanah untuk kedatangannya. Pada 1862, sosialis Yahudi , Moses Hess, menolak ide Haskalah, dan menekan bahwa problem orang Yahudi adalah ketiadaan mereka akan sebuah negara nasional.

Asimilasi Yahudi ke publik Eropa membuahkan kekuasaan ekonomi, sosial, dan politik bagi orang Yahudi. Hal ini membangkitkan gerakan anti-Semit (lebih tepatnya anti-Yahudi) di kalangan orang Eropa non-Yahudi. Gerakan anti-Yahudi dan kerusuhan-kerusuhan buah dari hal itu meletus karena pembunuhan Tsar Alexander II di Rusia pada 1881.

Untuk menghindari penganiayaan, sejumlah besar Yahudi Rusia bermigrasi ke Amerika. Sebagian kecil mereka percaya kehidupan Yahudi selain di tanah mereka akan membuahkan kepedihan abadi, dan tempat tinggal mereka yang aman hanyalah di tanah kelahiran mereka, Palestina, yang waktu itu berada di bawah Kerajaan Turki Utsmani. Kelompok kecil ini dibiayai oleh hartawan Baron Edmund de Rothschild untuk migrasi ke Palestina.



Penetapan Gerakan Zionis.

Pada 1896, Theodor Hertzl, wartawan Yahudi Hungaria, menerbitkan bukunya, The Jewish State, dimana ia menganalisa penyebab gerakan anti-Semit dan menawarkan solusinya, pembentukan negara Yahudi. Untuk merealisasikan itu, Hertzl pernah mencoba menyuap Sultan Hamid II, raja Turki Utsmani, untuk melepas Palestina, namun Sultan menolak usaha Hertzl dengan tegas.

Satu tahun berikutnya, Hertzl menyelenggarakan kongres Zionis pertama di Basel, Switzerland. Dihadiri 200 delegasi, kongres itu menyusun Basel Program, yang merupakan platform dasar gerakan Zionis. Tujuan Zionis ditetapkan sebagai pengadaan tempat tinggal di Palestina untuk orang Yahudi yang dilindungi oleh hukum publik. Kongres tersebut juga membentuk World Zionist Organization (WZO) dan memberi kuasa badan itu untuk membentuk cabang di setiap Negara.



Berdirinya negara “Israel”.

Selama Perang Dunia I, kepemimpinan WZO diserahkan kepada Yahudi Inggris. Saat PD I berakhir, Inggris berhasil menduduki banyak daerah Turki Utsmani di Asia, termasuk Palestina.

Pada 1917, Inggris membuat komitmen untuk Zionis yang dituangkan di surat Menlu Inggris, Arthur J. Balfour kepada pemimpin Yahudi Inggris. Surat itu menyetujui dibentuknya sebuah tumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Surat ini lebih dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Deklarasi Balfour kemudian dimasukkan ke dalam pembukaan Mandat Palestina. Mandat ini mengikat Inggris sebagai pengawas Liga Bangsa-Bangsa (LBB) untuk Palestina untuk memelihara tanah air Yahudi dan bekerja sama dengan WZO. Maka pemerintahan semu Yahudi di Palestina pun dibentuk dengan bantuan non-Zionis oleh Jewish Agency of Palestine.

Mei 1942, Zionis Amerika memutuskan sebuah program yang dikenal dengan nama Baltimore Program. Program ini merumuskan usaha untuk menjadikan Palestina sebagai daerah Commonwealth Yahudi seusai PD II. Baltimore Program ini adalah awal politik radikal Zionisme. Sidang Majelis Umum PBB menyetujui rancangan pembagian Palestina. Yahudi menganggap semua ini hanyalah transisi menuju Negara Yahudi. Pada 14 Mei 1948, mandat Inggris atas Palestina berakhir. Yahudi kemudian mendeklarasikan negara Yahudi yang mereka namakan “Israel” dan menyerbu wilayah Arab.



Di Balik Semua itu.

Yahudi memang ngotot terhadap masalah tanah di Palestina ini. Dengan segala cara mereka berusaha mewujudkan hal itu, tak peduli cara tersebut halal atau haram. Mereka akan memperbudak bangsa lain, menguasai harta umat manusia demi kekuasaan. Doktrin-doktrin rusak mereka terdapat dalam kitab mereka yang disebut Talmud. Pada asalnya, Talmud merupakan tafsir hukum-hukum yang ada dalam Taurat yang ada sejak 539 M. Kemudian datanglah pendeta-pendeta Yahudi yang rusak, mereka menambah-nambah hukum, syarah, tafsir, wasiat dalam Talmud serta mendudukan Talmud sebagai kitab sumber hukum lain selain Taurat.

Diantara isi Talmud yang rusak dan dusta adalah: ‘Tuhan mengizinkan orang Yahudi untuk menguasai semua harta benda manusia, Tuhan menjadikan hewan dan manusia untuk bangsa pilihan-Nya.’

Zionis yang ada sekarang ini masih terus bergerak mempertahankan eksistensi negara Yahudi/Zionis dengan segala daya dan upaya. Suatu hari, akan tiba suatu saat dimana umat Islam akan mengalahkan mereka dengan pertolongan dari Alloh.

[1] Tulisan ini dikutip dari Majalah El Fata vol. 5 No. 09/2005 dengan beberapa perubahan, termasuk penghilangan kata “Israel” yang diganti dengan Yahudi dan Negeri Zionis (bila terpaksa menggunakan maka diberi tanda kutip “ ” atau ditambahkan beberapa kata) karena ada perkataan seorang ulama yang melarang menyebut negeri Yahudi dengan Israel mengingat Israel adalah Nabiyulloh Ya’qub ‘alaihis salam

[2] Perhatikan, Israel yang dinisbatkan kepada Negeri Yahudi itu hanya ada dalam kitab Taurat milik mereka yang telah mereka ubah dengan tangan-tangan kotor mereka dimana disitu juga disebutkan, “Tuhan dan Ibrahim menyepakati piagam yang berbunyi: Untuk keturunan Aku berikan tanah ini yang membentang dari sungai Mesir hingga sungai Besar dan sungai Eufrat.” Bahkan disini mereka membangun kedustaan atas nama Alloh Azza Wa Jalla dan Kholillullohu Ibrahim ‘Alaihis Salam.


/@cwi

selengkapnya...

Runtuhnya Benteng Terakhir Khilafah Utsmaniyah







photo_lg_istanbul Kesultanan Turki Utsmani didirikan oleh Bani Utsmani, yang selama 2 abad kekuasaannya telah dipimpin oleh 8 sultan sebelum akhirnya berekspansi ke sebagian negeri Arab. Turki Utsmani sama dengan pendahulunya, seperti Turki Seljuk dan Kabilah Hun. Mereka berasal dari keturunan Mongol atau Thurani, yang merambah ke Eropa di abad ke-5 Masehi. Mereka lahir dan dibesarkan di Asia Tengah dan Utara. Etnis yang sama juga dimiliki bangsa Bulgaria, yang merambah ke Eropa Timur, dan menetap di sana pada abad ke-7 dan 9 Masehi. Turki Utsmani adalah etnis Asia terakhir yang merambah dan mendiami Eropa, bahkan merupakan negara Mongol terpenting dan terkuat dalam Sejarah.


Sejarah Awal dan Masa Kejayaan



Pada pertengahan abad ke-13, Turki Utsmani merupakan salah satu kabilah kecil di Asia Tengah dekat Ankara. Pimpinan kabilah kecil ini berpartisipasi dalam perang antara kekaisaran Romawi dan Dinasti Seljuk Rum yang berpusat di Iconum dipimpin Sultan ‘Alauddin, dan akhirnya Erthogul dan sekutunya menang perang. Kabilah kecil dan Erthogul inilah yang menjadi cikal bakal Turki Utsmani. Erthogul adalah bapak dari Utsman, yang namanya dipakai untuk nama negara yang dibangunnya.

Setelah Erthogul meninggal pada tahun 1288, putranyalah, Utsman, yang menggantikannya. Utsman dikenal sebagai pemimpin yang berani mengalahkan kabilah yang berdekatan. Inilah yang mendorong Sultan ’Alauddin mengangkatnya sebagai pemimpin dan membuatnya menjadi penguasa tunggal di wilayah yang ditaklukkannya.

Sultan-sultan berikutnya yang berkuasa berhasil merebut Adranah (1361) dan Sofia (1383), menaklukkan Bulgaria, Prancis, Jerman (1393), sebagian kepulauan Yunani (1408) dan Albania (1431). Bahkan Konstantinopel (1453) dijadikan negara Islam pada saat kepemimpinan Sultan Mahmud. Karena itu ia dikenal sebagai Mahmud sang penakluk. Kota Konstantinopel dijadikan ibukota kesultanan serta dijadikan titik tolak rencana penaklukan Eropa, setelah itu ia digantikan oleh Khalifah Sulaiman II (1520-1566). Masa kepemimpinannya dianggap sebagai era kejayaan khilafah berkat kebangkitan sains yang diikuti penemuan ilmiah dan geografis Eropa, sementara khilafah ini meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains, dan politik. Ia menaklukan Beograd dan Gereja terbesar di sana kemudian dialihfungsikan menjadi masjid.

Para sejarawan sepakat, zaman Sulaiman II ini ialah zaman kebesaran dan kejayaan khilafah Turki Utsmani. Hanya dalam 3 abad, kabilah kecil ini berhasil melebarkan sayapnya dari Laut Merah, Laut Tengah dan Laut Hitam. Penaklukannya terbentang dari Makkah hingga Budapest di satu sisi dan dari Baghdad (1534) hingga Aljazair (1532) di sisi lain. Dua pantai, utara dan selatan, Laut Hitam berada di dalam kekuasaannya. Sebagian besar kerajaan Austria dan Hungaria juga termasuk wilayah kekuasaannya. Kekuasaannya sampai di Afrika Utara dari negeri Suriah sampai Maroko. Setelah Sulaiman II meninggal pada tahun 1566, kekhilafahanpun terus merosot.

Konspirasi Menjatuhkan Khilafah

Sebagaimana difirmankan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk ALLOH itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka ALLOH tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al Baqarah: 120)

Sebagaimana ayat di atas, kondisi kekhalifahan tengah mengalami rongrongan dari kaum kufar dimana di dalam negeri, ahlu dzimmah (orang kafir yang mendapat jaminan perlindungan dari pemerintahan Islam), khususnya orang Nashrani, yang mendapat hak istimewa di zaman Sulaiman II akhirnya menuntut persamaan hak dengan kaum Muslimin. Malahan hak istimewa ini dimanfaatkan untuk melindungi provokator dan intel asing dengan jaminan perjanjian antara khilafah dengan Bizantium (1521), Prancis (1535) dan Inggris (1580). Dengan hak istimewa ini, jumlah orang Yahudi dan Nashrani meningkat di dalam negeri. Ini dimanfaatkan oleh misionaris yang mulai menjalankan gerakannya sejak abad ke 16. Malta dipilih sebagai pusat gerakan. Di tengah mundurnya intelektualitas Dunia Islam, mereka mendirikan pusat kajian sebagai kedok gerakannya. Pusat Kajian ini kebanyakan adalah milik Inggris, Prancis dan Amerika Serikat, yang digunakan barat untuk mengemban kepemimpinan intelektualnya di Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap pemikiran Islam.

Gerakan misionaris dan orientalis itu merupakan bagian tak terpisahkan dari imperialisme barat di Dunia Islam. Untuk menguasainya, meminjam istilah Imam al-Ghozali, Islam sebagai asas harus hancur, dan khilafah Islam harus runtuh. Untuk meraih tujuan pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk menyerang pemikiran Islam, sedangkan untuk mencapai tujuan kedua, mereka hembuskan nasionalisme dan memberi stigma pada khalifah sebagai orang yang sakit.

Nasionalisme dan separatisme telah dipropagandakan negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Rusia bertujuan untuk menghancurkan khilafah Islam. Untuk mensukseskan misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama, Markas Beirut, yang bertujuan memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah putra-putri umat Islam menjadi kafir dan mengubah sistem Islam jadi sistem kufur. Kedua, markas Istanbul, bertugas memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul telah khilafah.

Di pusat Istanbul, negara-negara Eropa ingin memukul khilafah dari dekat secara telak. Caranya ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum Islam dengan sistem pemerintahan barat dan hukum kufur. Sultan Abdul Hamid II dipecat dari jabatannya, dan dibuang ke Salonika. Sejak itu sistem pemerintahan Islam berakhir.

Tampaknya Inggris belum puas menghancurkan khilafah Turki Utsmani secara total. Perang Dunia I (1914) dimanfaatkan Inggris menyerang Istanbul dan menduduki Gallipoli. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kamal Attaturk yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan pada Perang Ana Forta (1915). Ia, agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika, melakukan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan khilafah Islam. Ia menyelenggarakan Kongres Nasional di Sivas (1919), yang mencetuskan Turki merdeka dan negeri Islam lainnya dari penjajah, sekaligus melepaskannya dari wilayah Turki Utsmani. Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dll mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu sentimen kebangsaan tambah kental dengan lahirnya Pan Turkisme dan Pan Arabisme, masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.

Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani.

Sejak tahun 1920, Mustafa Kamal Attaturk menjadikan Ankara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah menguasai Istanbul, Inggris mencipkatan kevakuman politik, dengan menawan banyak pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan khalifah dan pemerintahannya berhenti. Ketidakstabilan terjadi di dalam negeri, sementara opini umum menyudutkan khilafah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa Kamal Attaturk untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya sehingga ada 2 pemerintahan yakni pemerintahan khilafah di Istanbul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara. Walau kedudukannya tambah kuat, Mustafa Kamal Attaturk tetap tak berani membubarkan khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak. Pengusulnya pun mencari alasan membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan melibatkannya dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah memuncaknya krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Mustafa Kamal Attaturk sebagai ketua parlemen, yang diharapkan bisa menyelesaikan kondisi kritis ini.

Setelah resmi dipilih menjadi ketua parlemen, Attaturk mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah yang telah terkorupsi terintangi. Ia dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan Abdul Majid II, serta berusaha mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kamal Attaturk. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia melakukan teror untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Khalifah digambarkan sebagai kekuatan asing yang harus dihancurkan.

Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kamal Attaturk mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional. Tepat 3 Maret 1924, ia memecat khilafah, membubarkan sistem khilafah, dan mengghapuskan sistem Islam dari negara. Hal ini dianggap sebagai titik klimaks revolusi Mustafa Kamal Attaturk.

/@cwi

selengkapnya...

Kolam Renang Tirta Indah






Ini dia salah satu tempat alternatif yang bisa kamu kunjungi bersama teman-teman ataupun keluarga di saat liburan.

Berolah raga sambil cuci mata, hehe.. Kolam renang ini mudah di temukan coz terletak di pinggir jalan raya di desa Lojiawi, beberapa kilometer sebelah timur kota Rajagaluh. Di Tirta Indah ini fasilitas nya cukup lengkap, ada 3 buah kolam renang 1 buah kolam renang khusus untuk anak-anak, dan 2 buah kolam renang untuk umum, 2 buah papan luncur bergelombang, 1 water boom, kamar ganti, toilet, cafetaria, tempat penitipan barang, tempat parkir mobil & motor, dan lain-lain. Disini kamu bisa merasakan sensasi meluncur dari ketinggian kurang lebih 15 m. Tempat ini biasanya ramai pada hari-hari libur.



/@cwi

selengkapnya...

Curug Sawer





Alam pegunungan yang lengkap dengan Curug / Air terjunnya, tentu memiliki daya tarik tersendiri. Contoh nya adalah di desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka selain pemandangan alam pegunungan nya yang menakjubkan desa Argalingga juga memiliki Curug (Air Terjun) Muara Jaya yang terkenal, dan satu lagi Curug yang belum diketahui oleh banyak orang yaitu Curug Sawer. Curug Sawer ini letaknya masih tersembunyi, karena memang tempatnya yang jarang terjamah manusia, belum banyak orang-orang yang mengetahui tentang keberadaan air terjun ini. Karena kondisi alam yang masih labil dan sarana penujang lainnya yang belum lengkap, tempat ini tidak saya sarankan untuk dikunjungi untuk umum, karena memang Air Terjun ini belum menjadi obyek wisata, kecuali anda telah terbiasa dengan alam liar dan segala resiko nya. Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan perjuangan yang tak mudah karena medan yang di tempuh cukup sukar di lewati.

Untuk turun menuju air terjun ini, kita harus melewati jalan setapak yang curam, sehingga kita harus hati-hati jika melangkah, jika salah memijakkan kaki bisa-bisa terpeleset dan langsung menggelinding menuju dasar tebing. Tapi setelah semua rintangan terlewati, anda akan terkagum-kagum melihat keindahan alam ciptaan yang maha kuasa ini. Bagi anda yang suka tantangan, ini adalah tempat yang cocok untuk anda kunjungi. Untuk ke depan nya diharapkan tempat yang cukup potensial ini bisa segera di kelola dengan baik oleh pemda setempat.

/@cwi

selengkapnya...

Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |