Meneladani Sarjana Sang Pengembala (part.1)

Siapa rela pulang ke desa selepas sarjana. Membangun kemandirian di kampung halaman dengan sumberdaya lokal. Pendidikan mestinya menuntut diri berani dan kreatif.

Katak dalam tempurung. Pepatah itu pas di rasai Kasman Ibrahim (40)...
Bapak 4 anak lulusan sarjana hukum 1989, dari universitas mataram. Bertahun2 ia terpenjara diam di kampungnya, Risa, Woha, Bima, Nusa Tenggara Barat. Ilmu hukum yg di pelajari begitu sarat membebani hidupnya. Tinggal di kampung miskin yg tergantung oleh musim panen padi sekali dalam setahun, Kasman sosok yg di sorot. Ia yg dg kemiskinannya mampu merampungkan Sarjana Hukum menetap di kampung halaman dalam kondisi sulit
kasman menjadi buah bibir. Bahan cibiran dan gunjingan tetangga, ada seorang Sarjana merana di Desa. Mestinya, menurut kemauan byk orang, Kasman menjadi seorang Pengacara. Hidup sukses dalam kacamata duniawi dg gelimang harta. Mendiami rumah mewah dan megah. Menjalin relasi dg para politikus, selebritis, dan pengusaha, misalnya. Minimal ia menjadi seorang pegawai Negri. Jabatan amat terhormat dan menjadi rebutan hampir oleh semua orang desa di indonesia.
Logika2 umum itu sampai detik ini harus diakui masih masii merasuk disanubari kita. Pendidikan tinggi yg di tempuh utk merengkuh hidup sukses hidup dalam kacamata kekayaan yg kasat mata. Gelar acapkali dikaitkan dg realita kesuksesan hidup yg di milikinya. Sekalipun org diberi gelar yg berderet, jika hidup dalam kondisi miskin tetap saja ia bukan apa2. Pendapatnya, meski benar, dianggap omong kosong. Meminjam istilah betawi, "ngomong doang, lo"
wajar, jika selepas bangku kuliah sebagian besar Sarjana kita enggan pulang ke desa. Kota2 besar kerap jadi sasaran mrk menetap. Kembali kekampung tanpa status Negri atau pekerja kantoran seakan aib yg memalukan. Mending nganggur dikota ketimbang pulang jd bahan omongan. Ngontrak di gang sempit yg kumuh terlihat lebih nyaman daripada tinggal dirumah yg sederhana dg pekarangan luas didesa. Dikota orang acuh. Tidak usil orang mengurusi siapa kamu.
Sungguh, kesadaran manusiawi berat menerima ini. Karena saat berangkat meniti ilmu, gelar dijadikan kuda troya menuju puncak kesuksesan duniawi. Pengorbanan harta benda utk menuju tangga sarjana seakan wajib terbalas senilai harta benda. Dan, Kasman satu dari ribuan sarjana yg menjadi pendobrak budaya itu. Bukan lantaran ia putus asa tak mampu mengadu gelarnya dikota. Ia memang tak tertarik sejak semula berangkat dari desa menuju Universitas Mataram.
"Tidak semua ilmu mst diterbangkan kekota. Orang desa juga perlu ilmu. Mereka juga perlu pintar dan maju, bukan org kota saja yg boleh merasakan pengetahuan. Semua kita sama di pelosok dan di kota2 besar" katanya, saat menjamu kami menginap di padang rumput, perbukitan Risa malam bulan purnama.
Tak sekedar omg kosong Kasman berucap. Tinggal dirumah panggung yg tiangnya doyong dan kayu2nya rapuh, istri kasman jg seorg Sarjana Administrasi Negara, bernama dra. Sarifah. Utk menempuh hidup sehari2, Kasmam jdi petani. Menanam padi setahun sekali mengandalkan sawah tadah hujan. Saat kemarau begini, semua wilayah di Bima dan Sumbawa umumnya dihajar kekeringan. Hidup miskin, betapa sulitnya. Tiap tahun kondisi ini terjadi.
Kasman mst mematahkan gengsi. Ia bertekad mengubah sistem nilai yg mengakar di tengah masyarakat. Sebagai ustad sekaligus penghulu, kedekatan Kasman Ibrahim dan masyarakat cukup mengakar. Namun, tak cukup sebatas kata, perubahan itu bisa dilakukan. Org awam perlu contoh dari apa yg diucapkan. "kamu saja jadi sarjana masih miskin, mengapa kami mesti sekolah tinggi tinggi" kata kasman mengingat ucapan masyarakat yg mencemoohnya.
Seloroh yg masuk akal. Harus ada bukti dari setiap ungkapan. Sarjana Hukum, bagi Kasman bukan ilmu utk mengakali kaum kecil. Menghukum yg benar dan membebaskan yg dipenjara karena kejahatannya. Hukum mst tegak membela kebenaran, melindungi rakyat jelata dari kepongahan penguasa. Yg dimaknai penguasa bukan saja pemimpin zalim. Tetapi juga org2 yg dengan kewenangannya memperalat org miskin. Biasanya mereka berprilaku layaknya raja raja kecil.
Penghulu ini dengan keluguan dan kesedarhanaannya berusaha membela masyarakat dari kezaliman raja raja kecil di desa. Dengan pendidikannya ia tidak mengakali orang desa. Kasman mengadvokasi dg caranya sendiri dalam membela orang orang miskin. Pun maksud yg demikian hebat, belum tentu gampamg dipahami masyarakat. Mesti ada bukti dalam wujud materi. /Next

pengunjung membaca ini juga:



0 komentar:

Posting Komentar


Gabung bersama kami

About Me

admin jg menerima pelayanan jasa

admin jg menerima pelayanan jasa
Jasa arsitek rumah; desain arsitek / desain rumah, gambar denah rumah, bangun rumah baru, renovasi rumah dan pembangunan mesjid, mushola, ruko, disaign taman, dll. klik gambar utk kontak personal.

Syiar Islam On Twitter

Site info

Kalkulator Zakat Fitrah

  © Syiar islam Intisari Muslim by Dede Suhaya (@putra_f4jar) 2015

Back to TOP  

Share |